Anda di halaman 1dari 13

TEORI BELAJAR KOGNITIF

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Belajar dan Pembelajaran
Yang diampu oleh Bapak Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim

Disusun Oleh:
Melisa Apriliani (200211605251)
Ricky Sofitasari (200341617267)
Ro’isatul Habibah (200731638012)
Umul Inayah (200711640095)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


SEPTEMBER 2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar terjadi karena sebuah proses usaha yang dilakukan secara sadar
oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan dalam dirinya yang
menyangkut beberapa aspek seperti tingah laku dari buruk menjadi baik,
aspek pengetahuan dari tidak mengerti menjadi paham, aspek keahlian dari
tidak bisa menjadi bisa atau terampil. Dalam prosesnya, belajar bukan hanya
soal pengetahuan dan informasi, namun juga melibatkan pengalaman sebagai
bahan belajar individu.
Teori adalah suatu rangkaian bagian ataupun variable, definisi serta
dalil yang saling berkaitan dan menggambarkan sebuah pandangan secara
sistematis perihal sebuah fenomena dengan cara menetapkan ikatan antar
variabel, yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu fenomena alamiah. Di
dalam sebuah teori harus memuat beberapa hal seperti sebuah konsepsi,
gagasan, prosedur, dan hal mendasar yang bisa di teliti lebih dalam mengenai
kebenarannya.
Teori belajar mulai muncul bertepatan dengan berkembangnya teori
psikologi. Teori belajar merupakan kumpulan beberapa teori yang
didalamnya memuat cara bagaimana menerapkan kegiatan belajar mengajar
pada proses pembelajaran. Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori
yang muncul karena menganggap teori behaviorisme kurang efektif dalam
segi psikologis. Teori kognitif memiliki pandangan bahwa proses belajar
seseorang malah banyak diperoleh dari usahanya dalam mengeksplorasi ilmu
pengetahuan secara pribadi dalam dunia pendidikan. Teori ini mengharuskan
siswa aktif secara mandiri untuk mengenali dan memahami situasi
dilingkungannya agar proses belajar dapat diperoleh secara maksimal.
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu
studi pustaka. Dari berbagai literatur didapatkan informasi yang kemudian
disusun berdasarkan hasil studi yang diperoleh. Penulisan makalah
diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuai dengan topik yang
dibahas.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian teori belajar kognitif?
b. Apa saja teori-teori belajar berbasis kognivisme?
c. Apa saja tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget?
d. Bagaimana implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan
a. Untuk menjelaskan pengertian teori belajar kognitif.
b. Untuk mengetahui teori-teori belajar berbasis kognivisme.
c. Untuk menyebutkan tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Jean
Piaget.
d. Untuk membahas implikasi teori kognitif Piaget dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Teori Kognitif


Teori kognitif merupakan teori yang berfokus pada pada perubahan-
perubahan proses mental internal seseorang yang digunakan dalam upaya
memahami dunia eksternal. Dimulai dari mempelajari tugas-tugas
sederhana hingga yang kompleks dalam perspektif kognitif, belajar
merupakan perubahan dalam struktur mental seseorang yang memberikan
kapasitas untuk menunjukkan perubahan prilaku. Struktur mental terdiri
atas pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan dan mekanisme lain
dalam kepala pembelajar. Fokus teori kognitif bwefokus pada potensi
untuk berprilaku dan bukan pada prilakunya sendiri.( Khodijah, 2014).
Dalam perkembanganya setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik
tolak dari teori kognitivisme yaitu: Teori perkembangan piaget, teori
kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga tokoh teori penting
ini merupakan mengembangkan teori belajar kognitif. (Nurdyansayah,
2016).
1.Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif adala proses dimana proses
tersebut didasarkan pada mekenisme biologis dari perkembangan system
syaraf. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan logika berpikir
dari bayi hingga dewasa. Seiring bertambah umur seseorang, makin
komplek susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya
(Muhaimin, dkk. 2012).
Piaget berasumsi dasar kecerdasan manusia dan biologi organisme
berfungsi dengan cara yang sama. Keduanya terorganisasi secara konstan
berinteraksi dengan lingkungan. tiga tahapan proses belajar menurut
piaget (Nurdyansayah, 2016).
a) Asimilasi. Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah. misalnya ketika guru memperkenalkan prinsip perkalian,
maka terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang
sudah dipahami anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang
akan dipahami seorang anak)
b).Akomodasi. Proses penyesuaian struktur kognitif ke situasi yang baru.
Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik misalnya
seorang siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian kemudian gurunya
memberikan sebuah soal perkalian
c). Equilibrasi. Proses penyesuaian antara asimilasi dan akomodasi. Hal
tersebut sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan
menambah ilmunya

2.Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.


Proses belajar terjadi ketika sorang siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan dengan pengetahuan baru. Proses belajar terjadi melalui
tahap-tahap berikut (Budiningsih, 2015):
1). Memperhatikan stimulus yang diberikan;
2). Memahami makna stimulus dengan menyimpan dan menggunakan
informasi yang sudah dipahami;
3). Memahai meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya.

3. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.


Menurut Burner perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan
kebudayaan. perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Teori
Bruner menejelaskan bahwa Proses Pembelajaran sebenarnya adala
menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu
masalah. teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah
kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang diberikan sama mulai dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, namun tetap disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif mereka, dalam arti lain menuntut adanya
pengulangan-pengulangan. menurut Bruner cara belajar terbaik adalah
dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses kemudian
dapat dihasilkan suatu kesimpulan (Budiningsih, 2015)

2.2 Teori-Teori Belajar Berbasis Kognivisme


Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang menegedepankan
sebuah proses belajar dari pada hasil belajar. teori kognitivisme melibatkan
proses berpikir yang amat kompleks.teori ini menekankan bagaimana
pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal
atau lingkungan..(Nurhadi 2020)
Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
seseorang adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar yang
akan menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku ,terdapat dua
bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar,
yaitu
a) Belajar tidak hanya sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga
melibatkan proses berfikir yang kompleks.
b) Ilmu pengetahuan dibangun di diri seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkunganya. (Nurhadi 2020)
Dari uraian diatas Teori belajar Kognitivisme memiliki kekurangan dan
kelebihan, salah satu kelebihannya adalah menjadikan siswa lebih kreatif dan
mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Sedangkan kekuranganya terletak pada tidak menyeluruh untuk semua
tingkat pendidikan;,sulit diterapkan dalam praktikkan khususnya di tingkat
lanjut, beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan
pemahamannya.(Nurhadi 2020)
Implementasi teori kognitivisme dalam kegiatan pembelajaran.belajar
dijelaskan bahwa sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan
penataan informasi, reorganisasi perceptual, serta proses internal.
Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar berperan
sangat penting ,supaya belajar lebih bermakna bagi siswa. Teori
pembelajaran kognitif ini menegaskan bahawa pengalaman yang ada ada
siswa akan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah. yang akan
menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa memahami
bahan belajar secara lebih mudah.( Budiningsih,2015)
2.3 Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget
Menurut Piaget, anak lahir dengan beberapa skemata sensorimotor,
yang diberikan kerangka bagi interaksi awal anak dengan lingkungannya.
Pengalaman awal anak akan didasarkan pada skemata sensorimotor ini.
atau, hanya kejadian yang dapat digabungkan ke skemata itulah yang dapat
di respons oleh si anak, dan karena kejadian itu yang menentukan batasan
pengalaman anak. Tetapi lewat pengalaman, skemata awal ini
dimodifikasi.
Pada setiap pengalaman terdapat elemen unik yang harus di
akomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan
lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan memungkinkan terjadinya
perkembangan pengalaman yang terus-menerus. Tetapi menurut Piaget, ini
merupakan proses yang lambat, karena skemata baru selalu berkembang
dari skemata yang telah ada sebelumnya. Dengan cara ini, pertumbuhan
intelektual yang diawali dengan respons refleksif anak kepada lingkungan
akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak bias memikirkan
kejadian potensial dan mampu secara mental menjelajahi kemungkinan
akibatnya (Muhaimin, Sutia’ah, 2012).
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem syaraf.
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan logika berpikir dari bayi
sampai dewasa. Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek
susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya
(Muhaimin, Sutia’ah, 2012).

Piaget menunjukkan teori tentang perkembangan kognitif anak yang


mencampurkan proses-proses penting yaitu skema, asimilasi, akomodasi,
organisasi, dan ekuilibrasi. Perkembangan kognitif terjadi dalam empat
tahap (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016) yaitu:.

a. Tahap sensorimotor: dari awal kelahiran hingga usia 2 tahun (bayi


menciptakan pemahaman mengenai dunia dengan mengoordinasikan
pengalaman indrawi dengan gerakan dan menghasilkan pemahaman akan
objek yang permanen.

b. Tahap pra-operasional: usia 2-7 tahun (anak mengetahui dan


memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan fungsi simbolis
(simbol-simbol) atau tanda-tanda dan pemikiran intuitif. Kekurangannya
adalah egosentrisme, animisme, dan centration. Ciri-ciri berpikirnya tidak
sistematis, inkonsistensi, dan tidak logis

c. Tahap operasional konkrit: usia 7-11/12 tahun (anak sudah cukup


matang untuk berpikir logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik
yang ada. Dalam tahap ini, anak telah kehilangan kecenderungan terhadap
animisme dan articialisme

d. Tahap operasional formal: usia 12 tahun lebih (anak telah dapat


menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang
lebih rumit, ciri perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, deduktif dan
induktif serta logis dan probabilita

2.4 Tingkatan perkembangan intelektual


a. Kedewasaan
Dalam perkembangan intelektual kedewasaan atau materasi adalah
faktor yang sangat berpengaruh. Hal ini dipengaruhi perkembangan
sistem saraf sentral yang berasal dari otak, koordinasi motoric dan
manifestasi fisik lainnya (Ibda, 2015).
b. Penalaran Moral
Adanya interaksi yang dilakukan anak terhadap sifat-sifat fisik
benda menunjukkan proses abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.
Pengalaman fiisk ini melibatkan struktur-struktur logika dalam proses
asimilasinya. Hal ini kemudian mendorong pikiran yang lebih
kompleks (Ibda, 2015).
c. Pengalaman Logika-Matematika
Adanya hubungan dengan objek-objek yang dibangun melalui
pengalaman anak dapat menciptakan pengalaman logika-matematika
(Ibda, 2015).
d. Transmisi sosial
Faktor eksternal seperti pengaruh Bahasa, instruksi formal,
interkasi dengan orang lain seperti sahabat atau orang dewasa
merupakan fkator transmisi social yang memliki peranan penting dalam
perkembangan (Ibda, 2015).
e. Pengaturan Sendiri
Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi merupakan penyeimbangan
kemampuan dalam mencapai tingkat-tingkat dalam perkembangan
kognitif anak (Ibda, 2015).
2.5 Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
Ada beberapa hal penting yang diambil terkait teori kognitif seperti
dikemukakan oleh Piaget, yaitu:
a). Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
Yang menjadi inti dari teori belajar kognitif Piaget adalah individu
dapat mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau
pengetahuan tingkat tinggi. Maksudnya ialah pengetahuan yang dimiliki
oleh setiap individu bisa dibentuk dan dikembangkan oleh individu sendiri
melalui interaksi dengan lingkungan yang terus-menerus dan berubah
(Sutarto, 2017).
Dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut, individu mampu
beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadilah
perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan
pemahamannya semakin berkembang. Dengan kata lain, individu dapat
pandai dengan belajar sendiri dari lingkungannya. Walau demikian,
pengetahuan yang didapatkan oleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan, ada masanya tidak persis sama dengan apa yang didapatkan
dari lingkungan itu (Sutarto, 2017).
Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri, mampu
memodifikasi pengalaman yang didapatkan dari lingkungan, sehingga
melahirkan pengetahuan atau temuan temuan baru. Hal ini terbukti dari
banyaknya ilmuwan yang menghasilkan temuan-temuan baru yang tidak
dipelajari di bangku sekolah. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan
hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi juga bagaimana merangsang
struktur kognitif inadividu sehingga dapat mampu melahirkan
pengetahuan, pemahaman dan temuan-temuan baru (Sutarto, 2017).
b). Individualisasi dalam pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, perilaku terhadap individu harus
ditentukan pada perkembangan kognitifnya. Dengan kata lain, dalam
proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
individu. Belajar akan lebih mudah berhasil apabila disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Hal ini dikarenakan setiap
tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik yang berbeda-beda
(Sutarto, 2017).
Susunan saraf seorang akan semakin rumit seiring dengan
bertambahnya umur. Hal ini memungkinkan kemampuannya semakin
bertambah. Oleh karena itu,dalam proses belajar seseorang akan
mengikuti struktur dan tingkat perkembangan tertentu sesuai dengan
usianya. Pertahapan ini bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu
sesuai dengan usianya. Seseorang tidak dapat mempelajari dan memahami
sesuatu diluar kemampuan kognitifnya (Sutarto, 2017).
Tahap perkembangan peserta didik harus dijadikan dasar
pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran
yang ada di dalam kurikulum. Hal ini menekankan pada perkembangan
sensorimotoris dan praoperasional. Misalnya: belajar menggambar,
mengenal benda, menghitung dan sebagainya. Seorang guru yang bila
tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif, maka akan
cenderung menyusahkan siswa (Sutarto, 2017).
Contoh lain, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang shalat
kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk
mengkongkretkan konsep-konsep tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi
justru akan lebih membingungkan siswa.Dalam proses pembelajaran juga
harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Bahasa dan
cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran, guru harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
cara berfikir anak (Sutarto, 2017).
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Hasil belajarnya lebih diutamakan daripada proses belajar dalam
perkembangan menurut teori kognitif. Dalam teori kognitivisme melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Faktor dalam diri individu lebih
diutamakan, namun juga tidak mengesampingkan faktor dari luar atau
eksternal. Hasil dari proses belajar membentuk pengetahuan, pemahaman,
tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap yang related dan berbekas.
Piaget membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi. Adapun tahap perkembangan kognitif menurut
Jean Piaget yaitu tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun), tahap pra-operasional
(2-7 tahun), tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), tahap operasional
formal (11 tahun ke atas).
Implikasi dalam pembelajaran menurut teori Piaget ialah individu
individu mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau
pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi. Dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik.

3.2 Saran
Dari pembahasan makalah diatas penulis menyadari perlu banyak
belajar lagi dalam menyajikan materi dan pembahasan. Oleh karena itu
apabila ditemukan salah penulisan atau penafsiran mohon dimaklumi. Kritik
dan saran mnegenai Teori Belajar Kogntif sangat dibutuhkan oleh penulis
agar lebih baik dalam menulis makalah kedepannya lagi.
DAFTAR RUJUKAN

Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Intelektualita, 3(1),


242904.
Khodijah, N. (2014). Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada.
Muhaimin, Sutia’ah, N. A. (2012). Paradigma Pendidikan Islam; Upaya
Mengefektifkan PAI di Sekolah. PT Remaja Rosda Karya.
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model. In Nizmania Learning
Center.
Nurhadi. (2020). Teori kognitivisme serta aplikasinya dalam pembelajaran. 2,
77–95.
Sutarto, S. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic
Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 1(2), 1.
https://doi.org/10.29240/jbk.v1i2.331

Anda mungkin juga menyukai