Anda di halaman 1dari 4

Nama : Jerry Janery Saputra

NIM : 021190904

Lawrence M. Friedman menjelaskan ada tiga unsur atau komponen dalam sistem hukum, atau
biasa disebut Three Elemens of Legal Sistem, merupakan faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum, yaitu komponen struktur, komponen substansi, dan komponen kultur atau budaya
hukum. Ketiga komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang bulat dan utuh, serta saling
berhubungan, atau biasa disebut dengan sistem.

Hubungan di antara ketiga komponen tersebut secara singkat dapat digambarkan oleh Ahmad Ali
dengan cara menjelaskan ketiga unsur dalam sistem hukum tersebut, sebagai berikut: a) struktur
diibaratkan sebagai mesin;
b) substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu; dan
c) kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan
mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan

Menurut Friedman, komponen struktur (structure) adalah: the structure of a system its skeletal
framework; it is the permanent shape, the institutional body of the system, the tough, rigid bones
that keep the process folowing within bounds. Struktur adalah bagian dari sistem hukum yang
bergerak di dalam suatu mekanisme, berkaitan dengan lembaga pembuat undang-undang,
pengadilan, penyidikan, dan berbagai badan yang diberi wewenang untuk menerapkan dan
menegakkan hukum. Struktur adalah kerangka atau rangkanya sistem hukum, bagian yang tetap
bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan bangunan
hukum. Struktur hukum termanifestasikan dalam bentuk lembaga-lembaga atau individu petugas
pelaksana lembaga tersebut. Lawrence M. Friedman memberi contoh struktur sebagai
Mahkamah Agung Amerika Serikat dengan sembilan Hakim Agung di dalamnya. Struktur
hukum ini termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegak hukum, Seperti Kepolisian,
Kejaksaan, dan Pengadilan.

Komponen struktural adalah bagian dari sistem hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme.
Contohnya, lembaga pembuat undang-undang, pengadilan dan berbagai badan yang diberi
wewenang untuk menerapkan dan menegakkan hukum. Perubahan struktur dari sistem hukum
tersebut berjalan dengan kecepatan berbeda. Secara kelembagaan, sistem hukum yang berlaku di
Indonesia, terdiri atas beberapa struktur hukum, meliputi Badan Peradilan, Kepolisian, Badan
Penuntutan (Kejaksaan), Lembaga Pemasyarakatan, Penasihat Hukum, Konsultan Hukum, serta
badan-badan penyelesaian sengketa hukum diluar pengadilan.

Komponen kedua adalah substansi, the substance is composed of substantive rules and rules
about how institution should be have. Substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem tersebut. Atau dapat dikatakan sebagai suatu hasil nyata,
produk yang dihasilkan, yang diterbitkan oleh sistem hukum tersebut. Elemen substansi meliputi
peraturan-peraturan sesungguhnya, norma dan pola perilaku dari orang-orang di dalam sistem
tersebut. Hasil nyata ini dapat berbentuk inconcreto, atau norma hukum individu yang
berkembang dalam masyarakat, hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), maupun
hukum inabstracto, atau norma hukum umum yang tertuang dalam kitab undang-undang (law in
books).

Komponen ketiga adalah budaya hukum, the legal culture, system-their beliefs, values, ideas,
and expectation. Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum,
kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur atau budaya hukum berupa sikap tindak
masyarakat beserta nilai-nilai yang dianutnya. Atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum
adalah keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta sikap tindak yang
mempengaruhi hukum, seperti adanya rasa malu, rasa bersalah apabila melanggar hukum dan
sebagainya.

Budaya hukum juga merupakan unsur yang penting dalam sistem hukum, karena budaya hukum
memperlihatkan pemikiran dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagaimana hukum
tersebut ditaati, dihindari, atau disalahgunakan. Lawrence M. Friedman menjelaskan pentingnya
budaya hukum dengan memberikan kiasan filosofis ikan dengan air, adalah sebagai berikut:
Hukum tanpa budaya hukum adalah seperti ikan mati dalam suatu ember, bukan ikan yang hidup
berenang di samudera wahananya. Budaya hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Tanpa
budaya hukum, sistem hukium itu sendiri tidak berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di
keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.
Permasalahan budaya hukum tidak hanya dapat ditangani dalam satu lembaga saja, tetapi perlu
penanganan secara simultan dan antardepartemen, serta diupayakan secara bersama-sama dengan
seluruh aparat penegak hukum, masyartakat, asosiasi profesi, lembaga pendidikan hukum, dan
warga masyarakat secara keseluruhan. Peranan tokoh masyarakat, para ulama, pendidik, tokoh
agama, sangat penting dalam memantapkan budaya hukum

2. Sistem hukum di Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law. Hal ini
dapat dilihar dari sejarah dan politik hukum, sumber hukum maupun sistem penegakan
hukumnya. Di mana sistem tersebut banyak berkembang di negara-negara Eropa, seperti
Belanda, Prancis, Italia, Jerman. Kemudian di Amerika Latin dan Asia. Di Asia, salah satunya
Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Pada sistem hukum Eropa Kontinental memiliki
karakteristik sebagai berikut: Berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi
pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus. Corpus Juris Civilis (kumpulan berbagai kaidah
hukum yang ada sebelum masa Yustinianus) dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan
kodifikasi hukum di negara-negara Eropa. Prinsip utamanya bahwa hukum itu memperoleh
kekuatan mengikat. Karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun
secara sistematis dalam kodifikasi. Tujuan hukum adalah kepastian hukum Adagium yang
terkenal "tidak ada hukum selain undang-undang". Hakim tidak bebas dalam menciptakan
hukum baru. Karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan peraturan yang ada berdasarkan
wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para
pihak yang berpekara saja. Sumber hukum utamanya adalah undang-undang yang dibentuk oleh
badan legislatif. Pada mulanya hukum hanya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum publik
(hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana) dan hukum privat (hukum
perdata dan hukum dagang).

Tapi seiiring perkembangan zaman batas-batas antara hukum publik dan hukum privat semakin
kabur. Namun dalam pembentukannya peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia
dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan sistem hukum Islam. Hal tersebut wajar, mengingat
hukum merupakan sebuah sistem yang tersusun atas sejumlah bagian yang masing-masing juga
merupakan sistem yang dinamakan subsistem. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat
subsistem hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum tata negara. Negar hukum menurut
Eropa Continental dipelopori oleh Imanuel Kant dengan paham Laissez faire laissez aller, artinya
biarlah setiap anggota masyarakat menyelenggarakan sendiri kemakmurannya, jangan negara
yang ikut campur. Ada elemen penting dalam konsep negara hukum menurut Eropa Continental,
yakni: Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia Pembagian kekuasaan Pemerintah
berdasarkan undang-undang Adanya Peradilan Tata Usaha Negara

Indonesia negara hukum Indonesia merupakan negara hukum. Ini tertuang dalam UUD 1945
pasal 1 ayat tiga yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang
dianut Indonesia adalah negara hukum yang senentiasa mempertimbangkan segala tindakan pada
dua landasan. Yakni, dari segi kegunaan atau tujuannya dan dari segi landasan hukumnya. Dalam
buku Pengantar Hukum Indonesia (2016) karya Hanafi Arief, sejarah hukum di Indonesia pada
masa sebelum kemerdekaan dipengaruhi hukum adat dan kemudian diganti oleh sistem hukum
Civil Law yang disebabkan penjajahan Belanda. Sistem tata hukum yang digunakan sebelum 17
Agustus 1945 antara lain sistem hukum Hindia Belanda berupa sistem hukum barat dan sistem
hukum asli (hukum adat). Sebelum Indonesia dijajah oleh Belanda, hukum yang digunakan
untuk menyelesaikan setiap sengketa yang terjadi di masyarakat mengggunakan hukum adat.
Pada masa itu hukum adat diperlakukan hampur seluruh masyarakat Indonesia. Setiap daerah
mempunyai hukum adat yang berbeda.

Hukum adat sangat ditaati masyarakat masa itu, karena mengandung nilai-nilai keagamaan,
kesusilaan, tradisi dan kebudayaan yang tinggi. Namun hukum adat kemudian berangsung
tergeser disebabkan adanya gagasan diberlakukannya kodifikasi hukum barat secara efektif sejak
1848. Pada 1848, kitab undang-undang hukum perdata, kitab undang-undang hukum dagang,
kitab undang-undang hukum acara perdata dan acara pidana berlaku bagi penduduk Belanda di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai