Anda di halaman 1dari 4

1.

CRONOLOGI
Pada tanggal 26 Juli, kapal tanker kimia yang terdaftar di Malaysia Bunga Alpinia
(tonase kotor: 25.709, dibangun pada tahun 2010) sedang dimuat dengan kargo
metanol, di terminal metanol kimia Petronas di pulau Pulau Enoe, dekat Labuan
(Malaysia), ketika mengalami kebakaran yang mengakibatkan, menurut teori yang
disiarkan oleh pers, dalam pengapian uap karena sambaran petir.

Kebakaran tersebut diikuti dengan ledakan hebat, secara tragis menewaskan 5 awak
kapal dan, dengan menghancurkan struktur kapal, melepaskan sejumlah solar dan
mungkin metanol ke perairan pelabuhan (diperkirakan 6 ton kargo telah dimuat ke
kapal), serta pemadaman air hasil upaya pemadaman kebakaran (oleh Dinas
Pemadam Kebakaran & Penyelamatan Labuan).

Ship particular MT Bunga Alpania


Name : Bunga Alpinia
Accident date : 26/07/2012
Location : Malaysia
Accident Area : Labuan Port, Victoria Bay
Spill Area : Port/harbour
Product : 6 tones of methanol, heavy fuel oil (IFO 380)
Pollutant : Heavy Fuel Oil (IFO 380)
Ship : Chemical Tanker
Built date : 2010
Length : 180 m
Widht : 32 m
Draught : 7.6 m
Flag : Malaysian

2. HUBUNGAN TERKAIT MARPOL ANEX II (PENGENDALIAN PENCEMARAN


OLEH BAHAN CAIR BERBAHAYA DALAM JUMLAH MASSAL)
a. Pendahuluan
Annex II mulai berlaku pada 06.04.1987 dan berisi kondisi pelepasan
untuk empat kategori zat berbahaya dan persyaratan yang berlaku untuk
konstruksi dan peralatan kapal yang membawa zat tersebut. Tidak seperti
minyak, kebanyakan bahan kimia atau cairan berbahaya akan bercampur
dengan air dan tidak mudah dipisahkan darinya.
Prinsip utama Lampiran II adalah untuk mencairkan residu kargo di air laut
ke batas yang ditentukan tergantung pada bahaya polusi dan
memfasilitasi distribusi pembuangan dengan memanfaatkan bangun
kapal. Pembuangan harus dilakukan di bawah garis air dan sedemikian
rupa sehingga campuran air/residu tertahan di lapisan batas kapal dan
terbawa ke belakang saat dalam perjalanan untuk didistribusikan oleh
wake astern.

b. PENGANGKUTAN BAHAN CAIR BERBAHAYA DALAM MASSAL

i. Kategori X: Zat Cair Berbahaya yang, jika dibuang ke laut dari

pembersihan tangki atau operasi deballasting, dianggap

menimbulkan bahaya besar baik terhadap sumber daya laut atau

kesehatan manusia dan, oleh karena itu, membenarkan larangan

pembuangan ke lingkungan laut;

ii. Kategori Y: Zat Cair Berbahaya yang, jika dibuang ke laut dari

pembersihan tangki atau operasi deballasting, dianggap

menimbulkan bahaya baik terhadap sumber daya laut atau

kesehatan manusia atau menyebabkan kerusakan pada fasilitas

atau penggunaan laut yang sah lainnya dan oleh karena itu

membenarkan pembatasan tentang kualitas dan kuantitas buangan

ke lingkungan laut

iii. Kategori Z: Zat Cair Berbahaya yang, jika dibuang ke laut dari

pembersihan tangki atau operasi deballasting, dianggap

menimbulkan bahaya kecil baik terhadap sumber daya laut atau

kesehatan manusia dan oleh karena itu membenarkan pembatasan

yang tidak terlalu ketat pada kualitas dan kuantitas pembuangan ke

lingkungan laut
iv. Zat Lain: zat yang telah dievaluasi dan ditemukan berada di luar

Kategori X, Y atau Z karena dianggap tidak membahayakan

sumber daya laut, kesehatan manusia, fasilitas atau penggunaan

laut yang sah lainnya ketika dibuang ke laut dari pembersihan

tangki dari operasi deballasting. Pembuangan air bilga atau air

balas atau residu atau campuran lain yang mengandung zat-zat ini

tidak tunduk pada persyaratan MARPOL Annex II.

PERAN TERKAIT ANNEX II

1. Port State Control (PSC)


a. Memeriksa kapal-kapal niaga yang membawa zat kimia beracun secara
berkala
b. Menerapkan standard aturan untuk diikuti oleh setiap kapal yang masuk
atau sandar di pelabuhan mereka

2. Flag State Control


a. Melakukan audit / inspeksi berkala kepada kapal-kapal di bawah naungan
bendera negara mereka
b. Selalu memperbarui tentang peraturan-peraturan baru dari masing-
masing MOU dan mengaplikasikan kepada armda-armada mereka

3. Nahkoda
a. Mengimplementasikan semua aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan
prosedur-proseur yang sudah ditetapkan.
b. Selalu mengawasi semua kemungkinan-kemungkinan difisensi yang bisa
terjadi atau timbul di kapal.
c. Selalu mengutamakan keselamatan.

4. Goverment (Pemerintahan)
a. Terkoneksi dengan Port State Control untuk memeriksa kapal-kapal niaga
yang berada di bawah naungan Negara tersebut.
b. Mengawasi fasilitas penunjang untuk bongkar muat.

5. Owner ship
a. Selalu memberikan info / peraturan terbaru yang berhubungan tentang
keselamatan seperti Porr State Control (PSC) Inspection.
b. Selalu mengawasi awak kapal mereka dengan melakukan internal audit
secara berkala.

6. Negara
a. Sebagai penghubung antara armada / awak kapal dengan pelabuhan atau
pejabat setempat.
b. Memberikan layanan jasa selama kapal tersebut berada di pelabuahan.

7. Asuransi
a. Melakukan pemeriksaan atau investigasi setelah terjadi suatu kecelakaan
(accident) dan menentukan penyebab pastinya
b. Menanggung kerugian kapal yang disebabkan oleh kerusakan karena
berbagai factor yang lebih disetujui di kontrak kerjasama.

Anda mungkin juga menyukai