Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM GENDER
KESETARAAN GENDER DAN DISKRIMINASI

DOSEN PENGAMPU :
DIDI NORYADI S.H., M.H

DISUSUN OLEH :
DINA SAFITRI
19810055
KELAS : 2 A REG MALAM

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN (UNISKA)


MUHAMMAD ARSYAD AL – BANJARY BANJARMASIN
FAKULTAS HUKUM
HUKUM
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan dosen mata kuliah Hukum Gender. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Kesetaraan Gender dan Diskriminasi bagi
pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Didi Nooryadi S.H., M.H selaku dosen
mata kuliah Hukum Gender yang telah memberikan tugas isi sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Banjarmasin, 24 Ramadhan 1441 H


17 Mei 2020

Penulis dan Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tentang Gender...........................................3
B. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Yang Merupakan
Konsep Seks dan Gender...............................................6
C. Perbedaan Sex dan Gender............................................7
D. Kesetaraan Gender Dalam Persfektif Islam...................9
E. Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan............11
F. Bentuk-Bentuk Diskriminasi Gender Terhadap
Perempuan...................................................................12
G. Faktor-Faktor Penyebab Diskriminasi Terhadap
Perempuan...................................................................15
H. Dampak Diskriminasi Terhadap Perempuan...............15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................16
B. Saran...............................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Ada pula yang mengatakan bahwa,
Hukum adalah peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum merupakan : Peraturan atau
adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas. Undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Patokan (kaidah, ketentuan). Keputusan
(pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis.
Pengertian hukum menurut Achmad Ali : hukum adalah norma yang
mengatur mana yang benar dan mana yang salah, yang eksistensi atau
pembuatannya dilakukan oleh pemerintah, baik itu secara tertulis ataupun
tidak tertulis, dan memiliki ancaman hukuman bila terjadi pelanggaran
terhadap norma tersebut.1
Istilah Gender digunakan untuk menjelaskan perbedaan peran
perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan. Gender
adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab, dan pembagian kerja
antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan
sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat
istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Gender tidak sama dengan
kodrat. Kodrat adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan YME, sehingga
manusia tidak mampu untuk merubah atau menolak. Sementara itu, kodrat
bersifat universal, misalnya melahirkan, menstruasi dan menyusui adalah
kodrat bagi perempuan, sementara mempunyai sperma adalah kodrat bagi
laki-laki.
Ketidakadilan gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem
dan struktur sosial, sehingga perempuan maupun laki-laki menjadi korban dari
pada sistem tersebut. Laki-laki dan perempuan berbeda hanya karena kodrat
antara laki-laki dan perempuan berbeda. Keadilan gender akan dapat terjadi

1
Yugi Al, “Hukum”, diakses dari https://cerdika.com/hukum/

1
jika tercipta suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-
laki setara, serasi, seimbang dan harmonis.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hukum ?
2. Apa itu Gender ?
3. Maksud dari Kesetaraan Gender ?
4. Apa itu Diskriminasi ?
5. Maksud Diskriminasi Gender ? 3

C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Gender.
2. Mengetahui maksud Diskriminasi ?
3. Mengetahui maksud dari Hukum dan Gender.4

2
“Gender”, dikutip dari Badan Pusat Statistik
3
Rumusan Masalah
4
Tujuan Penulisan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tentang Gender


Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus
tidak secara jelas dibedakan pengertian kata seks dan gender. Untuk
memahami konsep gender, perludibedakan antara kata seks dan kata gender.5
1. Pengertian Seks
Seks merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya
menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar
pada jenis kelamin yangdimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan
tidak dapat diubah.
Istilah seks dapat diartikan kelamin secara biologis, yakni alat kelamin
pria (penis)dan alat kelamin wanita (vagina). Sejak lahir sampai
meninggal dunia, pria akan tetap berjenis kelamin pria dan wanita akan
tetap berjenis kelamin wanita (kecuali dioperasi untuk berganti jenis
kelamin). Jenis kelamin itu tidak dapat ditukarkan antara pria dengan
wanita.
Kodrat adalah sifat bawaan biologis sebagi anugrah Tuhan Yang Maha
Esa, yangtidak dapat berubah sepanjang masa dan tidak dapat ditukarkan
yang melekat pada pria danwanita. Konsekwensi dari anugrah ini, manusia
yang berjenis kelamin wanita diberikan perankodrati yang berbeda dengan
manusia yang berjenis kelmain pria. Wanita diberikan perankodrati : (1)
menstruasi, (2) mengandung, (3) melahirkan, (4) menyusui dengan air
susu ibudan (5) menopause. Sedangkan pria diberikan peran kodrati
membuahi sel telur wanita. Jadi, peran kodrati wanita dengan pria
berkaitan erat dengan jenis kelamin dalam artian ini.
Seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis
melekat pada jenis kelamin tertentu. Seks berarti perbedaan laki-laki dan
perempuan sebagai mahluk yangsecara kodrati memiliki fungsi-fungsi
organisme yang berbeda. Dalam arti perbedaan jeniskelamin seks
mengandung pengertian laki-laki dan perempuan terpisah secara biologis.
Laki-laki memiliki fisik yang kuat, otot yang kuat, memiliki jakun,
bersuara berat, memiliki penis,testis, sperma, yang berfungsi untuk alat
reproduksi dalam meneruskan keturunan.Perempuan dan laki-laki
memiliki ciri yang berbeda. Perempuan memiliki hormon yang berbeda
5
Natha Suarnata “Gender Dalam Hukum”

3
dengan laki-laki, sehingga terjadi menstruasi, perasaan yang sensitif, serta
ciri-cirifisik dan postur tubuh yang berbeda dengan laki-laki, seperti
bentuk pinggul yang lebih besar daripada laki-laki.
Seks merujuk pada pembedaan antara pria dan wanita berdasar pada
jenis kelaminyang ditandai oleh perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya.
Perbedaan seperti ini lebihsering disebut sebagai perbedaan secara
biologis atau bersifat kodrati, dalam artian sudahmelekat pada masing-
masing individu semenjak lahir. Karena itu manusia yang
mempunyaikumis, jenggot, jakun, dan bentuk anatomi tubuh lain serta gen
yang tidak dimiliki wanita,adalah seorang pria. Sebaliknya, manusia yang
tidak mempunyai kumis, jenggot, jakun, tetapimempunyai rahim, sel telur,
dan bentuk anatomi serta gen yang tidak dimiliki pria, maka iaadalah
seorang wanita. Anatomi tubuh dan faktor gen tersebut bersifat kodrati
karena bersumber langsung dari Tuhan. Karena hal-hal tersebut berasal
dari Tuhan, maka apa yangmembedakan pria dan wanita secara biologis
tersebut tidak dapat dipertukarkan, seperti rahimyang tiba-tiba dimiliki
pria, atau wanita bisa berjakun, dan sebagainya. Secara kodrati, bentuk
anatomi tubuh pria dan wanita berbeda.
2. Pengertian Gender
Gender berasal dari kata “gender” (bahasa Inggris) yang diartikan
sebagai jenis kelamin. Namun jenis kelamin disini bukan seks secara
biologis, melainkan sosial budayadan psikologis. Pada prinsipnya konsep
gender memfokuskan perbedaan peranan antara priadengan wanita, yang
dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial
budaya masyarakat bersangkutan. Peran gender adalah peran sosial yang
tidak ditentukanoleh perbedaan kelamin seperti halnya peran kodrati. Oleh
karena itu, pembagian perananantara pria dengan wanita dapat berbeda
diantara satu masyarakat dengan masyarakat yanglainnya sesuai dengan
lingkungan. Peran gender juga dapat berubah dari masa ke masa,karena
pengaruh kemajuan : pendidikan, teknologi, ekonomi, dan lain-lain. Hal
ini berarti perenan jender dapat ditukarkan antara pria dengan wanita.
Gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksisecara sosial maupun kultural. Gender merupakan perbedaan
fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan
bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinyagender dapat berubah
dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang
bersangkutantentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
Di dalam masyarakat selalu ada mekanisme yang mendukung
konstruksi sosial budaya gender. Beberapa kecenderungan di masyarakat

4
dan keluarga yang menyebab kanterjadinya gender adalah pemposisian
peran anak laki-laki dan anak perempuan yang berbeda, baik dalam status,
peran yang melekat ataupun hak-hak yang sebanarnya merupakan hak
universal. Selain itu, dalam keluarga secara tidak sengaja juga dilakukan
sosialisasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Anak perempuan
membantu memasak, anak laki-laki membantu ayah mengerjakan
pekerjaan ayah tentunya juga mengerjakan pekerjaanyang identik laki-
laki. Proses pewarisan nilai ini pada akhirnya akan menjadikan anak
terusmemegang ajaran apa yang harus dilakukan oleh anak laki-laki dan
apa yang tidak bolehdilakukannya, demikian juga untuk anak perempuan
ada seperangkat aturan yang tidak bolehdilanggarnya karena budaya
melarangnya.
Ada anggapan bahwa gender adalah suatu konstruk yang berkembang
pada anak-anak sebagaimana mereka disosialisasaikan dalam
lingkungannya. Dengan bertambahnya usia,anak-anak mempelajari
perilaku spesifik dan pola-pola aktivitas yang sesuai dan tidak sesuaidalam
terminologi budaya mereka dengan jenis kelamin mereka, serta
mengadopsi ataumenolak peran-peran gender tersebut.Pada saat anak lahir
ia memiliki jenis kelamin, tetapi tanpa gender. Pada saat lahir, jenis
kelamin menentukan dasar anatomis fisik. Pada phase kehidupan
selanjutnya pengalaman, perasaan dan tingkah laku yang diasosiasikan
oleh orang dewasa, masyarakatsekitarnya serta budaya, perbedaan biologis
ini memberikan bias gender pada individutersebut. Banyak kenyataan
mengenai bagaiman anak laki-laki dan perempuan berbeda dan bagaimana
sama, yang akan dipahami sebagai konstruksi budaya yang didasarkan
pada perbedaan biologis. 6
3. Contoh Peran Gender
Peran gender berbeda serta dapat berubah dari waktu-kewaktu seperti
yang dijelaskan dalam “Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender,
yang diutarakan oleh Tim Pusat Studi Wanita Unud” sebagai berikut:
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat
lain sebagai berikut :
1) Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti
hubungan keluargadengan garis pria (ayah) lebih penting atau
diutamakan dari pada hubungan keluargadengan garis wanita (ibu).
2) Masyarakat Sumatra Barat menganut sistem kekerabatan matrilinear,
berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari
pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah).

6
Natha Suarnata “Gender Dalam Hukum”

5
3) Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/bilateral,
berarti hubungankeluarga dengan gris pria(ayah) sama pentingnya
dengan hubungan keluarga dengangaris wanita (ibu).
Jadi status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu
denganmasyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma
sosial dan niali sosial budaya.
Contoh peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan
perkembangan jaman sebagai berikut :
1) Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh
pria, tetapisekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang
biasa.
2) Pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang
menemani)apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas,
tetapi sekarang sudahdianggap hal yang biasa.

B. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Yang Merupakan


Konsep Seks dan Gender
Seks dan Gender akhirnya mewujudkan pemahaman bahwa laki-laki harus
kuat, percaya diri, dominan, independen, sedangkan di lain sisi perempuan
mempunyai sifat pengasuhan, orientasinya pada suatu hubungan. Pada
akhirnya ada beberapa perilaku yang dilazimkan harus dimiliki oleh jenis
kelamin tertentu, seperti :
1. Agresivitas milik laki-laki. Dalam beberapa budaya, laki-laki
disosialisasikan berperilaku lebih agresif daripada perempuan.
2. Pengasuhan/Nurturance dan kepatuhan didominasi perempuan. Bila laki-
laki agresif, maka sifat pengasuhan dan patuh yang disosialisasikan bagi
perempuan. Dalam banyak budaya, perempuan dituntut memiliki
sifatkepatuhan yang tinggi terutama kepatuhan terhadap suaminya dan
orang tua mereka.
3. Tingkat aktivitas tinggi milik laki-laki. Laki-laki mempunyai tingkat
aktivitas yang tinggi dari pada perempuan, sejak kecil disosialisasikan
dalam bentuk- bentuk permainannya, mereka banyak melakukan kegiatan
di luar rumah, macam permainannya seperti sepak bola, basket dan
banyak aktivitas lainnya yang menuntut banyak gerak dan berada di luar
rumah. Sementara itu perempuan dicirikan dengan permainan-permainan
yang sedikit sekali memerlukan tenaga, seperti bermain pasar-pasaran.

6
4. Perempuan ditengarai memiliki tingkat perhatian yang tinggi atas
relasi(hubungan) dibanding dengan laki-laki. Sifat tersebut berkaitan
dengan kondisi perempuan yang lemah setelah proses kelahiran anaknya
dan adanya tuntutan untuk mengasuh, merawat anak-anaknya, yang pada
akhirnya peempuan mengembangkan dan memelihara hubungan baik. Hal
ini sangat dibutuhkan perempuan untuk “menjaga‟ (secure) bila
perempuan mendapatkan kesulitan dalam memenuhi tuntutan pengasuhan
anak.
Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Yang Merupakan Konsep Seks dan
Gender dapat juga dilihat dari penjabaran peran gender dan seks (kodrat) yang
dapat di jabarkan sebagai berikut:
Berkaitan dengan konsep gender, dikenal ada tiga jenis peran gender yakni
peran produktif, reproduktif dan sosial. Pengertian dari masing-masing peran
ini sebagai berikut.
1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa. Baik untuk dikonsumsi
maupun untuk diperdagangkan.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan
pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak,
mencuci pakaian dan alat-alat rumahtangga, menyetrika, membersihkan
rumah, dan lain-lain.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk
berpartisipasi didalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotng
royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama.

C. Perbedaan Sex dan Gender


Gender berbeda dengan sex, meskipun secara etimologis artinya sama,
yaitu jenis kelamin (Echols dan Shadily, 1983: 517). Secara umum sex
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari
segi anatomi biologis, sedang gender lebih banyak berkonsentrasi kepada
aspek sosial, budaya, dan aspek-aspek nonbiologis lainnya. Kalau studi sex
lebih menekankan kepada perkembangan aspek biologis, komposisi kimia dan
hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, serta karakteristik biologis
lainnya dalam tubuh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka studi
gender lebih menekankan kepada perkembangan aspek sosial, budaya,
psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Jika studi sex lebih

7
menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh
laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness), maka studi gender lebih
menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) dan (femininity)
femininitas seseorang.7
Untuk melihat perbedaan pemahaman tentang sex dan gender dengan
jelas dapat dilihat ilustrasi berikut ini. Menurut tinjauan sex, seorang laki-laki
bercirikan seperti memiliki penis, memiliki jakala, dan memproduksi sperma;
sedang seorang perempuan bercirikan seperti memiliki vagina, memiliki alat
reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memiliki payudara,
dan memproduksi sel telur. Ciri-ciri ini melekat pada laki-laki dan perempuan
dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain. Semua ciriciri tersebut diperoleh
secara kodrati dari Tuhan. Sedang menurut tinjauan gender, seorang
perempuan memiliki ciri-ciri seperti cantik, lemah lembut, emosional, dan
keibuan, sedang seorang laki-laki memiliki ciri-ciri seperti kuat, rasional,
gagah, perkasa, jantan, dan masih banyak lagi yang lain. Ciri-ciri ini tidak
selamanya tetap, tetapi dapat berubah. Artinya tidak semua laki-laki atau
perempuan memiliki ciri-ciri seperti tersebut. Ciri-ciri itu bisa saling
dipertukarkan. Bisa jadi ada seorang perempuan yang kuat dan rasional, tetapi
ada juga seorang laki-laki yang lemah lembut dan emosional.
Tegasnya, dalam khazanah ilmu-ilmu sosial, gender diperkenalkan
untuk mengacu kepada perbedaan-perbedaan antara perempuan dengan laki-
laki tanpa konotasikonotasi yang sepenuhnya bersifat biologis, tetapi lebih
merujuk kepada perbedaanperbedaan akibat bentukan sosial. Karena itu, yang
dinamakan relasi gender adalah seperangkat aturan, tradisi, dan hubungan
sosial timbal balik dalam masyarakat dan dalam kebudayaan yang
menentukan batas-batas feminin dan maskulin (Macdonald dkk, 1999: xii).
Jadi, gender menjadi istilah kunci untuk menyebut femininitas dan
maskulinitas yang dibentuk secara sosial yang berbeda-beda dari satu kurun
waktu ke kurun waktu yang lain, dan juga berbeda-beda menurut tempatnya.
Berbeda dengan sex (jenis kelamin), perilaku gender adalah perilakau yang
tercipta melalui proses pembelajaran, bukan semata-mata berasal dari
pemberian (kodrat) Tuhan yang tidak dapat dipengaruhi oleh manusia.
Sejarah perbedaan gender antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh
beberapa sebab, seperti kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan
kondisi kenegaraan. Dengan proses yang panjang ini, perbedaan gender
akhirnya sering dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati atau
seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi. Inilah sebenarnya

7
Dr. Marzuki, M.Ag. "Studi Tentang Kesetaraan Gender dalam Berbagai Aspek"

8
yang menyebabkan awal terjadinya ketidakadilan gender di tengah-tengah
masyarakat.
Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan seseorang
dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Gender
dapat menentukan akses seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja, dan
sektor-sektor publik lainnya. Gender juga dapat menentukan kesehatan,
harapan hidup, dan kebebasan gerak seseorang. Jelasnya, gender akan
menentukan seksualitas, hubungan, dan kemampuan seseorang untuk
membuat keputusan dan bertindak secara otonom. Akhirnya, genderlah yang
banyak menentukan seseroang akan menjadi apa nantinya.

D. Kesetaraan Gender Dalam Persfektif Islam


Secara umum perempuan selalu dimunculkan sebagai sosok yang
bermasalah ketika dikaitkan dengan organ-organ tubuhnya. Sudah berabad-
abad lamanya pandangan ini mewarnai hampir seluruh budaya manusia dan
kemudian mendapatkan legitimasi dari agama-agama besar dunia, seperti
Yahudi, Kristen, dan Islam, atau mungkin juga agama-agama lainnya. Ada
baiknya di sini dipaparkan sekilas pandanagan historis mengenai posisi
perempuan.
Demikianlah, selama berabad-abad perempuan terus-menerus berada
di bawah kekuasaan laki-laki. Kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-
laki dan harus tunduk kepada kekuatan laki-laki demi kelancaran dan
kelestarian keluarga. Datangnya agama Yahudi dan Nasrani yang ajarannya
kemudian banyak disimpangkan oleh para penganutnya belum bisa menjamin
kedudukan perempuan sebagaimana mestinya. Kemudian datanglah Islam
yang berusaha mengangkat kedudukan perempuan hingga menjadi sejajar
dengan kedudukan laki-laki.
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu
kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang
perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, makhluk yang
memiliki berbagai hak di samping kewajiban. Islam mengharamkan
perbudakan dan berbuat aniaya terhadap perempuan. Islam memandang sama
antara laki-laki dan perempuan dalam aspek kemanusiaannya (Q.S. al-Hujurât
(49): 13). Islam juga menempatkan perempuan pada posisi yang sama dengan
laki-laki dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (Q.S. al-Taubat
(9): 71), memikul beban-beban keimanan (Q.S. al-Burûj (85): 10), menerima
balasan di akhirat (Q.S. al-Nisâ’ (4): 124), dan pada masalah-masalah lainnya
yang banyak disebutkan dalam al-Quran. Namun demikian, dalam hal ini
masih diakui adanya sedikit perbedaan antara perempuan dan laki-laki,

9
misalnya dalam hal status perempuan menjadi saksi, besarnya bagian
perempuan dalam warisan, dan kesempatan perempuan menjadi kepala
negara. Yang pasti, secara kodrati perempuan berbeda dengan laki-laki.
Hanya perempuan yang bisa menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam memberikan kedudukan yang
tinggi kepada perempuan setara dengan kedudukan yang diberikan kepada
laki-laki. Kesetaraan ini bukan berarti menjadikan perempuan sama persis
dengan laki-laki dalam segala hal. Tentunya ada batasan-batasan tertentu yang
membedakan wanita dengan pria.
Munculnya kesadaran baru seperti itu banyak menggugah para pakar
untuk lebih menyuarakan hak-hak perempuan melalui tulisan-tulisan mereka.
Mulai dekade 1980-an para pakar Muslim pun mulai banyak berbicara
mengenai hak-hak perempuan dengan mempermasalahkan kembali
pemahaman Islam (fikih) yang terkandung dalam kitabkitab fikih, tafsir, dan
syarah hadis yang menurut mereka masih mencerminkan bias dan dominasi
patriarkal yang cukup kental. Mereka ini kemudian dijuluki tokoh-tokoh
feminis Muslim atau sering juga dikenal sebagai kaum feminis Muslim. Di
antara tokoh-tokoh feminis Muslim yang tulisan-tulisannya dapat dibaca, baik
dalam bentuk buku maupun artikel, adalah Fatima Mernissi dari Maroko,
Riffat Hassan dari Pakistan, Nawal el-Sadawi dari Mesir, Amina Wadud
Muhsin dari Malaysia, dan Asghar Ali Engineer dari Pakistan.
Dari tulisan-tulisan para feminis Muslim itu dapat dilihat bahwa Islam
sebenarnya sama sekali tidak menempatkan kedudukan perempuan berada di
bawah kedudukan laki-laki. Jadi Islam benar-benar menunjukkan adanya
kesetaraan dan keadilan gender. Kalaulah selama ini kita memahami adanya
ketidakadilan dalam Islam ketika memposisikan perempuan dan laki-laki
dalam hukum, adalah karena warisan pemahaman Islam (fikih) dari para
tokoh Muslim tradisional yang diperkuat oleh justifikasi agama. Oleh karena
itu, kaum feminis itu bersepakat untuk mengadakan rekonstruksi terhadap
ajaran-ajaran tradisional agama untuk sejauh mungkin mengeliminasi
perbedaan status yang demikian tajam antara laki-laki dan perempuan yang
telah dikukuhkan selama berabad-abad. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan
menafsirkan kembali teks-teks al-Quran yang berkaitan dengan wanita yang
selama ini sering ditafsirkan dengan nada misoginis (yang menunjukkan
kebencian kepada perempuan).
Studi yang dilakukan Nasaruddin Umar terhadap al-Quran
menunjukkan adanya kesetaraan gender. Dia menemukan lima variabel yang
mendukung pendapatnya, yakni

10
(1) Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat
misalnya dalam surat al-Hujurat (49): 13 dan al-Nahl (16): 97;
(2) Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Hal ini terlihat dalam
surat al-Baqarah (2): 30 dan al-An’am (6): 165;
(3) Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial seperti terlihat
dalam surat al-A’raf (7): 172;
(4) Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini
terlihat dalam surat al-Baqarah (2): 35 dan 187, al-A’raf (7): 20, 22, dan 23.;
dan
(5) Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi seperti yang terlihat
dalam surat Ali ‘Imran (3): 195, al-Nisa’ (4): 124, al-Nahl (16): 97, dan
Ghafir (40): 40 (Nasaruddin Umar, 1999: 248-265).

Kalaupun kemudian muncul pendapat yang bernada misoginis terhadap


perempuan, atau yang menunjukkan subordinasi perempuan dan superioritas
laki-laki, dikarenakan adanya bias gender dalam pemahaman atau penafsiran
teks-teks al-Quran. Adapun penyebab terjadinya bias gender ini menurut
Nasaruddin bisa ditelusuri dalam sepuluh faktor, yakni
(1) Pembakuan tanda huruf, tanda baca, dan qiraat;
(2) Pengertian kosa kata (mufradat);
(3) Penetapan rujukan kata ganti (dlamir);
(4) Penetapan batas pengecualian (istisna’);
(5)Penetapan arti huruf ‘athaf;
(6) Bias dalam struktur bahasa;
(7) Bias dalam kamus bahasa Arab;
(8) Bias dalam metode tafsir;
(9) Pengaruh riwayat Isra’iliyat; dan
(10) Bias dalam pembukuan dan pembakuan kitab-kitab fikih (Nasaruddin
Umar, 1999: 268- 299).

E. Kesetaraan Gender Dalam Bidang Pendidikan


Keseteraan gender dalam bidang pendidikan menjadi sangat penting
mengingat sektor pendidikan merupakan sektor yang sangat strategis untuk
memperjuangkan kesetaraan gender. Di Indonesia kita bisa mengetahui
sekarang bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
memberi arah pada terciptanya kesetaraan gender. Tidak ada bias gender
dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Kesempatan untuk meningkatkan potensi
sumber daya manusia (SDM) Indonesia baik laki-laki maupun perempuan
tidak dibedakan.

11
Upaya pemerintah dalam mengembangkan SDM melalui pendidikan
di Indonesia terus dilakukan, tetapi mengalami hambatan pada saat krisis
ekonomi melanda Indonesia. Dampak krisis ekonomi ini tidak saja kepada
daya beli masyarakat tetapi juga berdampak kepada kemampuan orang tua
untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Dan sekarang ini pemerintah lebih
giat lagi untuk memajukan pendidikan di Indonesia, terutama dengan
dipenuhinya anggara pendidikan 20 % dari APBN. Dengan kebijakan sekolah
gratisnya, pemerintah cukup mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat.
Peraturan perundang-undangan di negara kita tentang pendidikan tidak
ada yang mengarah kepada ketimpangan gender. Tidak ada kebijakan yang
yang bias gender terkait dengan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
di Indonesia mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi
(PT). Kalaupun terjadi perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan pada
jurusan-juruan tertentu baik di SMA, SMK, maupun di PT, bukan karena
kebijakan yang dibuat menuntut demikian, tetapi hal ini semata-mata adalah
karena pilihan para peserta didik yang dipengaruhi oleh asumsi perbedaan
kemampuan mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Ace Suryadi, bahwa
terjadinya ketimpangan menurut gender yang tercermin dalam proporsi
jumlah peserta didik yang tidak seimbang menurut jurusan-jurusan atau
program-program studi yang ada pada pendidikan menengah dan tinggi
disebabkan adanya asumsi perbedaan kemampuan intelektual dan ketrampilan
antara laki-laki dan perempuan (Ace Suryadi, 2004: 114).
Kita pun juga sering menemukan adanya gejala kesenjangan gender
dalam sistem pendidikan, khususnya dalam pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi, dalam hal proporsi laki-laki dan perempuan dalam jurusan-
jurusan yang dibuka. Penyebabnya, selain mungkin peserta didik itu sendiri
kekurangan informasi untuk menentukan pilihan jurusan atau program studi,
juga adanya faktor keluarga dengan berbagai persepsinya yang sudah bias
gender. Sering kali dalam memilih jurusan, mereka mendapat intervensi dari
orang tua mereka, padahal jurusan yang dipilih di sekolah akan berakibat
lanjutan kepada kesempatan meneruskan pendidikan atau memilih pekerjaan.

F. Bentuk-Bentuk Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan


Diskriminasi Diskriminasi yang berasal dari kata latin “dis” yang
berarti memilih atau memisah dan “crimen” yang berarti diputusi berdasarkan
suatu pertimbangan baik-buruk.
Diskriminasi adalah sebuah istilah yang secara harfiah berarti memilih
untuk menegaskan perbedaan atas dasar suatu tolok nilai.

12
UU No. 39/1998 tentang HAM menyebutkan pengertian diskriminasi
adalah “setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun
tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan HAM dan kebebasan
dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan kecenderungan manusia untuk membeda-
bedakan yang lain.8
1. Marginalisasi (Peminggiran) Perempuan
Proses marginalisasi (Peminggiran) yang mengakibatkan kemiskinan
banyak terjadi dalam masyarakat dinegara berkembang seperti
penggusuran dari kampung halamannya. Dari segi gender pekerja
perempuan tersingkir dan menjadi miskin. Banyak lapangan pekerjaan
yang menutup pintu bagi laki–laki karena anggapan bahwa mereka kurang
teliti melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaran.
Contoh dari marginalisasi :
a) Usaha konveksi yang lebih suka menyerap tenaga perempuan.
b) Peluang menjadi pembantu RT lebih banyak diberikan pada
perempuan.
c) Pemupukan dan pengendalian hama dengan tekhnologi baru yang
dikerjakan laki – laki.
d) Pemotongan padi dengan peralatan mesin yang membutuhkan tenaga
dan keterampilan laki – laki, menggantikan tenaga perempuan dengan
ani – ani.
e) Banyak pekerjaan perempuan yang dianggap sebagai pekerjaan
perempuan Guru taman kanak – kanak, sekretaris, atau perawat dinilai
lebih rendah dibanding pekerjaan laki – laki, dan juga berpengaruh
pada pembedaan gaji yang diterima oleh perempuan.
2. Sub Ordinasi (Penomorduaan)
Pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap
lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sejak
dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan lebih rendah dari laki – laki. Dalam tradisi budaya, agama dan
birokrasi memperlihatkan bahwa masih ada nilai – nilai dalam masyarakat
yang membatasi ruang gerak perempuan dalam berbagai kehidupan.

8
Anamaria Sengga “Makalah Gender”

13
Contoh dari sub ordinasi Seorang isteri yang hendak mengikuti tugas
belajar atau hendak bepergian keluar negeri, ia harus mendapat izin dari
suami, tetapi apabila suami akan pergi ia bisa mengambil keputusannya
sendiri tanpa harus mendapat izin dari isteri. Kondisi seperti ini membuat
perempuan pada posisi yang tidak penting. Perempuan bisa menempati
posisi penting sebagai pimpinan bawahannya laki-laki sering merasa
tertekan, merasa lemah dan kurang macho (kurang laki – laki) inilah
bentuk ketidak adilan gender yang dialami oleh perempuan namun yang
dampaknya mengenai laki – laki.
3. Pandangan Stereotype
Pelabelan atau penandaan atau citra buruk ( stereotype ) yang sering sekali
bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidak adilan. Contoh
pandangan stereotype Misalnya perempuan yang pulang larut malam
adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan buruk lainnya.
Perbedaan Standar Penilaian Terhadap Prilaku Perempuan Dan Laki –
Laki:
Label perempuan sebagai ibu rumah tangga sangat merugikan jika hendak
aktif dalam kegiatan laki–laki dalam kegiatan politik, bisnis maupun
birokrasi. Label laki–laki sebagai pencari nafkah mengakibatkan apa saja
yang dihasilkan perempuan dianggap sebagai sambilan sehingga kurang
dihargai. Keramah-tamaan laki–laki dianggap merayu dan keramah–
tamaan perempuan dinilai genit. Perempuan dianggap pandai merayu
maka pekerjaanya dianggap pantas bekerja dibagian penjualan. Laki–laki
marah dianggap tegas, perempuan marah atau tersinggung dianggap
emosional.
4. Violence (Kekerasan)
Kekerasan terhadap perempuan sebagai akibat perbedaan peran muncul
dalam berbagai bentuk. Kata kekerasan (violence) adalah suatu serangan
terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Contoh
serangan fisik : perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan. Contoh serangan
non fisik : pelecehan seksual, ancaman dan paksaan secara emosional
perempuan atau laki-laki yang mengalaminya akan tertekan bathinnya.
Pelaku kekerasan karena gender :
a) Suami membatasi uang belanja dan memonitor pengeluarannya secara
ketat.
b) Isteri menghina/ mencela kemampuan seksual atau kegagalan karir
suami.
5. Beban Kerja Berlebihan

14
Yaitu tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus.
Misalnya, seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil,
melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang
ia juga ikut mencari nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti
menghilangkan tugas dan tanggung jawab diatas.
G. Faktor-Faktor Penyebab Diskriminasi Terhadap Perempuan
Beberapa faktor penyebab diskriminasi terhadap kaum perempuan antara lain
disebabkan oleh :
1. Nilai-nilai dan budaya patriarkhi.
2. Rendahnya kapasitas perempuan.
3. Kebijakan hukum, peraturan dan sistem yang diskriminatif.
4. Kebijakan-program yang diskriminatif.

H. Dampak Diskriminasi Terhadap Perempuan


Akibat diskriminasi terhadap perempuan, seringkali akan membawa dampak
antara lain :
1. Traumatik dan ketakutan (phobia) yang berlebihan terhadap hal-hal buruk
yang pernah menimpanya.
2. Rasa dendam dan amarah yang tidak dapat dikendalikan baik itu atas
dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain karena perlakuan diskriminasi
yang diterimanya.
3. Rasa rendah diri atau kurang percaya diri misalnya karena akibat
dipinggirkan.
4. Cacat fisik ataupun bekas kekerasan lainnya yang diterima perempuan,
misalnya dalam kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
5. Berperilaku menyimpang, misalnya seseorang merasa dikucilkan di
keluarga, maka ia akan mencari pelarian lain seperti masuk geng-geng
ataupun terjerat dalam narkoba.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kesetaraan gender dalam pendidikan di atas menjelaskan kepada kita
bahwa Islam sama sekali tidak menempatkan perempuan pada posisi
yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, baik dari segi
substansi penciptaannya, tugas dan fungsinya, hak dan kewajibannya,
maupun dalam rangka meraih prestasi puncak yang diidam-
idamkannya. Islam, melalui kedua sumbernya al-Quran dan Sunnah,
menetapkan posisi dan kedudukan perempuan setara dan seimbang
dan setara dengan posisi dan kedudukan laki-laki. Dengan kata lain,
Islam benar-benar menunjukkan adanya kesetaraan gender dan tidak
menghendaki ketidakadilan atau ketimpangan gender. Dalam bidang
pendidikan, pemerintah Indonesia juga tidak menetapkan kebijakan
yang bias gender. Dengan kata lain, arah pendidikan di Indonesia
adalah demi terciptanya kesetaraan gender dalam bidang pendidikan.
Kalaupun terjadi ketimpangan dalam proporsi jumlah laki-laki dan
perempuan dalam jurusan-jurusan atau programprogram studi tertentu
di jenjang SMA maupun PT, hal ini bukan karena kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah, akan tetapi lebih ditentukan oleh cara berpikir
tradisional masyarakat Indonesia. Di antara masyarakat kita masih ada
yang berpandangan bahwa perempuan lebih pantas untuk memerankan
fungsi domistik, yaitu mengurus keluarga dan anak-anak, sedang laki-
laki diasumsikan lebih pantas memerankan fungsi publik, yakni di
dunia luas untuk mencari nafkah penopang keluarga. Karena itulah,
sekarang banyak perempuan yang memasuki jurusan pendidikan dan
keguruan, meskipun banyak juga yang memasuki jurusan-jurusan yang
lain.
2. Diskriminasi gender merujuk kepada bentuk ketidakadilan terhadap
individu tertentu, dimana bentuknya seperti pelayanan (fasilitas) yang
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
3. Bentuk-bentuk diskriminasi gender terhadap perempuan adalah
marginalisasi (peminggiran), sub ordinasi (penomorduaan), pandangan
stereotype (Pelabelan atau penandaan atau citra buruk), violence
(kekerasan) dan beban kerja yang berlebihan :
a. Faktor-faktor penyebab diskriminasi gender terhadap perempuan
antara lain : nilai-nilai dan budaya patriarkhi, rendahnya kapasitas
perempuan, kebijakan hukum, peraturan dan sistem yang
diskriminatif, kebijakan-program yang diskriminatif.

16
b. Dampak dari diskriminasi gender terhadap perempuan antara lain :
traumatik dan ketakutan yang berlebih, dendam dan amarah yang tidak
terkendali, rasa rendah diri dan kurang percaya diri, berperilaku
menyimpang serta luka fisik maupun batin.
4. Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa gender
adalah suatu konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari
segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah
suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions),
bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.Dalam konteks tersebut,
genderharus dibedakan dari jenis kelamin (seks).Jenis kelamin
merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia
yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis
kelamin tertentu. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
5. Implementasi kesetaraan gender perspektif al-Qur’an dalam
hukum Islam terlihat pada adanya transformasi hukum Islam
yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi antara laki-laki dan
perempuan seperti pada hukum poligami dan kewarisan dalam Islam.
Begitu juga di bidang profesi seperti hakim perempuan serta
memicu lahirnya produk hukum yang berpespektif kesetaraan dan
keadilan gender.9

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, tidak hanya perempuan, bahkan tiap
orang lebih menghargai sesama, lebih menghargai kesetaraan gender agar
tidak ada lagi diskriminasi gender. Kami mohon kritik dan saran yang
membangun untuk terciptanya makalah yang lebih baik dan tentunya akan
bermanfaat bagi kita semua.10

9
Kesimpulan
10
Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

Al, Yugi. 2019. Hukum. Cerdika. https://cerdika.com/hukum/ [di Akses 17 Mei 2020]
Badan Pusat Statistik. 2020. Gender. BPS.
https://www.bps.go.id/subject/40/gender.html [di Akses 17 Mei 2020]
Marzuki. 2013. Studi Tentang Kesetaraan Gender Dalam Berbagai Aspek.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-
marzuki-mag-studi-tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf [di
Akses 18 Mei 2020]
Sengga, Anamaria. 2014. Makalah Gender. Slideshare.
https://www.slideshare.net/anasengga5/makalah-gender [di Akses 18 Mei
2020]
Suarnata, Natha. 2020. Gender Dalam Hukum.
https://www.academia.edu/4739133/GENDER_DALAM_HUKUM [di Akses
18 Mei 2020]
Suhra, Sarifa. 2013. Kesetaraan Gender. Iaingorontalo.
http://www.journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/au/article/view/193/173 [di
Akses 18 Mei 2020]

18

Anda mungkin juga menyukai