Anda di halaman 1dari 7

BAB 3.

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen
Teknologi Pangan, Universitas Bina Nusantara Kampus Alam Sutera selama 3-4 bulan.

3.2 Alat dan Bahan


List alat dan bahan utama yang akan digunakan dalam pembuatan tepung dan
analisanya
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tepung pisang yaitu 10 kg pisang kepok tua;
dikarenakan pisang yang lebih matang akan memiliki kadar pati yang lebih tinggi sehingga
meningkatkan nutrisi didalamnya, 500 gram keju balok dengan kandungan kasein sebesar
10%, air, dan asam sitrat; berguna dalam tahapan pembuatan tepung pisang. Dan bahan-
bahan yang digunakan untuk proses analisis kandungan nutrisi dan mutu tepung dalam
pembuatan biskuit adalah telur, mentega, gula, dan air. Selain itu, alat untuk pengolahan
tepung adalah panci kukus, wadah panci, pisau, slicer, mesin oven drying, blender, parutan
keju, dan ayakan. Dan alat-alat untuk proses analisis kandungan tepung pisang antara lain,
oven, cawan stainless steel, penjepit cawan, timbangan analitik, dan spektrofotometer;
digunakan dalam tahapan analisa proksimat.

3.3 Tahapan dan Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Tepung Pisang dan Daun Kelor


Tahapan pembuatan tepung pisang mengalami 6 proses, yaitu persiapan
(preparation), pengukusan (steaming), pengirisan (incision), perendaman sitrat
(citrate immersion), pengeringan (oven drying) dan pencampuran (mixing). Tahapan
dimulai dengan pisang dibersihkan terlebih dahulu agar kotoran yang melekat tidak
ikut masuk ke dalam proses pemasakan. Selanjutnya, pisang dikukus dalam panci
kukusan dengan temperature 60oC selama 5 menit. Pisang yang selesai dikukus akan
dikupas kulitnya, diambil dagingnya, dan diiris sampai rata dengan alat slicer. Lalu,
dilakukan perendaman pisang dengan larutan asam sitrat untuk mencegah terjadinya
reaksi pencoklatan pisang. Setelah itu, pisang ditiriskan dan dimasukkan ke dalam
oven dengan temperatur 80oC selama 30 menit (sampai pisang kering). Selanjutnya,
pisang dimasukkan di blender sampai halus dan parutan keju juga dicampurkan ke
dalam blender. Setelah selesai, tepung pisang yang sudah jadi diayak agar didapatkan
hasil yang lebih maksimal dan tidak ada gumpalan. Lalu, tepung pisang yang sudah
jadi segera dibungkus dalam kemasan kedap air dan udara.
Dipilih pisang yang belum masak (3/4 matang) karena disaat pisang masih tua,
kandungan patinya mencapai tingkat maksimum sehingga kadar karbohidratnya lebih
tinggi dan berkualitas. Fungsi pengukusan adalah untuk membuat kulit pisang
menjadi lebih mudah dikupas dan menghilangkan getah pisang yang masih
menempel. Perendaman pisang ke dalam larutan asam sitrat (asam organik) bertujuan
untuk menghindari warna coklat yang dihasilkan dari pisang dan membuat tepung
pisang menjadi lebih tahan lama. Dikarenakan pisang mengandung polifenol yang
akan mengalami reaksi pencoklatan jika jika terjadi kontak udara. Pisang dimasukkan
ke dalam oven dan dihasilkan pisang dengan kadar air 6 - 10%. Pembuatan tepung
daun kelor juga tidak jauh beda dari pembuatan tepung pisang. Pertama-tama daun
kelor segar akan dipetik dan dipilih untuk dapat menghasilkan tepung daun kelor yang
bermutu. Setelah itu, daun kelor akan dicuci sampai bersih dan ditiriskan. Lalu daun
kelor dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 45oC selama 6 jam. Setelah daun
kelor selesai dikeringkan, daun kelor akan diayak menggunakan blender sehingga
menghasilkan tepung daun kelor.

Buat diagram alir untuk pembuatan masing-masing tepung. (tepung pisang dan tepung
kelor dibuat terpisah, lalu dicampur kering berdasarkan formulasi berikut, sehingga
kita punya 4 jenis tepung)

Formula
Jenis Tepung A B C D
Kelor 20 22.5 25
Pisang 80 75 70 60

Pembuatan biskuit dari tepung terigu dan tepung campuran


Tepung pisang yang telah dibuat akan dicampur dengan tepung kelor. Setelah
itu, akan dilakukan pengujian terhadap tepung campuran ini dengan beberapa
menggunakan rasio. Bahan utama penyusun biskuit terdiri atas 200 gram tepung
campuran (tepung pisang dan tepung kelor), 250 gram tepung terigu, 150 gram
mentega, 120 gram gula halus, 3 kuning telur, 100 gram susu skim, baking powder,
garam, dan air secukupnya. Cara pembuatan biskuit yaitu bahan gula, telur, dan
mentega dikocok dengan mixer selama 15 menit. Selanlutnya, adonan dicampur
dengan tepung campuran (pisang dan kelor), tepung terigu, susu skim, garam, dan
baking powder. Semua bahan yang telah tercampur diadon dan diaduk rata.
Kemudian, adonan didiamkan selama beberapa menit lalu dicetak diatas nampan.
Lalu, adonan biskuit dipanggang dengan oven dengan suhu sekitar 160 oC selama 20
menit. Setelah itu, biskuit selesai dibuat dan dilakukan pengulangan untuk rasio
kedua.

Analisa organoleptik
Uji sensori digunakan untuk mengetahui penerimaan biskuit olahan dibandingkan
dengan biskuit 100% tepung terigu. Uji sensori organoleptik menggunakan uji hedonik
dengan 30-40 panelis tidak terlatih. Panelis merupakan mahasiswa Universitas Bina
Nusantara, Alam Sutera. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan mereka terhadap
beberapa variasi formula produk biskuit yang dibuat dari tepung pisang kelor. Penilaian
dilakukan menggunakan 7 skala antara sangat tidak suka hingga sangat suka, menggunakan
formulir pengujian pada Lampiran 1 Sebelum dilakukan pengujian para panelis diminta untuk
menandatangani formulir informed concent yang tertera pada Lampiran 2.
Merk
Panelis
A B C D
1 5 9 7 4
2 7 9 8 5
3 4 8 6 5
4 6 6 9 5
5 9 7 6 7
6 8 8 8 6
7 9 9 8 4
8 8 5 9 7
9 8 7 6 6
10 6 5 7 5

Lampiran 1
UJI KESUKAAN

Nama : _______________________ Tanggal : _______________________


Produk : Biskuit

Instruksi:
1. Di hadapan Anda terdapat empat sampel biskuit. Cicipi sampel tersebut secara
berurutan dari kiri ke kanan
2. Beri penilaian Anda dengan menyatakan rasa suka atau tidak suka
Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka

.
Biskuit

biskuit. Cicipi sampel secara berurutan

Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka

Analisa Proksimat Biskuit Tepung Pisang dan Tepung Kelor


1. Kadar air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Gelas beaker dikeringkan
dengan oven pada suhu sekitar 100oC selama 60 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator. Selanjutnya, gelas beaker ditimbang dan kemudian ditambahkan 5
gram sampel. Sampel dipanaskan pada suhu 100oC selama 6 jam, lalu didinginkan
dalam desikator dan ditimbang hingga konstan. Penghitungan kadar air dapat
ditentukan menggunakan rumus berikut.
b−c
Kadar air ( % )= ×100 %
b−a
Keterangan:
a = berat gelas beaker kosong (gr)
b = berat gelas beaker + sampel (gr)
c = berat gelas beaker + sampel setelah pemanasan (gr)
Biskuit dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah saat dimakan sehingga
teksturnya kurang disukai oleh konsumen. Berdasarkan SNI, mutu biskuit yang
baik yaitu memiliki kadar air maksimum 5% (bb). Rasio 2 menghasilkan 75%
tepung terigu dan 25% tepung campuran (tepung pisang dan daun kelor)
menghasilkan formula terbaik dengan kadar air dibawah kadar air maksimum yang
sudah ditetapkan oleh SNI sebesar 3.89%. Sedangkan, rasio 1 dengan perbanding
tepung pisang : tepung kelor yaitu 1:1 dengan 75% tepung terigu dan 25% tepung
campuran menghasilkan kadar air yang lebih banyak sehingga mempengaruhi
kerenyahan biskuit. Karena rasio 2 memiliki kadar air yang yang lebih rendah
sehingga menghasilkan kerenyahan yang cocok dan dapat diterima konsumen.

2. Kadar abu
Kadar abu dapat diperoleh dengan metode dry ashing. Adanya kandungan abu
yang tinggi dalam bahan pangan dapat diasumsikan bahwa ada materi lain yang
masuk ke dalamnya. Berdasarkan SNI, mutu biskuit yang baik yaitu memiliki
kadar abu maksimum 1.5% (bb). Pada pengujian rasio 1, dihasilkan kadar abu
melebihi dari syarat SNI. Sedangkan, pengujian rasio 2, dihasilkan kadar abu 1.4%
(memenuhi SNI). Adanya perbedaan kadar abu ini diduga disebabkan oleh
penambahan tepung daun kelor.

3. Kadar protein
Perolehan kadar protein didapatkan dengan metode Kjeldahl mikro. Hasil
pengujian rasio 1, didapatkan kadar protein sekitar 16% dan pengujian rasio 2
didapatkan kadar protein sebesar 13%. Biskuit dengan rasio 1 memiliki kadar
protein lebih tinggi karena adanya kandungan tepung kelor yang lebih banyak.
Biskuit ini sudah sesuai untuk dikonsumsi karena berdasarkan SNI, mutu biskuit
yang baik yaitu memiliki kadar protein minimal 9% (bb). Kadar protein ini dapat
tinggi disebabkan karena daun kelor sendiri memiliki kandungan protein yang
tinggi, mengandung unsur asam amino essensial yang sangat penting, yakni unsur
argine, histidine, isoleucine, leusine, lysine, methionine, phenylalinine, threonine,
tryptophan, dan valine. Selain protein, daun kelor juga mengandung lemak, beta
carotene (vitamin A), thiamin (vitamin B1), riboflavin (B2), niacin (B3), vitamin
C, kalsium, karbohidrat, tembaga, serat, zat besi, magnesium, dan fosfor di
dalamnya.

4. Kadar lemak
Perolehan kadar lemak didapatkan dengan metode soxhlet extraction. Berdasarkan
SNI, mutu biskuit yang baik memiliki kadar lemak minimal 9,5%. Dan pengujian
rasio 1 dan 2 menunjukkan kadar lemak diatas 9,5%. Hal ini disebabkan karena
adanya penambahan tepung daun kelor dan margarin dimana margarin
mengandung lemak yang cukup tinggi sekitar 30%.

5. Kadar karbohidrat: gula, pati, serat kasar


Perolehan kadar karbohidrat didapatkan dengan metode Nelson-Somogyi. Bahan
utama yang menjadi sumber karbihidrat dalam biskuit adalah tepung terigu, gula,
dan susu skim. Berdasarkan SNI, persyaratan minimum kadar karbohidrat biskuit
adalah minimal 70%. Biskuit dengan rasio 1 menunjukkan kadar karbohidrat 70%
dan rasio 1 sebesar 76%. Biskuit rasio 2 memiliki kadar karbohidrat yang lebih
tinggi dikarenakan kandungan tepung pisang yang digunakan juga lebih tinggi.
Semakin banyak penggunaan tepung pisang maka kadar karbohidrat akan semakin
meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh bahan utamanya yaitu pisang. Pada tepung
pisang digunakan pisang yang tidka terlalu matang sehingga kandungan patinya
lebih optimal. Pati akan terhidrolisis menjadi bentuk gula yang lebih sederhana
lagi, seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Karena banyaknya glukosa ini maka
kadar karbohidrat yang dihasilkan pun juga akan semakin tinggi beriringan dengan
semakin banyak tepung pisang yang digunakan.

Analisis Antioksidan dengan Metode DPPH


Analisis aktivitas antioksidan pada suatu bahan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode ini kerap
digunakan untuk menganalisis aktivitas antioksidan karena prosedurnya mudah, cepat,
sederhana, dan hasilnya akurat karena sampel yang dibutuhkan untuk pengujian hanya
sedikit. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah mengukur aktivitas
antioksidan secara kuantitatif. Prinsip kuantitatif yang dimaksud adalah dengan
mengukur penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan. Nantinya nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang disebut juga
dengan nilai IC50 akan terdeteksi menggunakan spektrofotometi UV-Vis. Nilai IC50
(Inhibitory Concentration) digunakan sebagai tolak ukur besarnya konsentrasi
senyawa sampel uji yang mampu meredam radikal bebas sebesar 50%. Nilai IC50
yang semakin kecil menunjukkan aktivitas peredaman radikal bebas yang semakin
tinggi. Pengukuran ini memiliki prinsip kerja yaitu suatu radikal bebas dapat diredam
apabila terdapat radikal bebas stabil atau DPPH yang dicampur dengan senyawa
antioksidan yang dapat mendonorkan hydrogen.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data kuantitatif melalui observasi di laboratorium dan
skala rating hasil pengujian sensori.

3.5 Analisis Data


Pengujian dilakukan dengan 3 kali ulangan untuk masing-masing sampel. Data
yang diperoleh akan dianalisa dengan prosedur ANOVA. Bila terdapat perbedaan
yang signifikan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple
range test) pada taraf signifikansi 5%.

Anda mungkin juga menyukai