Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Presepsi Tentang Institusi Hukum
di Indonesia” tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan disusunnya makalah ini agar pembaca
dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang “Presepsi Tentang Institusi
Hukum di Indonesia”. Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Bapak Dr. H.
Syafruddin, MAP selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Sosial , teman-
teman dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini,
terutama pertolongan Allah SWT yang memberikan saya kesehatan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulis
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
BAB III..................................................................................................................13
KESIMPULAN......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Hikmayanto Juwono, Penegakan Hukum Dalam Kajian Law And Development :
Problem dan Fundamen Bagi Solusi di Indonesia, (Jakarta: Varia Peradilan No. 244, 2006), Hal.
13
1
4. Penegakan hukum sebagai komoditas politik, penegakan hukum yang
dikriminatif dan ewuh pekewuh.
5. Lemahnya sumberdaya manusia.
6. Advokat tahu hukum vesus advokat tahu hukum koneksi.
7. Keterbatasan anggaran.
8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa.
Problem tersebut diatas memerlukan pemecahan atau solusi, dan negara
yang dalam hal ini diwakili pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang
bertujuan memperbaiki kinerja institusi hukum, aparat penegakan hukum dengan
anggaran yang cukup memadai sedang output nya terhadap perlindungan
warganegara di harapkan dapat meningkatkan kepuasan dan sedapat mungkin
mampu menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi seluruhan anggota
masyarakat.2
Sebagai institusi, pengadilan memikul tanggung jawab untuk memeriksa,
memutuskan, mengelola perkara atau permohonan yang diharapkan memberi
kepuasan terhadap pihak yang berperkara dan sedapat mewujudkan keseimbangan
dalam lalu lintas sosial yang menjamin ketentraman dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh anggota masyarakat.
Namun, demikian sering kita mendengar dan membaca melalui media
massa bahwa lembaga pengadilan dan aparat pengadilan sendiri, sering disorot
dan diperbincangkan terkait kinerja buruknya. Harus diakui bahwa apa yang
disajikan olek media elekronik dan media massa merupakan gambaran realitas
dari potret buram terhadap lembaga pengadilan dan aparat hukum. Sangat
disayangkan kurang lebih 76 tahun yang lalu para pendiri negara ini telah
merumuskan dengan sungguh-sungguh mengenai cita-cita arah perjuangan bangsa
Indonesia. Tapi, dalam implementasinya sangat jauh berbeda dengan apa yang
diinginkan.
Dalam kondisi demikian tidaklah salah apabila ada tanggapan atau
persepsi masyarakat yang menilai sampai negatif terhadap kinerja aparat hukum
dan kualitas dari lembaga pengadilan yang nitabene ditempatkan sebagai lembaga
untuk memberikan keadilan bagi para justitibellen.
2
Bagir Manan, Persepsi Masyarakat Menegenai Pengadilan dan Peradilan Yang Baik
(Jakarta: Varia Peradiln No. 258, 2007), Hal. 5
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin
perlindungan HAM.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan, dan
4. Adanya peradilan administrasi.
5
atau negara hukum materil. Konsep ini berlawanan dengan konsep negara hukum
formal, peran negara lebih luas dengan freiese emessen. Negara diberi
kewenangan untuk ikut dalam berbagai kegiatan masyarakat dengan cara-cara
membuat aturan-aturan dan penetapan dan materiele daad.
Negara Indonesia sendiri menggunakan konsep yang didasarkan dari teori-
teori yang berkembang atau mempunyai kekhususan tersendiri. Istilah negara
hukum tidak dimuat secara tegas dalam UUD 1945 tetapi dimuat dalam
penjelasan UUD 1945 kunci pokok Sistem Pemerintahan Negara berbunyi
“Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasar
atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Dalam Amandemen UUD 1945 dengan
tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang tercantum dalam
Pasal 1 Ayat 3 Amandemen UUD 1945.
Baik UUD 1945 dan Amandemen UUD 1945 tidak menyebutkan secara
tegas konsep yang digunakan rechstaat atau the rule of law. Dari aspek historis
konsep negara hukum kita adalah tradisi Eropa Kontinental tetapi, jika kita
perhatikan UUD 1945 maupun Amandemen UUD 1945 justru yang kita temukan
adalah pasal-pasal tentang HAM seperti pasal 27, 28, 29, 30, dan 31. Pasal-pasal
tentang HAM lebih terperinci lagi dalam Amandemen UUD 1945 seperti Pasal
28A sampai dengan 28J. Dimuat pasal-pasal HAM sebenarnya termasuk dalam
konsepsi Eropa daratan rechstaat).
Dalam hal ini, Muhammad Yamin menjelaskan tentang konsepsi negara
hukum Indonesia bahwa kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
harus berdasar dan berasal dari ketentuan undang-undang. Karena itu harus jauh
dari dari kesewenangn-wenangan aau kepercayaan bahwa kekuatan badanlah yang
boleh memutuskan pertikaian. Negara Indonesia adalah negara hukum bukan
negara polisi atau militer (polisis, tentara memegang kekuasaan keadilan), dan
bukan pula negara pula negara machsstaat (tenaga senjata dan kekuatan badan
melakukan tindakan sewenang-wenang).
Padmo Wahyono menyatakan bahwa konsep negara hukum negara hukum
Indonesia yang menyebut rechstaat dalam artian bahwa negara hukum Indonesia
polanya tidak menyimpang dari pengertian negara hukum pada umumnya (genus
begrip) yang kemudian disesuaikan dengan keadaan spesifik Indonesia. Konsep
6
negara hukum dan konsep demokrasi di Indonesia jika dihubungkan dengan teori-
teori negara hukum tercerminlah dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 seperti sistem konstitusional, sistem hak-hak kemanusiaan,
sistem kelembagaan negara, sistem kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas,
kedaulatan rakyat, pemilihan umum (wahyono, 1986:1).
7
sebagai aturan dan prosedur. Hukum tidak memberikan keadilan dan keadilan
telah mati.
8
faktor penyebabnya. Pada masyarakat yang sederhana atau misalnya di
daerah pedesaan kebutuhan penyelenggaraan hukum akan lebih
sederhana, jika dibandingkan di daerah perkotaan karena
masyarakatnya sudah lebih modern.3
3
Siti Merida Hutagalung, Penegak Hukum di Indonesia: Apakah Indonesia Negara
Hukum?, Jurnal Sociae Polities, Edisi Khusus, November 2011.
4
Sanyoto, Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8 No. 3,
September 2008.
9
pelecehan yang ia alami dari rekan kerjanya yang sama-sama bekerja di KPI. Ia
menuliskan bahwa ini sudah ia alami dari beberapa tahun yang lalu. Awal ia
bekerja pada tahun 2011 pada awal ia bekerja ia sudah dilakukan semena-mena
dan dilecahkan tanpa sebab. Pada tahun 2012-2014, selama dua tahun ia dianggap
layaknya pesuruh bagi pelaku yang terdiri dari beberapa pegawai Kpi lainnya. Ia
dibully secara verbal dan nonverbal, dipaksa untuk membeli makanan bagi rekan
senior bahkan direndahkan layaknya budak pesuruh.
Tahun 2015 para pelaku beramai-ramai memegangi kepala, tangan dan
kaki korban. Mereka secara paksa menelanjangi MSA, beberapa meminting. Serta
mencoret-coret buah zakar korban menggunakan spidol, mengerikannya lagi
kegiatan ini didokumentasikan melalui salah satu ponsel pelaku. Tahun 2016
MSA mengalami trauma berat sejak kejadian pada tahun 2015, ia merasa frustasi,
stres, cemas berlebihan sehingga kekebalan tubuhnya menurun.
Stress berkepanjangan ini membuat MSA sering jatuh sakit, kemudian
dipertengahan tahun 2017 tepatnya pada bulan juli, MSA didiagnosa mengalami “
Hiperseksi Cairan Lambung” oleh Rumah Sakit PELNI. Menurutnya hal ini
diakibatkan dari trauma yang berkepanjangan yang di alami oleh MSA sehingga
mengganggu aktivitas dan nafsu makan sehari-hari. Kejadian mengerikan tak
berhenti disini. Melalui acara Bimtek Resort Prima Cipayung, pada tengah malam
korban yang tertidur dilempar secara beramai-ramai ke kolam renang.
Hal ini membuat MSA memutuskan untuk melaporkan serangkaian
pelecehan dan perundungan yang terjadi ke komnas HAM melalui email. Ia
melaporkan kejadian ini pada tanggal 11 Agustus 2017 dan mendapat balasan
pada tanggal 19 September 2017. Komnas HAM menyimpulkan bahwa kejadian
yang dialami MSA merupakan tindak yang bisa dipidanakan, sehingga
menyarankannya untuk membuat laporan resmi ke kepolisian.
Pada tahun 2018 walaupun MSA telah menunjukkan tanda-tanda kelelahan
berkepanjangan secara mental, para pelaku tidak segera menyadari tindakan keji
tersebut. Mereka tetap merundung MSA dengan berbagai kalimat kotor dan
porno. bahkan MSA juga difitnah oleh pelaku dengan dugaan tidak mengerjakan
tugas kantor dengan baik. Kemudian pada tahun 2019 MSA membuat laporan
kedua kalinya ke polsek Gambir, tetapi petugas menyarankan MSA untuk
10
menyelesaikan masalah ini secara internal dengan atasan. MSA tetap mencoba
menceritakan dan melaporkan kejadian dengan atasan, tetapu pelaku tidak
mendapat sangsi yang serius, MSA hanya dipindahkan ke ruang kerja yang lain.
Saayangnya sejak kejadian pemindahan ini, perundungan dan pelecehan yang
dialami MSA justru semakin memburuk.
Tas MSA seringkali dilempar keluar dan kursi MSA ditulis dengan
“bangku ini tidak ada orangnya”. Sebagai akibat dari bentuk penindasan secara
verbal dan non-verbal, MSA divonis mengalami PTSD (Post Trauma Stress
Disorder) oleh psikolog di Puskesmas Taman Sari. Pada tahun 2020 MSA
berharap bahwa laporannya diperiksa oleh polsek gambir, sehingga ia kembali ke
kepolisian. Sayangnya laporan memang diproses dan diperiksa, tetapi petugas
kepolisian tidak menanggapi cerita MSA dengan serius.
“Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak? Biar saya
telepon orangnya” tanggapan polisi yang ditulis MSA dalam ceritanay di media
massa. Kemudian di akhir tahun 2020 tepatnya bulan Oktober, MSA
memberanian diri untuk DM pengacara kondang Hotman Paris dan Youtuber
terkenal Deddy Corbuzier, namun, kedua pesan tersebut tidak direspon. “Mungkin
mereka sibuk dan tidak punya waktu untuk membantu saya yang hanya karyawab
rendahan di KPI pusat” tulis MSA.
Akhirnya MSA bercerita dengan seorang aktivis dan pengacara LSM yang
juga mendorong MSA untuk membeberkan kisahnya ke publik. Kisahnya pun
viral di jagat maya sampai mendapat perhatian khusus KPI. Nuning sebagai
perwakilan dari KPI juga membentuk investigasi khusus untuk menyelidiki kasus
ini. 2 hari MSA dipanggil secara internal oleh KPI dan kuasa hukum tidak
diizinkan untuk mendampingi. Pengacara dari terlapor mengatakan beberapa hal
yang disampaikan korban hanya hal biasa. Setelah beberapa waktu menganalisa
kasus tersebut akhirnya mereka memilih jalan damai.
Kasus ini termasuk pelanggaran sila pancasila ke dua “kemanusiaan yang
adil dan beradab” dimana sila ini menjelaskan mengakui persamaan derajat,
persamaan Hak dan Kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama
manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap
11
orang lain, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.
Undang-undang Dasar 1945 pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia,
Pasal 28B ayar (2) disebutkan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari diskriminasi”.
Selanjutnya pada Pasal 28G ayat (1) disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi. Hal ini diperkuat pula pada ayat (2) disebutkan bahwa “setiap orang berhak
untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat manusia...” selain itu, pada Pasal 28H ayat (1) “setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
5
Erlin Luz Clarita, Kasus KPI, 2021.
12
BAB III
KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14