Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS II


ACARA I
SURFACE (3D ANALYSIS)

Dosen Pengampu :
Aditya Saputra, S. Si., M. Sc., PhD
Jumadi, S. Si., M. Sc., PhD

Asisten :
Luthfian Akmaldhani Sumartono Rizal Fauzianto
Luthfika Khuffana Yunan Akmad Isnanto
M. Irvan Aditiya Yuni Fitriani

Disusun oleh :
Fikri Tri Susilo
E100190280
Kelompok 2 Offline, Rabu 14.30 WIB

LABORATORIUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN


PENGOLAHAN CITRA DIGITAL
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
ACARA I
SURFACE (3D ANALYSIS)

I. TUJUAN
1. Membangun data DEM dan TIN dari data kontur
2. Menganalisis nilai DEM dan TIN
3. Memahami konsep surface berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng dan
hillshade yang dibuat

II. ALAT DAN BAHAN


1. Laptop
2. Software ArcGIS
3. Peta Kontur
4. Peta Kabupaten

III. LANDASAN TEORI

Digital Elevation Model atau DEM adalah model dijital yang


memberikan informasi bentuk permukaan bumi (topografi) dalam bentuk data
raster, vektor atau bentuk data lainnya (Trisakti, 2010). Menurut Tempfli
dalam Taufik dan Rosytha, DEM dapat dikatakan sebagai data digital yang
menggambarkan permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan
titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang
mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat.
Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu data utama untuk
mendukung berbagai kegiatan, seperti pembuatan peta topografi, koreksi
geometrik citra, pemetaan daerah rawan bencana (banjir, tsunami, longsor,
dan gunung api) dan rencana tataruang wilayah. Informasi yang didapat dari
DEM berupa ketinggian dan koordinat posisi ketinggian tersebut di
permukaan bumi atau dengan kata lain DEM berisi informasi X, Y, dan Z dari
suatu titik. Data DEM dapat dihasilkan salah satunya dari foto udara. Foto
udara yang digunakan untuk mengekstraksi DEM berupa foto udara stereo
yaitu foto udara yang bertampalan kanan dan kiri sehingga dapat
diaplikasikan prinsip stereovision dalam pengerjaannya. Kegunaan dari DEM
antara lain :

a. Teknik sipil : peta 3D sebagai sumber pemetaan dan perencanaan


infrastruktur, rute perencanaan, analisis terrain.
b. .Ilmu kebumian : untuk mengamati penurunan muka tanah,
pemodelan, analisis serta interpretasi dari morfologi tanah, pemetaan
geologi.
c. Manajemen perencanaan dan sumberdaya : penentuan lokasi
penambangan
d. Survei dan fotogrametri : digunakan untuk pembuatan kontur,
memproduksi orthofoto, pemetaan topografi dan lain sebagainya

Dalam DEM juga dikenal istilah mengenai DSM dan DTM. Keduanya
merupakan bagian dari DEM itu sendiri. DSM atau Digital Surface Model
merepresentasikan kenampakan muka tanah sebagai komponen yang tumpang tindih
seperti bangunan dan topografi bumi sebenarnya (Eguchi dkk, 2008). Sementara itu
DTM atau Digital Terrain Model adalah deskripsi digital dari permukaan bumi yang
terdiri tidak hanya dari representasi permukaan tanah, namun juga informasinya
seperti kemiringan, aspek, dll (Martinoni dan Bernhard, 1998). DSM dapat diambil
dari data LiDAR, foto udara, ataupun citra satelit resolusi tinggi. Sementara DTM
dapat diolah melalui data DSM. Berikut adalah perbedaan gambar antara DEM,
DSM, dan DTM.
TIN merupakan data digital untuk merepresentasikan suatu permukaan,
namun TIN merepresentasikan permukaan sebagai suatu kesatuan yang berlanjut
tanpa ada segitiga yang saling menampal (USGS, 2010). Pada Digital Terrain Model,
Triangulated Irregular Network (TIN) adalah representasi dari permukaan yang
diambil dari komponen titik sampel dan breaklines (Bhargava, 2013). TIN dibuat dari
satu set mass point yang diperoleh dari nilai ketinggiannya. TIN dapat dibuat
menggunakan Triangulasi Delaunay, sebuah proses berulang untuk menghubungkan
suatu titik dengan dua titik lain yang berdekatan untuk membentuk suatu segitiga
yang diusahakan memiliki sudut yang besarnya hampir sama (Watson dan Philip
1984; Tsai 1993 dalam Chang 2008).
Menurut Bhargava ada dua fase prinsip untuk membuat TIN, yaitu :
1) Pemilihan data (mass points) dan koneksinya dengan triangular facets
2) Triangulasi otomatis dengan seleksi titik manual adalah teknik lain yang telah
digunakan. TIN merupakan suatu model data yang didesain untuk pemetaan dan
analisa permukaaan tanah, hal ini merupakan alternatif dalam pembentukan DEM dan
garis kontur untuk merepresentasikan permukaan tanah tersebut (Chang, 2008).
IV. LANGKAH KERJA
1. Memilih kabupaten yang diinginkan “Semarang” dan masukkan data kontur
yang dimiliki

2. Melakukan metode “clip” untuk memfokuskan data kontur yang kita gunakan
agar kontur hanya berpusat satu kabupaten
3. Setelah itu, search pada pengaturan ArcGIS yaitu “Create TIN” kemudian
memilih (3D Analysis) create TIN, masukkan data kontur yang sudah di clip
dan menyimpan data dengan nama TIN

4. Kemudian klik kanan pada Layers “TIN” kemudian pilih properties setelah itu
menghapus symbol kontur , pilih 2 kemudian klik remove values
5. Setelah itu mengubah data TIN menjadi raster dengan search di menu,
kemudian menulis “TIN to Raster” kemudian input data TIN lalu ubah
6. Selanjutnya, topo to Raster untuk membuat data DEM dengan memasukkan
data kontur
7. Selanjutnya,memotong DEM dengan search di menu, yaitu extract by mask
kemudian input data DEM, maka data DEM akan berfokus pada kabupaten
yang kita miliki
8. Selanjutnya,search membuat titik sampel dengan feature class untuk membuat
point wilayah, kemudian pilih menu editor untuk membuat point, kemudian
simpan dengan nama titik sampel
9. Selanjutnya,pilih menu kemudian search “extract values to point” kemudian
memilih data DEM setelah itu TIN lalu diextract sesuai nama titik tin atau
dem
10. Selanjutnya, membuat bayangan dengan memilih menu kemudian search
hillshade, masukkan data DEM kabupaten lalu simpan pada format
geodatabase dengan nama hillshade
11. Selanjutnya, membuat slope dengan mensearch pada menu “slope” kemudian
input data DEM kabupaten, setelah itu ubah environment dengan percent rise
kemudian simpan dengan format geodatabase.
12. Selanjutnya, reklasifikasi dengan memilih menu lalu search reclassify,
kemudian input data berupa slope, kemudian mengatur classes menjadi 5, lalu
mengubah percent sesuai klasifikasi kemiringan lerengan dengan mengubah
angka 8,15,25,45 dan 100, simpan dengan nama reclassify_slope
13. Selanjutnya, mensearch raster to polygon pada menu toolbar kemudian input
data reclassify_slope simpat pada format geodatabase dengan nama
rclassify_polygon
14. Selanjutnya, klik kanan pada reclassify_polygon lalu membuka table atribut
polygon, kemudian add field dengan nama luas kemudian memilih type
double, setelah itu lakukan calculate geometry, pilih porperty area kemudian
units meter square, kemudian select atribut memilih luas yang kurang dari
100.000
15. Selanjutnya, mengeliminasi tinggi yang kurang dari 100.000 dengan
mensearch eliminate pada menu, kemudian input data reclassify eliminate
kemudian save shp dengan nama eliminate
16. Selanjutnya, mencari smooth polygon pada search menu kemudian input data
“eliminate”, lalu menulis smoothing tolerance 50 meters dan save dengan
nama smoothing_polygon
17. Selanjutnya, klik kanan pada smooth_polygon kemudian pilih properties, lalu
pilih symbology atur warna sesuai gradien ketinggian kemuan add value,
setelah itu menghapus garis tepi pada batas warna, centang hill shade
kemudian mengatur kembali ke properties – display lalu mengatur
transparency warnanya menjadi 40% agar terlihat bayangannya
V. HASIL PRAKTIKUM
1. Screenshot hasil TIN

2. Screenshot hasil DEM

3. Screenshot hasil pengambilan sampel


4. Screenshot hasil Hillshade

5. Screenshot hasil Kemiringan lereng


VI. ANALISIS
Berdasarkan hasil pembuatan data DEM dan TIN diketahui kabupaten
semarang memiliki gradien kemiringan lereng yang berbeda-beda dan Secara
topografis sendiri Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan dan dataran
rendah, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya
berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah
dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan
dengan kemiringan 15-40%. Hal itu ditandai dengan tampilan data TIN yang
diberikan bervariasi dengan dominant warna abu-abu yaitu menandakan
daerah yang datar
Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang
membentuk suatu kota, sehingga mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah
perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi
Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan tanah berkisar
antara 0 persen sampai 40 persen (curam) dan ketinggian antara 0,75 – 348,00
MDPL.
Pemodelan yang saya buat menggunakan kontur dengan nilai Ci 100
sehingga nilai kerapatan yang diberikan tidak besar, hal itu membuat tingkat
kedetailan suatu kemiringan tepatnya kota semarang kurang akurat. Pada
bagian timur laut dilihat memiliki gradien kemiringan yang sangat curam,
melihat data hillshade warna yang diberikan cenderung berubah-ubah warna
putih lalu diikuti warna gelap hal itu menandakan tinggi-rendah sehingga
menciptakan bayangan berupa warna hitam.
Pada data DEM warna putih cerah menandakan tempat yang memiliki
ketinggian sekitar 2000-3000 meter, warna tersebut terletak pada barat daya
peta, pada topografi semarang arah itu akan membawa ke gunung ungaran
yang memiliki ketinggian sekitar 2000 meter
VII. KESIMPULAN

1. Pada data TIN (merah) dan DEM (putih cerah) sama-sama menunjukkan
tertinggi pada bagian barat daya yang mengarah pada gunung ungaran
2. Data DEM dan TIN dapat menunjukkan gradien kemiringan, pada data
DEM menggunakan titik-titik geometri, sedangkan data TIN
menggunakan data vector dengan jarring segitiga
3. Data Hillshade cenderung berubah berubah hal itu dipengaruhi oleh data
kontur Ci 100 sehingga data yang diperoleh menunjukkan perubahan
warna diawali putih-kemudian gelap
DAFTAR PUSTAKA

Eguchi, R.T., dkk. (2008). The Application of Remote Sensing Technologies


for Disaster Management. The 14th World Conference on Earthquake
Engineering. Beijing, China.
Martinoni, D., Bernhard, L. (1998). A Conceptual Framework for Reliable
Digital Terrain Modelling. Department of Geography, University of
Zurich. Swiss.
USGS. (2010). Digital Elevation Model (DEM) Creation and Analysis.
Science Education Lesson.
Bhargava, N., Bhargava, R., Tanwar, P.S. (2013). Triangulated Irregular
Network Model from Mass point. International Journal of Advanced
Computer Research, Vol. 3 No. 2.
Chang, K.T. (2008). Introduction to Geographic Information System.
Singapura : McGraw Hill.
Trisakti, B. (2010). Pengembangan Metode Ekstraksi DEM (Digital Elevation
Model) dari Data ALOS PRISM. LAPAN
Watson, D. F., Phillip, G. M. (1984). Systematics Triangulation. Computer
Vision, Graphics, and Image Processing 26: 217-23

Anda mungkin juga menyukai