Anda di halaman 1dari 4

 Yunus, M. (2020). ISU AKSIOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI.

Jurnal Khabar:
Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 2(1), 43-56. https://doi.org/10.37092/khabar.v2i1.211
 Aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang mana membahasa mengenai nilai atau
dapat disebutkan dengan teori nilai.
 Dalam konteks filsafat ilmu komunikasi, isu-isu aksiologis ini muncul sebagai berikut: (1)
Apakah teori bersifat netral atau tidak? (2) Apak ilmuwan mempengaruhi teori yang
dihasilkan atau tidak? (3) Apakah ilmuwan memengaruhi proses sosial atau tidak?

 https://doi.org/10.21070/kanal, Aksiologi: Antara Etika, Moral, dan Estetika, Totok Wahyu


Abadi, KANAL (JURNAL ILMU KOMUNIKASI), 4 (2), Maret 2016, 187-204
 Dalam etimologis, aksiologi berasal dari berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “aksios”
yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Dapat disimpulkan bahwa aksiologi
merupakan cabang filsafat yang mana mempelajari mengenai nilai dan dapa dikatan
aksiologi merupakan teori nilai.
 dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
 Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu.
 Bramel, membagi aksiologi dalam tiga bagian, yakni moral conduct, estetic expression,
dan socio-political life. Moral Conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan
disiplin khusus yaitu etika. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan yang mana
bidang ini melahirkan keindahan. Dan terakhir yang mebidani lahirnya filsafat kehidupan
sosial politik.
 Aspek dalam aksiologi filsafat membahas nilai-nilai atau persoalan moral yang berlaku
dalam kehidupan manusia. Secara garis besar aksiologi memiliki dua cabang filsafat yang
membahas berbagai aspek kualitas hidup manusia, yaitu etika dan estetika.
 Etika : etika termasuk dalam filsafat moral yang berasal dari kata ethos (Yunani)
yang berarti watak, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) menjelaskan etika
dalam tiga arti. Pertama, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kedua, etika adalah
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, etika ialah nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Beberapa orang mendefinisikan etika dan moralitas sebagai teori tentang
perilaku manusia mengenai baik atau buruk, tetapi tetap dapat dicapai oleh
akal. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang
objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak
bermoral. Beberapa ahli membagi etika ke dalam dua bagian yaitu etika
deskriptif dan etika normatif
 Etika deskriptif, Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan
kesadaran dan pengalaman moral (suara batin) dari norma-norma dan
konsep-konsep etis secara deskriptif. Pengalaman moral di sini memiliki
arti luas, misalnya adat istiadat, anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan yang diperbolehkan ataupun tidak. Semuanya dideskripsikan
secara ilmiah dan ia tidak memberikan penilaian. Karenanya, etika
deskriptif ini tergolong dalam bidang ilmu pengetahuan empiris serta
terlepas dari filsafat. etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian
apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral.
 etika normatif, Etika normatif kerap kali juga disebut filsafat moral
sebab pendiriannya atas norma sehingga dapat mempersoalkan norma
yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis dan juga
mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif
berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk
atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau
buruk.
 Estetika : Estetika berasal dari kata Yunani yaitu aisthetika atau aisthesis
disebutkan juga sebagai filsafat keindahan (philosophy of beauty). Estetika
sebagai bagian dari aksiologi selalu membicarakan permasalahan, pertanyaan,
dan isu-isu tentang keindahan, ruang lingkupnya, nilai, pengalaman, perilaku
pemikiran seniman, seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan
manusia. Secara ilmiahnya, didefinisikan sebagai studi tentang nilai-nilai yang
dihasilkan dari emosi-sensorik yang kadang dinamakan nilai sentimentalitas atau
cita rasa atau selera.
 https://www.scribd.com/document/437736036/Tugas-Makalah-Isu-Isu-Filosofi-Komunikasi
Untuk disiplin ilmu komunikasi ada 3 isu,yaitu:
a. Dapatkah teori bersifat bebas nilai atau tidak?
Ilmu pengetahuan klasik mengklaim bahwa teori dan penelitian bersifat bebas nilai(value
free), netral, dan berusaha menampilkan fakta apa adanya. Bila nilai yangdimiliki ilmuwan
turut serta dalam pekerjaan ilmiah yang ia lakukan, maka yangdihasilkan adalah apa yang
disebut Littlejohn sebagai “sains yang buruk( bad science)”
b. Apakah ilmuwan memengaruhi teori yang dihasilkan atau tidak?
Mazhab teori mengatakan bahwa seorang ilmuwan seharusnya berhati-hati dalam
melakukansuatu penelitian ilmia sehingga aspek akurasi bisa dipertahankan.Dalam
pandangan ini suatu penelitian pasti menghasilkan distorsi dari apayang hendak diteliti.
Namun yang pasti akan selalu ada distorsi dan karenanya teori pastiterdapat campuran
tangan terhadap teori yang dihasilkan.
c. Apakah ilmuwan memengaruhi proses sosial atau tidak?
Banyak pakar mengatakan bahwa tugas ilmuwan adalah memproduksi ilmu pengetahuann.
Sedangkan urusan perubahan social di serahkan kepada seperti politikus.Sementara
pendapat lain mengatakan bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan
nilai-nilai positif dalam masyarakat

 Etika dan Filsafat Komunikasi, Muhamad Mufid, 2009, Kencana, hal 43-44
Terdapat tiga isu aksiologi untuk disiplin ilmu komunikasi yaitu :
a) Dapatkah teori bersifat bebas nilai atau tidak?
Ilmu pengetahuan klasik mengklaim bahwa teori dan penelitian bersifat bebas nilai
(value free), netral, dan ber usaha menampilkan fakta apa adanya. Bila nilai yang dimiliki
ilmuwan turut serta dalam pekerjaan ilmiah yang ia lakukan, maka yang dihasilkan
adalah apa yang dise but Littlejohn sebagai "sains yang buruk (bad science)".

Namun demikian, terdapat pandangan lain atas pertanyaan ini yang mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan memang secara substantif bisa bebas nilai, namun secara teknis
terdapat nilai-nilai yang turut memengaruhi perkembangan suatu ilmu. Misalnya, pada
saat seorang ilmuwan menentukan metode penelitian yang digunakan, maka pada
hakikatnya pemilihan metode tersebut didasarkan pada sejumlah kepentingan, yang
pada gilirannya menyebabkan suatu teori atau ilmu pengetahuan tidak lagi bebas nilai

Littlejohn memberi contoh lain yakni tentang pendanaan. Pemberian sponsor


pendanaan merupakan bentuk lain intervensi yang terdapat dalam suatu teori, karena
pemberian pendanaan tentu juga didasarkan atas pertimbangan faktor politis,
ekonomis, dan ideologis.

b) Apakah ilmuwan memengaruhi teori yang dihasilkan atau tidak?


Mazhab tradisional lagi-lagi menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa
seorang ilmuwan seharusnya berhati-hati dalam melakukan suatu penelitian ilmiah
sehingga aspek akurasi bisa dipertahankan. Kritik ter hadap pandangan ini bersumber
pada keniscayaan bahwa suatu penelitian pasti menghasilkan distorsi dari apa yang
hendak diteliti. Distorsi tersebut kadang kala besar dan kadang kala kecil, namun yang
pasti akan selalu ada distorsi dan karenanya teori pasti terdapat "campur tangan"
terhadap teori yang dihasilkan.

c) Apakah ilmuwan memengaruhi proses sosial atau tidak?


Pertanyaan ini sejalan dengan pertanyaan apakah il muwan harus tetap objektif ataukah
harus berperan ak tif membantu masyarakat untuk berubah secara positif? Banyak
pakar mengatakan bahwa tugas ilmuwan adalah memproduksi ilmu pengetahuan,
sedangkan urusan per ubahan sosial diserahkan pada pihak lain seperti galitikus.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa ilmuwan memiliki tanggung jawab untuk
mempromosikan nilai nilai positif dalam masyarakat. Dengan demikian, ilmu
pengetahuan tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sadar nilai (value conscious).

 https://tambahpinter.com/filsafat-komunikasi/
 Apakah teori bisa menjadi bebas nilai?
Jawaban umum dari pertanyaan ini adalah; iya—teori dan penelitian adalah bebas nilai,
pendidikan adalah netral, dan peneliti mencoba melihat fakta apa adanya. Ketika nilai peneliti
menyusup, hasilnya adalah ilmu yang jelek.

Namun, terdapat sisi lain dari isu ini; ilmu tidaklah bebas nilai karena pekerjaan peneliti selalu
dibimbing oleh preferensi mengenai apa yang ingin dipelajari dan bagaimana cara mengambil
data. Pilihan peneliti dipengaruhi oleh nilai personal dan juga institusi, seperti institusi
pendidikan dan pemerintah yang memberikan dana penelitian, ideologi politik yang ada, dan
lain sebagainya.
 Sejauh mana proses penelitian memengaruhi apa yang dilihat?
Pertanyaan ini berkaitan dengan keperluan peneliti untuk menjadi bagian dari sistem supaya
bisa meneliti dan memengaruhi sistem yang diteliti. Pandangan tradisional melihat bahwa
peneliti harus meneliti secara berhati-hati tanpa terlibat dalam kehidupan objek penelitian.
Banyak yang meragukan hal ini dapat dilakukan, karena tidak ada metode observasi yang benar-
benar bebas dari keterlibatan langsung peneliti.

Peneliti harus memberi perhatian lebih terhadap level keterlibatannya dalam proses penelitian.
Tidak hanya dapat memengaruhi hasil penelitian, tetapi keterlibatannya juga dapat
memengaruhi kehidupan di luar proses penelitian. Peneliti dapat menjadi agen perubahan bagi
objek peneliti. Contohnya, ketika melakukan wawancara kepada sebuah pasangan tentang
keadaan hubungan mereka, terdapat kemungkinan bahwa wawancara tersebut dapat
memengaruhi beberapa aspek dari hubungan mereka.

 Haruskah pendidikan dirancang untuk mencapai perubahan, atau apakah fungsinya


hanya untuk menghasilkan pengetahuan?
Peneliti tradisional percaya bahwa mereka tidak bertanggungjawab atas penggunaan ilmu yang
bisa digunakan untuk kebaikan atau keburukan. Tetapi, pengetahuan saintifik adalah
instrumentalis; dapat mendorong susunan kekuasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
peneliti memiliki kewajiban untuk berusaha mengubah masyarakat dalam cara yang positif.

Memelajari asumsi mendasar teori komunikasi melalui pandangan filsafat dapat membantu
kamu untuk menelaah secara lebih mendalam dan komprehensif mengenai teori dan proses
komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan
metode komunikasi.

Terdapat beberapa manfaat dari memelajari hakikat filsafat komunikasi. Pertama, kamu bisa
lebih mengetahui dan memahami makna ilmu komunikasi. Kedua, pemahaman filsafat bisa
membantu kamu untuk memahami cara penerapan ilmu komunikasi yang sesuai dengan dilema-
dilema etik. Ketiga, kamu bisa lebih mengetahui dan memahami ikhtisar ruang lingkup ilmu
komunikasi dari berbagai segi.

Anda mungkin juga menyukai