Anda di halaman 1dari 16

“SIMULASI PENYEBARAN PENYAKIT ISPA

MENGGUNAKAN MODEL SIR”

MATA KULIAH: MATEMATIKA TERAPAN


Dosen Pengampuh: Prof. Dr. Syafruddin Side, M.Si

OLEH KELOMPOK 2:
NUR FURQAN AHMAD HASAN (201050701002)
SUKIRMAN SUPARMAN (201050701008)
SRI RAHMAWATI (201050701014)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
A. Permasalahan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
dipengaruhi oleh lingkungan. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang
berlangsung sampai 14 hari dan menyerang saluran pernapasan mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga
tengah, dan selaput paru. ISPA paling banyak diderita oleh anak-anak, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. ISPA
merupakan masalah kesehatan yang penting karena bisa menyebabkan kematian bayi
dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi
(Rasmaliah, 2004). Menurut WHO (2003), ISPA merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
15 juta perkiraan kematian pada anak berusia lima tahun setiap tahunnya. Di Indonesia,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah kardiovaskuler dan
TB.
ISPA menular melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah
dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan dapat juga
ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yang kebetulan
mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum (Cahyaningrum,
2012).
Dari penjelasan di atas maka kelompok kami akan melakukan stimulasi terhadap bayi
dan ada di bawah 12 tahun di Sulawesi Selatan terhadap laju infeksi dan laju kematian anak
sebagai akibat dari ISPA.
B. Kajian Teori
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang menyerang
salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah, dan pleura (Depkes RI, 2006).
Istilah ISPA diadaptasi dari bahasa Inggris yaitu Acute Respiratory Infections
(ARI). Di dalam Depkes RI (2006) dijelaskan bahwa ISPA mengandung tiga
unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Pengertian atau batasan masing-
masing unsur adalah sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian
atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru
termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya ISPA antara lain kuman (yang terdiri dari
lebih dari 300 jenis bakteri misalnya Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, Korinebakterium Diffteria,
virus, jamur), keadaan daya tahan tubuh (status gizi, imunisasi, riwayat berat badan lahir
rendah, umur), dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah,
dan kepadatan penduduk). Penularan bisa terjadi melalui air ludah atau sputum, darah,
bersin, dan udara yang mengandung kuman pembawa penyakit. Bila udara yang
mengandung kuman pembawa penyakit ISPA terhirup dan masuk ke dalam tubuh
manusia, kuman-kuman tersebut akan mudah berkembang biak dalam tubuh yang
daya tahannya lemah (Rasmaliah, 2004).
2. Persamaan Deferensial
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat
turunan fungsi. Terdapat dua jenis persamaan diferensial yaitu persamaan diferensial
biasa (ordinary differential equation) dan persamaan diferensial parsial (partial
differential equation). Jika turunan fungsi itu terdapat variabel bebas yang tunggal
disebut Persamaan Diferensial Biasa. Jika terdapat dua atau lebih variabel bebas disebut
Persamaan Diferensial Parsial (Hidayat, 2006). Dalam penelitian ini persamaan yang
digunakan termasuk dalam Persamaan Diferensial Biasa.
3. Metode SIR
Metode yang digunakan untuk menyusun model adalah model SIR dengan
mempertimbangkan pengobatan dan penerapan protokol kesehatan sebagai parameter
kontrol. Parameter tingkat infeksi, tingkat pemulihan dan tingkat kematian karena ISPA.
Parameter ini bergantung pada beban virus pada individu dan parameter kontrol. Analisis
model menggunakan metode matriks pembangkitan untuk mendapatkan bilangan
reproduksi dasar dan stabilitas model SIR untuk penyebaran ISPA. Simulasi numerik
model menggunakan data kota Makassar di Indonesia.
C. Penelitian Yang Relevan
1. Ratih Kartika Asri
Judul : “SIMULASI PENYEBARAN PENYAKIT ISPA MENGGUNAKAN MODEL
EPIDEMIK SEIS DENGAN METODE RUNGE-KUTTA
Adapun hasil penelitian:
a. Didapatkan solusi numerik dari model penyebaran penyakit ISPA dengan model
epidemik SEIS menggunakan metode Runge Kutta orde lima yaitu grafik-grafik yang
dihasilkan dari ketiga plot kompartmen (susceptible, exposed dan infected).
b. Didapatkan titik kesetimbangan penyebaran penyakit ISPA yaitu:
1) Titik kesetimbangan bebas penyakit:
𝑃𝑃0 = (2.573.568; 0 ; 0) yang berarti bahwa jumlah penduduk di Kabupaten
Jember sebesar 2.573.568 jiwa yang merupakan populasi rentan, tidak ada
individu yang terinfeksi, dan tidak ada yang dapat menularkan penyakit ISPA.
2) Titik kesetimbangan endemik:
𝑃𝑃∗ = (2,5688 × 106; 214,0578; 1,1516 × 103) yang berarti bahwa pada waktu
tertentu jumlah populasi susceptible sebesar 2.568.800 jiwa, populasi exposed
sebesar 214 jiwa, dan populasi infected sebesar 1.151 jiwa. Dan pada saat itu
masih terjadi penyebaran penyakit ISPA sehingga dapat menimbulkan endemik
di Kabupaten Jember.
c. Melalui software MATLAB, penyakit ISPA yang bersifat endemik ini ditunjukkan
dengan nilai 𝑅𝑅𝑜𝑜 > 1, yaitu nilai 𝑅𝑅𝑜𝑜 sebesar 1,0018 yang berarti setiap penderita
dapat menularkan penyakit kepada lebih dari satu penderita baru sehingga pada
akhirnya terjadi penyebaran penyakit yang meluas. Hal ini sesuai dengan keadaan
sesungguhnya bahwa masih terdapat kasus penyakit ISPA yang terjadi sepanjang
tahun di Kabupaten Jember dan tercatat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jember.
2. Unik Novita Wulandari
Judul : “ANALISIS MODEL EPIDEMIK MSEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT
DIFTERI”
Adapun hasil penelitian:
Model epidemik MSEIR Difteri untuk kasus di Kabupaten Jember berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Jember pada tahun 2012 yang menyebutkan bahwa dari 2.345.851 jiwa
populasi penduduk Kabupaten Jember diperoleh jumlah populasi maternal antibodi
sebesar 33828 jiwa, populasi untuk susceptible sebesar 9.123 jiwa, populasi exposed
sebesar 0 jiwa, dan populasi infected sebesar 57 jiwa. Dari penelitian yang dilakukan
diperoleh hasil bahwa:
a. Untuk populasi recovered sebesar 57 jiwa/tahun.
b. Probabilitas untuk penularan penyakit Difteri di Kabupaten Jember sekitar 5
jiwa/tahun.
c. Untuk penyebaran penyakit Difteri diperoleh bilangan reproduksi dasar sebesar
259.218.390,8. Nilai lebih besar dari satu berarti setiap penderita dapat menularkan
penyakit kepada lebih dari satu penderita baru sehingga pada akhirnya terjadi
penyebaran penyakit yang meluas. Hal ini sesuai dengan kondisi riil di Kabupaten
Jember yang sepanjang tahun 2012 terdapat kasus Difteri tertinggi yaitu sebanyak 57
orang.
D. Asumsi - Asumsi
Berdasarkan kajian di atas maka dapat di tarik suatu asumsi-asumsi awal yaitu sebagai
berikut
1. Bayi dan anak umur < 12 tahun sangat berpotensi untuk terjangkit ISPA.
2. Bayi dan anak umur < 12 tahun dapat terjangkit ISPA melalui kontak langsung maupun
dengan tidak langsung.
3. Dalam waktu tertentu setelah bayi dan anak umur < 12 tahun melakukan kontak
langsung mau pun tidak langsung dengan seorang bayi atau anak yang sudah terjangkit
maka iya juga akan terjangkit.
4. Dengan melakukan beberapa pengobatan diduga bayi atau anak yang terjangkit akan
sembuh, tentunya juga ada yang meninggal.
E. Pemodelan Bentuk SIR
Berdasarkan asumsi di atas, adapun diagram alir dari asumsi-asumsi tersebut adalah:

μN α β
S I R

μ μ δ μ

KET:
Si = Bayi dan anak yang berusia < 12 tahun yang berpotensi untuk terinfeksi oleh ISPA
Ii = Bayi dan anak yang berusia < 12 tahun yang terinfeksi dengan ISPA
Ri = Bayi dan anak yang berusia < 12 tahun yang telah sembuh dari ISPA
Adapun parapeter yang digunakan adalah;
α = Laju waktu bayi dan anak < 12 tahun yang terinfeksi ISPA
β = Dengan melakukan pengobatan dan vaksinasi pada bayi dan anak < 12 tahun yang
terinfeksi dengan ISPA
μ = Kematian bayi dan anak < 12 tahun yang tidak disebabkan oleh ISPA
δ = Kematian bayi dan anak < 12 tahun yang disebabkan oleh ISPA

Dari diagram alir di atas dapat kami ilustrasikan sebagai berikut : μN merupakan
jumlah sampel yaitu bayi dan anak umur < 12 tahun di Makassar yang diduga berpotensi
terinfeksi ISPA dalam suatu periode tertentu diduga ada juga yang meninggal bukan karena
ISPA, kemudian α merupakan laju waktu bayi dan anak mengalami ISPA sehingga anak
tersebut akan di pindahkan ke dalam kelompok yang terinfeksi (I). Dalam kelompok
tersebut, ada 3 kemungkinan yaitu : (1) mengalami kematian yang disebabkan ISPA (δ), (2)
mengalami kematian disebabkan oleh hal lainnya, dan (3) dengan melakukan pengobatan
maka akan ada juga yang sembuh (R). Tentunya walaupun anak tersebut sembuh dari
penyakit ISPA akan mengalami kematian juga dalam waktu tertentu.
Berdasarkan asumsi diatas maka dapat di turunkan model matematika sebagai
berikut:
𝑑𝑆
(i) = μN – (αI + μ ) S
𝑑𝑡
𝑑𝐼
(ii) = αSI – ( β + μ + δ ) I
𝑑𝑡
𝑑𝑅
(iii) = βI – Μr
𝑑𝑡

F. Analisis
1. Analisis Bebas Penyakit
a. Titik Keseimbangan
Untuk mengetahui titik keseimbangan maka semua model disamakan dengan 0 dan I
=0
μN – ( αI + μ ) S = 0
( αI + μ) S = μN
μN
S = μ

S =N . . . . Titik keseimbangan S
αSI – (β + μ + δ)I = 0
I=0 . . . . Titik keseimbangan I
βI – μR= 0
R=0 . . . . Titik keseimbangan R
Kesimpulannya titik kesimbangan bebas penyakit (N, 0, 0)
(1, 0, 0)
Keterangan: Jika ada suatu populasi yang bersih dari suatu virus maka tidak akan ada
yang terinfeksi.
b. Nilai Eigen
- Matriks Jagobian
- Nilai Eigen

Det(J-λI) =

Dengan menerapkan rumus determinan kofaktor:


−αI − μ − λ −αS
= (-μ – λ) | |
αI αS – β − μ − δ − λ
= (-μ – λ) [{−αI − μ − λ} { αS – β − μ − δ − λ} + (αI) (αS)]
Karena bebas penyakit maka nilai I = 0 :
= (-μ – λ) (-μ – λ) (αS – β − μ − δ − λ) + 0
- Nilai Eigen = 0
Maka
-μ – λ1 = 0
λ1 = -μ
-μ – λ = 0
λ2 = -μ
αS- (β + μ + δ) – λ = 0
λ3 = (αS – β –μ – δ)
karena S = N maka λ3 = (αN – β –μ – δ)
Keterangan : αN > (β + μ + δ)
2. Analisis Endemik
a. Titik Keseimbangan
Untuk mengetahui titik keseimbangan maka semua model disamakan dengan 0
μN – ( αI + μ )S = 0
( αI + μ) S = μN
μN
S = ( αI + μ) . . . . Persamaan (1)
αSI – (β + μ + δ)I =0
(β + μ + δ)1 = αSI
αSI
I = (β + μ + δ) . . . . Persamaan (2)

βI – μR =0
μR = βI
βI
R = . . . . Persamaan (3)
μ

- Titik Keseimbangan S
Dari Persamaan 2
αSI
I= (β + μ + δ)
(β + μ + δ)
S= . . . . Titik Keseimbangan S
α

- Titik Keseimbangan I
Titik Keseimbangan S di subsitusi ke Persamaan 1
μN
S = ( αI + μ)
(β + μ + δ) μN
= ( αI + μ)
α

αI (β + μ + δ) + μ (β + μ + δ) = αμN
αI (β + μ + δ) = αμN - μ (β + μ + δ)
αμN − μ (β + μ + δ)
I= . . . . Titik Keseimbangan I
α (β + μ + δ)

- Titik Keseimbangan R
Titik keseimbangan I di subsitusi ke persamaan 3
βI
R = μ
β αμN − μ (β + μ + δ)
R = ( )
μ α (β + μ + δ)
αN − (β + μ + δ)
R = β( ) . . . . Titik Keseimbangan R
α (β + μ + δ)

Kesimpulan:
Berdasarkan uraian diatas maka titik keseimbangan :
(β + μ + δ) αμN − μ (β + μ + δ) αN − (β + μ + δ)
(S, I, R) = [ , , β( )]
α α (β + μ + δ) α (β + μ + δ)
Selanjutnya, dari titik keseimbangan tersebut akan di uji kestabilannya menggunakan
nilai Eigen.
b. Nilai Eigen
Nilai eigen atau titik kestabilan dari titik keseimbangan ISPA akan di analisis dengan
menggunakan amplikasi Maple.
Secara manual bisa kami uraikan sebagai berikut:
- Matriks Jagobian

- Nilai Eigen

Det(J-λI) =

Dengan menerapkan rumus determinan kofaktor


−αI − μ − λ −αS
= (-μ – λ) | |
αI αS – β − μ − δ − λ
= (-μ – λ) [(−αI − μ − λ ) ( αS – β − μ − δ − λ) + (αI) (αS)]
= (-μ- λ) [(-α2IS + αβI + αμI + α δI + αλI – αμS + βμ + μ2 + μ δ + μλ –
αλS + βλ + μλ + δλ + λ2 ) + α2 SI]

= (-μ- λ) (αβI + αμI + α δI + αλI – αμS + βμ + μ2 + μ δ + μλ – αλS + βλ +


μλ + δλ + λ2 )
= (-μαβI -αμ2I - αμδI -αμλI + αμ2S – βμ2 – μ3 –μ2 δ -μ2λ+αμλS -μβλ –μ2λ -
μδλ - μλ2 -αβλI – αμλI - α δλI - αλ2I + αμλS – βμλ - μ2λ - μ δλ – μλ2+αλ2
S - βλ2 - μλ2 - δλ2 - λ3)
= - λ3 – μλ2 + αλ2 S - βλ2 - μλ2 - δλ2 - αλ2I - μλ2 + αμλS – βμλ - μ2λ - μ δλ
- αβλI – αμλI - α δλI - μ2λ + αμλS - μβλ – μ2λ – μδλ – αμλI -μαβI - αμ2I
– αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ
= -λ3+λ2 (-μ+ αS -β -μ -δ-αI -μ) +λ(αμS -βμ -μ2-μ δ-αβI -αμI -α δI -
μ2+αμS -μβ-μ2-μδ-αμI) + (-μαβI - αμ2I – αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ)
= -λ3 + λ2 ( -3μ + αS – β - δ – αI) + λ ( -3μ2 + 2αμS – 2μβ -2μ δ – αβI –
2αμI - α δI ) + (-μαβI - αμ2I – αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ)
Dari persamaan di atas akan di tulis sebagai berikut:
P(λ) = -λ3 + λ2 ( -3μ + αS – β - δ – αI) + λ ( -3μ2 + 2αμS – 2μβ -2μ δ – αβI
– 2αμI - α δI ) + (-μαβI - αμ2I – αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ)
Berikutnya untuk mencari nilai λ akan digunakan metode routh hurwitz
maka:
a1 = -1
a2 = αS – 3μ – β - δ – αI
a3 = ( -3μ2 + 2αμS – 2μβ -2μ δ – αβI – 2αμI - α δI
a4 = -μαβI - αμ2I – αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ
maka matriks dari routh hurwitz adalah :
𝑎2 −1 0
𝑎4 𝑎3 𝑎2
0 0 𝑎3
Dari keterangan di atas:
Det a2 > 0
Syarat : αS – 3μ – β - δ – αI > 0
𝑎2 −1
Det | |> 0
𝑎4 𝑎3
Syarat : (αS – 3μ – β - δ – αI) ( -3μ2 + 2αμS – 2μβ -2μ δ – αβI – 2αμI -
α δI) + (-μαβI - αμ2I – αμδI + αμ2S – βμ2 – μ3 – μ2 δ)>0
𝑎2 −1 0
Det 𝑎4 𝑎3 𝑎2 > 0
0 𝑎4 𝑎3
Karena semua determinan bernilai positif maka titik keseimbangan :
(β + μ + δ) αμN − μ (β + μ + δ) αN − (β + μ + δ)
(S, I, R) = [ , , β( )] bersifat stabil
α α (β + μ + δ) α (β + μ + δ)

3. R0 ( Bilangan Reproduksi Dasar)


Untuk menentukan bilangan refroduksi dasar menggunakan metode next generation.
dI
Maka dt dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian positif (F) dan bagian negatif (V)
dI
= αSI – (β + μ + δ)I
dt

Bagian Positif (F) = αSI (diturunkan terhadap I)


F’ = αS
Karena S = N = 1 maka μ
F’ = α
Bagian Negatif (V) = (β + μ + δ)I (diturunkan terhadap I)
V’ = β + μ + δ
1
V’-1 = β + μ + δ

Dari keterangan di atas maka:


R0 = F’ V’-1
1
= α (β + μ + δ)
α
= β+μ+δ

G. Simulasi Kasus ISPA pada Bayi dan Anak Umur <12 Tahun
Data yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut:
ITEM Populasi Parameter Besaran
S 3500 jiwa Α 0,5
I 1000 jiwa Β 0,145
R 500 jiwa Μ 0,145
N 5000 jiwa Δ 0,0234

1. Plot Susceptible Model Epidemik SIR pada ISPA


Pada plot susceptible menunjukkan bahwa populasi awal susceptible sebesar 3500 jiwa,
yang kemudian populasi susceptible mengalami penurunan secara drastis. Populasi
susceptible mengalami penurunan hingga berada pada posisi (1; 0.6268), yang artinya
pada saat 𝑡 = < 1 minggu populasi susceptible telah mencapai 0 jiwa. Penurunan tersebut
disebabkan karena dalam data tidak dimasukkan angka kelahiran bayi sehingga dalam
waktu tertentu maka populasi yang berada pada S akan habis dan laju perpindahan dari
kompartmen S ke kompartmen I, kompartmen susceptible mencapai titik kesetimbangan
endemik pada S = 0,6268 yang artinya bahwa sudah tidak ada manusia yang berpotensi
mengalami ISPA seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

2. Plot Infected Model Epidemik SIR pada ISPA


Pada plot Infected menunjukkan bahwa populasi awal Infected sebesar 1000 jiwa dari
penduduk 5000 jiwa. Kemudian mengalami kenaikan yang disebabkan oleh jumlah
pertambahan populasi pada kompartmen Infected yang berupa tingkat laju perpindahan
dari kompartmen susceptible ke kompartmen Infected lebih besar daripada jumlah
penurunan populasi pada kompartmen Infected yang berupa tingkat kematian alami (𝜇),
kematian yang disebabkan oleh ISPA dan laju perpindahan dari kompartmen I ke
kompartmen R. Peningkatan terjadi hingga pada posisi (<1 ; >3500 jiwa) yang berarti
terjadi pada saat 𝑡 =<1 Minggu populasi I telah mencapai sebesar >3500 jiwa. Dari
peningkatan yang terjadi pada populasi Infected ini menunjukkan bahwa penyakit ISPA
tersebut menyebar dengan cepat, sehingga banyak populasi susceptible yang terjangkit
dan masuk ke dalam kompartmen Infected. Kemudian populasi Infected mengalami
penurunan hingga mencapai titik kesetimbangan endemiknya yaitu pada saat 𝑡 = >20
dengan jumlah populasi exposed sebesar 0 jiwa, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
dibawah ini.

3. Plot Recovered Model Epidemik pada ISPA


Pada plot Recovered menunjukkan bahwa populasi awal Recovered sejumlah 500 jiwa.
Kemudian mengalami peningkatan yang disebabkan oleh jumlah pertambahan populasi
pada kompartmen R yang berupa tingkat laju perpindahan dari kompartmen I ke
kompartmen R (β) lebih besar daripada jumlah penurunan populasi pada kompartmen R
yang berupa tingkat kematian alami (𝜇), dan kesembuhan dari ISPA. Setelah mengalami
peningkatan kemudian akan mengalami Penurunan pada kompartmen R tersebut hingga
mencapai titik kesetimbangan endemik pada posisi (>40; 0) yang berarti ketika 𝑡 = >40
populasi R sebesar 0 jiwa seperti yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Didapatkan solusi numerik dari model penyebaran penyakit ISPA dengan model
epidemik SIR (susceptible, exposed dan infected).
2. Didapatkan titik kesetimbangan penyebaran penyakit ISPA yaitu:
a. Titik kesetimbangan bebas penyakit:
TKBP = (5000; 0 ; 0) yang berarti bahwa jumlah populasi bayi dan anak < 12
tahun sebesar 5000 jiwa yang merupakan populasi rentan, tidak ada individu yang
terinfeksi, dan tidak ada yang dapat menularkan penyakit ISPA.
b. Titik kesetimbangan endemik:
TKE =(0.1726675175;0.1726675175; 0.6268000000) yang berarti bahwa pada
waktu tertentu jumlah populasi susceptible sebesar 0 jiwa, populasi infected 0
jiwa , dan populasi recovered sebesar 0 jiwa.
3. Melalui software MATLAB, penyakit ISPA yang bersifat endemik ini
ditunjukkan dengan nilai 𝑅0 > 1, yaitu nilai 𝑅0 sebesar 1,5018 yang berarti setiap
penderita dapat menularkan penyakit kepada lebih dari satu penderita baru
sehingga pada akhirnya terjadi penyebaran penyakit yang meluas.

Anda mungkin juga menyukai