Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN MENJELAANG AJAL DAN PALIATIF

TENTANG

PENGKAJIAN FISIK DAN PSIKOLOGIS, TINJAUAN AGAMA


TENTANGPERAWATAN PALIATIF”

DISUSUN OLEH :

ANNISA DANIANTI
1914201102
KEPERAWATAN 5C

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. AMELIA SUSANTI, M.Kep.Sp.Kep.j

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN AJARAN 2021 / 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas makalah tentang “Pengkajian Fisik dan Psikologis, Tinjauan Agama
Tentang Perawatan Paliatif” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan paliatif yang diampu oleh
Ibu Ns. Amelia Susanti, M.Kep.

Makalah ini dibuat berdasarkan dari beberapa sumber yang telah memberikan
materi tersebut. Makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya maka
dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari pembaca agar makalah
ini lebih sempurna dan memperbaiki tugas penulis berikutnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baik bagi penyusun maupun pembaca.

Padang, 07 November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016)
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejalan lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat
dan berduka (Matzo & Sherman, 2015). Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan
penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat
meningkatkan kualitas hidup (WHO,2016). Matzo & Sherman juga mengatakan bahwa
kebutuhan pasien paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial, dan spiritual. Spiritual
merupakan bagian penting dalam dalam perawatan paliatif, ruang lingkup pemberian
dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari perawatan paliatif ?
2. Apa saja elemen yang terdapat dalam perawatan paliatif ?
3. Apa masalah keperawatan pada pasien paliatif ?
4. Apa saja bantuan yang dapat diberikan pada pasien terminal ?
5. Apa saja faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perawatan paliatif ?
6. Peran spritual dalam pearawatan paliatif?
7. Bagaimana pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa definisi dari perawatan paliatif
2. Mahasiswa dapat mengetahui pa saja elemen yang terdapat dalam perawatan paliatif
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa masalah keperawatan pada pasien paliatif
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja bantuan yang dapat diberikan pada pasien
terminal
5. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perawatan
paliatif
6. Mahaiswa dapat mengetahui apa saja peran spritual dalam keperawatan paliatif
7. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan
paliatif

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah
lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016)
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan
menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit
termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk
memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus
Project for Quality Palliative Care, 2013).Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak
dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang
harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa
(Nurwijaya dkk, 2010).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES, 2013)dan Aziz,
Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prisinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan
nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan
spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan
dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim
untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.

2.2 Elemen dalam perawatan paliatif


Menurut National Consensus Project dalam Campbell (2013), meliputi :
1. Populasi pasien
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua usia, penyakit
kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga
Dimana pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif.
Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya
penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif
Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan untuk menanggulangi
gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis, sosial maupun
keagamaan.
5. Tim interdisiplin
Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi, pekerja sosial,
sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka agama, psikolog, asisten
perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan
Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi, mendengarkan aktif,
menentukan tujuan, membantu membuat keputusan medis dan komunikasi efektif
terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
9. Perawatan yang berkesinambungan
Dimana seluruh sistem pelayanan kesehatan yang ada dapat menjamin koordinasi,
komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk mencegah krisis dan rujukan
yang tidak diperukan.
10. Akses yang tepat
Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada akses yang tepat
bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas, tanpa memandang
ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
11. Hambatan pengaturan
Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-
undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
12. Peningkatan kualitas
Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur dan sistemik
dalam kebutuhan pasien.

2.3 Masalah Keperawatan Pada Pasien Paliatif


Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-
kejadian yang dapat mengancam diri sendiri eimana masalah yang seringkali di keluhkan
pasien yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta
spiritual (IAHPC, 2016).Permasalahan yang muncul pada pasien yang menerima perawatan
paliatif dilihat dari persepktif keperawatan meliputi masalah psikologi, masalah hubungan
sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual atau
keagamaan (Campbell, 2013).
1) Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien
paliatif yaitu nyeri (Anonim, 2017).Nyeri merupakan pengalaman emosional dan
sensori yang tidak menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang
terjadi secara tiba-tiba dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan
diprediksi. Masalah nyeri dapat ditegakkan apabiladata subjektif dan objektif dari
pasien memenuhi minimal tiga kriteria (NANDA, 2015).
2) Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah
kecemasan. Hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit
yang membuat pasien takut sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun
keluarga (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana
hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana
seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa
yang akan datang dengan perasaan khawatir.Menurut Carpenito (2000) kecemasan
merupakan keadaan individu atau kelompok saat mengalami perasaan yang sulit
(ketakutan) dan aktivasi sistem saraf otonom dalam berespon terhadap
ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik.
NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut yang
disebabkan olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang
member tanda individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut
mengatasinya.
Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
3) Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan
kondisi hubungan social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu
keluarga maupun rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014). Isolasi sosial adalah
suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Kelliat, 2006 ).
4) Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada
pasien paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose
penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta
ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya
dapat dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain
mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang
meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial
(Keliat dkk, 2011)
5) Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
6) Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet
serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin,
inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit
misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
7) Problem Nutrisi dan Cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.
8) Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
9) Problem Sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,
kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
10) Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
11) Problem Kulit dan Mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga
pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.

2.4 Bantuan yang dapat diberikan pada pasien terminal


Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak
ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh
suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Dalam perawatan paliatif peran perawat adalah
memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien
menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin. Perawat harus memahami
apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan
dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa
bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Bantuan yang dapat diberikan pada pasien terminal yakni :
1. Bantuan Emosional
a. Pada Fase Denial.
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah atau anger.
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me
rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang
yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan
tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar.
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah
dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi.
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa
yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan.
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga
dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis 
a. Kebersihan Diri.
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit.
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik
diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena
kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas.
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak.
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan
dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisi.
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena
terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek
menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair
atau Intra Vena atau Invus.
f. Eliminasi.
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur
atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus
dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep.
g. Perubahan Sensori.
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak
atau menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau
anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan
diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien
mampu membacanya.

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
2.5 Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perawatan paliatif
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian.
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan
klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat
harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,
bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran
tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya. Dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal
berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan.
Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan
menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat
terpenuhi.

2.6 Peran spiritual dalam paliatif care

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya,


dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah
dari kehidupan, banyak agama memliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang
dimaksud untuk menjelaskan makna hidup dan/ menjelaskan asal usul
kehidupan atau alam semesta.

Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan


pemulihan atau perbaikan. Dalam contoh terburuk ia menawarkan kenyamanan
dan persiapan untuk individu melalui proses traumatis penyakit terakhir sebelum
kematian (Doyle, hanks Macdonald,2003:101) studi pasien dengan penyakit
kronis atau terminal telah menunjukan kejadian insiden tinggu depresi dan
gangguan mental lainnya. Dimensi lain menunjukan bahwa tingkat depresi
sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi tambahan
sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan agama.
Pasien dibawah perawatan paliatif dan dalam keadaan seperti itu sering
mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi mereka dan
mendekati kematian (farrell & coyle, 2007: 848).
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasanya
bersinggungan dengan isu sehari-hari. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
dengan orang tua dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang.
Kekhawatiran semacam itu telah diamati bahkan pada pasien yang telah dirawat
dirumah sakit dengan penyakit serius non-terminal. Studi lain telah menunjukan
bahwa presentase yang tinggi dari pasien diatas usia 60 tahun menemukan
hiburan dalam ketekunan beragama yang memberi mereka kekuatan dan
kemampuan untuk mengatasi kehidupan, sampai batas terntentu.

Kekhawatiran disaat sakit parah mengasumsi berbagai bentuk seperti


hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan
oleh komunitas keagamaan mereka. Sering menghormati dan menvalidasi
individu pada dorongan agama dan keyakinan adalah setengah perjuangan
kearah menyiapkan mereka pada sebuah kematian yang baik (ferrelp & coyle,
2007: 1171 8).

2.6.1 Tinjauan menurut ajaran agama


1. Dalam ajaran Islam

Seperti dalam agam-agama ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam


mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan
anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan
seseorang lahir dan kapan dia mati (QS 22: 66 ;2: 243). Eutanasia dalam ajaran
islam disebut qalt ar-rahmah atau taisir almaut (eutanasia), yaitu suatu tindakan
memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena
kasih sayang, dengan tujuan meringankan pendderitaan si sakit, baik dengan cara
positif maupun negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di
Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan
dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhhan berdasarkan belas kasihan (mercy
killing) dalam alasan apapun juga.
 Eutanasia positif

Yang dimaksud taisir almaut alfa’al (eutanasia positif) ialah tindakan yang
dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak
diperkenankan oleh syara’. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter
melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan
mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini
termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar
yang membinasakan. Meskipun tindakan tersebut dilakukan karna rasa
kasihan kepada sisakit itu termasuk pembunuhan. Karna bagaimanapun si
dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang dari pada yang maha
menciptakannya. Karena itu serahkanlah kepada Allah , karena dialah yang
memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah
tiba ajal yang telah ditetapkannya.

 Eutanasia negatif

Pada eutanasia negatif dipergunakan alat-alat atau langkah aktif untuk


mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi
pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada
keyakinan dokter bahwa pengobatan yang diberikan itu tidak ada gunanya
dan tidak memberikan harapan pada si sakit sesuai sunnatullah (hukum allah
terhadap alam semesta) dan hukum sebab akibat. Diantara masalah yang
sudah terkenal dikalangan ulama syara’ ialah bahwa mengobati atau berobat
dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jamhur fuqaha dan imam
mahzab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar
pada hukum mubah, namun sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab
(sunnah).
2. Dalam ajaran gereja katolik roma
Pada 5 mei tahun 1980, kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan
Deklarasi tentang eutanasia yang menguraikan pedoman mengenai penanganan
terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, khususnya dengan
semakin meningkatnya kompleksitas sistem penunjang hidup dan gencarnya
promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Paus
Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek
eutanasia, dalam ensiklik injil kehidupan (Evengelium Vitae) nomor 64 yang
memperingatkan kita agar melawan “gejala yang paling mengkhaawatirkan dari
budaya kematian dimana jumlah orang lanjut usia dan lemah yang meninngkat
dianggap sebagai beban yang mengganggu.” Dia juga menegaskan bahwa
eutanasia merupakan tindakan tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan
yang semu. “belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung
penderitaan bersama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang
penderitaannya tidak dapat ditunggu.”(Evengelium Vitae, nomor 66.)
3. Dalam ajaran agama hindu
Pandangan agama Hindu terhadap eutanasia adalah didasarkan pada ajaran
tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma merupakan suatu konsekuensi murni
dari semua jenis kehendakdan mkasud perbuatan, yang baik maupun yang
buruk, lahir atau batin dengan pikiran kata atau tindakan. Sebagai akumulasi
dari karma yang buruk adalah menjadi penghalang “moksa” yaitu suatua
kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dai penganut
ajaran agama hindu. Ahmisa merupakan prinsip “snti kekerasan” atau pantang
menyakiti siapapaun juga.
4. Dalam ajaran Protestan
Gereja protestan memiliki pendekatan yang berbeda dalam pandangan
terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelasksanaan eutanasia. Seorang
krisitiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang uni untuk
melepaskan pemberian kehidupan dari tuhan karena mereka percaya bahwa
kematian tubuh adalah suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang kebih
baik. Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa
apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu
pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi
dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awal cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi
masalah “bunuh diri” dan pembunuhan berdasarkan belas kasihan adalah dari
sudut kekudusan kehidupan sebagai suatu pemberian tuhan. Mengakhiri hidup
dengan alasan apapun adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan
pemberian tersebut.
5. Dalam ajaran agama Budha
Dalam ajaran agama budha eutanasia merupakan suatu perbuatan yang tidak
dapat dibenarkan, selain dari pada hal tersebut agama budha sangat menekankan
pada “welas asih (karuna)” memepercepat kematian seseorang secara tidak
alamiah adalah pelanggaran terhadap perintah utama ajaran budha yang dengan
deminiak dapat menjadi “karma” negatif kepada siapapun yang terlibat di
dalamnya.

2.7 Pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif


2.7.1 Mengkaji Kondisi Kesehatan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari kepala sampai kaki dengan melihat
segala kelainan dan ketidaknormalan yang ada pada tubuh pasien adapun tehnik
yang digunakan dalam melakukan pemeriksaan adalah sebagai berikut ini :
Pemeriksaan fisik dan psikologis pasien terminal.
1. Pemeriksaan Fisik
A. Pengkajian
1) Identitas Klien : Nama, Umur, No Reg, Ruang, Agama,
Pekerjaan, Alamat, Suku Bangsa, Pendidikan, MRS, DX Medis.
2) Keluhan Utama :
a) Saat MRS : keluhan yang dirasakan oleh klien, sehingga
menjadi alasan klien dibawa kerumah sait
b) Saat pengkajian : Klien mengatakan kluhan yang dirasakan
oleh klien
c) Riwayat Penyakit Sekarang : Kronologis dari penyakit yang
diderita saat ini hingga dibawa kerumah sakit secara lengkap
dengan menggunakan rumus PQRST
d) Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit apa saja yang pernah
dialami oleh klien, baik yang ada hubungannya dengan
penyakit yang diderita sekarang atau yang tidak ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita saat ini, riwayat
operasi atau riwayat alergi
e) Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada kluarga yang
menderita penyakit yang sama?

3) Riwayat Psikososial
a) Persepsi Klien Terhadap Masalah

Apakah pasien mengatakan bahwa penyakitnya ini merupakan


masalah yang mengkhawatirkan, ekspresi wajah terlihat lemah
dan badannya terlihat lemas.

4) Pola Kesehatan Sehari-hari Selama Di Rumah dan RS


a) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Di Rumah : apakah klien makan dan minum sesuai dengan
kebutuhan tubuh?
Di Rumah Sakit : bagaimana pola nutrisi makan dan minum
klien saat sakit.
5) Kebiasaan Devekasi Sehari-hari
Di Rumah : jumlah, warna, bau, disertai darah ataupun
nanah
Di Rumah Sakit : klien dibantu untuk toileting atau tidak
6) Kebiasaan Miksi
Di Rumah : warna, bau, adakah kesulitan BAK
Di Rumah Sakit : klien BAK dengan alat bantu atau tidak.
7) Pola Tidur dan Istirahat
Dirumah Klien : jumlah jam tidur, apakah mengalami
gangguan tidur
Di Rumah Sakit : jumlah jam tidur, apakah mengalami
gangguan tidur.
8) Pola Aktivitas
Di rumah : klien beraktifitas secara mandiri tanpa
bantuan orang lain apakah memiliki kebiasaan olah raga.
Di rumah sakit : apakah klien mendapatkan bantuan dari
orang lein ketika akan melakukan aktivitas.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
Usia, anak, riwayat penggunaan kontrasepsi.
10) Pemeriksaan Fisika.
a) Keadaan umum : apakah klien lemah, terpasang infus
atau tidak
Keadaan sakit : klien sering mengeluh lemas, sakit, tidak
nyaman.
Tekanan darah : mengalami penurunan
Nadi : mengalami penurunan
Respirasi : 12-24 x/menit
Bising Usus : 6-12 x/menit
Suhu : 37,5 – 38,5 °C
Tinggi badan : -
Berat badan : naik atau menurun
b) Review of System (ROS)
- Kepala : Posisi kepala, bentuk kepala, warna rambut,
distribusi rambut, apakah terlihat bayangan pembuluh
darah, apakah terdapat luka, tumor, edema, ketombe, dan
bau.
- Mata : apakah terdapat vesikel, tidak ada masa, nyeri
tekan, dan penurunan penglihatan, konjungtiva anemis.
- Hidung : apakah terdapat sekret, dan lesi.
- Mulut : apakah terdapat lesi, gigi ada yang tanggal,
membran mukosakering, apakah ada bercak-bercak
keputihan pada lidah, dan halitosis.
- Telinga : apakah ada nyeri tekan, dan luka.
- Leher : apakah trakea simetris, adakah pembesaran
kelenjar tiroid dan vena jugularis, nyeri tekan.
- Thoraks : dilihat bentuk, apakah terdapat masa, dan otot
bantu napas.
Paru
Jantung
- Ketiak dan Payudara : apakah didapatkan pembesaran
kelenjar limfe dan benjolan, keadaan puting dan areola
- Abdomen : bentuk simetris atau tidak, adakah nyeri tekan,
apakah ada benjolan, tanda pembesaran hepar, tidak
didapati asites, dan hasil perkusi didapat suara timpani
- Genetalia : apakah ada benjolah, nyeri tekan,iritasi dan
bau pada genetalia
- Anus dan Rektum : tidak ada abses, hemoroid, apakah
pada rektum didapati lendir, darah, atau nanah.
- Ekstremitas : apakah kekuatan otot menurun, terdapat
oedema, tampak tanda atropi.
- Integumen : bagaimana warna, tekstur kering, turgor
kulit, apakah terdapat tanda sianosis, akral dingin atau
hangat, ada atau tidak tanda inflamasi pada kuku.
- Status Neurologi
Tingkat kesadaran
Tanda -tanda peransang otak
Uji saraf kranial
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Refleks pantologis

2.7.2 Mengkaji Kondisi Psikologis


1) Kondisi pikiran dan suasana hati (mood).
Meliputi : Apakah dalam bulan terakhir anda merasakan: Merasa putus asa
atau merasa tidak berdaya? kehilangan minat? Apakah anda merasa
depresi? Apakah anda merasa tegang atau cemas? Apakah anda pernah
mengalami serangan panic? Apakah ada hal spesifik yang anda harapkan?
2) Penyesuaian terhadap sakit.
Meliputi : Apa pemahaman anda terhadap sakit saat ini? Gali dengan hati-
hati ekspektasi pasien.
3) Sumber – sumber dan hal yang menguatkan.
Meliputi : Apakah sumber dukungan anda? Misalnya: orang-orang, hobi,
iman dan kepercayaan
4) Total Pain (nyeri multidimensi yang tidak terkontrol)
Meliputi : Adakah masalah psikologis, sosial, spiritual yang dialami yang
berkontribusi terhadap gejala yang dialami?
5) Sakit sebelumnya (dapat dikaji langsung atau pada keluarga): Adakah risiko
stress psikologikal dan riwayat masalah kesehatan mental?

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan. Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-
kejadian yang dapat mengancam diri sendiri dimana masalah yang seringkali di keluhkan pasien
yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta spiritual. Dalam
perawatan paliatif peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal
untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.Perawat
harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat
menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa
bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.

B. Saran
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi pada
klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian.Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena
hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.
DAFTAR PUSTAKA

Yanto, 2018, Pengkajian fisik psikologis dalam keperawatan paliatif


http://www.syauqiya.com/2015/03/peran-perawat-dalam-paliative care
https://www.scribd.com/document/388723641/pengakajian-fisik-psikologis-dalam-
keperawatan-paliatif
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama

Anda mungkin juga menyukai