Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika

Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakekatnya berkaitan dengan

falsafah, dan moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk dimasyarakat

dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai.

Dikatakan “kurun waktu tertentu” karena etik dan moral bisa berubah dengan

lewatnya waktu.

Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Maka didalam literatur, dinamakan juga

“filsafat moral”, yaitu suatu sistem prinsip-prinsip tentang moral, tentang baik atau

buruk. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari

tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia.

Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta

mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah,

baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip

moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.

Etika yang lebih khusus dikonkritkan seperti didalam etik kedokteran, etik ruma

sakit, etik keperawatan, etik kebidanan, dll., yang hanya berlaku bagi anggota profesi

itu sendiri. Semua etik ini merupakan etik terapan yang bersifat praktis sehingga dapat

dipakai sebagai pedoman dalam bersikap/bertindak.

2.2 Aplikasi Etika Dalam Praktik Di BPS

1. Etika dalam pelayanan kontrasepsi

Dalam merencanakan jumlah anak, seorang ibu telah merundingkan dengan

suami dan telah menetapkan metode kontrasepsi yang akan di gunakan. Sehingga

keputusan untuk memilih kontrasepsi, merupakan hak klien dan berada di luar
kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai keputusan karena di sebabkan

ketidak tahuan klien tentang kontrasepsi, maka menjadi kewajiban bidan untuk

memberikan informasi tentang kontrasepsi.

Tujuan konseling pemilihan alat kontrasepsi oleh bidan adalah:

a.     Agar calon peserta KB memehami manfaat KB bagi dirinya maupun

keluarganya.

b.    Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan

menggunakan KB, cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan

kontrasepsi.

Dalam melaksanakan konseling, langkah-langkah yang dilaksanakan adalah:

a.     menciptakan suasana dan hubungan saling percaya.

b.     menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon.

c.      memberikan penjelasan, disertai penunjukan alat-alat kontrasepsi.

d.     membantu klien untuk memiliki alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya

sendiri.

2. Etika dalam penelitian kebidanan

Menurut kode etik bidan adalah bahwa bidan seharusnya meningkatkan

pengetahuannya melalui berbagai proses seperti dari pengalaman pelayanan

kebidanan dan riset kebidanan. Riset dan di seminasinya menjadi tanggung jawab

bidan. Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kebidanan makin tinggi,

karena semakin majunya jaman, dan kita memasuki era globalisasi, akses informasi

bagi masyarakat juga semakin meningkat. Peran bidan sebagai peneliti sejalan

dengan salah satu pasal dalam kode etik bidan yang menyatakan :

” Bidan harus berkembang dan memperluas pengetahuan kebidanannya melalui

berbagai proses seperti diskusi dengan rekan sejawat dan penelitian ”


Sudah jelas bahwa penelitian bukan lagi merupakan pilihan, namun tanggung

jawab etik bidan. Bidan mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai

subyek maupun obyek penelitian. Menurut Helsinski, 1964 prinsip dasar penelitian

yang mengambil objek manusia harus memenuhi ketentuan ;

 Bermanfaat bagi manusia

 Harus sesuai dengan prinsip ilmiah dan harus didasarkan pengetahuan yang

cukup dari dukungan kepustakaan ilmiah

 Tidak membahayakan obyek (manusia) penelitian itu (diatas kepentingan

yang lain)

 Tidak merugikan atau menjadi beban baik waktu, materi maupun secara

emosi dan psikologis

 Harus selalu dibandingkan rasio untung-rugi-risiko. Maka dari itu penelitian

tidak boleh ada faktor eksploitasi, atau merugikan nama baik objek

penelitian.

Contoh :

Dahulu praktik kebidanan masih banyak berdasar kebiasaan atau dogma,

dengan kemajuan zaman praktik yang seperti itu tidak dapat dilaksanakan lagi,

tetapi dituntut praktik yang professional berdasarkan pada hasil penelitian. Bidan

mungkin banyak terlibat dalam penelitian baik sebagai subyek maupun subyek

penelitian. Sehingga bidan perlu mengetahui tentang etika penelitian, demi

kepentingan melindungi klien, institusi tempat praktik dan diri sendiri. Bidan wajib

mendukung penelitian yang bertujuan memajukan ilmu pengetahuan kebidanan.

Bidan harus siap mengadakan penelitian dan siap untuk memberikan pelayanan

pada hasil penelitian.

2.3 Contoh Penyimpangan Yang Di Lakukan Bidan Praktik Swasta  


Kasus malpraktik umumnya di picu oleh ketidak hati-hatian. Kewaspadaan tenaga

medis menjadi faktor utama terjadinya malpraktik. Kesalahan fatal tersebut umumnya

terjadi pada saat diagnosis,terapi, pemberian obat dan lain-lain.

Kasus malpraktik di Indonesia belum di atur secara jelas dalam undang-undang.

Undang-undang kesehatan belum di lengkapi dengan aturan teknis yang mengatur

secara khusus mengenai malpraktik.biasanya, jika kasus malpraktik di ajukan ke

pengadilan aturan yang di gunakan adalah aturan pidana atau politisi. Oleh karena itu,

bidan harus selalu waspada terhadap segala bentuk isu etik yang banyak berkembang

di dunia kesehatan dan harus menyikapinya dengan bijak sehingga tidak akan terjadi

penyimpangan kewenangan dan setiap tindakan sesuai dengan etika profesi

kebidanan.

Contoh penyimpangan BPS antara lain :

a) Aborsi

Aborsi yang dilakukan seorang bidan pada umumnya dilakukan dalam 5 tahapan,

yaitu:

1. Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan didalam kandungan

2. Bayi dipotong-potong tubuhnya agar mudah dikeluarkan

3. Potongan bayi dikeluarkan satu persatu dari kandungan

4. Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak

tersisa

5. Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampah sungai,

dikubur di tanah kosong, atau dibakar di tungku.

b) Usai persalinan organ wanita robek

c) Informasi tindakan medis yang tidak di berikan kepada pasien

2.4 Pencegahan terjadinya pelanggaran dalam praktek kebidanan di BPS


a.     Melaksanakan Pelayanan Kebidanan Sesuai Standar

Pelayanan kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan melaui asuhan

kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari

kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana termasuk

kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun agar

seorang bidan diakui keberadaanya dan dapat menjalankan praktiknya maka bidan

harus mampu untuk memenuhi tahap legislasi.

Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan

perangkat hukum melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan

kompetensi), registrasi (pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan

penyelenggaraan kewenangan). Peran legislasi ini, diantaranya: menjamin

perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi

sendiri. Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan professional. 

Pada tahap sertifikasi, ditempuh calon bidan melalui proses pendidikan

formal dan non formal untuk memperoleh dua bentuk pengakuan kelulusan yang

berupa ijazah dan sertifikat. Dari tahap sertifikasi ini kemudian berlanjut ke tahap

registrasi.

1.     Tahap Registrasi

Tahap registrasi ditempuh bidan guna memperoleh SIB (Surat Izin Bidan).

SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui. SIB tidak berlaku lagi

karena: dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku,

habis masa berlakunya, tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri.

SIB sendiri merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau

SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis

masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.


2.     Tahap Lisensi

Bidan yang praktik harus memiliki SIPB, dan untuk memperoleh SIPB

seorang bidan harus mendapatkan Rekomendasi dari organisasi profesi

setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan

keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan

praktik bidan. Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan

inilah yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji

Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji

Kompetensi sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah,

namun terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah

untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas

pelayanan kebidanan, misalnya propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan

beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan Uji Kompetensi pada tahap

pengajuan SIB. Uji Kompetensi masih dalam pembahasan termasuk

mengenai bagaimana dasar hukumnya. Dengan diselenggarakannya Uji

Kompetensi diharapkan bahwa bidan yang menyelenggarakan praktik bidan

adalah bidan yang benar-benar kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi Medical Error atau

malpraktik dalam tujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak.

Dalam rancangan Uji Kompetensi apabila bidan tidak lulus Uji Kompetensi,

maka bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat.

Materi Uji Kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi bidan

Indonesia. Namun demikian Uji Kompetensi belum dibakukan dengan suatu

dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau rancangan. (Heni Puji

Wahyuningsih, 2008: 41-47)


2.6 Etika Yang Seharusnya Dilakukan Oleh Bidan BPS

Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa berpedoman pada peran,

tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan

masyarakat

1.   Bidan dalam melaksanakan pelayanan harus sesuai dengan tugas dan kewajiban

yang telah digariskan dalam permenkes No 900/Permenkes/IX/2002

2.   Melayani bayi dan anak pra sekolah termasuk pengawasan dalam pertumbuhan

perkembangan bayi dan anak, pemberian vaksinasi sesuai dengan usia,

melaksanakan perawatan bayi dan memberi petunjuk kepada ibu tentang makanan

bayi, termasuk cara menyusui yang baik dan benar serta makanan tambahan sesuai

dengan usia anak

3.   Memberi obat-obatan tertentu dalam bidang kebidanan sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi klien

4.   Mengadakan konsultasi dengan profesi kesehatan lainnya dalam kasus-kasus yang

tidak dapat diatasi sendiri

5.   Bidan melaksanakan perannya di tengah kehidupan masyarakat

Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan

pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan

derajat kesehatannya secara optimal, :

1. Bidan harus mengadakan kunjungan rumah

Bidan dimana saja berada, baik dikantor, puskesmas atau rumah, ditempat

praktik BPS, maupun ditengah masyarakat lingkungan tempat tinggal, harus

selalu memberi motivasi untuk selalu hidup sehat. Setiap bidan senantiasa

memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai


dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan pada kebutuhan klien,

keluarga dan masyarakat

2. Melaksanakan pelayanan yang bersifat pencegahan seperti asuhan antenatal,

memberi imunisasi, KIE, sesuai dengan kebutuhan

3. Memberi pelayanan yang bersifat pengobatan sesuai dengan wewenang bidan

4. Memberi pelayanan bersifat promotif/peningkatan kesehatan.

5. Memberi pelayanan bersifat rehabilitatif

6. Setiap bidan berhak memberi pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam

mengambil keputusan dalam tugasnya, termasuk keputusan mengadakan

konsultasi dan/atau rujukan

7. Menolong partus di rumah sendiri dan di rumah klien

8. Mengadakan pelayanan konsultasi terhadap ibu, bayi dan KB sesuai dengan

wewenangnya

9. Merujuk klien yang tidak dapat ditolong ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas

lebih lengkap

10. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan/atau

dipercayakan kepadanya, kecuali jika diminta oleh pengadilan atau diperlukan

sehubungan dengan kepentingan klien

11. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik

terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya

12. Dalam menetapkan lokasi BPS, perlu diperhatikan jarak dengan lokasi yang

sudah ada

13. Jika mengalami kesulitan, bidan dapat salinng membantu dengan

mengkonsultasikan kesulitan kepada sejawat


14. Dalam kerja sama antar teman sejawat, konsultasi atau pertolongnan

mendadak hendaknya melibatkan imbalan yang sesuai dengan kesepakatan

bersama

15. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjunng tinggi citra

profesinya dengan menampilkan keperibadian yang tinggi dan memberi

pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Etika yang lebih khusus dikonkritkan seperti didalam etik kedokteran, etik ruma

sakit, etik keperawatan, etik kebidanan, dll., yang hanya berlaku bagi anggota profesi

itu sendiri. Semua etik ini merupakan etik terapan yang bersifat praktis sehingga dapat

dipakai sebagai pedoman dalam bersikap/bertindak

Aplikasi Etika Dalam Praktik Di BPS :

1. Etika dalam pelayanan kontrasepsi

Keputusan untuk memilih kontrasepsi, merupakan hak klien dan berada di luar

kompetensi bidan. Jika klien belum mempunyai keputusan karena di sebabkan

ketidak tahuan klien tentang kontrasepsi, maka menjadi kewajiban bidan untuk

memberikan informasi tentang kontrasepsi

2. Etika dalam penelitian kebidanan

Peran bidan sebagai peneliti sejalan dengan salah satu pasal dalam kode etik bidan

yang menyatakan :

” Bidan harus berkembang dan memperluas pengetahuan kebidanannya melalui

berbagai proses seperti diskusi dengan rekan sejawat dan penelitian ”

Anda mungkin juga menyukai