Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelas : B. Semester 3
Jurusan : Teologi
Npm : 143033004201038
Tugas MK: Agama dan Masyarakat
Clifford James Geertz (23 Agustus 1926 – 30 Oktober 2006) adalah seorang ahli antropologi asal
Amerika Serikat. Ia paling dikenal melalui penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan
Maroko dalam bidang seperti agama (khususnya Islam), perkembangan ekonomi, struktur
politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga. Terkait kebudayaan Jawa, ia
memopulerkan istilah priyayi saat melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada tahun
1960-an, dan mengelompokkan masyarakat Jawa ke dalam tiga golongan: priyayi, santri dan
abangan.
Sejak tahun 1970 hingga meninggal dunia Geertz menjabat sebagai profesor emeritus di
Fakultas Ilmu Sosial di Institute for Advanced Study. Ia juga pernah menjabat sebagai profesor
tamu di Departemen Sejarah Universitas Princeton dari 1975 hingga 2000
Lahir 23 Agustus 1926 San Francisco Meninggal 30 Oktober 2006 (umur 80) Philadelphia
Kebangsaan Amerika Serikat
Almamater Antioch College, Harvard University Karier ilmiah Bidang Antropologi
Institusi : University of Chicago Institute for Advanced Study, Princeton, New Jersey
Pembimbing doktoral Talcott Parsons
Mahasiswa doktoral James Siegel, James Boon, Lawrence Rosen, Abdellah Hammoudi, Sherry
Ortner, Paul Rabinow, David Szanton
Terinspirasi Gilbert Ryle, Ludwig Wittgenstein, Max Weber, Paul Ricoeur, Alfred Schüt
Artikel ini membahas perbedaan pandangan Clifford Geertz dan Mark R. Woodward tentang
keberagamaan orang Jawa. Kedua pandangan ini menjadi rujukan bagi para intelektual yang
mendalami kajian tentang agama (Islam) di masyarakat Jawa. Geertz mengkategorikan kelompok
agama dalam masyarakat Jawa (Abangan, Santri, dan Priyayi) berdasarkan penelitiannya di Mojokuto
(Pare, Kediri, Jawa Timur). Sementara itu, Mark R. Woodward meneliti keberagamaan orang Jawa di
Yogyakarta. Woodward menganggap Yogyakarta sebagai pusat budaya masyarakat Jawa dan
dianggap mampu mengkolaborasikan Islam dan budaya lokal. Artikel ini menyimpulkan bahwa
Geertz menilai bahwa keberagamaan orang Jawa terkait dengan ketaatan dan ketidaktaatan.
Sementara itu, Woodward melihat keberagamanan ini sebagai salah satu bentuk tafsir terhadap
Islam oleh masyarakat Jawa..
mapan, Islam dan Jawa adalah dua entitas yang dirancang terpisah, berbeda, berlawanan, dan
tidak mungkin bersenyawa. Islam dikontraskan dengan Jawa yang dipandang secara romantis,
arkaik dan penuhpesona.1 Penelitian Clifford Geertz dilakukan tahun 1950-an. Setelah
melakukan penelitian serius di Pare (wilayah ini masuk Kabupaten Kediri, sebuah Kabupaten di
Jawa Timur yang dekat dengan Blitar) yang disamarkan dengan istilah Mojokuto, Clifford
Geertz membuat tiga kategori aliran dalam masyarakat Jawa, yaitu abangan, 2 santri 3 dan
priyayi. 4 Dalam konteks tertentu, Clifford Geertz juga menelusuri lebih khusus asal-muasal
keraton Jawa dan agama rakyat dengan berbagai prototipe Indianya.5 Dalam melihat agama
orang Jawa yang menghasilkan tiga kategori itu dan banyak menimbulkan kontroversi, Clifford
Geertz menggunakan pendekatan agama sebagai suatu sistem kebudayaan.
6 Kebudayaan tidak didefinisikannya sebagai suatu pola kelakuan, yaitu biasanya terdiri atas
serangkaian aturan-aturan, resep-resep dan petunjuk-petunjuk yang digunakan manusia untuk
mengatur tingkah lakunya. Lebih dari itu, kebudayaan dilihat oleh Clifford Geertz sebagai
pengorganisasian dari pengertian-pengertian yang tersimpul dalam simbol-simbol yang berkaitan
dengan eksistensi manusia. 7 Kategori abangan oleh Clifford Geertz dilihat lebih menekankan
pentingnya animistik; santri dilihat lebih menekankan pada aspek-aspek Islam; dan priyayi
dilihat lebih menekankan aspek Hindu. Perwujudan citra masing- masing struktur sosial di tiga
kategori itu adalah:
ritual yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menghalau makhluk halus jahat yang dianggap
sebagai penyebab dari ketidakteraturan dan kesengsaraan dalam masyarakat, agar ekuilibrium
dalam masyarakat dapat dicapai kembali (varian abangan); penekanan pada tindakan-tindakan
keagamaan sebagaimana digariskan dalam Islam (varian santri), dan suatu kompleks keagamaan
yang menekankan pada pentingnya hakekat alus sebagai lawan dari kasar (kasar dianggap
sebagai ciri
Geertz Glifford mengambil contoh: Geertz menyebut contoh seorang laki-laki dari
suku Indian di Amerika yang bermimpi melihat kerbau. Ia menafsirkan kerbau tersebut sebagai
pesan dari dunia leluhur yang sudah meninggal. Dalam contoh ini, kerbau adalah simbol dan
pesan dari leluhur adalah makna yang lahir dari simbol tersebut. Contoh lain dari peran simbol
dalam melahirkan makna adalah peran salib dalam agama Kristen. Bagi umat Kristiani, Salib
(sebagai simbol agama) menyampaikan banyak pesan dan menciptakan pandangan dunia. Salib
misalnya melahirkan makna bahwa
kebahagiaan di akhirat berasal dari pengorbanan di dunia. Salib juga adalah simbol perdamaian,
keselamatan dan penebusan dosa. Demikian pula dengan contoh shalat dalam Islam. Bagi kaum
muslimin, shalat diyakini dapat mendatangkan ketenangan dan mencegah perilaku negatif
manusia, baik pada dirinya sendiri, orang lain, maupun pada alam. Geertz selanjutnya
berpendapat bahwa sistem simbol tersebut (maksudnya agama) ada dan lahir untuk menjawab
kebutuhan manusia terkait dengan makna kehidupan. Ia menciptakan pandangan tentang
tatanan keberadaan (order of existence). Dengan kata lain, agama memberi kosmologi dan
filsafat kehidupan pada manusia..