Anda di halaman 1dari 12

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY : IMPLIKASI STAKEHOLDER DAN

LEGITIMACY GAP DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN (STUDI


EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA)

PROPOSAL

Oleh :

WINDY PUTRISHELLA MANUPUTTY

2018-30-092

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PATTIMURA

2021
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Dalam konsep sustainability development, keberlanjutan suatu perusahaan bergantung pada


seberapa besar perusahaan dapat bertanggungjawab terhadap dampak yang ditimbulkan dari
aktivitas perusahaan. Tanggung jawab tersebut meliputi tanggung jawab sosial dan tanggung
jawab financial. Tanggung jawab kemudian dikomunikasikan oleh perusahaan kepada stakeholder
melalui pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Pengungkapan CSR menjadi
sinyal yang diberikan pihak manajemen kepada seluruh stakeholder termasuk calon investor
mengenai prospek perusahaan di masa depan serta menunjukkan nilai lebih yang dimiliki oleh
perusahaan atas kepeduliannya terhadap dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang timbul dari
aktivitas perusahaan tersebut. Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat menyebabkan
pergeseran legitimasi (Lindblom, 1994) dan perusahaan dituntut untuk peka dan mampu
menyesuaikan perubahan tersebut sehingga keberlanjutan perusahaan akan terjamin. Social
responsibility dan social disclosure dapat menjadi cara untuk mengurangi tekanan dari stakeholder
yang muncul akibat adanya legitimacy gap. Selain itu, protes yang berasal dari stakeholders akan
berdampak pada eksistensi dan stabilitas operasional perusahaan. Oleh karena itu pengungkapan
CSR sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk meminimalkan legitimacy gap melalui peningkatan
kesesuaian antara operasional perusahaan dan pengharapan masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Lindgreen, et.al (2009) yang berjudul Corporate Social
Responsibility: An Empirical Investigation of US Organization secara empiris membuktikan
bahwa economic performance merupakan determinan yang paling penting dalam penerapan
kebijakan-kebijakan CSR di Amerika Serikat sedangkan stakeholder environments dan
institutional environments memiliki pengaruh positif terhadap hubungan antara pengungkapan
CSR dan harga saham (Rowley & Berman, 2000). Selain itu, Fiori, et.al (2007) membuktikan
bahwa pengungkapan yang dilakukan perusahaan terkait dengan tenaga kerja memiliki dampak
positif terhadap harga saham dan menyatakan bahwa dimensi community di dalam CSR memiliki
dampak positif terhadap stock return meskipun tidak secara signifikan (Brammer, et.al, 2006).
Sedangkan, penelitian yang dilakukan Mishra & Suar (2010) menyatakan bahwa kebijakan
perusahaan yang memperhitungkan faktor seperti ethical advertising standard, kesehatan
konsumen dan keamanan penggunaan produk dapat meningkatkan citra perusahaan serta
meningkatkan kinerja perusahaan.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hubungan CSR dengan kinerja perusahaan dan keterkaitan CSR dengan nilai
perusahaan
2. Apakah implikasi Stakeholder Theory dan Legitimacy Gap terhadap pengungkapan CSR

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Menjelaskan hubungan CSR dengan kinerja perusahaan dan keterkaitan CSR dengan nilai
perusahaan
2. Untuk menjelaskan apakah Implikasi Stakeholder Theory dan Legitimacy Gap Terhadap
Pengungkapan CSR

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Penelitian

Sebagai gambaran Pengungkapan CSR di perusahan memberikan berbagai manfaat bagi


terutama manfaat jangka panjang seperti peningkatan nilai perusahaan yang tercermin
pada harga saham menjaga legitimasi yang diperoleh perusahaan, meningkatkan penjualan
dan secara tidak langsung akan membuat masyarakat turut serta dalam menjaga eksistensi
dari perusahaan
2. Kegunaan Penelitian

• Bagi perusahaan

Memberikan wacana CSR digunakan perusahaan untuk meningkatkan kesesuaian antara


operasi perusahaan dengan pengharapan masyarakat dalam rangka mengurangi legitimacy
gap yang terjadi.
• Bagi umum sebagai gambaran bagi karyawan maupun lingkungan masyarakat secara
umum dalam menilai kepedulian dan tanggung jawab perusahan terhadap lingkungannya
BAB II

A. LANDASAN TEORI 1. Pengertian CSR

CSR lebih banyak menitik beratkan pada pemahaman tentang komitmen perusahaan untuk
menjamin keberlanjutannya tidak hanya berorientasi pada pencapaian dari segi finansial namun
juga menjaga hubungan yang serasi dan seimbang dengan nilai, norma,budaya masyarakat
setempat dan lingkungan.
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan Corporate
Social Responsibility sebagai berikut: “Corporate Social Responsibility adalah komitmen
berkelanjutan oleh bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi sambil meningkatkan
kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta komunitas dan masyarakat pada umumnya.”
(Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Memenuhi Harapan yang Berubah)

Definisi CSR menurut United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) dalam
website resminya www.unido.org penjelasan tersebut sebagai "Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan adalah konsep manajemen di mana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial
dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan interaksi dengan pemangku kepentingan mereka.
CSR umumnya dipahami sebagai cara di mana perusahaan mencapai keseimbangan imperatif
ekonomi, lingkungan dan sosial ("Triple -Bottom-Line Approach"), sekaligus memenuhi harapan
para pemegang saham dan pemangku kepentingan."
2. Model CSR

Terdapat beberapa model yang mendasari sekaligus memperdebatkan tentang CSR, yaitu
model Neoklasik Ekonomi, model Filosofi Moral dan model Hibrid. Ketiga model tersebut
merupakan model pendekatan untuk dipakai sebagai dasar pemahaman perlunya mengaplikasikan
pengungkapan kinerja perusahaan melalui strategi CSR, khususnya model pendekatan yang tepat
adalah menggunakan model Hibrid (Carroll, 1991). Pendekatan yang menggunakan Model
Neoklasik menyatakan bahwa antara CSR dan Kinerja Perusahaan atau kinerja ekonomi
perusahaan memiliki hubungan negatif karena perusahaan menghadapi beberapa ketidakunggulan
kompetitif dari adanya keterbatasan biaya (Aupperle et.al, 1985). Disisi lain, pendekatan dari
Model Filosofi Moral menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab
kepada shareholder namun juga kepada stakeholder (Friedman, 1970) serta tidak terdapat
hubungan antara CSR dengan kinerja perusahaan karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya
bertujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan namun juga kesejahteraan
sosial.
3. Konsep The Triple Bottom Line

"Triple bottom line memfokuskan perusahaan tidak hanya pada nilai ekonomi yang mereka
tambahkan, tetapi juga pada nilai lingkungan dan sosial yang mereka tambahkan dan hancurkan.
Dalam arti sempit, istilah 'triple bottom line digunakan sebagai kerangka kerja untuk mengukur
dan melaporkan perusahaan. kinerja terhadap parameter ekonomi, sosial dan lingkungan".
(Keberlanjutan, 2015).

4. Stakeholder Theory Pada CSR

Pengungkapan informasi keuangan, sosial, dan lingkungan merupakan dialog antara


perusahaan dengan stakeholder-nya dan menyediakan informasi mengenai aktivitas perusahaan
yang dapat mengubah persepsi dan ekspektasi (Adam dan McNicholas, 2007). Pengungkapan
tersebut dilakukan dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi para stakeholder
serta mendapatkan dukungan dari para stakeholder demi kelangsungan hidup suatu perusahaan.
Semakin baik pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan maka stakeholder akan
semakin memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya yang bertujuan
untuk meningkatkan kinerja dan mencapai laba yang diharapkan perusahaan.
5. Perkembangan Teori Stakeholder

Perkembangan teori stakeholder diawali dengan berubahnya bentuk pendekatan perusahaan


dalam melakukan aktifitas usaha. Menurut Budimanta, et.al (2008) terdapat dua bentuk dalam
pendekatan stakeholder yaitu old-corporate relation dan new-corporate relation. Perbedaan yang
mendasar dari kedua pendekatan tersebut terlihat dari segi penekanan bentuk pelaksanaan aktifitas
perusahaan.
6. Legitimasi Pada Csr

Teori Legitimasi merupakan teori lain yang melandasi CSR serta berhubungan erat dengan
teori stakeholder. Legitimasi mungkin melibatkan membawa keluaran, metode, dan tujuan
organisasi sesuai dengan pandangan populer tentang apa yang pantas. Korporasi dapat
memutuskan bahwa tidak ada penyesuaian dalam keluaran organisasi, metode, dan tujuan yang
sesuai Legitimasi dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi keluaran organisasi, metode, dan
tujuan dengan persepsi populer tentang apa yang sesuai tanpa upaya apa pun untuk kesesuaian
yang sebenarnya. Upaya legitimasi dapat menghasilkan strategi di mana organisasi berupaya
membawa pandangan populer agar sesuai dengan keluaran, metode, dan tujuan organisasi".
7. Hubungan Csr Dengan Kinerja Perusahaan

Jensen & Meckling (1976: 9) mendefinisikan hubungan signifikansi antara keagenan sebagai
kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) yang
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada manajer sebagai agent untuk mengatur
penggunaan dan pengendalian dari sumber daya tersebut. Hubungan keagenan dapat timbul antara
pemegang saham dengan manajer (Brigham dan Houston, 2006).
8. CSR dan Nilai Perusahaan

Sustainability Reporting merupakan suatu praktik pengukuran, pengungkapan dan upaya


akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada
stakeholder baik internal maupun eksternal. Salah satu bentuk sustainability reporting adalah CSR
Pengungkapan CSR menjadi media bagi perusahaan untuk memberikan keterangan tentang
berbagai aspek di dalam perusahaan dari aspek sosial, lingkungan dan sekaligus keuangan yang
tidak dapat dijelaskan secara tersirat dalam setiap komponen yang terdapat di dalam laporan
keuangan perusahaan.
9. Implikasi Stakeholder Theory Dan Legitimacy Gap Terhadap Pengungkapan Csr Dari
perspektif internal, dengan melakukan kegiatan CSR diharapkan dapat memotivasi para karyawan
dan menunjukkan praktek manajemen yang baik (Royle, 2005). Sedangkan dari perspektif
eksternal, CSR diharapkan dapat memberikan reputasi yang baik di masyarakat dan juga
membantu perusahaan untuk mengelola fungsinya agar lebih baik (Lewis, 2003). Dengan
memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam
usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia yang
lebih baik dalam jangka panjang. Salah satunya dapat dengan ikut ambil bagian dalam aktivitas
manajemen bencana. Manajemen bencana yang dilakukan oleh perusahaan bukan hanya
memberikan bantuan kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha-usaha
pencegahan terjadinya bencana serta membantu meminimalkan dampak bencana melalui usaha
usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir bencana. Perhatian
terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan pembuatan kebijakan yang dapat
meningkatkan kompetensi yang dimiliki di berbagai bidang, seperti pemberian beasiswa bagi
pelajar di sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, serta penguatan
ekonomi lokal.

B. TINJAUAN LITERATUR

1. Marsella Eka Puspita, Fakultas Eekonomi dan Bisnis Universitas Ma Chung (2015).

Dengan judul penelitian Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder Dan


Legitimacy Gap Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan.
C. PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Berdasarkan penelitian dari Marsella Eka Puspita, Fakultas Eekonomi dan Bisnis Universitas
Ma Chung (2015). Dengan judul penelitian Corporate Social Responsibility: Implikasi
Stakeholder Dan Legitimacy Gap Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan. Tujuan penelitian
menjelaskan beberapa signifikansi teori dalam proses pembentukan lahirnya konsep CSR bagi
perusahaan. Tanggung jawab dikomunikasikan oleh perusahaan kepada stakeholder melalui
pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR menjadi sinyal yang diberikan pihak
manajemen kepada seluruh stakeholder termasuk calon investor mengenai prospek perusahaan di
masa depan serta menunjukkan nilai lebih yang dimiliki oleh perusahaan atas kepeduliannya
terhadap dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang timbul dari aktivitas perusahaan.
Perbedaan kepentingan antara masyarakat dan perusahaan terhadap penilaian dan harapan
melahirkan legitimacy gap. Secara teoretikal konsep dapat dijelaskan bahwa pengungkapan CSR
oleh pihak perusahaan dapat meminimalkan Legitimacy gap.

D. MODEL PENELITIAN

Penelitian ini berlandaskan dari kerangka teoritikal faktor-faktor yang mempengaruhi


keputusan untuk pengungkapan informasi lingkungan yang disarankan oleh Lee dan Hutchison
(2005).
BAB III

A. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi penelitian meliputi seluruh perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek
Indonesia, yang sahamnya aktif diperdagangkan. Jumlah perusahaan manufaktur sebanyak 149
perusahaan yang go public terdiri dari 19 jenis usaha bersumber dari Indonesia Capital Market
Directory/ICMD (Institute of Economics and Financial Research, 2010). Alasan pemilihan satu
kelompok industri yaitu pertama, industri manufaktur sebagai populasi dimaksudkan untuk
menghindari bias yang disebabkan oleh efekindustri (industrial effect). Kedua, sektor manufaktur
memiliki jumlah terbesar perusahaan dibandingkan dengan sektor lainnya di Bursa Efek
Indonesia. Ketiga, perusahaan manufaktur mempunyai dampak lingkungan yang luas. Penelitian
ini melibatkan semua populasi karena keterbatasan jumlah populasi.

Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jumlah kuesioner yang kembali
dari responden. Subyek penelitian adalah para direktur akuntansi perusahaan dan departemen atau
bagian yang membidangi lingkungan, atau departemen lainnya yang terkait dan relevan dengan
data penelitian. Alasan direktur akuntansi dipilih sebagai salah satu subyek penelitian adalah
direktur akuntansi merupakan yang berperan dalam menentukan kebijakan pos pengeluaran
yang berkaitan dengan program lingkungan perusahaan, dan yang menyusun laporan
keuangan termasuk melakukan pengungkapan lingkungan.

B. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah sebanyak 149 perusahaan yang gopublic terdiri
dari 19 jenis usaha bersumber dari Indonesia Capital Market Directory/ICMD (Institute of
Economics and Financial Research, 2010).

C. PENGUKURAN VARIABEL

• Stakeholders Force.

Definsi operasional stakeholders force dalam penelitian ini yang mengacu pada definisi Eiadat
et. al. (2008) adalah sebagai pengaruh tekanan personal atau kelompok yang berhubungan dengan
perusahaan yang dirasakan oleh pihak manajemen, yangmana personal atau kelompok tersebut
mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung dalam menguasai atau memonitor
aktivitas perusahaan terutama masalah lingkungan.
• Regulasi Lingkungan (Environmental Regulation)

Definisi operasioanl regulasi lingkungan adalah sebagai intervensi pemerintah secara terbuka
terhadap masalah lingkungan untuk mendukung dan mengontrol aktivitas perusahaan yang
berlebihan tentang output, kualitas produk, dan untuk mencegah perusahaan menyampaikan
laporan yang minim untuk kepentingan stakeholders. Regulasi lingkungan terdiri dari
commandand-control regulation dan voluntary normatif. Command-and-control regulation
didefinisikan sebagai regulasi yang lebih bersifat perintah dan dikontrol oleh peraturan dan
standar. Sedangkan voluntary normatif didefinisikan sebagai regulasi yang lebih bersifat fleksibel.

Pengukuran variabel regulasi lingkungan (command-and-control regulation dan voluntary


normatif) diadopsi dari Lopez-Gamero, Claver-Cortes, dan Molina-Azorin, (2009a; 2009b)
dan dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini diukur dengan skala Likert tujuh point (1 = sangat
tidak setuju sampai dengan 7 = sangat setuju).

• Komitmen Lingkungan

Definisi operasional komitmen lingkungan adalah sebagai kemauan perusahaan secara aktual
melakukan atau harus melakukan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Komitmen
lingkungan diukur dengan skala Likert tujuh point (1 = sangat tidak setujuh sampai dengan 7 =
sangat setuju) .

• Pengungkapan Lingkungan (Environmental Disclosure)

Pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) adalah pengungkapan informasi yang


berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkangan lingkungan
bersumber dari laporan tahunan perusahaan manufaktur tahun 2009, yang diukur dengan
menggunakan coding instrument seperti yang dilakukan oleh Wiseman (1982); Cormier dan
Magnan (1999, 2003); dan Al- Tuwaijri, et. al., (2004).

Pengungkapan lingkungan terdiri dari 32 item yang dikelompokkan ke dalam 5


kategori: kategori pengeluaran (expenditure) lingkungan dan resiko, regulasi dan hukum,
pengurangan polusi, pengungkapan pengembangan berkelanjutan, dan kategori manajemen
lingkungan (lampiran I). Kategori pengeluaran (expenditure) lingkungan dan resiko meliputi 8

item pengungkapan lingkungan, kategori regulasi dan hukum meliputi 6 item, kategori
pengurangan polusi terdiri dari 6 item, kategori pengungkapan pengembangan berkelanjutan
terdiri dari 3 item, dan kategori manajemen lingkungan terdiri dari 9 item pengungkapan
lingkungan.
• Image Perusahaan (Corporate Image)

Definisi operasional image perusahaan (corporate image) dalam penelitian ini mengacu pada
Walker (2010) yaitu sebagai keinginan dari dalam perusahaan untuk memancarkan semua
gambaran tentang aktivitas perusahaan kepada pihak stakeholders eksternal, sehingga muncul
pikiran, perasaaan, kepercayaan, dan kesan tentang perusahaan oleh stakeholders.

D. JENIS DAN SUMBER DATA

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa kuesioner
untuk variabel stakeholders force, regulasi lingkungan (commond-and-control regulation dan
voluntary normative), komitmen lingkungan, dan image perusahaan. Data sekunder bersumber
dari laporan keuangan, laporan tahunan. Data sekunder penelitian berkaitan dengan variabel
pengungkapan lingkungan.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik untuk menganalisis data adalah model persamaan struktural (Structural


Equation Modeling/SEM), dengan program aplikasi Statistical Package for Social Science (SPSS)
versi 17 dan Analysis of Moment Structure (AMOS) versi 20 atau IBM.

• Analisis Deskriptif

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia, lihat tabel 1 rincian pengiriman dan pengembalian kuesioner.

Tabel 1 Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner


DAFTAR PUSTAKA

Adam, C.A., Hill, W.Y., dan Roberts, C.B., 1998, Corporate Social Reporting Practices in Western Europe:
Legitimating Corporate Behaviour?, The Britist Accounting Review, Vol. 30, No. 1, pp 1-21.

Adam, C. A., 2002, Internal Organizational Factors Influencing Corporate Social and Ethical Reporting Beyond
Current Theorizing, Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 15, No. 2.
Al-Tuwaijri, A. S., T. E. Christensen, dan K. E. Hughes, 2004, The Relations among Enviornmental Disclosure,
Environmental Performance, and Economic Performance: A Simultaneous Equations Approach. Accounting,
Organizations and Society, No. 29, pp 447-471.

Anderson, E. W., dan Sullivan, M. W., 1998, The Antecedent and Consequences of Customer Satifaction for Firms,
Marketing Science, Vol. 12, pp 125-143.
Belkaoui, A., 1976, The Impact of the Disclosure of the Environmental Effects of Organizational Behavior on the
Market. Financial Management, Vol. 5, No. 4, pp 26-31.
Berry, A.M., dan Rondinelli, D. A., 1998, Proactive Corporate Environmental Management: A Now Industrial
Revolution, Academmy of Management Executive, 12, 2, pp 38-50.
Berthelot, S., Cormier, D., dan Magnan, M., 2003, Environmental Disclosure Research: Review and Synthesis.
Journal of Accounting Literature, 22, pp 1-44.
Cretu, A. E., dan R. J., Brodie, 2007, The Influence of Brand Image and Company Reputation Where

Manufacturers Market to Small Firms: A Customer Value Perspective, Industrial Marketing Management, Vol.

36 (2), pp 230-240.

Cormier D., M. Magnan, Velthoven, B.V., 2005, Environmental Disclosure Quality in large German Companies:
Economic Incentives, Public Pressures or Institutional Conditions? European Accounting Review, Vol. 14, No.

1, pp 3-39.

Cormier D., dan M. Magnan, 2007, The Revisited Contribution of Environmental Reporting to Investors’
Valuation of A Firm’s Earnings: An International Perspective, Ecological Economics, Vol. 62

Anda mungkin juga menyukai