SDGs √√
UU Kesehatan
PHBS √√
Penanggulangan narkoba √√
Imunisasi √√
Program CERDIK √√
KB 122-129
Keselamatan pasien √√
Kondisi Potensial Cedera (KPC) = kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan
cedera, tetapi belum terjadi insiden
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) = terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien
Kejadian Tidak Cedera (KTC) = insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
timbul cedera
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) = insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien
Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah
koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada
Menteri.
Selain penanganan insiden fasyankes harus melakukan penanganan kejadian sentinel. Kejadian
Sentinel = KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen atau cedera berat yang
temporer dan membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun
psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. → dilaporkan
sesegera mungkin paling lama 1 jam setelah diketahuinya kejadian sentinel → pelaporan
dilakukan secara lisan melalui telepon kemudian dilengkapi dengan laporan tertulis.
Pelaporan paling sedikit memuat:
a. Lokasi kejadian
b. Kronologis kejadian
c. Waktu kejadian
d. Akibat kejadian
e. Jumlah pasien yang mengalami kematian atau cedera berat akibat kejadian sentinel
TUJUH LANGKAH
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien;
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit
untuk mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6
(enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien;
2. Peningkatan komunikasi yang efektif;
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;dan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. Memimpin dan mendukung staf;
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. Mengembangkan sistem pelaporan;
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin dalam Pasal 32
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terpenuhi. Hak tersebut antara lain
untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedural operasional serta layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi.
Asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan menurut Pasal 10 Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, wajib berperan serta dalam persiapan
penyelenggaraan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
TINDAKAN ADMINISTRATIF
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratifkepada Rumah Sakit
yang melanggar kewajiban untuk membentuk TKPRS, menerapkan Standar Keselamatan Pasien,
mengupayakan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien, dan pelaporan insiden.
Tindakan administratifterhadap pelanggaran pemenuhan kewajiban Rumah Sakit sebagaimana
tersebut diatas, berupa:
1. Teguran lisan;
2. Teguran tertulis;atau
3. Penundaan atau penangguhan perpanjangan izin operasional.
Menteri Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara
berjenjang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan tersebut Menteri Kesehatan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengikutsertakan asosiasi
perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan.
Kepala Rumah Sakit secara berkala wajib melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh TKPRS.
CERDIK
CERDIK → perilaku hidup sehat dan termasuk salah satu program untuk mengendalikan
penyakit tidak menular/PTM (bagi yang belum sakit) seperti penyakit pembuluh darah, jantung,
hingga masalah ginjal
1. Cek Kesehatan Secara Berkala
Mulailah memonitor tekanan darah, menimbang berat badan, mengukur tinggi badan,
mengukur lingkar perut, dan perhatikan denyut nadi Anda. Jangan lupa pula mengecek
kadar kolesterol dan gula darah secara teratur.
Untuk menjaga kesehatan, harus rajin membaca label kemasan makanan sebelum
membeli. Kurangi makanan dan minuman yang mengandung gula tersembunyi seperti
maltosa, glukosa, sukrosa, laktosa, dekstrosa, fruktosa dan sirup. Batasi konsumsi
makanan dengan kandungan garam tinggi. Tak ketinggalan kurangi pula konsumsi lemak
dengan memilih makanan sumber protein seperti daging tanpa lemak, kacang kering,
unggas, ikan, dan kacang polong. Kurangi konsumsi daging merah dan buang lemak di
daging sebelum dimasak. Bila ingin minum susu, pilih susu rendah lemak dan hindari
jeroan serta kurangi makan telur.
5. Istirahat Cukup
Bagi orang dewasa, istirahatlah yang cukup dengan tidur selama 7-8 jam sehari.
6. Kelola Stres
Terakhir, kurangi potensi penyakit kardiovaskuler dengan mengelola stres. Sering-
seringlah rekreasi, relaksasi, berpikiran positif dan bercengkrama dengan orang lain.
Terapkan pola hidup teratur dan rencanakan masa depan Anda sebaik-baiknya.
PATUH
PATUH → program yang dikhususkan bagi masyarakat yang telah menyandang penyakit tidak
menular/PTM
1. Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
2. Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
3. Tetap diet dengan gizi seimbang
4. Upayakan aktivitas fisik dengan aman
5. Hindari asap rokok, alcohol dan zat karsinogenik lainnya
PHBS
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi sehingga
keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta
memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada dasarnya merupakan sebuah upaya untuk menularkan
pengalaman mengenai perilaku hidup sehat melalui individu, kelompok ataupun masyarakat luas
dengan jalur – jalur komunikasi sebagai media berbagi informasi.
PHBS adalah sebuah rekayasa sosial yang bertujuan menjadikan sebanyak mungkin anggota
masyarakat sebagai agen perubahan agar mampu meningkatkan kualitas perilaku sehari – hari
dengan tujuan hidup bersih dan sehat.
Terdapat langkah – langkah berupa edukasi melalui pendekatan pemuka atau pimpinan
masyarakat, pembinaan suasana dan juga pemberdayaan masyarakat dengan tujuan kemampuan
mengenal dan tahu masalah kesehatan yang ada di sekitar; terutama pada tingkatan rumah tangga
sebagai awal untuk memperbaiki pola dan gaya hidup agar lebih sehat.
Manfaat PHBS
Manfaat PHBS secara umum adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau
menjalankan hidup bersih dan sehat. Hal tersebut agar masyarakat bisa mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan PHBS masyarakat mampu
menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan kualitas hidup.
Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. Pelayanan kesehatan balita;
e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan
tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus). yang bersifat peningkatan/promotif
dan pencegahan/ preventif
NARKOBA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
UU 35 Tahun 2009
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
khas pada aktivitas mental dan prilaku. UU 5 Tahun 1997
Terdapat konsep pencegahan, mulai dari primer, sekunder dan tersier yang dapat diterapkan pada
penyakit ini (Hamilton, King dan Ritter, 2004).
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang yang sebelumnya tidak memakai zat
adiktif untuk tidak mencoba atau memakai teratur.
Pencegahan sekunder adalah mencegah seseorang yang sudah menggunakan agar tidak
masuk ke dalam kelompok berisiko dan tidak menjadi tergantung atau adiksi.
Pencegahan tersier adalah mereduksi bahaya yang timbul dari masalah-masalah
penyalah guna narkoba dan adiksi, termasuk tindakan terapi dan rehabilitasi, sampai
seminimal mungkin menggunakannya atau bahkan tidak menggunakan sama sekali.
Salah satu upaya yang bersifat strategis dalam penaggulangan penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika adalah upaya pencegahan.
Pencegahan primer/pencegahan dini
Ditujuka kepada individu yang belum menyalahgunakan
Pencegahan sekunder/pencehagan kerawanan
Ditujukan kepada mereka yang rawan masalah penyalahgunaan narkoba
Pencegahan tersier/pencegahan kambuhan
Ditujukan keapda mereka yang telah sembuh atau terbebas, mencegah kambuh
Dalam menangani penyalah guna narkoba saat ini melibatkan berbagai sector, antara lain
RSKO (RS Ketergantungan Obat) dan RSJ, RSU
Penanganan masalah medic akut, kronis dan medic dengan berbagai komplikasi antara
lain dengan detoksifikasi
Bagian/panti rehabilittasi - PRSN (Panti Rehabilitasi Sosial Narkoba), pesantren,
lembaga pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang
penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba,
Penanganan perbaikan perilaku melalui berbagai pendekatan non medis seperti
social, agama, spiritual, therapeutic community dan pendekatan alternative
lainnya,
Bagian dari strategi preventif/pencegahan dalam mengurangi “demand”
Merupakan proses menuju kesembuhan dari ketergantungan terhadap narkoba dan
resosialisasi penyalahgunaan narkoba ke dalam lingkungan kehidupan normal di
keluarga dan masyarakat.
UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan pencehagan, perlindungan, dan
penyelamatan bangsa Indonesia dari peyalahgunan narkotika, dimana pada pasal 54
menyebutkan bahwa ‘korban penyalah guna dan pecandu narkotika wajib direhabilitasi’. UU tsb
juga mengatur bahwa rehabilitasi adalah alternative dari hukuman penjara.
Hambatan:
Mind set masyarakat
Belum punya budaya merehabilitasi secara sukarela (terkena narkoba merupakan
aib)
Belum berani melapor karena takut ditangkap
Pemenjaraan akan memberikan efek jera, padahal sebaliknya di lapas merupakan
tempat meningkatkan kualitas
Penegak hokum masih memiliki budaya pemidanaan lebih menonjol dibandingkan
dengan rehabilitasi
Upaya:
Peraturan bersama nomor 01 tahun 2014 tentang penanganan pecandu narkoba dan
korban penyalahgunaan narkotika dalam lembaga rehabilitasi pada tanggal 11 Maret
2014 dittd oleh MA, kejaksaan agung, kepolisian, menkumham, menkes, mensos, dan
BNN
Penyediaan SDm, program rehabilitasi dan fasilitas rehabilitasi
Kemenkes dan BNN sedang mendorongkan untuk memasukkan pembiayaan rehabilitasi
bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang tidak mampu dalam JKN
4 langkah yang dilakukan untuk mengatasi kecanduan narkoba dan di antaranya adalah:
Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan tidak hanya oleh dokter tetapi juga terapis. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kecanduan yang dialami dan adakah efek samping yang muncul. Jika si
pemakai mengalami depresi atau bahkan gangguan perilaku, maka terapis akan menyembuhkan
efek tersebut baru melakukan rehabilitasi.
Detoksifikasi
Mengatasi kecanduan harus melalui beberapa tahapan dan salah satu yang cukup berat adalah
detoksifikasi. Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya
tersebut. Reaksi yang akan dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa
sakit. Disamping itu pecandu akan merasa tertekan karena tidak ada asupan obat penenang yang
dikonsumsi seperti biasa.
Selama proses detoksifikasi, dokter akan meringankan efek yang tidak mengenakkan tersebut
dengan memberikan obat. Di samping itu, pecandu juga harus memperbanyak minum air agar
tidak terkena dehidrasi serta mengkonsumsi makanan bergizi untuk memulihkan kondisi tubuh.
Lamanya proses ini sangat bergantung pada tingkat kecanduan yang dialami serta tekad yang
dimiliki oleh si pemakai untuk sembuh.
Stabilisasi
Setelah proses detoksifikasi berhasil dilewati, selanjutnya dokter akan menerapkan langkah
stabilisasi. Tahapan ini bertujuan untuk membantu pemulihan jangka panjang dengan
memberikan resep dokter. Tidak hanya itu, pemikiran tentang rencana ke depan pun diarahkan
agar kesehatan mental tetap terjaga dan tidak kembali terjerumus dalam bahaya obat-obatan
terlarang.
Pengelolaan Aktivitas
Jika sudah keluar dari rehabilitasi, pecandu yang sudah sembuh akan kembali ke kehidupan
normal. Diperlukan pendekatan dengan orang terdekat seperti keluarga dan teman agar
mengawasi aktivitas mantan pemakai. Tanpa dukungan penuh dari orang sekitar, keberhasilan
dalam mengatasi kecanduan obat terlarang tidak akan lancar.
Banyak pemakai yang sudah sembuh lantas mencoba menggunakan kembali obat-obatan tersebut
karena pergaulan yang salah. Karena itulah pengelolaan aktivitas sangat penting agar terhindar
dari pengaruh negatif.
KB
Keluarga Berencana merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk
mendapatkan objektif-objektif tertetu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat
kehamilan dalam hubungan dengan suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Tujuan umum :
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran
sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
Tujuan khusus:
- Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi
- Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi
- Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran
Manfaat
Negara : menekan laju pertumbuhan penduduk
Demografis : menekan kepadatan penduduk
Keluarga : meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mengendalikan dan menjarangkan
jumlah anak
Wanita : mengatur dan menjarankan kehamilan, meningkatkan kecukupan ASI,
meningkatkan pola asuh yang baik bagi anak, menurunkan resiko kematian ibu dan bayi
Jenis Kontrasepsi
Kontrasepsi Sederhana Tanpa alat:
MAL (metode amenore laktasi)
Senggama terputus
Metode kalender
Metode lender serviks
Suhu basal
Dengan alat:
Kondom
Diafragma
Spermisida
Kontrasepsi Hormonal Pil kombinasi
Suntik kombinasi (1 bulan)
Pil progestin
Suntik progestin (3 bulan)
AKDR progestin
Kontrasepsi Jangka Panjang AKDR (Alat Kontasepsi Dalam Rahim) / IUD
(Intrauterine Device) 8-10 tahun
Implant/Susuk KB 3 tahun
Kontasepsi mantap (pria: vasektomi, wanita:
tubektomi)