Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Presepsi Tentang Institusi Hukum
di Indonesia” tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan disusunnya makalah ini agar pembaca
dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang “Presepsi Tentang Institusi
Hukum di Indonesia”. Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Bapak Dr. H.
Syafruddin, MAP selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Sosial , teman-
teman dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini,
terutama pertolongan Allah SWT yang memberikan saya kesehatan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Dengan segala kerendahan hati, saya sangat mengharapkan kritik dan


saran yang bersifat membangun, agar saya dapat menyusun makalah lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya
dan masyarakat umum.

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................3

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................4

A. Penegakan Hukum di Indonesia................................................................4

1. Konsep Hukum di Indonesia.....................................................................4

2. Arti, Ciri-Ciri dan Faktor Penegakan Hukum Di Indonesia......................7

B. Upaya meningkatkan Peran Penegakan Hukum Untuk Menumbuhkan


Kesadaran Hukum Anggota Masyarakat..............................................................9

C. Kasus KPI Yang Menjadi Sorotan Di Media Massa.................................9

BAB III..................................................................................................................13

KESIMPULAN......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian


hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan
fungsi-fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan
hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas
sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai.
Tingkat perkembangan masyarakat tempat hukum diberlakukan
mempengaruhi pola penegakan hukum, karena dalam masyarakat modern yang
bersifat rasional dan memiliki tingkat spesialis dan differensiasi yang tinggi
pengorganisasian penegak hukumnya juga semakin kompleks dan sangat
birokratis.
Kajian secara sistematis terhadap penegakan hukum dan keadilan secara
teoritis dinyatakan efektif apabila 5 pilar hukum berjalan dengan baik yakni:
instrumen hukumnya, aparat penegak hukumnya, faktor peraturan hukum, faktor
kebudayaan atau legal culture, faktor sarana dan fasilitas yang dapat mendukung
pelaksanaan hukum.
Hikmahanto Juwono menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi
hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan
peradilan dan advokat. Di luar intusi tersebut masih ada diantaranya Direktorat,
Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi,
problem dalam penegakan hukum meliputi hal berikut:1
1. Problem pembuatan peraturan perundang-undangan.
2. Masyarakat pencari kemenangan bukan keadilan.
3. Uang mewarnai penegakan hukum.

1
Hikmayanto Juwono, Penegakan Hukum Dalam Kajian Law And Development :
Problem dan Fundamen Bagi Solusi di Indonesia, (Jakarta: Varia Peradilan No. 244, 2006), Hal.
13

1
4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang
dikriminatif dan ewuh pekewuh.
5. Lemahnya sumberdaya manusia.
6. Advokat tahu hukum vesus advokat tahu hukum koneksi.
7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.
Problem tersebut diatas memerlukan pemecahan atau solusi, dan negara
yang dalam hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang
bertujuan memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat penegakan hukum dengan
anggaran yang cukup memadai sedang output nya terhadap perlindungan
warganegara di harapkan dapat meningkatkan kepuasan dan sedapat mungkin
mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi seluruhan anggota
masyarakat.2
Sebagai institusi, pengadilan memikul tanggung jawab untuk memeriksa,
memutuskan, mengelola perkara atau permohonan yang diharapkan memberi
kepuasan terhadap pihak yang berperkara dan sedapat mewujudkan keseimbangan
dalam lalu lintas sosial yang menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh anggota masyarakat.
Namun, demikian sering kita mendengar dan membaca melalui media
massa bahwa lembaga pengadilan dan aparat pengadilan sendiri, sering disorot
dan diperbincangkan terkait kinerja buruknya. Harus diakui bahwa apa yang
disajikan olek media elekronik dan media massa merupakan gambaran realitas
dari potret buram terhadap lembaga pengadilan dan aparat hukum. Sangat
disayangkan kurang lebih 76 tahun yang lalu para pendiri negara ini telah
merumuskan dengan sungguh-sungguh mengenai cita-cita arah perjuangan bangsa
Indonesia. Tapi, dalam implementasinya sangat jauh berbeda dengan apa yang
diinginkan.
Dalam kondisi demikian tidaklah salah apabila ada tanggapan atau
persepsi masyarakat yang menilai sampai negatif terhadap kinerja aparat hukum
dan kualitas dari lembaga pengadilan yang nitabene ditempatkan sebagai lembaga
untuk memberikan keadilan bagi para justitibellen.
2
Bagir Manan, Persepsi Masyarakat Menegenai Pengadilan dan Peradilan Yang Baik
(Jakarta: Varia Peradiln No. 258, 2007), Hal. 5

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka


rumusan masalah yang akan diangkat dalam tulisan ini yaitu :
1. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia?
2. Bagaimana upaya meningkatkan peran penegakan hukum untuk
menumbuhkan kesadaran hukum anggota masyarakat?
3. Bagaimana penegakan kasus KPI yang pernah terekspos di media
massa?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan


penulisannya yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan peran penegakan
hukum untuk menumbuhkan kesadaran hukum anggota masyarakat
3. Untuk mengetahui tentang penegakan kasus KPI yang pernah
terekspos di media massa.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum di Indonesia

1. Konsep Hukum di Indonesia


Dalam literatur atau kepustakaan Indonesia istilah negara hukum dianggap
merupakan terjemahan dari the rule of law. Konsep ini dikembangkan antara lain
oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, dan Ficti, yang berkembang di
Eropa Kontinental. Sedangkan konsep the rule of law berasal dari Anglo
American diprakarsai oleh A.Dicey. Negara hukum menurut Julius Stahl
mengandung empat elemen penting yaitu:
1. Perlindungan Hak Asasi Manusia
2. Pembagian kekuasaan
3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
4. Peradilan Tata Usaha Negara.

Adapun ciri-ciri negara hukum adalah adanya: (a), supremacy of law,(b)


Equality before the law, dan (c) due proces of law. Konsep negara hukum atau
rechtstaat yang berkembang di Eropa Kontinental berlandaskan pada sistem civil
law, sedangkan the rule of law didasarkan pada sistem common law. Dalam
pelaksanaannya kedua sistem ini mempunyai perbedaan. Civil law lebih menitik
beratkan pada administasi sedangkan common law menitik beratkan pada judical.
Konsep rechtstaat mengutamakan prinsip welmatigheid yang kemudian menjadi
rechtsmatigheid, sedangkan the rule law mengutamakan equality before the law.

Dengan perbedaan itu, menurut Mahmud M. D, ciri-ciri rechtstaat adalah:

1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

4
2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin
perlindungan HAM.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan, dan
4. Adanya peradilan administrasi.

Sedangkan ciri-ciri the rule of law adalah:


1. Adanya supremasi aturan-aturan HAM.
2. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan
3. Adanya jaminan perlindungan HAM.

Disamping adanya perbedaan, kedua konsep negara hukum ini juga


mempunyai persamaan yaitu sama-sama menitikberatkan perlindungan terhadap
HAM dan persamaan di depan hukum serta adanya pembagian kekuasaan hukum.
Lembaga peradilan yang berdiri sendiri. Sedangkan dalam sistem the rule of law
tidak mengenal lingkungan peradilan itu sendiri. Karena di dalam konsep the rule
of lawsemua orang dianggap sama kedudukannya di depan hukum sehigga bagi
setiap warga negara maupun pemerintah harus disediakan peradilan yang sama.
Lahirnya konsep negara hukum bertujuan untuk menentang absolutisme
dan telah melahirkan pemisahan kekuasaan dan konsep Trias Politica. Trias
Politica terdiri dari lembaa legislatif, eksekutif dam legislatif yang menyebabkan
pemerintahan berada di bawah parlemen sehingga fungsi pemerintah lebih sebagai
(penjaga malam), yang lingkup tugasnya sangat terbatas/sempit, hanya
melaksanakan keputusan-keputusan parlemen. Peran pemerintah sedikit dan
bersifat pasif hanya menjadi wasit atau pelaksana berbagai keinginan rakyat yang
dituangkan dalam undang-undang oleh parlemen. Konsep negara hukum yang
demikian dikenal denga konsep hukum formal.
Konsep negara formal mempunyai kelemahan karena dapat menimbulkan
kesenjangan ekonomi, sosial dan melahirkan individualisme liberal yang
meyebabkan lahirnya pemilik modal di parlemen dan wakil-wakil rakyat yang
terpilih berasa dari lingkungan mereka dan undang-undang yang mereka hasilkan
dan menguntungkan kepentingan golongan-golongan tertentu. Situasi yang tidak
pasti ini menimbulkan ketidakpuasan dan muncullah negara hukum welfare state

5
atau negara hukum materil. Konsep ini berlawanan dengan konsep negara hukum
formal, peran negara lebih luas dengan freiese emessen. Negara diberi
kewenangan untuk ikut dalam berbagai kegiatan masyarakat dengan cara-cara
membuat aturan-aturan dan penetapan dan materiele daad.
Negara Indonesia sendiri menggunakan konsep yang didasarkan dari teori-
teori yang berkembang atau mempunyai kekhususan tersendiri. Istilah negara
hukum tidak dimuat secara tegas dalam UUD 1945 tetapi dimuat dalam
penjelasan UUD 1945 kunci pokok Sistem Pemerintahan Negara berbunyi
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasar
atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Dalam Amandemen UUD 1945 dengan
tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang tercantum dalam
Pasal 1 Ayat 3 Amandemen UUD 1945.
Baik UUD 1945 dan Amandemen UUD 1945 tidak menyebutkan secara
tegas konsep yang digunakan rechstaat atau the rule of law. Dari aspek historis
konsep negara hukum kita adalah tradisi Eropa Kontinental tetapi, jika kita
perhatikan UUD 1945 maupun Amandemen UUD 1945 justru yang kita temukan
adalah pasal-pasal tentang HAM seperti pasal 27, 28, 29, 30, dan 31. Pasal-pasal
tentang HAM lebih terperinci lagi dalam Amandemen UUD 1945 seperti Pasal
28A sampai dengan 28J. Dimuat pasal-pasal HAM sebenarnya termasuk dalam
konsepsi Eropa daratan rechstaat).
Dalam hal ini, Muhammad Yamin menjelaskan tentang konsepsi negara
hukum Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
harus berdasar dan berasal dari ketentuan undang-undang. Karena itu harus jauh
dari dari kesewenangn-wenangan aau kepercayaan bahwa kekuatan badanlah yang
boleh memutuskan pertikaian. Negara Indonesia adalah negara hukum bukan
negara polisi atau militer (polisis, tentara memegang kekuasaan keadilan), dan
bukan pula negara pula negara machsstaat (tenaga senjata dan kekuatan badan
melakukan tindakan sewenang-wenang).
Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara hukum negara hukum
Indonesia yang menyebut rechstaat dalam artian bahwa negara hukum Indonesia
polanya tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya (genus
begrip) yang kemudian disesuaikan dengan keadaan spesifik Indonesia. Konsep

6
negara hukum dan konsep demokrasi di Indonesia jika dihubungkan dengan teori-
teori negara hukum tercerminlah dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 seperti sistem konstitusional, sistem hak-hak kemanusiaan,
sistem kelembagaan negara, sistem kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas,
kedaulatan rakyat, pemilihan umum (wahyono, 1986:1).

2. Arti, Ciri-Ciri dan Faktor Penegakan Hukum Di Indonesia


Penegak hukum (law enforcement) adalah kegiatan untuk melaksanakan
atau mengimplementasikan hukum menurut kaidah-kaidah atau norma-norma
hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum. Penegakan
hukum sebagai upaya agar hukum sebagai perangkat kaidah yang mengatur segala
aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dab sungguh-
sungguh dijalankan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Inti dari arti
penegakan hukum secara konsepsional menurut Soerjono Soerkanto adalah
“kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantahkan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan dan memelihara serta
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”.

Persoalan penegakan hukum bukan persoalan yang sederhana karena


kompleksitas sistem hukum dan kolerasi jalinan hubungan antara sistem hukum
dengan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat. Menurut
Lawrence M. Friedman faktor-faktor penegakan hukum terdiri dari komponen
substansi, struktur dan kultural. Diantara faktor-faktor itu ada komponen-
komponen yang termasuk ruang lingkup bekerjanya sistem hukum. Setiap faktor
akan mempengaruhi proses penegakan hukum dalam suatu masyarakat.
Kegagalan salah satu faktor akan berdampak terhadap penegakan hukum.

Penegakan hukum pada hakekatnya bermuara pada keadilan dan lembaga


yang ditunjuk untuk melaksanakan keadilan adalag pengadilan. Sejak revolusi
hukum yang melahirkan hukum modern peran dan fungsi peradilan mengalami
perubahan dan prosedur dan penyelenggara hukum juga secara mendasar berubah.
Pengadilan tidak lagi menjadi tempat mencari keadilan tetapi tidak lain hanya

7
sebagai aturan dan prosedur. Hukum tidak memberikan keadilan dan keadilan
telah mati.

Menurut Purnadi Purbatjaraka “penegakan hukum adalah kegiatan


menerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/
pandangan-pandangan yang mantap dan mengejewantah (social engineering),
memelihara dan mempertahankan (sosial control) kedamaian pergaulan hidup.
Hampir sama dengan Purnadi Purbatjaraka, Soerjono Soekanto berpendapat
penegakan hukum sebagai penyelasaran antara nilai dan kaidah serta dengan
perilaku nyata manusia dengan ciri-ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hukum atau aturannya sendiri


Dalam upaya penegakan hukum diperlukan adanya keserasian
antara berbagai peraturan terutama keserasian atau keharmonisan
antara berbagai peraturan perundang-undangan yang berbeda
derajatnya. Ketidakcocokan dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan dan penegakannya akan menimbulkan ketidakpastian
hukum.
2. Mental aparat penegak hukum
Sistem penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh aparat
penegakan hukum antara lain terdiri dari polisi, pengacara, jaksa,
petugas lembaga permasyarakatan, dan sebagainya. Jika mental para
penegak hukum tidak baik maka hukum tidak baik. Sistem hukum dan
penegak hukum juga akan terganggu.
3. Fasilitas pelaksanaan hukum
Fasilitas untuk melaksanakan aturan-aturan hukum harus juga
memadai, sebab seringkali hukum sukar ditegakkan karena fasilitas
untuk menegakkannya tidak mencukupi. Seringkali kasus pelanggaran
hukum tidak tertangani karena kurangnya fasilitas.
4. Kesadaran, kepatuhan hukum dan perilaku masyarakat
Sistem politik yang demokratis akan sangat mempengaruhi kualitas
penegakan hukum akan berjalan dengan baik. Untuk dapat mengukur
tingkat kesadaran, kepatuhan hukum dan perilaku masyarakat banyak

8
faktor penyebabnya. Pada masyarakat yang sederhana atau misalnya di
daerah pedesaan kebutuhan penyelenggaraan hukum akan lebih
sederhana, jika dibandingkan di daerah perkotaan karena
masyarakatnya sudah lebih modern.3

B. Upaya meningkatkan Peran Penegakan Hukum Untuk


Menumbuhkan Kesadaran Hukum Anggota Masyarakat

Pelaksanaan hukum di dalam masyarakat selain tergantung pada kesadaran


hukum masyarakat juga sangat banyak ditentukan oleh aparat penegak hukum,
oleh karena sering terjadi beberapa peraturan hukum tidak dapat terlaksana
dengan baik oleh karena ada beberapa oknum penegak hukum sebagai mana
mestinya. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan oleh penegak hukum itu sendiri
yang tidak sesuai dan moralitas aparat penegak hukum mutlak harus baik, karena
mereka sangat rentan dan terbuka peluang bagi praktik suap dan penyalahgunaan
wewenang. Uang dapat mempengaruhi proses penyidikan, proses penuntutan dan
putusan yang dijatuhkan.
Dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas penegak hukum itu
dijalankan oleh birokrasi, sehingga sering disebut juga birokrasi penegakan
hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari bagian mata rantai
untuk mewujudkan rencana yang tercantum dala (peraturan) hukum. Kebebasan
peradilan merupakan essensilia dari pada suatu negara hukum saat ini sudah
terwujud dimana kekuasaan kehakiman adalah merdeka yang bebas dari pengaruh
unsur eksekutif, legislatif, serta kebabasan dan tegak tidaknya prinsip rule of law.4

C. Kasus KPI Yang Menjadi Sorotan Di Media Massa

Berawal dari seseorang pegawai yang bekerja di KPI atau Komisi


Penyiaran Indoensia, ia menuliskan kisahnya di media massa tentang perlakuan

3
Siti Merida Hutagalung, Penegak Hukum di Indonesia: Apakah Indonesia Negara
Hukum?, Jurnal Sociae Polities, Edisi Khusus, November 2011.
4
Sanyoto, Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8 No. 3,
September 2008.

9
pelecehan yang ia alami dari rekan kerjanya yang sama-sama bekerja di KPI. Ia
menuliskan bahwa ini sudah ia alami dari beberapa tahun yang lalu. Awal ia
bekerja pada tahun 2011 pada awal ia bekerja ia sudah dilakukan semena-mena
dan dilecahkan tanpa sebab. Pada tahun 2012-2014, selama dua tahun ia dianggap
layaknya pesuruh bagi pelaku yang terdiri dari beberapa pegawai Kpi lainnya. Ia
dibully secara verbal dan nonverbal, dipaksa untuk membeli makanan bagi rekan
senior bahkan direndahkan layaknya budak pesuruh.
Tahun 2015 para pelaku beramai-ramai memegangi kepala, tangan dan
kaki korban. Mereka secara paksa menelanjangi MSA, beberapa meminting. Serta
mencoret-coret buah zakar korban menggunakan spidol, mengerikannya lagi
kegiatan ini didokumentasikan melalui salah satu ponsel pelaku. Tahun 2016
MSA mengalami trauma berat sejak kejadian pada tahun 2015, ia merasa frustasi,
stres, cemas berlebihan sehingga kekebalan tubuhnya menurun.
Stress berkepanjangan ini membuat MSA sering jatuh sakit, kemudian
dipertengahan tahun 2017 tepatnya pada bulan juli, MSA didiagnosa mengalami “
Hiperseksi Cairan Lambung” oleh Rumah Sakit PELNI. Menurutnya hal ini
diakibatkan dari trauma yang berkepanjangan yang di alami oleh MSA sehingga
mengganggu aktivitas dan nafsu makan sehari-hari. Kejadian mengerikan tak
berhenti disini. Melalui acara Bimtek Resort Prima Cipayung, pada tengah malam
korban yang tertidur dilempar secara beramai-ramai ke kolam renang.
Hal ini membuat MSA memutuskan untuk melaporkan serangkaian
pelecehan dan perundungan yang terjadi ke komnas HAM melalui email. Ia
melaporkan kejadian ini pada tanggal 11 Agustus 2017 dan mendapat balasan
pada tanggal 19 September 2017. Komnas HAM menyimpulkan bahwa kejadian
yang dialami MSA merupakan tindak yang bisa dipidanakan, sehingga
menyarankannya untuk membuat laporan resmi ke kepolisian.
Pada tahun 2018 walaupun MSA telah menunjukkan tanda-tanda kelelahan
berkepanjangan secara mental, para pelaku tidak segera menyadari tindakan keji
tersebut. Mereka tetap merundung MSA dengan berbagai kalimat kotor dan
porno. bahkan MSA juga difitnah oleh pelaku dengan dugaan tidak mengerjakan
tugas kantor dengan baik. Kemudian pada tahun 2019 MSA membuat laporan
kedua kalinya ke polsek Gambir, tetapi petugas menyarankan MSA untuk

10
menyelesaikan masalah ini secara internal dengan atasan. MSA tetap mencoba
menceritakan dan melaporkan kejadian dengan atasan, tetapu pelaku tidak
mendapat sangsi yang serius, MSA hanya dipindahkan ke ruang kerja yang lain.
Saayangnya sejak kejadian pemindahan ini, perundungan dan pelecehan yang
dialami MSA justru semakin memburuk.
Tas MSA seringkali dilempar keluar dan kursi MSA ditulis dengan
“bangku ini tidak ada orangnya”. Sebagai akibat dari bentuk penindasan secara
verbal dan non-verbal, MSA divonis mengalami PTSD (Post Trauma Stress
Disorder) oleh psikolog di Puskesmas Taman Sari. Pada tahun 2020 MSA
berharap bahwa laporannya diperiksa oleh polsek gambir, sehingga ia kembali ke
kepolisian. Sayangnya laporan memang diproses dan diperiksa, tetapi petugas
kepolisian tidak menanggapi cerita MSA dengan serius.
“Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak? Biar saya
telepon orangnya” tanggapan polisi yang ditulis MSA dalam ceritanay di media
massa. Kemudian di akhir tahun 2020 tepatnya bulan Oktober, MSA
memberanian diri untuk DM pengacara kondang Hotman Paris dan Youtuber
terkenal Deddy Corbuzier, namun, kedua pesan tersebut tidak direspon. “Mungkin
mereka sibuk dan tidak punya waktu untuk membantu saya yang hanya karyawab
rendahan di KPI pusat” tulis MSA.
Akhirnya MSA bercerita dengan seorang aktivis dan pengacara LSM yang
juga mendorong MSA untuk membeberkan kisahnya ke publik. Kisahnya pun
viral di jagat maya sampai mendapat perhatian khusus KPI. Nuning sebagai
perwakilan dari KPI juga membentuk investigasi khusus untuk menyelidiki kasus
ini. 2 hari MSA dipanggil secara internal oleh KPI dan kuasa hukum tidak
diizinkan untuk mendampingi. Pengacara dari terlapor mengatakan beberapa hal
yang disampaikan korban hanya hal biasa. Setelah beberapa waktu menganalisa
kasus tersebut akhirnya mereka memilih jalan damai.
Kasus ini termasuk pelanggaran sila pancasila ke dua “kemanusiaan yang
adil dan beradab” dimana sila ini menjelaskan mengakui persamaan derajat,
persamaan Hak dan Kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama
manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap

11
orang lain, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.
Undang-undang Dasar 1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia,
Pasal 28B ayar (2) disebutkan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari diskriminasi”.
Selanjutnya pada Pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi. Hal ini diperkuat pula pada ayat (2) disebutkan bahwa “setiap orang berhak
untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat manusia...” selain itu, pada Pasal 28H ayat (1) “setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Adapun hukum yang menjamin mengenai hak-hak kemanusiaan bagi


warga negaranya, disebutkan dalam pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi
setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan HAM. Hal ini sangat bertentangan dengan nilau
Pancasila ke 2, kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kemanusiaan mempunyai
pengertian bahwa komunikasi antar manusia di semua tingkat yang manusiawi
serta hubungan antar manusia senantiasa adil. Dalam arti ini, kebaikan apapun
apabila tidak adil itu tidak baik, dan perbuatan yang tidak adil tidak pernah benar.
Demikian pula makna beradab. Sebaliknya, kelakuan yang tidak beradab tidak
pernah bisa benar.5

5
Erlin Luz Clarita, Kasus KPI, 2021.

12
BAB III

KESIMPULAN

Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tercantum ke dalam


Amandemen UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah
negara hukum yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat 3 Amandemen UUD 1945.
Negara Indonesia adalah negara hukum dan bukan negara polisi atau militer
(polisis dan tentara memegang kekuasaan keadilan), dan bukan pula negara pula
negara machsstaat (tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan tindakan
sewenang-wenang). Akan tetapi jika melihat kasus yang telah di paparkan di atas
menganai kasus KPI yang telah menimpa MSA sejak tahun 2012 hingga akhir
tahun 2020 yang pada akhirnya sempat viral pada tahun 2021 merupakan salah
satu kasus yang tidak ditindak dengan tegas oleh penegak keadilan seperti yang
disampaikan.
Banyak kelalaian dalam kasus ini baik dari pihak pemilik perusahaan
hingga pihak kepolisian, sedangkan menurut sila ke 5 yang berisi tentang
“keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” hanya berlaku bagi beberapa rakyat yang
memegang kekuasaan tertinggi dan memiliki kekuasaan saja. Negara Indonesia
masih dapat dianggap lemah dari segi penegakan hukumnya. Masih dapat dilihat
dari beberapa pihak yang “memandang bulu” sehingga hukuman yang ada hanya
dapat dirasakan bagi rakyat biasa, sedangkan para pemilik kekuasaan tidak pernah
merasakan hal tersebut. Hal inilah yang dapat menyimpulkan bahwa keadilan di
Indonesia belum sepenuhnya terasa bagi seluruh rakyat Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sanyoto. 2008. Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8


No. 3.
Hutagalung, Siti Merida. 2011. Penegak Hukum di Indonesia: Apakah Indonesia
Negara Hukum?, Jurnal Sociae Polities, Edisi Khusus.

Juwono, Hikmayanto. 2006. Penegakan Hukum Dalam Kajian Law And


Development : Problem dan Fundamen Bagi Solusi di Indonesia, Jakarta:
Varia Peradilan No. 244.

Manan, Bagir. 2007. Persepsi Masyarakat Menegenai Pengadilan dan Peradilan


Yang Baik Jakarta: Varia Peradiln No. 258.
Clarita, Erlin Luz. 2021. Kasus KPI.

14

Anda mungkin juga menyukai