Anda di halaman 1dari 1

Definisi 

           

             Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi lapisan keratin epidermis pada liang telinga, berwarna putih seperti mutiara, sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa
penuh serta kurang dengar. Penyakit ini tidak mengenai bagian kartilagenous meatus auditorius eksternus. Secara khas, lesi ini hanya terbatas pada meatus, tanpa menyebabkan destruksi tulang. Bila tidak
ditanggulangi dengan baik akan terjadi erosi kulit dan destruksi bagian tulang meatus auditorius eksternus. 
             Istilah keratosis obturans sebenarnya telah diperkenalkan oleh Wreden pada tahun 1874 untuk membedakannya dengan impaksi serumen. Penyakit ini juga harus dibedakan dari kolesteatoma primer
yang ditandai dengan invasi jaringan skuamosa dari telinga bagian tengah yang disertai dengan erosi dan destruksi tulang. Piepergerdes dan rekannya pada tahun 1980 menyatakan bahwa keratosis obturans
dihasilkan oleh penyakit pada kulit meatus auditorius eksternus sedangkan penyakit pada tulang meatus auditorius eksternus merupakan dasar bagi kolesteatoma pada meatus auditorius eksternus.

Prevalensi

             Keratosis obturans pada umumnya terjadi pada pasien usia muda antara umur 5-20 tahun dan dapat menyerang satu atau kedua telinga. Morrison melaporkan bahwa terdapat 50 kasus keratosis
obturans pada tahun 1956 dimana 20 pasien berumur 5-9 tahun, 15 pasien berumur antara 9 – 19, dan 15 pasien berumur antara 20 – 59 tahun. Black and Clayton melaporkan terjadinya keratosis obturans pada
anak-anak pada tahun 1958 dengan insidens 90% terjadi secara bilateral.

Etiologi

            Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun, mungkin disebabkan akibat dari eksema, seboroik dan furonkulosis. Penyakit ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis
dan sinusitis kronik

Patogenesis

            Keratosis obturans terjadi karena migrasi abnormal epitel pada lapisan kulit liang telinga. Secara normal, epitel dari permukaan membran timpani pars flaksida bermigrasi turun ke pars tensa dan
kemudian bergerak secara inferior melewati membran timpani. Namun, pergerakan sel epitel pada penyakit ini nampak terbalik. Kegagalan migrasi ini atau adanya obstruksi pada saat migrasi yang disebabkan
oleh lapisan keratin menyebabkan akumulasi debris epitel pada meatus bagian dalam. Hal ini sesuai dengan studi tentang kulit normal pada telinga luar yang dilakukan oleh Alberti (1964) menunjukkan bahwa
secara normal terdapat migrasi epitel dari membran timpani ke meatus auditorius eksternus.
            Menurut Paparella dan Shumrick, keratosis obturans dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : produksi berlebihan dari sel epitel, kegagalan migrasi epitel kulit dan ketidakmampuan
mekanisme pembersihan diri oleh meatus auditorius eksternus. Mekanisme pembersihan diri oleh meatus auditorius eksternus merupakan hasil dari kordinasi proses maturasi keratin dan migrasi sel ke luar.
Pada keratosis obturans, mekanisme ini tidak berfungsi.
           Hubungan bronkiektasis dan sinusitis dengan kejadian keratosis obturans (secara frekuensi muncul ipsilateral) telah dilaporkan sebelumnya (Morrison, 1956; Black 1964). Berkaitan dengan penemuan ini
menyebabkan munculnya hipotesis bahwa adanya pus menstimulasi sistem refleks simpatis dari cabang trakeobronkial untuk merangsang refleks sekresi serumen yang menyebabkan obstruksi oleh keratin dan
pembentukan sumbat epidermal (Morrison, 1956).

Gejala Klinis

           Gejala klinis yang dapat timbul pada penyakit ini adalah tuli konduktif ringan-sedang, nyeri telinga yang hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani yang utuh tapi lebih tebal dan tinnitus serta
jarang ditemukan otorea. Gangguan pendengaran dan nyeri telinga yang hebat disebabkan oleh desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga. Keratosis obturans disertai dengan bronkiektasis dan sinusitis
kronik serta bilateral.

Diagnosis

Anamnesis
           Sejarah otologi harus diperoleh dalam rangka untuk mengetahui gejala awal keratosis obturan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan pendengaran, otalgia yang hebat, otorea dan tinnitus yang
bilateral disertai dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik.

Pemeriksaan Fisis
           Selain pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan otologi menjadi perhatian khusus. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam, perubahan status mental dan penilaian lainnya
yang dapat memberikan petunjuk kearah komplikasi. Pada inspeksi, tampak terlihat adanya obstruksi di sepanjang membrane timpani pada meatus auditorius eksternus oleh gumpalan debris keratin berwarna
putih yang berisi serumen berwarna coklat pada bagian tengah. Adanya gumpalan keratin dalam meatus auditorius eksternus meningkatkan tekanan pada dinding meatus sehingga terjadi remodeling tulang. Hal
ini menyebabkan pelebaran tulang pada MAE yang disertai oleh inflamasi epithelium. Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala 512 Hz dilakukan untuk mengetahui tuli konduksi dan dibandingkan
dengan pemeriksaan audiometri.

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi:
Pada CT-Scan tulang temporal dapat memperlihatkan erosi dan pelebaran meatus.

Patologi:
Sumbatan keratin pada keratosis obturans terlihat seperti garis geometric di dalam meatus auditorius eksternus yang terlihat seperti gambaran onion skin. Gambaran patologi ini dihubungkan denagan adanya
hyperplasia di bawah epithelium dan adanya inflamasi kronik pada jaringan subepitelium.

Penatalaksanaan

             Pengobatan pada Keratosis obturan berupa pengangkatan desquamated squamous epithelium. Selain itu, dapat dilakukan operasi dengan general anestesi untuk debridement. Canal plasty dan
timpanomastoidektomi dapat dilakukan untuk mencegah berlanjutnya erosi tulang.
             Penyakit ini biasanya dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik setiap 3 bulan, mengurangkan akumulasi debris. Pemberian obat tetes telinga dari campuran alkohol
atau gliserin dalam peroksid 3%, tiga kali seminggu sering kali dapat menolong.
             Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik misalnya tiap 3 bulan. Pemberian obat tetes telinga dari campuran alkohol atau gliserin dalam perioksida 3%, tiga
kali seminggu sering kali dapat menolong. Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang liang telinga, seringkali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan tandur jaringan ke bawah kulit untuk
menghilangkan gaung di dinding liang telinga. Yang penting ialah membuat agar liang telinga berbentuk seperti corong, sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih terjamin.

Anda mungkin juga menyukai