TUGAS 6
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN FLAVONOID
(Ekstrak Psidium guajava)
KELOMPOK: 9
KELAS: C
1. Andre Riswanda Putra (201810410311150)
2. Ahmad Fajrul Alim (201810410311148)
3. Intan Febry Alfinny (201810410311149)
4. Novita Meliana Devie (201810410311151)
5. Cindy Puspitasari (201810410311152)
DOSENPEMBIMBING:
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.
Sejarah panjang penggunaan jambu biji telah memimpin zaman modern peneliti untuk
mempelajari ekstrak jambu biji (Tabel 2). Ini tradisional digunakan untuk melawan
diare, gastroenteritis dan pencernaan lainnya keluhan telah divalidasi di berbagai klinis
studi. Dalam sebuah penelitian termasuk 17 tumbuhan obat Thailand pada efek anti-
proliferatif pada epidermis mulut manusia karsinoma dan sel leukemia murine
menggunakan uji MIT, Daun jambu biji menunjukkan aktivitas anti proliferasi yaitu
4,37 kali lebih banyak dari vincristine (Manosroi et al., 2006). Kulit dan ekstrak daun
terbukti memiliki aksi toksik in vitro melawan banyak bakteri. Gallocatechin diisolasi
dari Ekstrak metanol daun jambu biji menunjukkan antimutagenik aktivitas melawan
E. coli (Matsuo et al., 1996). Air dan Ekstrak kloroform jambu biji efektif dalam
mengaktifkan mutagenesitas Salmonella typhimurium (Grover et al., 1993).
Aktivitas antimikroba P. guajava dan ekstrak daun, ditentukan oleh metode
penggunaan disk diff (zona hambatan), dibandingkan dengan minyak pohon teh (TTO),
doksisiklin dan antibiotik klindamisin. Tampak bahwa daun P. guajava ekstrak
mungkin bermanfaat dalam mengobati jerawat terutama mereka yang memiliki
aktivitas anti-inflamasi (Qadan et al., 2005). Senyawa fl avonoid aktif - quercetin-3-O-
alpha-l-arabinopyranoside (guaij averin) - diekstrak dari daun memiliki aktivitas
antiplak berpotensi tinggi dengan menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans
(Limsong et al., 2004). Ekstrak daun jambu biji menghambat pertumbuhan
Streptococcus aureus dalam penelitian yang dilakukan dengan metode penggunaan disc
diff (Abdelrahim et al., 2002).
Dalam beberapa penelitian, jambu biji menunjukkan aktivitas antibakteri yang
signifikan terhadap diare umum bakteri penyebab seperti Staphylococcus, Shigella,
Salmonella, Bacillus, E. coli, Clostridium dan Pseudomonas. Ganda studi klinis buta
tentang efek Phytodrug (QG-5) yang dikembangkan dari daun jambu biji menunjukkan
penurunan durasi sakit perut, yang dikaitkan dengan antispasmodik efek quercetin yang
ada dalam ekstrak daun (Xavier Lozoya dkk., 2002). Ekstrak daun jambu biji dan
memiliki jus buah juga telah dipelajari secara klinis untuk diare infantil. Secara klinis
belajar dengan 62 bayi dengan enteritis rotaviral infantil, tingkat kesembuhan adalah 3
hari (87,1%) pada mereka yang dirawat dengan jambu biji, dan diare berhenti dalam
waktu yang lebih singkat dari kontrol. Disimpulkan dalam penelitian bahwa jambu biji
memiliki ëgood efek kuratif pada enteritis rotaviral infantil (Wei et al., 2000).
Bahan kimia lektin dalam jambu biji terbukti berikatan dengan E. coli (organisme
penyebab diare umum), mencegah adhesi ke dinding usus dan dengan demikian
mencegah infeksi dan diare yang diakibatkannya (Rodriguez et al., 2001). Ekstrak daun
jambu biji juga terbukti memiliki efek penenang efek pada otot polos usus,
menghambat bahan kimia proses yang ditemukan di diare dan membantu penyerapan
kembali air di usus. Dalam penelitian lain, daun beralkohol ekstrak dilaporkan
memiliki efek mirip morfin, oleh menghambat pelepasan bahan kimia gastrointestinal
secara akut penyakit diare. Efek seperti morfin ini dianggap terkait dengan bahan
kimia, quercetin. Penggunaan yang efektif dari jambu biji bisa di diare, bisa juga
disentri dan gastroenteritis terkait dengan sifat antibakteri yang didokumentasikan
jambu biji (Lozoya et al., 1995, 1990; Tona et al., 2000).
2.6 Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok polifenol dan diklasifikasikan berdasarkan struktur
kimia serta biosintesisnya (Seleem et al., 2017). Struktur dasar flavonoid terdiri dari
dua gugus aromatik yang digabungkan oleh jembatan karbon (C6-C3-C6) (Uzel et al.,
2005). Flavonoid diklasifikasikan sebagai flavon, flavanone, flavonol, katekin,
flavanol, kalkon dan antosianin (Panche et al., 2016). Pembagian kelompok flavonoid
didasarkan pada perbedaan struktur terutama pada substitusi karbon pada gugus
aromatik sentral dengan beragamnya aktivitas farmakologi yang ditimbulkan (Wang et
al., 2018).
Dalam bidang kesehatan, flavonoid berperan sebagai anti bakteri, anti oksidan, anti
Dalam perkembangannya, hingga tahun 2011 ditemukan lebih dari 9000 flavonoid dan
telah digunakan untuk suplemen kesehatan (Wang et al., 2018). Flavonoid dibagi
menjadi beberapa subkelompok berdasarkan substitusi karbon pada gugus aromatik
sentral (C). Subkelompok tersebut adalah: flavon, flavonols, flavanone, flavanol/
katekin, antosianin dan kalkon (Panche et al., 2016). Review ini membahas tentang
aktivitas farmakologi flavonoid serta klasifikasi flavonoid berdasarkan struktur dan
aktivitas farmakologinya.
Flavon
Flavon merupakan flavonoid yang sering ditemukan pada daun, buah dan bunga dalam
bentuk glukosida. Beberapa contoh senyawa flavon adalah : apigenin, luteolin,
luteolin-7- glukosida, akatekin, dan baicalin. Struktur flavon sendiri terdiri dari ikatan
rangkap antara posisi 2′dan 3′, serta memiliki keton pada posisi 4. Sebagian besar
flavon memiliki gugus hidroksil pada posisi 5. Tanaman yang banyak mengandung
flavon diantaranya adalah seledri, kamomil, daun mint, dan ginkgo biloba.(Alfaridz et
al., 2015)
Flavonol
Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus keton. Senyawa flavonol diantaranya
adalah kuersetin, mirisetin, fisetin, galangin, morin, rutin, dan robinetin. Perbedaan
antara flavonol dengan flavon terdapat pada gugus di posisi 3 pada cincin C yang
memungkinkan terjadinya glikosilasi.Aktivitas farmakologi yang dimiliki flavonol
adalah antioksidan. Gugus aromatic cincin B merupakan gugus yang bertanggung
jawab atas aktivitas flavonol karena ikatan rangkap konjugasi pada nomor 2′ dan 3′
memiliki kemampuan untuk perpindahan elektron dari cincin B menuju radikal bebas
dan memecah radikal bebas. Tanaman yang banyak mengandung flavonol adalah:
tomat, apel, anggur, bawang, beri dan lain lain.(Alfaridz et al., 2015)
2.7 KLT
Kromatografi Lapis Tipis adalah salah satu metode pemisahan kromatografi yang
fleksibel dan banyak digunakan. Metode analisis kromatografi lapis tipis (KLT) telah
menjadi bagian dari teknik analisis rutin pada laboratorium analisis dan pengembangan
produk karena memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan utama metode analisis
kromatografi lapis tipis dibandingkan metode analisis kromatografi cair kinerja tinggi
adalah analisis beberapa sampel dapat dilakukan secara simultan dengan menggunakan
fase gerak dalam jumlah kecil sehingga lebih hemat waktu dan biaya analisis serta lebih
ramah lingkungan. Teknik pemisahannya sederhana dengan peralatan yang minimal.
(Wulandari, 2011)
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi
dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat
atau cair) dan fase gerak (cair atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan
migrasi dari masing-masing komponen. Perbedaan migrasi merupakan hasil dari
perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak.
Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari
masing-masing senyawa. (Wulandari, 2011)
Fase diam yang digunakan dalam Kromatografi lapis Tipis merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-
rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiennya dan resolusinya. Lapisan tipis yang digunakan
sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar
ion, gel ekslusi, dan siklodektrin yang digunakan untuk pemisahan kiral (Gandjar dan
Rohman, 2007)
Fase Gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau bebrapa pelarut. Fase
gerak bergerak di dalam fase diam yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler.
Pelarut yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan,
sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl,1985).
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. Preparasi Sampel
B. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
Larutan
IIIB + 0,5 ml HCl dipanaskan di atas penangas
pekat (amati air dan amati lagi perubahan
perubahan warna) warna
2. Uji Wilstater
IIIA blanko
Larutan
IIIC + 0,5 ml HCl pekat + 4 potong magnesium.
(Amati perubahan warna yang terjadi)
a. Preparasi sampel
1. 0,3 gram ekstrak dikocok dengan 3 ml n-heksana berkali-kali dalam tabung reaksi
sampaifase n-heksan tidak berwarna.
2. Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol dan dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing
disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID.
b. Reaksi warna
1. Uji Bate-Smith dan Metcalf
1) Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5 ml HCl pekat dan
diamatiperubahan warna yang terjadi, kemudian dipanaskan di atas penangas air dan
diamatilagi perubahan warna yang terjadi.
2) Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu menunjukkan
adanyasenyawa leukoantosianin (dibandingkan dengan blanko)
2. Uji Wilstater
3) Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah 0,5 ml HCl pekat dan 4
potongmagnesium.
4) Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan dengan 2 mL air suling
melewatidinding tabung, kemudian ditambah 1 ml butanol secara perlahan-lahan
melewatidinding tabung.
3) Diamati warna yang terjadi di setiap lapisan. Perubahan warna jingga
menunjukkanadanya flavon, merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua
manunjukkanadanya flavanon.
c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Larutan IIID dan fase n-heksan (3.2.a.1) ditotolkan pada fase diam.
2. Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan :
Fase diam : lapisan tipis selulosa (diganti Kiesel Gel 254)
Fase gerak : Kloroform:aseton:asam formiat(6:6:(I gtt))
Penampak noda : - pereaksi sitrat borat atau
- uap amonia atau - asam sulfat 10%
3. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning intensif.
4. Noda kuning yang ditimbulkan oleh uap ammonia akan hilang secara perlahan
ketikaamonianya menguap meninggalkan noda.
5. Sedangkan noda kuning yang ditimbulkan oleh pereaksi sitrat-borat sifatnya
permanen.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abdelrahim SI, Almagboul AZ, Omer MEA, Elegami, Antimicrobial activity of
Psidium guajava L, Fitoterapia, 73(7-8), 2002, 713-715.
Aksara, R., Musa, W. J. A., & Alio, L. (n.d.). Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari
Ekstrak Metanol Kulit Batang Mangga ( Mangifera indica L ). 514–519.
Alfaridz, F., Amalia, R., Farmasi, F., Padjadjaran, U., & Barat, J. (2015). Farmaka
Farmaka. 16, 1–9.
Begum S, Hassan SI, Ali SN, Siddiqui BS, Chemical constituents from the leaves of
Psidium guajava, Nat Prod. Res, 18(2), 2004, 135-140
Grover IS, Bala S, Study on anti mutagenic eff ects of guava in S. typhimurium,
Mutation Research/Genetic Toxicology, 300(1), 1993, 1-3
Kamath, J., Rahul, N., Ashok Kumar, C., & Lakshmi, Sm. (2008). Psidium guajava
L: A review. International Journal of Green Pharmacy, 2(1), 9.
https://doi.org/10.4103/0973-8258.39155
Kumari, N., Gautam, S., & Ashutosh, C. (2014). Psidium guajava A Fruit or
Medicine – An Overview. Online Available at Www.Thepharmajournal.Com
THE PHARMA INNOVATION-JOURNAL, 2(7725), 6–8.
Limsong J, Benjavong kulchai E, Kuvataanasuchati J, Inhibitory effects of some herbal
extracts on adherence of S. Mutans, J. Ethnopharmcol, 92(2-3), 2004, 281-289.
LozoyaX, Reyes-Morales H, Chavez-Soto MA, Martinez-Garcia Mdel C, Lutt erodt
GD, Inhibition of gastrointestinal release of acetylcholine by quercetin as a
possible mode of action of Psidium guajava leaf extracts in the treatment of
acute diarrhoeal disease, J. Ethnopharmcol, 25(3), 1989, 235-247.
Manosroi J, Dhumtanom P, Manosroi A, Anti-proliferative activity of essential oil
extracted from Thai medicinal plants on KB and P38 cell lines, Cancer lett ,
235(1 8), 2006, 114-120.
Matsuo N, Hanamure, Koyoko SY, Nakamura, Tomita I, Identification of (+)
gallocatechin as a bio-antimutagenic compound in Psidium guava leaves,
Phytochemistry, 36(4), 1994, 1027-1029.
Qadan F, Thewaini AJ, Ali DA, Afifi R, Elkhawad A, Matalka KZ, The antimicrobial
activities of Psidium guajava and Juglans regia leaf extracts to acne-developing
organisms, Am J Chin Med, 33(2), 2005, 197-204.
Rodriguez RC, Cruz PH and Rios HG, Lectins in fruits having gastrointestinal
activity their participation in hemagglunating propertyof escherichia coli O157,
Arch.Med.Res, 32(4), 2001, 251-257.
Suntt ornusk L, Quantitation of vitamin C content in herbal juice using direct
titration, J.Pharm. Biomed. Anal, 28(5), 2002, 849-55
Wang, T., Li, Q., Bi, K., 2018. Bioactive flavonoids in medicinal plants: Structure,
activity and biological fate. Asian J. Pharm. Sci. 13, 12–23.
Wei L, Li Z, Chen B, Clinical study on treatment of infantile rotaviral enteritis with
Psidium guajava L, Zhongguo Zhong Xi Yi Jie He Za Zhi, 20(12), 2000, 893-
895.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. In Taman Kampus Presindo.
Xavier Lozoya, Hortesia Reyes, Soto-Gonzalez Y, Doubova SV, Intestinal anti-
spasmodic eff ect of a phytodrug of Psidium guajava folia in the treatment of
acute diarrheic disease, J. Ethnopharmacol, 83(1-2), 2002, 19-24.