Anda di halaman 1dari 73

EVALUASI PEMANFAATAN TANAMAN OBAT SEBAGAI BAHAN

BAKU PADA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DI PROPINSI JAWA


TENGAH BERDASARKAN BUKU DAFTAR OBAT ALAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Valentina Ermita Herdani
NIM : 068114011

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
EVALUASI PEMANFAATAN TANAMAN OBAT SEBAGAI BAHAN
BAKU PADA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DI PROPINSI JAWA
TENGAH BERDASARKAN BUKU DAFTAR OBAT ALAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Valentina Ermita Herdani
NIM : 068114011

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa USD :


Nama : Valentina Ermita Herdani
Nomor Mahasiswa : 068114011
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“EVALUASI PEMANFAATAN TANAMAN OBAT SEBAGAI BAHAN
BAKU PADA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DI PROPINSI JAWA
TENGAH BERDASARKAN BUKU DAFTAR OBAT ALAM”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata


Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 16 Juli 2010
Yang menyatakan

v
Dedicated to :

My everything:
Jesus Christ
My parents:
Helarius Bato’ and Theresia Sutarmi
Sister and brothers:
Yulita Angelina, Alexander Septian Prihardjoko, dan Robertus Benny Wiranata
My love:
Ecko Chandra dan keluarga
Almamater:
Universitas Sanata Dharma

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku


mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan.”

vi
PRAKATA

Puji dan syukur pada Tritunggal Maha Kudus atas cinta kasih,

kekuatan, harapan, keyakinan, dan teladan yang telah diberikan kepada penulis

selama penulis menjalankan proses menyelesaikan skripsi. Proses ini bukan

merupakan bagian yang terlalu mudah untuk dihadapi, namun juga bukan hal

yang terlalu sukar untuk dijalani. Niat dan usaha pun tidak akan cukup tanpa

dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, Saya ingin mengucapkan banyak terima

kasih kepada :

1. Yustina Sri Hartini, M. Si., Apt selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji

yang selalu sabar dan memberikan arahan, saran, kritik, serta dukungan

sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

2. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang banyak

memberikan masukan demi kemajuan skripsi penulis.

3. Rita Suhadi, M. Si., Apt selaku Dosen Penguji yang banyak memberikan

masukan demi kemajuan skipsi penulis.

4. Mulyono, M. Si., Apt. dan C. Maria Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt. yang

telah menjadi orang tua dan selalu sabar saat mendengarkan setiap cerita

kehidupan penulis serta memberikan dorongan untuk terus maju menggapai

impian.

5. Sahabat dan saudaraku: Anna Karina Algustie (atas kebersamaan, nasihat,

kekuatan, dan proses bersama), Maria Intan Josi, Rr. Kusumowardani, dan

Joice Sola Gratia (sahabat dikala sedih dan senang), Lulu Lunggati Buana

vii
viii
ix
EVALUASI PEMANFAATAN TANAMAN OBAT SEBAGAI BAHAN
BAKU PADA INDUSTRI OBAT TRADISIONAL DI PROPINSI JAWA
TENGAH BERDASARKAN BUKU DAFTAR OBAT ALAM (DOA)

Valentina Ermita Herdani


068114011

INTISARI

Indonesia memiliki keanekaragaman tanaman obat (TO), dimana


terdapat 9.600 spesies tanaman yang berkhasiat obat. Kekayaan alam berupa TO
belum dikelola dengan baik pemanfaatannya. Studi ini bertujuan untuk
mendapatkan database jenis dan mengevaluasi TO yang telah dimanfaatkan di
industri obat tradisional (OT) di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan buku Daftar
Obat Alam (DOA).
Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode sensus.
Populasi yang digunakan adalah seluruh industri OT yang tercantum dalam buku
Daftar Obat Alam (DOA) edisi III tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Himpunan
Seminat Apoteker Industri Obat Tradisional bersama PD. ISFI Jawa Tengah.
Sebesar 99,71% produk OT memanfaatkan TO sebagai bahan baku.
Sembilan dari 18 industri OT memanfaatkan Curcuma xanthorrhiza dengan
frekuensi kemunculan tertinggi. Foeniculum vulgare dimanfaatkan di 83,33%
industri OT. Provinsi Jawa Tengah memanfaatkan 259 dari 9600 TO dalam 1033
produk OT. Curcuma xanthorrhiza dimanfaatkan dalam frekuensi kemunculan
tertinggi pada 17 khasiat. Rerata jumlah jenis TO tiap OT tertinggi dimiliki PT.Tb
(6,53) dan jumlah jenis TO tertinggi pada OT dimiliki oleh PT. Jg (28). Rerata
jumlah jenis TO tiap OT tertinggi terdapat pada khasiat kontraseptif (7) dan
jumlah jenis TO tertinggi pada produk OT terdapat pada khasiat kesehatan wanita
pasca persalinan (28). Frekuensi kemunculan TO dalam bentuk simplisia
(929/1033) dalam bentuk ekstrak (183/1033). Bentuk sediaan yang paling sering
ditemukan adalah serbuk dengan frekuensi 423/1033.

Kata kunci : tanaman obat, pemanfaatan tanaman obat, industri obat tradisional,
database tanaman obat

x
ABSTRACT

Indonesia has diversity of medicinal plants (MP), where there are at


least 9.600 species of medicinal plants. The utilization of MP has not been
managed well. The study is aim to obtain database of MP that have been used in
traditional medicine (TM) industries in Central Java Province.
The method used to collect the data is the census method. The
population used is the TM industries listed in the Daftar Obat Alam (DOA) book,
the third edition in 2008, issued by the Himpunan Seminat Apoteker Industri Obat
Tradisional with PD. ISFI Central Java.
About 99.71% of MP use as a raw material in TM products. Nine from
18 TM industries are using Curcuma xanthorrhiza in the highest percentage.
Foeniculum vulgare used in 83.33% TM industries. Central Java Province use 259
in the 1033 TM. The profile is relatively low. Curcuma xanthorrhiza utilized in
the highest percentage in 17 indications. The highest average number of MP
species is owned by PT.Tb (6.53). The highest number of MP species is owned by
PT. Jg (28). The highest average number of MP species each OT is found in
contraceptive indications (7). The highest number of MP species each TM product
is found in postpartum women's health indications (28). MP widely used in the
form of bulbs (929/1033) and extract (183/1033). TM mostly found in powder
dosage form frequenced 423/1033.

Key words: medicinal plants, the utilization of medicinal plants, traditional


medicine industry, medicinal plants database

xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .…...……………………………………………… ………. …. i
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………. … ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………….... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. …. …… vi
PRAKATA …………………………………………………………………….……… vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....………………………………… …….……… ix
INTISARI……………………………………………………… …………… …….… x
ABSTRACT…………………………………………………………………… …….… xi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ……. xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………… xvii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………….……… 1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………… 1
1. Permasalahan ………………………………………………………… … 3
2. Keaslian penelitian..………………………………………………. ……… 4
3. Manfaat penelitian ….……………………………………………………… 6
B. Tujuan Penelitian .………………………………………………… …………… 6
1. Tujuan umum…………… …….………………………….……….. 6
2. Tujuan khusus..........................................................................….……… 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………………………………………………… 7
A. Tanaman Obat ………….......……………………………………………… … 7

B. Obat Tradisional …………………………………………………………… … 8


1. Peraturan mengenai obat tradisional di Indonesia............................ …… 8
2. Bahan baku obat tradisional ............................................... …………… 9
3. Obat tradisional di negara lain ......................................................... …… 10

xii
C. Industri Obat Tradisional ……….………………………… …………… ……. . . . 11
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……………………..…………………… ……. 12
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....…………………………… …………… ……. 12
B. Definisi Operasional ………………………………………………… …….… . . . 12
C. Subjek Penelitian dan Teknik Sensus ……………………………… …………… . 15
D. Data Analisis ………………………………………………………… …….…. . 16
E. Alur Penelitian ……….…..………………………………………………… … 18
1. Studi pustaka 18
……………………………………………………………………..
2. Pengambilan data …………………………………………………... 19
a. Penentuan subjek penelitian ……………………………………... 19
b. Perijinan …………………………………………………........... 19
3. Analisis data ………………………………………………….......... 19
4. Evaluasi data ………………………………………………….......... 20

F. Keterbatasan penelitian 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…..………………………………… . . . 21
A. Profil Pemanfaatan Tanaman Obat sebagai Bahan Baku Berdasarkan Data Tiap Industri
OT
……………………………………………………………………………… 21
1. Jumlah kemunculan spesies tanaman obat pada industri OT………………… 21

2. Profil jumlah industri OT yang memanfaatkan tanaman jenis tanaman obat tertentu
…………………………………………………………… ………… … 24
3. Jumlah kemunculan tanaman obat terhadap 9600 tanaman berkhasiat obat …… 26
a. Jumlah kemunculan tanaman obat tiap industri OT… ………… … 26
b. Jumlah kemunculan tanaman obat seluruh industri OT… ………… 27

B. Profil Pemanfaatan Tanaman Obat Sebagai Bahan Baku Berdasarkan Data Tiap
Khasiat OT …….…..…………………………………… … …………… …… 27
C. Profil Jumlah Jenis Tanaman Obat Sebagai Penyusun Setiap OT pada Masing-Masing
Industri OT ……………………………………… …………… …………… … 34

xiii
D. Profil Jumlah Jenis Tanaman Obat Sebagai Penyusun Setiap OT pada Masing-Masing
Khasiat OT ………………………………… …………… …………… …… . . 37
E. Profil Pemanfaatan Tanaman Obat dalam Bentuk Simplisia dan Ekstrak serta Bentuk
Sediaan yang Digunakan Dalam OT …………… … …………… …………… … 41
1. Profil ekstrak/simplisia tanaman obat ……………… … …………… ……… 42
2. Profil bentuk sediaan OT ………………………………… … …………… … 43
3. Profil ekstrak/simplisia dan bentuk sediaan seluruh industri …… … ………… . 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…..…………………………………. … …… . . 46
A. Kesimpulan .…..………………………………………………………. … …… 46
B. Saran .…..………………………………………………………… … …… … 47
DAFTAR PUSTAKA .…..……………………………………………………. … …… 48
LAMPIRAN .…..……………………………………………………………… … …… 52
BIOGRAFI PENULIS .…..…………………………………………………… … …… 56

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel I. Daftar industri OT sebagai subjek penelitian ................................... 5

Tabel II. Kelengkapan informasi yang tercantum pada kemasan OT ............. 15

Tabel III. Profil spesies tanaman obat yang memiliki frekuensi

kemunculan paling tinggi pada masing-masing industri .................. 22

Tabel IV. Jumlah kemunculan industri OT yang memanfaatkan jenis

tanaman obat tertentu ....................................................................... 24

Tabel V. Jumlah jenis TO tiap industri OT ..................................................... 27

Tabel VI. Jenis tanaman obat yang memiliki jumlah kemunculan

paling tinggi pada khasiat OT tertentu ............................................. 28

Tabel VII. Klaim khasiat Curcuma xanthorrhiza jika dibandingkan

dengan hasil penelitian lain .............................................................. 33

Tabel VIII. Rerata jumlah jenis tanaman obat beserta jumlah tertinggi

dan terendah tiap OT pada masing-masing industri OT .................. 35

Tabel IX. Jumlah produk tiap golongan OT pada kategori khasiat OT ........... 38

Tabel X. Rerata jumlah jenis tanaman obat tiap OT pada masing-

masing khasiat OT ............................................................................ 40

Tabel XI. Jumlah kemunculan simplisia/ekstrak tiap industri OT ................... 42

Tabel XII. Profil penggunaan bentuk sediaan produk OT ................................. 45

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Profil jumlah industri yang memanfaatkan tanaman obat

tertentu dengan jumlah kemunculan pemanfaatan tertinggi ............ 23

Gambar 2. Jumlah produk masing-masing industri OT ..................................... 26

Gambar 3. Jumlah khasiat yang memaanfaatkan jenis tanaman obat

tertentu dalam jumlah kemunculan tertinggi .................................... 31

Gambar 4. Jumlah industri OT yang memanfaatkan bentuk sediaan

tertentu dalam jumlah kemunculan tertinggi .................................... 43

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Cover Daftar Obat Alam (DOA) edisi III tahun 2008 yang

dikeluarkan oleh Himpunan Seminat Apoteker Industri Obat

Tradisional bersama PD. ISFI Jawa Tengah ............................... 53

Lampiran 2. Surat Persetujuan Ijin Penelitian dari GP Jamu Jawa Tengah ..... 54

Lampiran 3. Alur Penelitian ............................................................................ 55

xvii
BAB I
PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tanaman obat sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak

ribuan tahun yang lalu. Di Indonesia, penggunaan tanaman obat alami telah ada

sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan

budaya. Pemerintah melalui Kebijakan Obat Tradisional Nasional dalam

Keputusan Menteri Kesehatan No.381/Menkes/SK/III/2007 menegaskan

dorongan pemerintah terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan

tradisional secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional (OT)

dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan (Anonim, 2007). Kecenderungan

kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam tidak hanya berlaku di

Indonesia, tetapi juga berlaku dibanyak negara, karena diyakini mempunyai efek

samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat kimia modern (Maheshwari,

2002).

WHO (World Health Organization) pada tahun 1985 memprediksi

bahwa sekitar 80% penduduk dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk

pemeliharaan kesehatan primernya (Peter and Whitehouse, 1999). Dengan tingkat

kebutuhan penduduk dunia terhadap obat-obatan alami sangat tinggi, hal ini

merupakan peluang pasar yang baik bagi industri yang menggunakan tanaman

obat sebagai bahan bakunya. Berdasarkan Lampiran Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380, Bahan Baku

1
2

didefinisikan sebagai simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan

lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang berubah

maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional,

walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan.

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati

terbesar di dunia (Sampurno, 2009). Dari sekitar 30.000 jenis tumbuhan, 9.600

diantaranya merupakan spesies tanaman berkhasiat obat (Anonim, 2007). Namun,

kekayaan alam berupa tumbuhan obat belum dikelola dengan baik, termasuk budi

daya, penelitian dan pemanfaatannya (Sampurno, 2009).

Penelitian dan pengembangan OT di Indonesia masih belum optimal

terutama masih lemahnya koordinasi dan jaringan R&D di Indonesia (Sampurno,

2009). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional, pada masyarakat

Jawa dan Madura telah terdapat informasi tertulis tentang jamu yang hingga kini

terpelihara dengan baik di Perpustakaan Kraton Surakarta, yaitu yang dikenal

dengan sebutan Serat Kawruh dan Serat Centhini. Serat Kawruh memberikan

informasi yang sistematik tentang jamu, memuat 1.734 ramuan yang dibuat dari

bahan alam dan cara penggunaannya. Pada awal tahun 2009 dikeluarkan buku

Daftar Obat Alam (DOA) edisi III tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Himpunan

Seminat Apoteker Industri Obat Tradisional bersama PD. ISFI Jawa Tengah

sebagai pedoman data ramuan OT yang diproduksi oleh 18 Industri OT di

Provinsi Jawa Tengah. Namun, buku tersebut belum dilengkapi dengan informasi

mengenai profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT pada masing-
3

masing industri maupun khasiat. Maka penelitian ini dirancang untuk meneliti

profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT pada masing-masing

industri maupun khasiat serta menerangkan evaluasi terhadap pemanfaatan

tanaman obat. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

industri OT yang tercantum dalam indeks industri buku DOA. Penelitian

dilakukan dengan metode studi pustaka dengan menggunakan buku DOA sebagai

acuan utama penelitian ini dan buku-buku penunjang yang relevan, yang

kemudian diolah menjadi data yang sifatnya deskriptif evaluatif untuk

menunjukkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini.

Dalam Development of National Policy in Traditional Medicine, WHO

menerangkan bahwa pemerintah memiliki peran dalam bidang OT untuk

mengembangkan database mengenai OT (Anonim, 2000b). Oleh karena itu

database dan hasil evaluasi ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam

memberikan informasi mengenai profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan

baku OT, sehingga kita dapat memprediksi dan berkesempatan untuk dapat

mengembangkan OT Indonesia yang dapat berupa Jamu, Obat Herbal Terstandar

(OHT), atau Fitofarmaka dari produk yang sudah ada maupun jenis baru yang

belum pernah ada sebelumnya.

1. Permasalahan
a. Bagaimana profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT

berdasarkan data tiap industri OT?

b. Bagaimana profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT

berdasarkan data tiap khasiat OT?


4

c. Bagaimana profil jumlah jenis tanaman obat sebagai penyusun setiap OT

pada masing-masing industri OT?

d. Bagaimana profil jumlah jenis tanaman obat penyusun setiap OT pada

masing-masing khasiat OT?

e. Bagaimana profil pemanfaatan tanaman obat dalam bentuk simplisia dan

ekstrak serta bentuk sediaan yang digunakan dalam OT?

2. Keaslian penelitian
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema skripsi ini adalah

penelitian dari Wisely (2010) yang berjudul ”Studi Tentang Pemahaman Obat

Tradisional Berdasarkan Informasi pada Kemasan dan Alasan Pemilihan Jamu

Ramuan Segar atau Jamu Instan pada Masyarakat Desa Maguwoharjo”.

Sebagian data yang terdapat di skripsi sudah dipublikasikan pada

Proseeding Seminar Nasional POKJANAS TOI XXXVI tanggal 13-14 Mei 2009.

Data yang sudah dipublikasi sebelumnya antara lain adalah database

informasi OT yang diproduksi oleh industri obat tradisional di PT. Industri Jamu

Borobudur, jumlah kemunculan jenis tanaman obat sebagai bahan baku di industri

OT di PT. Industri Jamu Borobudur, daftar jenis tanaman obat yang digunakan

oleh industri obat tradisional PT. Industri Jamu Borobudur, serta jumlah

kemunculan jumlah tanaman obat terhadap 9600 tanaman berkhasiat obat yang

digunakan oleh industri obat tradisional PT. Industri Jamu Borobudur.

Data yang diambil dari eksplorasi buku setelah publikasi dilakukan

antara lain database informasi jumlah OT yang diproduksi oleh industri OT,

jumlah kemunculan jenis tanaman obat sebagai bahan baku berdasarkan data tiap

industri OT dan berdasarkan data tiap khasiat OT, jumlah jenis tanaman obat yang
5

digunakan oleh industri OT, jumlah kemunculan tanaman obat yang digunakan

tiap industri OT dan tiap khasiat OT, jumlah jenis tanaman obat penyusun OT

berdasarkan data tiap industri OT dan data tiap khasiat OT, jumlah kemunculan

tanaman obat dalam bentuk ekstrak dan simplisia, serta bentuk sediaan yang

digunakan dalam OT pada industri obat tradisional :

Tabel I. Daftar industri OT sebagai subjek penelitian


No. Nama Industri Obat Tradisional
1. PT. Air Mancur
2. PT. Dami Sariwana
3. PT.Deltomed Laboratories
4. PT. Dragon Prima Farma
5. PT. Leo Agung Raya
6. PT. Marguna Tarulata,
7. PT. Sinde Budi Sentosa
8. Industri Jamu Dua Putri Dewi
9. PT. Nyonya Meneer
10. PT. Maryong Mondo
11. IOT Sari Sehat QQ PT. Capung Indah Abadi
12. PT. Sido Muncul
13. P.J. Tingbao (Cap Semar)
14. PT. Jago
15. PT. Jamu Ibu Tjipto
16. PT. Jamu Indonesia Simona
17. PT. Phapros TBK
18. PT. Industri Jamu Borobudur

Pada Industri Jamu Borobudur data baru yang diambil adalah database

jumlah kemunculan tanaman obat yang digunakan tiap khasiat OT, jumlah jenis

tanaman obat penyusun OT berdasarkan data tiap industri OT dan data tiap

khasiat OT, jumlah kemunculan tanaman obat dalam bentuk ekstrak dan simplisia,

serta bentuk sediaan yang digunakan dalam OT pada industri OT.


6

3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu

pengetahuan di bidang kefarmasian, terkait dengan bidang penelitian dan

pengembangan OT.

b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pendukung penelitian untuk

pengembangan ramuan OT serta dapat dijadikan informasi pendukung dalam

mengevaluasi produk OT yang ada di Provinsi Jawa Tengah, terutama bagi OT

yang tercantum di dalam buku DOA.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memberi informasi mengenai evaluasi pemanfaatan tanaman obat

sebagai bahan baku di Industri OT yang terdapat di Jawa Tengah.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT

berdasarkan data tiap industri OT.

b. Mengetahui profil pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku OT

berdasarkan data tiap khasiat OT.

c. Mengetahui profil jumlah jenis tanaman obat sebagai penyusun setiap OT

pada masing-masing industri OT.

d. Mengetahui profil jumlah jenis tanaman obat penyusun setiap OT pada

masing-masing khasiat OT.

e. Mengetahui profil pemanfaatan tanaman obat dalam bentuk simplisia dan

ekstrak serta bentuk sediaan yang digunakan dalam OT.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Obat

Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

tertinggi ke-2 di dunia setelah Brazilia. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia

sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia (Anonim, 1992b). Dari sekitar

30.000 jenis tumbuhan, 9.600 diantaranya merupakan spesies tanaman berkhasiat

obat (Anonim, 2007).

Menurut Depkes RI, definisi tanaman obat Indonesia sebagaimana

tercantum dalam SK Menkes No. 149 /SK /Menkes/IV/1978, yaitu tanaman atau

bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan OT atau jamu ; tanaman atau

bagaian tanaman yang digunakan sebagai formula bahan baku obat; atau tanaman

atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstraksi tersebut digunakan sebagai

obat (Siswanto, 1997; Sutarjadi, 1992).

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan (Anonim, 2005a). Sediaan galenik adalah hasil

ekstraksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau

hewan (Anonim, 2005b).

Beberapa bahan obat alam yang telah dikembangkan oleh Badan POM

pada tahun 2004-2005 adalah mengkudu, daun salam, daun jambu biji, jati

belanda, temulawak, cabe jawa, sambiloto, kunyit, dan jahe merah. Tanaman ini

7
8

sudah cukup luas digunakan dan referensi ilmiah dan penelitian mengenai 9

tanaman obat tersebut cukup memadai (Sampurno, 2009).

Tanaman obat telah digunakan pada banyak sistem pengobatan

tradisional sebagai agen terapi langsung atau sebagai “raw material” untuk

produk-produk farmasetik, dan lebih jauh lagi, kandungan dengan struktur

kimianya dapat diambil dari tanaman dan digunakan sebagai model komponen

sintetik (Anonim, 2000b).

B. Obat Tradisional

1. Peraturan mengenai obat tradisional di Indonesia

Menurut Undang-undang RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

obat tradisional (OT) didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa

bahan-bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau

campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 2000).

Obat tradisional (OT) dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam

berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No:

HK.00.05.4.2411, yaitu pada Pasal 1:

(1) Yang dimaksud dengan obat alam Indonesia adalah obat bahan alam yang
diproduksi di Indonesia;
(2) Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan
menjadi:
a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar
c. Fitofarmaka
9

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

RI No: HK.00.05.41.1384 mengenai Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat

Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, Jamu adalah obat

tradisional Indonesia sedangkan Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat

bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan

uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.

761/MENKES/SK/IX/1992, Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau

sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Ramuan

(komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/sediaan galenik. Bila tidak

mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan galenik dengan

syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut

masing-masing sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya

berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992a).

2. Bahan baku obat tradisional

Berdasarkan Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan

Makanan RI No. HK.00.05.4.1280, obat tradisional adalah produk yang dibuat

dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga

untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik

dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku. Mutu

dari produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu,

bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani. Bahan awal adalah bahan
10

baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu produk obat

tradisional. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau

bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang berubah

maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional,

walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat dalam produk ruahan.

3. Obat tradisional di negara lain

Di China, terdapat sekitar 2000 jenis tanaman obat yang digunakan

dalam 3300 obat China yang beredar di pasar dan 1.249 di antaranya terdaftar

sebagai Obat Esensial Nasional RRC. Perkembangan Traditional Chinese

Medicine (TCM) didukung dengan adanya support dari pemerintah serta adanya

Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Suplies Practice (GSP) yang

menjadi standar pengembangan TCM (Anonim, 2000c).

Di India diperkirakan terdapat 6000 tanaman dan 3000 diantaranya

diketahui berkhasiat obat. Terdapat 7000 industri obat tradisional di India baik

yang telah memiliki standarisasi maupun yang belum (Rajshekharan, 2002).

Di Jepang, lebih dari 140 jenis obat herbal telah dimasukkan dalam

daftar skema asuransi kesehatan nasional. Dan pada tahun 1967, Sistem Asuransi

Kesehatan Nasional Korea telah memasukkan obat tradisional ke dalam list

mereka. Pada tahun 1996 Korea bahkan membentuk Biro Obat Tradisional

sebagai biro penting pada Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan (Sampurno,

2009).

Amerika Serikat sebagian besar obat tradisional diproduksi dalam

bentuk dietary supplement dan diatur dalam The Dietary Supplement Health and
11

Education Act (DSHEA). Legislasi yang dilakukan hanya memperbolehkan klaim

“structure and function” dan tidak memperolehkan klaim untuk diagnosa,

pencegahan, dan penyembuhan penyakit (Sampurno, 2009).

Indonesia, meskipun telah memiliki peraturan yang bersifat teknis ( di

tingkat Menteri), belum memiliki Undang-Undang yang secara khusus mengatur

obat tradisional (Sampurno, 2009).

C. Industri Obat Tradisional

Berdasarkan Permenkes No.246/MenKes/Per/V/1990, industri obat

tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan industri kecil obat

tradisional berdasarkan total aset yang mereka miliki, tidak termasuk harga tanah

dan bangunan (Hutapea, 2000).

Industri obat tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat

tradisional dengan total aset di atas Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah),

tidak termasuk harga tanah dan bangunan. Industri kecil obat tradisional (IKOT)

adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp.

600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan

(Anonim, 1990).

Terdapat lebih dari 900 industri kecil dan 130 industri menengah jamu

dan obat tradisional. Namun, baru 69 di antaranya yang mendapat sertifikasi Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) (Anonim, 2010).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Evaluasi Pemanfaatan Tanaman Obat

Sebagai Bahan Baku pada Industri Obat Tradisional di Jawa Tengah Berdasarkan

Buku Daftar Obat Alam (DOA)” termasuk model penelitian studi pustaka dan

merupakan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian ini hanya menyuguhkan

sedeskriptif mungkin fenomena yang terjadi, tanpa mencoba menganalisa

bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).

B. Definisi Operasional

1. Pemanfaatan tanaman obat, yaitu penggunaan tanaman obat sebagai bahan

baku dalam produksi obat tradisional di industri obat tradisional.

2. Industri OT, yaitu mencakup industri obat tradisional, industri kecil obat

tradisional, serta industri farmasi yang memiliki divisi obat tradisional.

3. Database tanaman obat, yaitu menerangkan kumpulan data tentang jumlah

kemunculan obat berdasarkan data tiap industri OT dan data tiap khasiat OT,

rerata jumlah jenis tanaman obat dan jumlah jenis tanaman obat tertinggi dan

terendah berdasarkan data tiap industri OT dan data tiap khasiat OT, jumlah

kemunculan tanaman obat sebagai simplisia/ekstrak berdasarkan data tiap

industri OT, dan jumlah kemunculan bentuk sediaan OT.

4. Jumlah produk OT diperoleh dari perhitungan jenis sediaan. Maka, jika dalam

1 nama obat tradisional terdapat 3 jenis sediaan (kapsul, pil, tablet), maka

jumlah produk dihitung 3 produk.

12
13

5. Definisi lambang untuk masing-masing industri obat tradisional :

i. PT. AM = PT. Air Mancur

ii. PT. DS = PT. Dami Sariwana

iii. PT. DL = PT. Deltomed Laboratories

iv. PT. DPF = PT. Dragon Prima Farma

v. PT. LAR = PT. Leo Agung Raya

vi. PT. MT = PT. Marguna Tarulata

vii. PT. SBS = PT. Sinde Budi Sentosa

viii. PT. IJDPD = Industri Jamu Dua Putri Dewi

ix. PT. NM = PT. Nyonya Meneer

x. PT. MM = PT. Maryong Mondo

xi. PT. IOTSS = PT. IOT Sari Sehat QQ. PT. Capung Indah Abadi

xii. PT. SM = PT. Sido Muncul

xiii. PT. Tb = P.J. Tingbao (Cap Semar)

xiv. PT. Jg = PT. Jago

xv. PT. ITj = PT. Ibu Tjipto

xvi. PT. JIS = PT. Jamu Indonesia Simona

xvii. PT. Ph = PT. Phapros Tbk.

xviii. PT. SS = PT. Sekarsari Sakti

xix. PT. IJB = PT. Industri Jamu Borobudur


14

7. Definisi bentuk sediaan OT yang tercantum dalam pembahasan, yaitu :

a. Rajangan: sediaan OT berupa potongan simplisia, campuran simplisia,

atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya

dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.

b. Serbuk: sediaan OT berupa butiran homogen dengan derajat halus yang

cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik, atau

campurannya.

c. Serbuk instan: sediaan OT dalam bentuk serbuk yang terlarut di dalam air

dan jika tidak dinyatakan lain mengandung pemanis.

d. Pil: sediaan padat OT berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk

simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.

e. Kapsul: sediaan OT yang terbungkus cangkang keras atau lunak; bahan

bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.

f. Tablet: sediaan OT padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam

bentuk pipih, kedua permukaannya rata atau cembung, terbuat dari sediaan

galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.

g. Kaplet: sediaan OT padat kompak berbentuk, dibuat secara kempa cetak,

dalam bentuk pipih silindris (seperti kapsul), kedua permukaannya rata

atau cembung, terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan

tambahan.

h. Cairan Obat Dalam (COD): sediaan OT berupa larutan emulsi atau

suspensi dalam air; bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau

sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam.


15

i. Cairan Obat Luar (COL): sediaan OT berupa larutan suspensi atau emulsi;

bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai

obat luar.

j. Sediaan Paket : sediaan OT berupa gabungan dari beberapa produk,

misalnya pilis, tapel, parem, minyak telon, dan lain sebagainya.

C. Subyek Penelitian dan Teknik Sensus

Subyek yang digunakan penelitian ini adalah seluruh industri OT yang

tercantum di buku Daftar Obat Alam (DOA) edisi III tahun 2008 yang

dikeluarkan oleh Himpunan Seminat Apoteker Industri Obat Tradisional bersama

PD. ISFI Jawa Tengah.

Tabel II. Kelengkapan informasi yang tercantum pada DOA


No. Data Tersedia Keterangan
1. Nama Industri OT √
2. Golongan OT √
3. khasiat OT √
4. Nama Produk √
5. Bentuk Sediaan √
6. Komponen √
7. Identifikasi √
ekstrak/simplisia
8. Khasiat -
9. Aturan Pakai -
10. Kemasan -
11. Anjuran -
12. Reaksi Samping -
13. Satuan -
14. No. Registrasi OT -
Keterangan : √ = data digunakan dalam penelitian
- = data tidak digunakan dalam penelitian

Berdasarkan kelengkapan informasi pada tabel II terdapat 7 informasi

yang tercantum di dalam kemasan OT yang digunakan sebagai data dalam

penelitian ini.
16

Dari buku DOA tersebut, terdapat 18 industri OT yang tercantum pada

indeks industri OT, namun pada rincian produk tercantum produk dari PT. SS.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Sekretariat Gabungan Pengusaha Jamu

Jawa Tengah, PT. SS sudah tidak lagi beroperasi dan telah dinyatakan gulung

tikar. Sehingga untuk menunjukkan kekinian database tanaman obat, maka

produk PT. SS tidak dimasukkan dalam database tanaman obat. Data

pemanfaatan tanaman obat dari PT. IJB, telah dipublikasikan hasilnya dalam

Seminar Nasional POKJANAS TOI XXXVI dan digunakan sebagai data sekunder

untuk membandingkan hasil yang diperoleh.

Terdapat 4 golongan obat alam yang terdaftar dalam buku DOA,

diantaranya golongan jamu, OHT, fitofarmaka, dan suplemen. Namun dengan

merunut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No:

HK.00.05.4.2411 pasal (2) yang menjelaskan bahwa berdasarkan cara pembuatan

serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam di

Indonesia dikelompokkan menjadi jamu, OHT, dan fitofarmaka, maka golongan

suplemen tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.

Pengambilan data menggunakan teknik sensus dengan mendata

seluruh industri yang terdaftar dalam indeks industri OT buku DOA. Semua

produk obat tradisional yang tercantum di dalam buku DOA sudah terdaftar di

Badan POM RI dan bebas dari Bahan Kimia Obat (BKO).

D. Analisis Data

Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan diagram

batang. Bentuk tabulasi akan digunakan untuk menampilkan sebagian kecil data
17

jumlah kemunculan tanaman obat pada individual industri maupun khasiat dalam

bentuk jumlah kemunculan. Bentuk diagram batang digunakan untuk

menampilkan seluruh data pada individual industri maupun khasiat serta profil

keseluruhan pemanfaatan tanaman obat baik dalam bentuk jumlah kemunculan

maupun dalam bentuk jumlah tanaman obat dalam produk OT. Kedua bentuk

penyajian data ini akan ditampilkan secara runut sesuai dengan abjad A sampai Z.

Pemilihan bentuk tabel dimaksudkan untuk mempermudah pembaca

dalam memahami garis besar isi yang disampaikan penulis. Sedangkan bentuk

diagram batang digunakan untuk mempermudah pembaca memahami sejumlah

data yang disajikan bersamaan untuk mengintegrasikan data.

Data yang disajikan diperoleh dengan beberapa rumus sederhana yang

bertujuan untuk mempermudah pembaca menafsirkan profil pemanfaatan tanaman

obat, yaitu sebagai berikut:

a. Profil pemanfaatan tanaman obat pada industri OT.

i. Frekuensi kemunculan spesies tanaman obat pada industri OT

ii. Frekuensi kemunculan industri OT yang memanfaatkan spesies

tanaman obat

Keterangan : kemunculan spesies tanaman obat = 1; dan

ketidakmunculan spesies tanaman obat = 0.


18

iii. Jumlah tanaman obat tiap industri obat tradisional dan seluruh

industri

b. Profil kemunculan tanaman obat pada khasiat produk OT

c. Profil jumlah tanaman obat dalam setiap produk OT pada industri OT

d. Profil jumlah tanaman obat dalam setiap produk OT pada khasiat produk OT

e. Profil bentuk tanaman obat serta bentuk sediaan OT pada industri OT

i. Frekuensi kemunculan simplisia/ekstrak tiap industri OT

ii. Frekuensi kemunculan bentuk sediaan tiap industri OT

E. Cara Penelitian

1. Studi Pustaka

Penelitian ini dimulai dengan mencari pustaka-pustaka terkait

pemanfaatan, tanaman obat, OT, industri OT, metodologi penelitian serta

informasi lain yang terkait guna memperlancar penyusunan skripsi ini. Tahap ini
19

dilakukan untuk mendapatkan dasar-dasar yang jelas mengenai arah penelitian

sehingga dapat meminimalkan atau bahkan meniadakan kesalahan.

2. Pengambilan data

a. Penentuan subjek penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah buku Daftar Obar

Alam (DOA) dan ditentukan dengan metode sensus, yaitu dengan mendata

seluruh produk yang diproduksi oleh industri OT dan sudah terdaftar.

b. Perijinan

Buku DOA merupakan buku yang diterbitkan oleh Himpunan Seminat

Apoteker Industri Obat Tradisional dan PD. ISFI Jawa Tengah. Oleh karena itu

dalam proses pengambilan data, penulis perlu mendapatkan ijin dari pihak

penerbit untuk dapat menggunakan data yang tertera di dalam buku DOA.

3. Analisis data

Data yang diambil seluruhnya merupakan data kemunculan tanaman

obat, ekstrak/simplisia, dan bentuk sediaan terhadap sejumlah produk OT. Data

kemunculan ini ditampilkan dalam bentuk frekuensi. Setelah penulis memperoleh

informasi mengenai frekuensi masing-masing tanaman obat, data frekuensi yang

paling sering muncul yang kemudian ditampilkan pada hasil penelitian.

Berdasarkan informasi yang telah penulis rangkum, diketahui terdapat

18 industri dari sejumlah 10 IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional) dan 92 IOT

(Industri Obat Tradisional) yang tercantum di dalam buku DOA. Produk yang

tercantum di dalam buku DOA seluruhnya merupakan produk OT yang sudah

terdaftar di Badan POM RI dan bebas dari Bahan Kimia Obat (BKO).
20

Untuk memastikan kebenaran hasil dari penelitian ini, penulis secara

terus menerus memeriksa ulang hasil yang diperoleh. Tujuannya adalah agar

penulis yakin bahwa data yang dirangkum sudah sesuai dengan yang tercantum di

dalam buku DOA.

4. Evaluasi data

Hasil dari penelitian ini kemudian akan dievaluasi. Evaluasi ini

bertujuan untuk menguatkan data frekuensi pemanfaatan tanaman obat yang

diperoleh sehingga data dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca.

F. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang dialami penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Teknik populasi yang digunakan menyebabkan data yang digunakan sangat

beragam dan kompleks, sehingga kemungkinan kesalahan memasukkan data

menyebabkan waktu yang digunakan untuk mengolah data cukup lama.

b. Seringkali terdapat kesalahan dalam penulisan nama simplisia/ekstrak atau

istilah-istilah yang tertulis di dalam buku DOA yang memperlambat

pengerjaan data.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pemanfaatan Tanaman Obat sebagai Bahan Baku Berdasarkan


Data Tiap Industri OT

Keanekaragaman hayati (biodiversity) berupa tanaman obat (TO)

Indonesia sudah banyak dimanfaatkan oleh sejumlah industri OT di Indonesia.

Sejumlah 18 industri yang telah mendaftarkan produk OT yang diproduksi yang

terdokumentasi di buku DOA. Keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan dalam

produk OT dapat berupa hewan, tanaman, atau mineral dalam bentuk ekstrak

maupun simplisia.

Pada buku DOA tercantum sejumlah 1033 produk OT yang terdiri dari

2 produk Fitofarmaka, 2 produk obat herbal terstandar (OHT), dan 1029 produk

merupakan golongan jamu. Dari sejumlah 1033 produk OT tersebut, diketahui

99,71 % produk OT menggunakan tanaman obat sebagai bahan baku produknya.

Sebesar 0,29 % produk OT tidak menggunakan tanaman obat sebagai bahan baku.

Jumlah kemunculan tanaman sebagai bahan baku industri OT adalah sebagai

berikut:

1. Jumlah kemunculan spesies tanaman obat pada industri OT

Berikut ini adalah gambaran singkat pemanfaatan spesies tanaman obat

pada masing-masing industri OT yang diwakili dengan nama spesies tanaman

obat yang yang paling banyak muncul dalam produk masing-masing industri OT :

21
22

Tabel III. Profil spesies tanaman obat yang memiliki frekuensi kemunculan
paling tinggi pada masing-masing industri
Nama Industri
No. Nama Tanaman Obat Frekuensi
OT
1. PT. AM Curcuma xanthorrhiza 36/55
2. PT. DM Curcuma xanthorrhiza 14/53
3. PT. DL Blumea balsamifera 6/15
4. PT. DPF Melaleuca leucadendron 3/10
5. PT. LAR Curcuma xanthorrhiza 52/88
6. PT. MT Kaempferia galanga 3/6
Phylanthus niruci dan
7. PT. SBS 1/1
Serycocalyc crispus *)
Languas galanga, Myristica fragrans,
8. PT. IJDPD Piper retrofractum, Zingiber 2/2
aromaticum, dan Zingiber officinale *)
9. PT. NM Curcuma xanthorrhiza 70/144
10. PT. MM Curcuma xanthorrhiza 70/113
11. PT. IOTSS Guazuma ulmifilia 2/4
12. PT. SM Curcuma xanthorrhiza 40/135
Curcuma xanthorrhiza dan
13. PT. Tb 7/17
Zingiber aromaticum *)
14. PT. Jg Curcuma xanthorrhiza 49/108
15. PT. IJB Curcuma domestica 28/69
16. PT. ITj Curcuma xanthorrhiza 32/70
Allium sativum, Apium graviolens,
Cassia senna, Catharanthus roseus,
Curcuma longa, Curcuma zedoaria,
17. PT. JIS Cynara scolymus, Foeniculum vulgare, 1/8
Ganoderma lucidum, Orthosiphon
stamineus, Piper methysticum, Rheum
officinale, Silybum marianum *)
18. PT. IJB Curcuma xanthorrhiza 67/135
*)
Keterangan : = tanaman obat memiliki frekuensi kemunculan yang sama

Jumlah kemunculan spesies tanaman obat dengan nilai yang sama

terdapat pada PT. SBS dengan 2 tanaman obat yang sama dan PT. IJDPD dengan

5 tanaman obat yang sama. Jumlah kemunculan spesies tanaman obat dengan nilai

yang sama juga terjadi pada PT. Tb yang menunjukkan jumlah kemunculan yang

sama pada 2 spesies tanaman berbeda dan PT. Ph yang menunjukkan jumlah

kemunculan yang sama pada 14 spesies tanaman obat berbeda. Kesamaan jumlah

kemunculan pada beberapa spesies ini menyebabkan tidak diperolehnya data

spesies tanaman yang benar-benar memiliki frekuensi kemunculan tertinggi.


23

Dengan demikian, keempat industri yang memiliki lebih dari satu spesies tanaman

obat dengan nilai jumlah kemunculan tertinggi ini digolongkan sebagai industri

OT yang tidak memiliki spesies tanaman obat dengan jumlah kemunculan

tersering.

Gambar 1. Profil jumlah industri yang memanfaatkan tanaman obat


tertentu dengan kemunculan tertinggi

Dengan mengkategorikan data yang diperoleh dari PT. SBS, PT.

IJDPD, PT. Tb dan PT. Ph sebagai data industri yang tidak memiliki spesies

tanaman obat dengan jumlah kemunculan tertinggi, diperoleh data bahwa terdapat

9 (50%) industri menggunakan spesies Curcuma xanthorrhiza dengan jumlah

kemunculan tertinggi. Maka dapat dikatakan bahwa spesies Curcuma

xanthorrhiza merupakan spesies yang paling banyak digunakan sebagai bahan

baku pada sebagian besar industri OT.


24

Curcuma xanthorrhiza atau yang lazim disebut temulawak merupakan

tanaman yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Tanaman ini merupakan

satu dari 9 tanaman unggulan yang telah dikembangkan Balai Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM) pada tahun 2004-2005. Disebut tanaman unggulan karena

Curcuma xanthorrhiza tumbuh hampir diseluruh Indonesia dan telah digunakan

secara luas oleh masyarakat. Referensi ilmiah dan penelitian terhadap Curcuma

xanthorrhiza ini relatif cukup memadai (Sampurno, 2009). Hal ini yang mungkin

mendorong 50% industri OT memanfaatkan Curcuma xanthorrhiza dengan

jumlah kemunculan paling tinggi jika dibandingkan dengan spesies lain.

2. Profil jumlah industri OT yang memanfaatkan jenis tanaman obat


tertentu

Dari sejumlah tanaman obat yang digunakan pada masing-masing

industri OT, tidak setiap spesies tanaman obat dimanfaatkan oleh seluruh industri

OT. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai jumlah industri OT yang

memanfaatkan jenis tanaman obat tertentu. Hasil yang diperoleh dari perhitungan

menunjukkan bahwa tanaman tertentu telah dimanfaatkan oleh sekian persen

industri OT dari total industri OT yang tercantum di buku DOA.

Tabel IV. Jumlah kemunculan industri OT yang memanfaatkan jenis


tanaman obat tertentu
No.
Nama tanaman obat Frekuensi

1. Foeniculum vulgare 15/18


2. Myristica fragrans 14/18
3. Piper retrofractum 14/18
4. Curcuma domestica 13/18
Curcuma
5. 13/18
xanthorrhiza
25

Tabel IV. menunjukkan bahwa Foeniculum vulgare atau yang dikenal

sebagai adas digunakan di 15 industri OT dari 18 industri OT yang tercantum

pada indeks buku DOA. Foeniculum vulgare sendiri dikenal sebagai bumbu

masak dan juga berfungsi sebagai tanaman berkhasiat obat. Di China, Meksiko,

dan India, adas dikenal sebagai tanaman obat yang mampu mengobati penyakit

dada, ginjal, punggung, perut kejang, kanker usus, gangguan pencernaan, radang

usus, dan gangguan pernafasan (Charles et al., 1993; Simon, 1997; Foster, 2000;

Johnson, 2000). Berdasarkan penelitian Pudjiastuti et al. (1998), adas berpotensi

menanggulangi masalah susah tidur. Sedangkan di dalam formulasi, adas

digunakan sebagai bahan pengisi (Katno, 2009).

Myristica fragrans telah diselidiki memiliki potensi untuk

dikembangkan menjadi fitofarmaka pada khasiat sebagai sedative (Katno, 2009).

Piper retrofractum atau yang dikenal sebagai cabe jawa berfungsi untuk

meningkatkan vitalitas pria (Pribadi, 2009). Curcuma domestica digunakan pada

bagian rimpangnya dan merupakan TO yang berpotensi untuk dikembangkan

sebagai fitofarmaka dalam khasiat anti hepatitis, artitis, dan antiseptik. Sedangkan

Curcuma xanthorrhiza berpotensi untuk dikembangkan menjadi fitofarmaka pada

khasiat anti hepatitis dan artitis (Katno, 2009). Tanaman Piper retrofractum,

Curcuma domestica, dan Curcuma xanthorrhiza merupakan 3 dari 9 TO unggulan

yang dikembangkan Badan POM pada tahun 2004-2005 (Sampurno, 2009).

Beberapa TO yang tercantum di atas merupakan TO yang dikenal

memiliki efek farmakologi yang menguntungkan bagi manusia. Di bawah ini

merupakan TO yang digunakan dalam produk OT di Jawa Tengah namun dilarang


26

penggunaannya berdasarkan Lampiran 14. Peraturan Kepala Badan POM RI No.

HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,

Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka: Croton tiglium semen (biji) masih

digunakan dalam 1 dari 1033 produk OT yang tercantum di dalam buku DOA.

Tanaman ini digunakan oleh PT. SM pada indikasi laksansia.

3. Jumlah kemunculan tanaman obat terhadap 9600 tanaman berkhasiat


obat

a. Jumlah kemunculan tanaman obat tiap industri OT

Dengan keanekaragamannya hayatinya, Indonesia memiliki 9600

spesies tanaman yang diakui memiliki khasiat obat (Anonim, 2000). Berikut

adalah total produk yang diproduksi pada masing-masing industri:

Gambar 2. Jumlah produk masing-masing industri OT

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku DOA, diperoleh

jumlah kemunculan tanaman obat masing-masing industri terhadap 9600 tanaman

berkhasiat obat yang ada di Indonesia sebagai berikut:


27

Tabel V. Jumlah jenis TO tiap Industri OT


PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT. PT.
Industri PT.DS
AM DL DPF LAR MT SBS IJDPD NM
Jumlah 62 71 31 11 72 16 2 5 89
PT. PT. PT. PT.T PT. PT. PT.
Industri PT.Jg PT.Ph
MM IOTSS SM b ITj JIS IJB
Jumlah 74 8 125 47 79 100 98 14 88

Berdasarkan tabel, dapat kita ketahui bahwa industri yang

memanfaatkan tanaman obat dalam jumlah paling banyak berdasarkan buku DOA

adalah PT. SM. Industri OT yang memanfaarkan tanaman obat dalam jumlah yang

paling sedikit berdasarkan buku DOA adalah PT. SBS.

b. Jumlah kemunculan tanaman obat seluruh industri OT

Berdasarkan informasi yang tercantum di dalam buku DOA, terdapat

259 tanaman obat yang telah dimanfaatkan oleh sebanyak 18 industri OT.

Sejumlah 259 tanaman obat telah dimanfaatkan untuk memproduksi 1033 produk

OT. Jumlah tersebut masih lebih kecil bila dibandingkan dengan sejumlah 9600

tanaman berkhasiat obat yang ada di Indonesia.

Di China, terdapat sekitar 2000 jenis tanaman obat yang digunakan

dalam 3300 obat China yang beredar di pasar. Sejumlah 1.249 obat di antaranya

terdaftar sebagai Obat Esensial Nasional RRC.

B. Profil Pemanfaatan Tanaman Obat sebagai Bahan Baku Berdasarkan


Data Tiap Khasiat OT

Terdapat 49 khasiat yang tercantum di dalam buku DOA. Masing-

masing produk OT tersusun atas bahan baku tertentu yang berfungsi sebagai

bahan baku. Berikut merupakan hasil yang diperoleh dari data yang tersedia

dalam buku DOA :


28

Tabel VI. Jenis tanaman obat yang memiliki jumlah kemunculan paling
tinggi pada khasiat OT tertentu
No. Khasiat Tanaman Obat No. Khasiat Tanaman Obat
Anti Flatulen/Dispepsia/ Curcuma
1. Anti Cacing - 16.
Gastritis xanthorrhiza
Valeriana Orthosiphon
2. Anti Ansietas 17. Diuretik/Urolitik
officinale grandiflorus
Curcuma Kaempferia
3. Anti Asma 18. Kolagogum
xanthorrhiza galanga
Andrographis
4. Anti Diabetes 19. Kontraseptif -
paniculata
Curcuma
5. Anti Diare 20. Anti Migrain Alstonia scolaris
domestica
Curcuma Curcuma
6. Anti Hepatitis 21. Anti Haemorrhoid/Wasir
xanthorrhiza xanthorrhiza
7. Anti Herpes - 22. Laktagogum -
Anti
Guazuma Curcuma
8. Hiperlipidemia/Obesi 23. Menstrual Disorder
ulmifilia xanthorrhiza
tas
Curcuma
9. Anti Kolesterol 24. Aphrodisiak -
xanthorrhiza
Orthosiphon
10. Anti Hipertensi 25. Aphrodisiak khusus Pria Zingiber officinale
aristatus
Curcuma Aphrodisiak khusus Parameria
11. Anti Histamin 26.
xanthorrhiza Wanita laevigata
Anti Zingiber Curcuma
12. 27. Anti Anemia
Inflamasi/Analgetik officinale xanthorrhiza
Curcuma
13. Anti Malaria - 28. Anti Jerawat
xanthorrhiza
Antitusive/
14. - 29. Anti Bau Badan Curcuma domestica
Ekspetoransia
Appetizer-Penambah Curcuma
15. Disentri - 30.
Nafsu makan xanthorrhiza
Curcuma Perawatan Kesehatan
31. Anti Sariawan 41. Alyxia reinwardtii
xanthorrhiza Remaja Putri
Curcuma
32. Keputihan 42. Kesehatan Wanita Hamil Curcuma domestica
domestica
Curcuma Kesehatan Wanita Pasca Curcuma
33. Laksansia 43.
xanthorrhiza Persalinan xanthorrhiza
Anti Masuk Zingiber Curcuma
34. 44. Kesehatan Pria
Angin/Influenza officinale xanthorrhiza
Curcuma
35. Penyubur Kandungan 45. Anti Oksidan -
xanthorrhiza
Penurun Kadar Curcuma
36. 46. Stamina/Sehat Pria Zingiber officinale
Asam Urat domestica
Curcuma
37. Perawatan Kesehatan 47. Anti Kanker Curcuma zedoaria
xanthorrhiza
38. Kesehatan Bayi - 48. Pegal Linu Zingiber officinale
Zingiber
39. Kesehatan Anak-anak 49. Anti Virus Echinacea purpurea
officinale
Curcuma
40. Kesehatan Wanita
domestica
Keterangan : - = tanaman obat dengan frekuensi kemunculan sama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies tanaman obat yang

memiliki jumlah kemunculan paling tinggi dan digunakan sebagai bahan baku

penyusun produk OT. Spesies tanaman obat yang memiliki jumlah kemunculan
29

paling tinggi diharapkan berpotensi menjadi bahan baku utama untuk khasiat

terkait.

Dari 49 khasiat yang tersedia pada buku DOA, tersedia beberapa

golongan OT dan kelompok khasiat produk OT yaitu : golongan fitofarmaka

terdapat pada khasiat anti hipertensi dan anti inflamasi/analgesik, sedangkan

golongan obat herbal terstandar (OHT) terdapat pada khasiat anti diabetes dan anti

masuk angin/influenza.

Dari tabel terdapat 10 khasiat dari total 49 khasiat yang bertanda (-).

Pada 10 khasiat yang bertanda (-), tidak terdapat tanaman obat yang paling

diunggulkan dalam penanganan penyakit dengan khasiat tersebut. Berikut daftar

nama spesies tanaman obat yang memiliki nilai sama tinggi pada kesepuluh

khasiat, yaitu : anti cacing (Coriandrum sativum, Nigella sativa, Cinamomum

verum, Smilax cina, dan Curcuma aeruginosa), anti herpes (Curcuma domestica,

Curcuma xanthorrhiza, dan Orthosiphon aristatus), anti malaria (Carica papaya,

Eugenia caryophylli, dan Zingiber aromatica), antitusive/ekspetoransia

(Foeniculum vulgare dan Zingiber officinale), disentri (Caesalpania sappan,

Carica papaya, Hemigraphidis colorata, Nigella sativa, dan Usnea

misaminensis), kontraseptif (Cinamomum verum, Curcuma domestica, Curcuma

xanthorrhiza, Eugenia caryphylli, Gunnera macrophylla, Piper ningrum, dan

Zingiber officinale), laktagogum (Coriandrum sativum dan Foeniculum vulgare),

aphrodisiak (Curcuma aeruginosa, Curcuma domestica, Curcuma xanthorrhiza,

Euricoma longifolia, Kaempferia galanga, Myristica fragrans, Nigela sativa,

Piper betle, Piper retrofractum, dan Zingiber zerumbeti), kesehatan bayi


30

(Foenculum vulgare dan Melaleuca leucadendron), dan anti oksidan (Ganoderma

lucidum, Vaccinum myrtillus, Gynura procumbens, Ginkgo biloba, Curcuma

zedoaria, dan Ganoderma lucidum).

Secara lebih rinci, frekuensi kemunculan dari masing-masing tanaman

obat terhadap total produk OT tiap khasiat yang tecantum dalam daftar tanaman

obat pada tiap khasiat adalah sebagai berikut : anti cacing (1/1), anti ansietas

(9/17), anti asma (6/10), anti diabetes (18/20), anti diare (5/10), anti hepatitis

(5/7), anti herpes (2/2), anti hiperlipidemia/obesitas (39/45), anti kolesterol

(10/16), anti hipertensi (10/22), anti histamin (15/32), anti inflamasi/analgetik

(23/32), anti malaria (2/3), antitusive/ekspetoransia (8/14), disentri (1/1), anti

flatulen/dispepsia/gastritis (10/15), diuretik/urolitik (18/32), kolagogum (3/3),

kontraseptif (2/2), anti migrain (8/10), anti haemorrhoid/wasir (15/18),

laktagogum (3/6), menstrual disorder (14/36), aphrodisiak (1/2), aphrodisiak

khusus pria (36/58), aphrodisiak khusus wanita (26/41), anti anemia (6/10), anti

jerawat (21/29), anti bau badan (6/9), appetizer-penambah nafsu makan (14/18),

anti sariawan (10/15), keputihan (20/24), laksansia (4/7), anti masuk

angin/influenza (41/67), penyubur kandungan (6/7), penurun kadar asam urat

(10/20), perawatan kesehatan (20/56), kesehatan bayi (9/10), kesehatan anak-anak

(5/8), kesehatan wanita (50/83), perawatan kesehatan remaja putri (9/15),

kesehatan wanita hamil (10/15), kesehatan wanita pasca persalinan (42/108),

kesehatan pria (18/23), anti oksidan (1/3), stamina (5/6), anti kanker (2/5), pegal

linu (25/41), dan anti virus (1/1).


31

Berdasarkan data yang diperoleh secara keseluruhan pada tabel,

tanaman yang paling banyak dimanfaatkan untuk penanganan penyakit dengan

khasiat tercantum adalah Curcuma xanthorrhiza. Berikut diagram jumlah

kemunculan tanaman obat terhadap khasiat OT :

Gambar 3. Jumlah khasiat yang memaanfaatkan jenis tanaman obat tertentu


dalam jumlah kemunculan tertinggi

Berdasarkan gambar 3 Curcuma xanthorrhiza digunakan sebagai

bahan baku OT dalam jumlah kemunculan paling besar dalam 32,65% khasiat OT

yang tercantum di dalam buku DOA. Dengan demikian, jika dirunut berdasarkan

data yang diperoleh, maka tanaman obat Curcuma xanthorrhiza sering muncul

sebagai bahan baku produk OT dengan khasiat anti asma, anti diare, anti hepatitis,

anti kolesterol, anti histamin, anti flatulen/dispepsia/gastritis, anti

haemorrhoid/wasir, menstrual disorder, anti anemia, anti jerawat, appetizer-


32

penambah nafsu makan, anti sariawan, laksansia, penyubur kandungan, perawatan

kesehatan, kesehatan wanita pasca persalinan, dan kesehatan pria.

Curcuma xanthorrhiza menunjukkan frekuensi kemunculan paling

banyak terhadap jumlah produk paling tinggi pada 17 khasiat OT. Ada 2 hal yang

menyebabkan hal ini mungkin terjadi, yaitu: banyaknya penelitian pendukung

Curcuma xanthorrhiza dan keberadaan Curcuma xanthorrhiza di Indonesia.

Penelitian tentang Curcuma xanthorrhiza membuktikan bahwa

tanaman ini memiliki kandungan yang sangat beragam. Beberapa di antaranya

adalah kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Selain itu,

terdapat juga kandungan curcumol dan senyawa tipe bisabolane seperti α-

curcumen, ar-turmeron, dan xanthorrhizol. Dengan kandungan yang beraneka

ragam ini, kurkumin banyak diteliti untuk membuktikan khasiat yang terkandung

di dalamnya. Berdasarkan review Itokawa (2008), kurkumin berpotensi digunakan

sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti HIV, kemoprefentif, dan anti kanker

prostat. Selain itu kurkumin juga berpotensi menurunkan kadar kolesterol dalam

darah, mengatasi rematik arthritis, mempercepat kesembuhan luka, melindungi

hati, serta mencegah dan mengobati kanker. Berdasarkan The National Cancer

Institute, kurkumin diklasifikasikan sebagai “generally recognized as safe”

(GRAS).

Berdasarkan penelitian Rashid (2004), kurkumin berpotensi sebagai

antioksidan dan antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa. Menurut Sugiharto (2004), infusa Curcuma xanthorrhiza berpotensi


33

meningkatkan hemoglobin dan eritrosit. Menurut Afifudin (2009), temulawak

berpotensi sebagai imunostimulator.

Berikut ini merupakan khasiat dimana Curcuma xanthorrhiza memiliki

frekuensi kemunculan paling banyak yang dibandingkan dengan penelitian lain:

Tabel VII. Klaim khasiat Curcuma xanthorrhiza jika dibandingkan dengan


hasil penelitian lain
No. Klaim Khasiat Penelitian Pendukung
1. Anti asma Potensi anti oksidan (Itokawa, 2008)
2. Anti diare -
3. Anti hepatitis Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009)
Spesifik : -
4. Anti kolesterol Potensi menurunkan kolesterol darah (Itokawa, 2008)
5. Anti histamin Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009)
Spesifik : -
6. Anti flatulen/ dispepsia/
-
gastritis
7. Anti haemorrhoid/wasir -
8. Menstrual disorder Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009)
Spesifik : -
9. Anti anemia Potensi meningkatkan haemoglobin dan eritrosit
(Sugiharto, 2004)
10. Anti jerawat Potensi anti inflamasi (Itokawa, 2008)
Antiinflamasi dan antioksidan (Soni et al., 1992)
11. Appetizer-penambah nafsu
Potensi bersifat stomakik (Katno dan Pramono, 2009)
makan
12. Anti sariawan Potensi anti inflamasi (Itokawa, 2008),
Potensi antimikroba (Rashid, 2004),
Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009)
13. Laksansia Potensi bersifat pencahar (Katno dan Pramono, 2009)
14. Penyubur kandungan Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009)
15. Perawatan kesehatan Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009),
Potensi meningkatkan haemoglobin dan eritrosit
(Sugiharto, 2004).
16. Kesehatan wanita pasca Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009),
persalinan Teratogenik : -
17. Kesehatan pria Potensi imunostimulator (Afifudin, 2009),
Potensi mencegah kanker prostat (Itokawa, 2008).
Keterangan : - = belum ditemukan penelitian terkait

Sampurno (2009) menyatakan bahwa Curcuma xanthorrhiza

merupakan satu dari 9 tanaman unggulan yang telah dikembangkan Badan POM

pada tahun 2004-2005. Hal ini dikarenakan tanaman ini tumbuh hampir di seluruh

Indonesia dan telah digunakan secara luas di masyarakat. Selain itu, referensi dan
34

penelitian ilmiah yang menjelaskan mengenai tanaman ini juga cukup memadai.

Hal ini yang menyebabkan Curcuma xanthorrhiza banyak dimanfaatkan sebagai

bahan baku produk OT.

C. Profil Jumlah Jenis Tanaman Obat sebagai Penyusun Setiap OT pada


Masing-masing Industri OT

Setiap produk OT memiliki variasi jumlah bahan baku tanaman obat

yang berbeda. Jumlah bahan baku tanaman obat dalam tiap produk OT memiliki

keterkaitan yang erat dengan tingkat keamanan produk OT yang dihasilkan,

terutama untuk produk OT yang ditujukan untuk penggunaan oral. Berdasarkan

Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 761/MENKES/SK/IX/1992

dijelaskan bahwa produk OT dengan golongan fitofarmaka dianjurkan hanya

mengandung 1 tanaman obat atau sebanyak-banyaknya 5 tanaman obat dalam

bentuk simplisia/sediaan galenik. Meskipun belum terdapat standar resmi untuk

OHT dan jamu, penelitian ini bertujuan untuk melihat profil jumlah tanaman obat

yang terkandung pada produk OT masing-masing industri OT.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua produk OT,

baik dalam bentuk sediaan rajangan, serbuk, pil, kaplet, kapsul, tablet, cairan obat

dalam, padat, cairan obat luar, salep/krim, maupun sediaan paket. Berikut adalah

tabel yang akan menunjukkan rerata jumlah jenis tanaman obat tiap produk OT

pada masing-masing industri OT :


35

Tabel VIII. Rerata jumlah jenis tanaman obat beserta jumlah tertinggi
dan terendah tiap OT pada masing-masing industri OT
x (a – b)
No. Industri OT
Jamu OHT Fitofarmaka
1. PT. AM 6,00 (1 – 9)
2. PT. DM 4,42 (2 – 9)
3. PT. DL 4,47 (3 – 8)
4. PT. DPF 2,10 (0 – 4)
5. PT. LAR 4,16 (1 – 6)
6. PT. MT 5,00 (4 – 7)
7. PT. SBS 2,00 (2 – 2)
8. PT. IJDPD 5,00 (5 – 5)
9. PT. NM 6,31 (2 – 9) 4,00 (4 – 4) 5,00 (5 – 5)
10. PT. MM 5,78 (3 – 9)
11. PT. IOTSS 3,00 (2 – 4)
12. PT. SM 4,48 (1 – 10) 6,00 (6 – 6)
13. PT. Tb 6,53 (4 – 7)
14. PT. Jg 5,49 (0 – 28)
15. PT. IJB 4,77 (1 – 6)
16. PT. ITj 6,30 (0 – 10)
17. PT. JIS 1,71 (1 – 3) 2,00 (2 – 2)
18. PT. IJB 5,61 (1 – 9)
Keterangan : x = rerata jumlah jenis TO tiap produk; a = jumlah jenis TO
terendah; b = jumlah jenis TO tertinggi

Pada tabel VIII terlihat bahwa setiap industri memiliki rerata jumlah

kombinasi tanaman obat yang berbeda-beda, begitu pula dengan jumlah jenis TO

terendah dan tertinggi. Jumlah tanaman obat yang digunakan dalam setiap produk

OT bervariasi disebabkan jenis produk OT yang diproduksi berbeda. Produk OT

yang diproduksi bervariasi dari mulai yang digunakan secara oral maupun topikal.

Data yang tercantum pada tabel ditampilkan dalam bentuk rata-rata

jumlah tanaman obat untuk mewakili semua produk OT pada masing-masing

industri. Terdapat pula informasi mengenai jumlah jenis tanaman obat pada tiap

produk OT dalam jumlah tertinggi dan terendah.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa 11 dari 18 industri OT

memproduksi produk jamu dengan rerata jumlah < 5 jenis tanaman obat pada

setiap produknya. Kesepuluh industri tersebut adalah PT. DM, PT. DL, PT. DPF,
36

PT. LAR, PT. MT, PT. SBS, PT. IJDPD, PT. IOTSS, PT. SM, PT. ITj, dan PT.

Ph. Sedangkan 7 industri lain yang memproduksi produk jamu dengan rerata

jumlah tanaman obat tiap produk > 5 adalah PT. AM, PT. NM, PT. MM, PT. Tb,

PT. Jg, PT. JIS, dan PT. IJB. Selain itu, pada OHT terlihat jumlah jenis tanaman

obat yang diproduksi oleh industri OT berada pada sejumlah 4 dan 6 tanaman

obat. Fitofarmaka terlihat memiliki produk obat dengan jumlah 2 dan 5 jenis

tanaman obat yang dikombinasikan.

Dari sejumlah 18 industri OT yang terdaftar pada indeks buku DOA,

industri OT yang memiliki rata-rata jumlah tanaman obat produk paling tinggi

adalah PT. Tb dengan rerata jumlah jenis tanaman obat sebesar 6,53 pada masing-

masing produk OT. Sedangkan industri OT yang memiliki rerata jumlah tanaman

obat produk paling rendah adalah PT. Ph dengan rerata jumlah tanaman obat

sebesar 1,71 jenis tanaman obat pada tiap produk OT. Kedua nilai ini merupakan

jumlah tanaman obat produk golongan jamu.

Berdasarkan jumlah jenis tanaman obat tertinggi dan terendah, terdapat

beberapa industri yang memiliki jumlah tanaman obat dalam produk dengan nilai

0. Hal ini berarti bahwa tidak semua produk OT yang diproduksi memanfaatkan

tanaman obat sebagai bahan baku. Berdasarkan data yang ada, produk OT dengan

nilai 0 mengandung bahan baku bersumber dari hewan.

Pada jumlah jenis tanaman obat tertinggi, terdapat 13 industri yang

menunjukkan jumlah tanaman obat di atas nilai 5, bahkan mencapai jumlah 28

tanaman obat yang dikombinasikan dalam suatu produk. Jumlah 28 jenis tanaman

obat dalam produk OT ini berasal dari sediaan paket yang terdiri dari beberapa
37

sub produk. Produk sediaan paket berupa OT dengan penggunaan oral, tapel, pilis,

parem, maupun minyak telon.

Dari ketiga golongan OT yang ada, hanya golongan fitofarmaka yang

sudah memiliki aturan baku mengenai jumlah maksimal tanaman obat yang boleh

digunakan sebagai bahan baku OT tiap produk. Batasan resmi tersebut terdapat

pada Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.

761/MENKES/SK/IX/1992 yang menerangkan bahwa ramuan (komposisi)

Fitofarmaka hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/sediaan galenik. Bila tidak

mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan galenik dengan

syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut

masing-masing sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya

berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992a). Jika hasil penelitian ini dicocokkan

dengan peraturan tersebut, maka semua Fitofarmaka yang tercantum di dalam

buku DOA memenuhi persyaratan yang berlaku. Golongan OHT dan jamu tidak

memiliki syarat jumlah tanaman obat maksimal, jumlah jenis tanaman obat tiap

produk OT tidak bisa dievaluasi lebih lanjut. Namun evaluasi dapat berupa

penelitian mengenai produk OT yang secara langsung dapat menilai tingkat

keamanannya.

D. Profil Jumlah Jenis Tanaman Obat sebagai Penyusun Setiap OT pada


Masing-masing Khasiat OT

Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil jumlah tanaman obat pada

produk OT. Terdapat 49 kategori khasiat OT, yaitu:


38

Tabel IX. Jumlah produk tiap golongan OT pada kategori khasiat OT


No. Kategori khasiat Fito OHT Jamu No. Kategori Khasiat Fito OHT Jamu
Aphrodisiak khusus
1 Anti Cacing 1 26 41
Wanita
2 Anti Ansietas 17 27 Anti Anemia 10
3 Anti Asma 10 28 Anti Jerawat 30
4 Anti Diabetes 1 19 29 Anti Bau Badan 9
Appetizer-Penambah
5 Anti Diare 10 30 17
Nafsu Makan
6 Anti Hepatitis 7 31 Anti Sariawan 15
7 Anti Herpes 2 32 Keputihan 24
Anti
8 45 33 Laksansia 7
Hiperlipidemia/Obesitas
Anti Masuk
9 Anti Kolesterol 16 34 1 65
Angin/Influenza
10 Anti Hipertensi 1 21 35 Penyubur Kandungan 7
Penurun Kadar Asam
11 Anti Histamin 32 36 20
Urat
Anti
12 1 31 37 Perawatan Kesehatan 56
Inflamasi/Analgetik
13 Anti Malaria 3 38 Kesehatan Bayi 10
Antitusive/
14 14 39 Kesehatan Anak-anak 8
Ekspetoransia
15 Disentri 1 40 Kesehatan Wanita 88
Anti Flatulen/Dispepsia/ Perawatan Kesehatan
16 15 41 15
Gastrisis Remaja Putri
17 Diuretik/Urolitik 32 42 Kesehatan Wanita Hamil 15
Kesehatan Wanita Pasca
18 Kolagogum 3 43 108
Persalinan
19 Kontraseptif 2 44 Kesehatan Pria 25
20 Anti Migrain 10 45 Anti Oksidan 3
Anti
21 18 46 Stamina 6
Haemorrhoid/Wasir
22 Laktagogum 6 47 Anti Kanker 5
23 Menstrual Disorder 36 48 Pegal Linu 41
24 Aphrodisiak 2 49 Anti Virus 1
25 Aphrodisiak khusus Pria 58
Keterangan : Fito = Fitofarmaka, OHT = Obat Herbal Terstandar

Berdasarkan tabel IX terlihat bahwa paling banyak produk OT

diproduksi dengan khasiat kesehatan wanita pasca persalinan (108 produk). Hal

ini mungkin dikarenakan tingginya tingkat kelahiran bayi di Indonesia.

Secara keseluruhan hanya terdapat 4 produk yang terdaftar dalam buku

DOA dengan golongan OHT dan fitofarmaka yang masing-masing terdiri dari 2

produk. Produk OT pada golongan jamu sejumlah 1029 produk. Berdasarkan

review KOTRANAS (2007), OHT yang ada di Indonesia hanya sekitar 18 produk
39

sedangkan jumlah fitofarmaka yang ada saat ini hanya 5, yaitu : Stimuno®

(peningkat sistem imun), Nodiar® (anti diare), Rheumaneer® (pengurang nyeri),

Tensigard® Agromed (hipertensi) dan X-Gra® (gairah seksual laki-laki).

Jika dievaluasi berdasarkan jumlah fitofarmaka berdasarkan data yang

tercantum di dalam buku DOA dan fitofarmaka yang ada di Indonesia, terdapat

kendala yang sama yang membuat perkembangan fitofarmaka cukup terhambat.

Faktor yang menghambat perkembangan golongan produk fitofarmaka adalah

tingginya biaya yang diperlukan untuk melakukan uji klinik (Nurkhasanah, 2006).

Sedangkan OHT saat ini sudah cukup berkembang karena cukup melewati fase uji

praklinik.

Masalah yang ada di Indonesia saat ini adalah masih lemahnya

koordinasi antara pemerintah, industri, pendidikan dan penelitian, petani dan

provider kesehatan yang belum berjalan sinergis. Selain itu, pembiayaan yang

tersedia untuk penelitian masih sangat kurang. Selain pemerintah yang belum

mampu membiayai, industri OT masih belum termotivasi untuk bersama-sama

mengelola penelitian mengenai OT. Industri OT juga masih kurang

memperhatikan penelitian-penelitian dan lebih memfokuskan pada promosi

produk OT. Maka banyak pembenahan yang perlu dilakukan untuk

mengembangkan produk OT yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas OT.

Berikut ini adalah profil jumlah tanaman obat produk setiap klaim

khasiat produk OT yang tercantum di dalam buku DOA:


40

Tabel X. Rerata jumlah jenis tanaman obat tiap OT pada masing-masing


khasiat OT
Khasiat x (a-b) Khasiat x (a-b)
Jamu OHT Fito Jamu OHT Fito

5.0 6.2
Anti Cacing Aphrodisiak khusus Wanita
(5-5) (4-9)
4.2 4.9
Anti Ansietas Anti Anemia
(1-7) (4-6)
4.5 5.1
Anti Asma Anti Jerawat
(3-5) (3-7)
5.1 4.0 5.2
Anti Diabetes Anti Bau Badan
(3-8) (4-4) (2-9)
5.6 Appetizer-Penambah Nafsu 5.0
Anti Diare
(4-8) makan (1-7)
3.6 5.6
Anti Hepatitis Anti Sariawan
(1-7) (3-9)
5.0 5.6
Anti Herpes Keputihan
(5-5) (4-8)
4.9 3.6
Anti Hiperlipidemia Laksansia
(2-8) (2-5)
4.3 5.2 6.0
Anti Kolesterol Anti Masuk Angin/Influenza
(1-7) (0-10) (6-6)
4.7 2.0 5.6
Anti Hipertensi Penyubur Kandungan
(1-8) (2-2) (4-8)
5.2 5.4
Anti Histamin Penurun Kadar Asam Urat
(3-9) (3-9)
4.8 5.0 4.2
Anti Inflamasi Perawatan Kesehatan
(1-9) (5-5) (0-9)
6.0 3.8
Anti Malaria Kesehatan Bayi
(5-7) (3-9)
5.4 4.6
Antitusive/Ekspetoransia Kesehatan Anak-anak
(3-8) (1-7)
5.0 5.7
Disentri Kesehatan Wanita
(5-5) (2-10)
Anti 4.9 Perawatan Kesehatan Remaja 5.8
Flatulen/Dispepsia/Gastritis (2-7) Putri (4-8)
5.2 5.3
Diuretik/Urolitik Kesehatan Wanita Hamil
(2-7) (4-8)
5.0 Kesehatan Wanita Pasca 5.9
Kolagogum
(5-5) Persalinan (1-28)
7.0 6.0
Kontraseptif Kesehatan Pria
(7-7) (4-9)
4.8 1.8
Anti Migrain Anti Oksidan
(3-7) (1-3)
4.2 3.8
Anti Haemorrhoid/Wasir Stamina
(2-7) (2-5)
5.3 2.7
Laktagogum Anti Kanker
(1-8) (1-6)
5.7 5.9
Menstrual Disorder Pegal Linu
(4-8) (3-9)
5.0 1.0
Aphrodisiak Anti Virus
(5-5) (1-1)
6.1
Aphrodisiak khusus Pria
(1-24)
Keterangan : x = rerata jumlah jenis TO tiap produk; a = jumlah jenis TO
terendah; b = jumlah jenis TO tertinggi

Dari data yang diperoleh di atas, khasiat yang memiliki rerata jumlah

jenis tanaman obat paling tinggi adalah kontraseptif dengan jumlah 7 tanaman
41

obat tiap produk. Sedangkan khasiat yang memiliki rerata jumlah jenis tanaman

obat yang paling rendah adalah anti virus dengan jumlah 1 tanaman obat tiap

produk OT.

Seperti profil tiap industri OT yang telah dijelaskan sebelumnya, profil

khasiat juga digambarkan dengan profil jumlah tanaman obat dengan nilai

tertinggi dan terendah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari gambar

diperoleh data bahwa khasiat yang memiliki jumlah jenis tanaman obat produk

paling tinggi adalah khasiat kesehatan wanita pasca persalinan dengan nilai 28.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena produk tersebut merupakan sediaan paket

yang terdiri dari beberapa sub produk seperti tapel, pilis, param pusaka, minyak

telon, dan jamu bersalin yang digunakan sebagai kombinasi sesuai khasiat.

Khasiat yang memiliki jumlah tanaman obat paling rendah tampak

pada khasiat anti ansietas, anti hepatitis, anti hipertensi, laktagogum, aphrodisiak

khusus pria, appetizer-penambah nafsu makan, kesehatan anak-anak, kesehatan

wanita pasca persalinan, anti oksidan, anti kanker, dan anti virus dengan hanya 1

tanaman obat pada produk. Terdapat 3 khasiat memiliki produk OT yang tidak

mengandung tanaman obat, yaitu anti inflamasi, anti masuk angin/influenza, dan

perawatan kesehatan.

E. Profil Tanaman Obat dalam Bentuk Ekstrak/Simplisia


Serta Pemilihan Bentuk Sediaan

Ekstrak dan simplisia merupakan bentuk lain dari tanaman obat yang

digunakan sebagai bahan baku produk OT. Penelitian mengenai jumlah ekstrak

dan simplisia tanaman obat yang digunakan dalam produk OT serta bentuk
42

sediaan dari produk OT bertujuan untuk melihat adanya keterkaitan antara jumlah

kemunculan simplisia dan/atau ekstrak dalam pemilihan bentuk sediaan produk.

1. Profil ekstrak/simplisia tanaman obat

Pemanfaatan tanaman obat sebagai bahan baku produk OT dapat

dalam bentuk simplisia maupun ekstrak. Berikut ini merupakan data dalam bentuk

jumlah kemunculan tanaman obat digunakan dalam bentuk ekstrak atau simplisia

pada masing-masing industri OT :

Tabel XI. Jumlah kemunculan simplisia/ekstrak tiap industri OT


Simplisia Ekstrak Simplisia Ekstrak
No. Industri OT No. Industri OT
(%) (%) (%) (%)
1. PT. AM 54/55 3/55 10. PT. MM 112/113 4/113

2. PT. DS 53/53 3/53 11. PT. IOTSS 4/4 1/4

3. PT. DL 14/15 3/15 12. PT. SM 108/135 41/135

4. PT. DPF 1/10 9/10 13. PT. Tb 16/17 1/17

5. PT. LAR 80/88 11/88 14. PT. Jg 105/108 2/108

6. PT. MT 6/6 0/6 15. PT. ITj 66/66 5/66

7. PT. SBS 1/1 0/1 16. PT. JIS 67/70 5/70

8. PT. IJDPD 2/2 0/2 17. PT. Ph 4/8 8/8

9. PT. NM 142/144 2/144 18. PT. IJB 94/135 85/135

Data pada tabel XI menunjukkan bahwa terdapat 16 dari 18 industri

OT memiliki jumlah kemunculan tanaman obat dalam bentuk simplisia yang lebih

tinggi daripada jumlah kemunculan tanaman obat dalam bentuk ekstrak. Terdapat

5 industri diantaranya yang memanfaatkan tanaman obat dalam bentuk simplisia

sebesar dalam seluruh OT yang diproduksi. Hanya PT. DPF dan PT. Ph yang

menggunakan ekstrak dalam jumlah kemunculan paling besar. Hal ini berarti
43

bahwa sebagian besar industri OT memanfaatkan tanaman obat dalam bentuk

simplisia.

2. Profil bentuk sediaan OT

Terdapat beberapa bentuk sediaan yang digunakan dalam produk yang

diproduksi oleh 18 industri OT. Bentuk sediaan yang digunakan industri OT pada

produk OT yang diproduksi adalah rajangan, serbuk, serbuk instan, pil, kaplet,

kapsul, tablet, cairan obat dalam, padat, cairan obat luar, salep/krim/balsem, dan

sediaan paket. Berikut ini merupakan profil bentuk sediaan yang paling banyak

digunakan di industri OT:

Gambar 4. Jumlah industri OT yang memanfaatkan bentuk sediaan


tertentu dalam jumlah kemunculan tertinggi

Pada masing-masing industri OT terdapat bentuk sediaan yang

memiliki jumlah kemunculan paling tinggi digunakan pada produk OT oleh

masing-masing industri OT. Berdasarkan gambar diketahui bahwa terdapat 38,9%

industri OT menggunakan serbuk sebagai bentuk sediaan yang paling banyak


44

digunakan di dalam produknya. Jumlah kemunculan bentuk sediaan serbuk pada

38,9% industri OT yaitu: PT.AM, PT.LAR, PT.NM, PT.MM, PT.SM, PT.Jg, dan

PT.ITj. Selain serbuk, bentuk sediaan lain yang banyak digunakan industri untuk

mengemas produk OT adalah pil (16,7%), tablet (11,1%), kapsul (5,6%), COD

(5,6%), dan COL (5,6%). Terdapat 16,7% industri OT yang tidak memiliki jumlah

kemunculan bentuk sediaan OT dengan nilai paling tinggi.

3. Profil ekstrak/simplisia dan bentuk sediaan

seluruh industri

Dalam satu produk OT tidak hanya mengandung tanaman obat dalam

bentuk simplisia saja, namun terkadang terdapat campuran simplisia dan ekstrak

TO di dalamnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari poin 1 dan 2, dapat

disimpulkan bahwa simplisia muncul dalam 929 produk dari total 1033 produk

OT yang tercantum di dalam buku DOA. Bentuk ekstrak muncul dalam 183

produk dari total 1033 produk OT yang tercantum di dalam buku DOA. Dengan

demikian simplisia merupakan bentuk tanaman obat yang lebih sering digunakan

sebagai bahan baku produk OT.

Berdasarkan data yang diperoleh dari buku DOA, bentuk simplisia

paling banyak digunakan sebagai bahan baku OT. Hal ini diduga disebabkan oleh

bentuk simplisia merupakan bentuk yang lebih mudah diproduksi bila

dibandingkan dengan bentuk ekstrak. Simplisia dan ekstrak yang digunakan

sebagai bahan baku produk harus melewati proses standarisasi untuk

menghasilkan keajekan kualitas dalam setiap produk yang dihasilkan. Standarisasi

seyogyanya dilakukan sejak proses agroindustri (penanaman tanaman obat). Suatu


45

ekstrak atau sediaan galenik merupakan hasil dari penyarian simplisia dan harus

melalui proses yang lebih panjang daripada proses pembuatan simplisia.

Berdasarkan data yang diperoleh dengan menggabungkan data jumlah

kemunculan bentuk sediaan OT pada seluruh industri OT, maka diperoleh :

Tabel XII. Profil penggunaan bentuk sediaan produk OT


Jumlah
No. Bentuk sediaan
produk
1. Rajangan 19
2. Serbuk 423
3. Serbuk instan 32
4. Pil 212
5. Kaplet 17
6. Kapsul 149
7. Tablet 19
8. COD 16
9. Padat 25
10. COL 35
11. Salep/krim 13
12. Sediaan paket 73

Jumlah kemunculan bentuk sediaan dari data gabungan seluruh

industri menunjukkan bahwa serbuk merupakan bentuk sediaan yang paling

banyak dimanfaatkan. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Noveni (2010)

yang menyebutkan bahwa bentuk sediaan yang paling sering digunakan adalah

tablet/pil/cairan. Bentuk sediaan serbuk paling banyak muncul diduga disebabkan

oleh proses produksinya yang lebih mudah jika dibandingkan dengan proses

produksi tablet, serbuk instan, pil, kapsul, cairan obat dalam dan cairan obat luar,

padat, salep/krim, dan sediaan paket. Selain itu, proses pembuatan serbuk sudah

lebih baik dan rinci jika dibandingkan dengan rajangan (Anonim, 2005c).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari total 1033 produk OT dalam buku DOA terdapat 2 fitofarmaka, 2 OHT,

dan 1029 jamu. Sebesar 99,7% produk OT menggunakan tanaman obat

sebagai bahan baku. Sembilan dari 18 industri OT menggunakan Curcuma

xanthorrhiza (temulawak) sebagai bahan baku dalam frekuensi kemunculan

paling sering. Sebesar 83,3% industri OT memanfaatkan Foeniculum vulgare

(adas) sebagai bahan baku OT. Provinsi Jawa Tengah telah memanfaatkan

259 tanaman obat dalam 1033 produk OT.

2. Curcuma xanthorrhiza dimanfaatkan sebagai bahan baku produk OT dengan

jumlah kemunculan tertinggi pada khasiat anti asma (6/10), anti diare (5/10),

anti hepatitis (5/7), anti kolesterol (10/16), anti histamin (15/32), anti

flatulen/dispepsia/gastritis (10/15), anti haemorrhoid/wasir (15/18), menstrual

disorder (14/36), anti anemia (6/10), anti jerawat (21/29), appetizer-

penambah nafsu makan (14/18), anti sariawan (10/15), laksansia (4/7),

penyubur kandungan (6/7), perawatan kesehatan (20/56), kesehatan wanita

pasca persalinan (42/108), dan kesehatan pria (18/23).

3. Rerata jumlah jenis tanaman obat tertinggi dimiliki oleh PT. Tingbao (6,53),

sedangkan jumlah jenis tanaman obat tertinggi dimiliki oleh PT. Jago (28).

46
47

4. Rerata jumlah jenis tanaman obat tertinggi terdapat pada khasiat kontraseptif

(7) dan jumlah tanaman tertinggi pada khasiat kesehatan wanita pasca

persalinan (28).

5. Frekuensi kemunculan tanaman obat dalam bentuk simplisia (929/1033) dan

ekstrak (183/1033). Bentuk sediaan yang paling banyak digunakan dalam

produk adalah serbuk (423/1033).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian secara langsung ke industri obat tradisional untuk

mendapatkan informasi secara langsung terkait perkembangan pemanfaatan

tanaman obat.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai produk-produk yang diduga

mengandung bahan kimia obat atau simplisia yang dilarang penggunaannya

oleh Badan POM.

3. Perlu adanya koordinasi antara institusi pendidikan dan penelitian untuk

mengumpulkan penelitian terkait obat tradisional yang telah dipublikasikan

untuk dapat dirangkum dan digunakan untuk pengembangan obat tradisional

di Indonesia.
48

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin, A. N., 2009, Pengaruh Penelitian Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma


xanthorrhiza) pada Aktivitas & Kapasitas Fagositosis Makrofag
Peritoneal Ayam Petelur (Gallus sp.), Institut Pertanian Bogor, Bogor

Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 1990, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No :


246/Menkes/Per/V/1990, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1992a, Peraturan Kepala BPOM RI No:HK.00.05.4.2411 tentang


Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anonim, 1992b, Sepuluh Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman


Industri 1982-1991, Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan
Perkebunan Rakyat, Departemen Pertanian RI, Jakarta

Anonim, 1994, Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI No.


661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta

Anonim, 2000a, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, Departemen


Kesehatan RI, Jakarta, 23-31.

Anonim, 2000b, Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka, Departemen
Kesehatan R.I., Jakarta

Anonim, 2000c, Development of National Policy on Traditional Medicine, World


Health Organization, Philippines

Anonim, 2005a, Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI Nomor: HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta

Anonim, 2005b, Lampiran 14 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan RI Nomor: HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
49

Anonim, 2005c, Lampiran 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan


Makanan RI Nomor: HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Anonim, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


381/menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional
Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Anonim, 2008, Daftar Obat Alam (DOA), Himpunan Seminat Apoteker Industri
Obat Tradisional bersama PD. ISFI Jawa Tengah, Jawa Tengah

Anonim, 2010, Obat Herbal Kualitas Jamu Masih Jadi Tantangan, KOMPAS, 2
Juni 2010

Charles, D. J., M.R. Morales, and J.E. Simon, 1993, Essential oil content and
chemical composition of finocchio fennel, In Janick and J. E. Simon
(Eds), New Crops, Wiley, New York

Foster, S., 2000, Fennel (Foeniculum vulgare Mill.), http://www.Healthwellcom/,


14 Mei 2010

Herdani, V. E., 2009, Studi Tentang Pemanfaatan Tanaman Obat Sebagai Bahan
Baku Pada Industri Obat Tradisional di Jawa Tengah, Proceeding
Seminar Nasional Kelompok Kerja Nasional (POKJANAS TOI)
XXXVI, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Hutapea, J.R., 2000, Obat Tradisional Menghadapi Era Globalisasi, Warta


Tumbuhan Indonesia, No.1, Vol. 6, 36-38, Kelompok Kerja Nasional
Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta

Itokawa, H., et al., 2008, Recent advanced in the investigation of Curcuminoids,


Chinese Medicine, Vol. 13:11, North Carolina, United State of
America

Johnson, T., 2000, Herbage guide to herbs, http//www.herbweb/,diakses tanggal


16 Mei 2010

Katno, dan Pramono, S., 2009, Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional, Balai Penelitian Tanaman Obat, Tawangmangu

Nawawi, H., 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, 31, 117, 141, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
50

Noveni, A., 2010, Penelitian yang berjudul Kajian Profil Pemakaian dan
Pemahaman terhadap Khasiat dan Efek Samping Obat Tradisional
pada Sekelompok Wanita di Desa Maguwoharjo, Skripsi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta

Nurkhasanah, 2006, Bahan Obat Alam Sumber Pendapatan Pembangunan,


Prosiding Persidangan Antarbangsa Pembangunan Aceh 26-27
Desember 2006, UKM Bangi, Aceh

Peters, D., and Whitehouse, J., 2000, The role of herbs in modern medicine: some
current and future issues, Herbs. Proceedings of the International
Conference and Exhibition; Malaysia, 9-11 Nov 1999, hal. 35-39,
Malaysian Agricultural Research and Development Institute, Malaysia

Pratiknya, A. W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, Cetakan 5, 10-18, PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta

Pribadi, E. R., 2009, Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta
Arah Penelitian dan Pengembangannya, Perspektif, Bogor

Pudjiastuti, L. Widowati, dan Winarno, W., 1998, Pengaruh infus buah adas
(Foeniculum vulgare) terhadap waktu tidur pada mencit putih, Warta
Tumbuhan Obat Indonesia

Rashid, N. Y. A. B. D., 2004, Chemical Constituents and Biological Activities of


Curcuma xanthorrhiza and Curcuma heyneana, Thesis, Universiti
Putra Malaysia, Malaysia

Sampurno, H., 2009, Prospek Pengembangan Obat Herbal Indonesia, Pergumulan


Kompleks Bagi Kesehatan Rakyat, hal. 219-237, PT. Combiphar,
Jakarta

Simon, J. E., 1997, Fennel, Herbs on indexed, http://www.hort.purdue.edu


/newcrop/savoryHerbs.html#fennel, diakses tanggal 14 Mei 2010

Siswanto, Y. W., 1997, Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial,


Trubus Agriwidya, Jakarta

Soni, K. B., Kuttan, R., 1992, Effect of Oral Curcumin Administration on Serum
Peroxides and Cholesterol Levels in Human Volunteers, Indian J.
Physiol.Pharmacol, 36(4); hal. 273-275
51

Sugiharto, 2004, Pengaruh Infus Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)


terhadap Kadar Hemoglobin & Jumlah Eritrosit Tikus Putih yang
Diberi Larutan Timbal Nitrat [(PbNO 3 ) 2 ], Berk. Penelitian Hayati,
Vol. 10, hal. 53-57

Sutarjadi, 1992, Tumbuhan Indonesia sebagai Sumber Obat, Kosmetik, dan Jamu,
Prosiding, Seminar dan Lokakarya Nasional Enbotani, Bogor
52

LAMPIRAN
53

Lampiran 1. Cover Buku Daftar Obat Alam (DOA) edisi III tahun 2008 yang
dikeluarkan oleh Himpunan Seminat Apoteker Industri Obat
Tradisional bersama PD. ISFI Jawa Tengah
54

Lampiran 2. Surat Persetujuan Ijin Penelitian untuk GP Jamu Jawa Tengah


55

Lampiran 3. Alur Penelitian

Pemilihan judul

Studi pustaka
(Dilakukan selama masa penelitian)

Pengajuan proposal penelitian

Perijinan ke Gabungan Pengusaha Jamu dan Ikatan


Sarjana Farmasi Indonesia Jawa Tengah

Analisis data

Evaluasi hasil penelitian


56

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Valentina Ermita


Herdani. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan Bapak Helarius Bato’ dan Ibu Theresia
Sutarmi, serta memiliki 3 orang saudara, yaitu : Yulita
Angelina, Alexander Septian Priharjoko, dan Robertus
Benny Wiranata. Lahir di Sintang, pada tanggal 14
Februari 1989. Pendidikan awal dimulai dari Taman
Kanak-kanak Pelita, Semitau pada tahun 1993-1994,
Sekolah Dasar Pelita, Semitau pada tahun 1994-1998,
kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri 5,
Putussibau pada tahun 1998-2000. Pendidikan penulis
berlanjut ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri
1 Putussibau pada tahun 2000-2003. Kemudian, penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Pangudi Luhur Van Lith
Muntilan pada tahun 2003-2006. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis
melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas Farmasi Sanata
Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada tahun 2010. Selama
tahun 2008-2009 penulis bekerja sebagai penulis artikel di Christian Online
Magazine (COM), serta menjadi Editor di Radio Impact Station 100,5 FM. Di
kampus penulis juga pernah bekerja sebagai asisten Praktikum Farmasetika Dasar
(2007 dan 2009), Praktikum Kimia Organik (2007), dan Praktikum Farmasi Fisika
(2009). Dalam bidang keorganisasian, penulis pernah berpartisipasi sebagai Staff
Divisi Organisasi BEMF Farmasi USD (2007), Sekretaris ISMAFARSI
Komisariat USD 2006–2007, Komisaris ISMAFARSI Komisariat USD 2007–
2008, Staff Ahli Penanganan Isu Kefarmasian Wilayah JogLoSePur 2006–2008,
dan di International Pharmaceutical Student Federation (IPSF) sebagai General
Sub Committee of Public Health 2008-2009. Dalam kepanitiaan lepas, penulis
pernah berpartisipasi sebagai seksi acara di Panitia Bakti Sosial “Ibu Aktif, Anak
Sehat” (2006), Seminar Budaya Entrepreneurship dalam Peningkatan Softskill
(SDM) di Bidang Kefarmasian (2006), Pelantikan Apoteker Baru Angkatan XII
(2007), Master of Ceremony pada TITRASI 2007, Steering Committee pada
Pekan Budaya Universitas Sanata Dharma (2007), dan koordinator Student
Exchange Program dari Spanyol dan Finlandia (2009). Penulis sempat dikirim
untuk menghadiri MUNAS ISMAFARSI XI di Solo (2006), Pra-MUNAS XII di
Padang (2008), 54th World Congress of IPSF di Romania (2008), dan terakhir
dikirim ke 55th World Congress of IPSF di Bali (2009).

Anda mungkin juga menyukai