Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEDIA RELATION & PENULISAN HUMAS


“ MENULIS NASKAH PIDATO “

Disusun oleh :
( Kelompok 11 )

-Angel Kadato 19081105001


-Gracia Reppi 19081105015

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2021
MENULIS NASKAH PIDATO
Selain menulis siaran pers dan surat pembaca. tugas PR yang cukup sering dilaksanakan
adalah membuat naskah pidato. Memang ada organisasi yang tak menugaskan penulisan naskah
pidato itu pada bagian PR namun menyerahkan pada penulis naskah pidato (speech writer)
profesional. Namun pada banyak organisasi, tugas ini di bebankan pada bagian PR.
Mengapa menulis naskah pidato itu penting? Karena tak ada organisasi yang tak me
ngenal upacara atau seremoni. Mulai dari hari ulang tahun organisasi, ulang tahun negara hingga
peresmian fasilitas baru dilakukan. melalui upacara. Pada kesempatan itu biasanya disampaikan
pidato. Bahkan saat melepas salah seorang karyawan yang meninggal dunia pun disampaikan
pidato. Kebanyakan pidato itu disampaikan dengan teks. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan
naskah pidato.

A. PENGERTIAN PIDATO
Pada dasarnya hampir setiap orang dibekali kemampuan berbicara. Penelitian
membuktikan (Rakhmat. 2001: 21, setidaknya 75% waktu bangun manusia berada dalam
kegiatan komunikasi. Bisa dipastikan pula sebagian besar kegiatan komunikasi sehari-hari
dilakukan secara lisan dengan menggunakan berbagai gaya bicara.
Kemampuan bicara milik semua orang. Tapi tak setiap orang memiliki kepandaian
bicara. Kepandaian berbicara memerlukan teknik teknik tertentu sehingga dapat menarik minat
pendengarnya. Dengan demikian, agar memunyai kemampuan bicara, diperlukan pengetahuan
dan latihan. Di dunia komunikasi, kepandaian berbicara dinamakan retorika dan orangnya
disebut orator dan apa yang disampaikannya disebut pidato (orasi), yang berarti menyampaikan
pembicaraan yang ditujukan kepada khalayak banyak.
Aristoteles, salah seorang Plato, memasukkan retorika sebagai bagian dari filsafat. Ia
mengatakan (dalam Effendy. 2001: 55). "Anda, para penulis retorika, terutama menggelorakan
emosi. Ini memang baik, tetapi ucapan-ucapan Anda lalu tak dapat dipertanggung jawabkan.
Tujuan retorika yang sebenarnya adalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan
pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan pada suatu
ketika kendatipun lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan yang menjadi pokok bagi logika
dan juga bagi retorika akan benar bila telah diuji oleh dasar-dasar logika.
Bagi Aristoteles, pidato merupakan seni membujuk. la memandang pidato sebagai seni
untuk membujuk. memengaruhi, dan meyakinkan khalayak. Dalan, pidato, seni itu sendiri bisa
diartikan sebagai keindahan berbahasa yang bersifat membenarkan (corrective), memerintah
(instruc tive), mendorong (sugestive), dan mempertahankan (defensive).
Pidato dengan menggunakan naskah tertulis memang kerap mengundang rasa bosan
pendengar. Namun pada sisi lain, bahasa yang disampaikan bisa ditata dengan baik dan benar,
susunan kalimatnya teratur, kata-katanya tepat, dan kontinuitasnya terjaga. Dan, yang terpenting,
memungkinkan orator terhindar dari kemungkinan terjadinya salah ucap, atau salah
menyampaikan pesan. Oleh sebab itu, dalam konteks PR, kemampuan menulis naskah pidato
sangat penting. Karenia, apa yang ditulisnya dan kemudian disampaikan orator bergantung pada
kemahirannya dalam mengolah pesan. Bila ramuan pesannya kurang baik, apalagi salah, akan
mengganggu atau bahkan mengancan kredibilitas orator.
Dengan demikian, bagi penulis naskah pidato, diperlukan keahlian khusus yang sedikit
berbeda dengan keahlian orator. Salan satunya adalah, ia harus hafal karakter pribadi orator
secara spesifik seperti gaya bicara, gaya penyampaian dan lain-lainnya. Karena, seperti
dinyatakan Bollingbroke, retorika merupakan kekuatan mental. Artinya, isi pesan yang
disampaikan harus menggambarkan sikap mental orator dan juga kekuatan mental isi pesan itu
sendiri.

B. JENIS-JENIS PIDATO
Pidato dapat dibedakan berdasarkan bagaimana cara pidato itu disampaikan. Apakah
dengan cara impromtu, manuskrip, memoriter, atau ekstempore (Rakhmat, 2001: 17-19). Kita
lihat jenis-jenis pidato berikut ini:
1. Impromtu, yaitu pidato yang disampaikan tanpa melakukan persiapan terlebih dulu. Misalnya,
tatkala menghadiri acara penganugerahan gelar, tiba-tiba kita diminta menyampaikan pidato
sambutan. Pada saat itu, biasanya orator dapat mengungkapkan perasaan yang sebenarnya,
karena gagasan dan pendapatnya muncul secara spontan. Namun pada sisi lain, gagasan yang
disampaikan kerap tersendat-sendat dan tak sistematis. Dan terkadang, kesimpulan yang
diperoleh pun lemah karena kerap tak didukung dasar keilmuan serta pengetahuan yang
memadai. Meskipun tak ada jaminan akan selalu tampil baik, bagi orator yang mempunyai
pengalaman tinggi, hal itu mungkin tak akan terjadi.
2. Manuskrip, yaitu menyampaikan pidato dengan menggunakan naskah yang dibaca dari awal
hingga akhir. Dengan cara ini, orator terhindar dari kesalahan-kesalahan penyampaian informasi.
Kesalahan sedikit saja akan mengurangi kredibilitas orator di mata khalayak. Namun, hubungan
yang terjalin antara orator dengan khalayak menjadi terkesan kaku, karena orator kerap terpaku
pada naskah yang dibacanya. Bila khalayak merasa bosan, agak sulit membangkitkan minat
khalayak untuk kembali menyimak pidato yang disampaikan. Di samping itu, pidato jenis ini tak
dapat menyesuaikan diri dengan ruang dan waktu. Maksudnya, pesan yang disampaikan tak
dapat dikurangi atau ditambahkan. Dengan mengubah pesan menjadi panjang atau pendek,
bukan tak mungkin akan menghilangkan makna dan nilai pesan yang sesungguhnya. Cara
demikian tidak dapat disebut menyampaikan pidato, melainkan membacakan pidato.

3. Memoriter, yaitu menyampaikan pidato dengan menggunakan naskah. Namun, naskah itu tak
dibacakan secara langsung. melainkan diingat kata demi kata. Cara ini mempunyai keuntungan
yang sama dengan manuskrip. Memoriter memungkinkan orator terhindar dari kesalahan-
kesalahan penyampaian pesan, tersusun secara sistematis, memilih ungkapan yang tepat.
Bedanya, bila menggunakan cara memoriter. dalam penyampaian pesan orator dapat
mengekspresikan bahasa tubuhnya secara leluasa. Oleh sebab itu, memungkinkan terjalinnya
hubungan langsung antara orator dengan khalayak. Dengan demikian, khalayak mungkin akan
merasa terhibur atau merasa diperhatikan oleh orator.
Namun, karena pesan telah disusun dan ditetapkan, terkadang gaya penyampaian tak
berlangsung secara spontan. Apalagi bila masa persiapan kurang, orator kerap terlihat seperti
berusaha menghafal atau mengingat kata demi kata, sehingga ekspresi dan bahasa tubuhnya
tampak kurang lugas, tak spontan. Bahkan, bila satu kata atau kalimat dalam rangkaian pesan
hilang dari ingatan tak jarang membuat orator grogi, sehingga pidato menjadi beran takan. Di
samping itu, bila waktu pidato dibatasi, orator kerap kesulitan menyesuaikannya, karena tidak
sesuai dengan unitan pesan yang telah diatur sedemikian rupa.
4. Ekstempore, yaitu menyampaikan pidato secara langsung tanpa membaca naskah atau
menghafal kata demi kata dari naskah varig sudah dipersiapkan. Persiapan yang dilakukan hanya
berupa outline (garis besar) dan pokok-pokok penunjang pembahasan (supported points).
Bedanya dengan memoriter, cara ekstempore tak menuliskan pesan kata demi kata dan
orator tak menghafalnya kata demi kata pula. Poin-poin hanya merupakan pedoman dan
digunakan orator untuk mengatur gagasan agar penyampaian pesannya sistematis Keuntungan
menggunakan cara ini antara lain, orator dapal menyesuaikan isi pesan sesuai dengan kebutuhan.
Demikian pula bila waktu yang telah ditetapkan tiba-tiba berubah, menjadi panjang atau pendek,
orator dapat menyesuaikannya.
Di samping itu, orator dapat menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis khalayaknya
secara spontan. Misalnya, bila khalayak tampak kurang antusias karena kelelahan, orator dapat
memberikan selingan dengan menyisipkan kata kata berbau humor yang segar Biasanya, pidato
dengan Cara seperti ini lebih menghibur di bandingkan cara lainnya, karena antara orator dengan
khalayak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga khalayak merasa tak ditempatkan
sebagai massa yang pasif.
Namun, cara ini hanya dapat dilakukan oleh orator ber pengalaman. Bagi orator pemula,
cara ini bisa menjadi kendala terutama bila masa persiapan kurang. Kejadian yang kerap dialami
antara lain: pemilihan kata atau bahasa terkadang tak relevan dengan pokok pembahasan,
penyampaian pesan tak lugas karena bingung memilih kata-kata yang tepat, serta kata-kata yang
terucap kurang fasih karena tak segera dapat memilih kata-kata yang tepat. Bahkan, bukan tak
mungkin menyimpang dari outline.
Keempat jenis pidato tersebut dapat dibedakan dalam telaah ilmiah.
Namun, dalam praktiknya, terkadang sulit dibedakan, bergantung pada bagaimana tingkat
pengetahuan dan kepercayaan diri orator.

Sementara itu, bentuk-bentuk pidato antara lain:


1. Pidato ilmiah
Pidato ini disampaikan ilmuwan di depan forum seperti seminar, kuliah umum akademik
dan sebagainya. Materi pidato biasanya berisi pemaparan suatu bidang keilmuan, hasil penemuan
atau hasil penelitian terbaru dari sang ilmuwari.
2. Pidato kenegaraan
Pidato yang disampaikan oleh kepala negara pada suatu acara penting kenegaraan.
Misalnya, pidato menyambut peringatan hari kemerdekaan RI. Materinya, biasanya mengaitkan
makna kemer dekaan dengan berbagai permasalahan bangsa. Mulai dari awal-awal kemedekaan,
hingga permasalahan berbangsa dan bernegara paling mutakhir.
Pidato kenegaraan juga dapat disebut sebagi pidato politik yang disampaikan oleh kepala
negara. Sementara pidato politik sendiri tak hanya dapat disampaikan oleh kepala negara. Ketua
MPR, DPR. DPD, partai politik bisa juga menyampaikan pidato politik sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingannya. Misalnya, tatkala Ketua MPR baru terpilih, ia menyampaikan pidato untuk
menyambut kemenangannya sekaligus menvampaikan visi dan misinya sebagai ketua MPR.
3. Pidato pengukuhan
Pidato ini disampaikan pada saat seseorang dikukuhkan sebagai. misalnya direktur
perusahaan baru, aktor/aktris terbaik suatu festi val film, dan sebagainya. Namun, pengukuhan
yang dimaksud tak bernilai politis seperti pengukuhan ketua MPR.
4. Pidato Sambutan
Pidato ini disampaikan untuk menyambut perayaan ulang tahun. peresmian pembukaan
suatu usaha, dan sebagainya (Kamus Umum Bahasa Indonesia karya JS. Badudu).
5. Pidato Tertulis
Pidato ini disampaikan oleh orang yang mewakili karena seseorang tak dapat hadir.
Biasanya seseorang tersebut menuliskan pidatonya yang kemudian dibacakan oleh orang yang
mewakilinya. Namun. seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pidato tertulis bukanlah
menyampaikan pidato melainkan membacakan pidato. Pidato ceramah (khotbah).
6. Pidato Ceramah
Pidato ini disampaikan oleh ilmuwan, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Materi pidato biasanya berisi nasihat nasihat dengan maksud mengajak atau membujuk khalayak
untuk mengikuti keinginan, saran, atau saran-saran orator.

C. TUJUAN PIDATO
Pesan-pesan yang terkandung dalam semua jenis dan bentuk pidato pada dasarnya
berisikan materi-materi informatif. persuasif, dan rekreatif.
1. Informatif berarti, pidato yang disampaikan bersifat memberitahukan. menginformasikan,
memperkenalkan, atau mempresentasikan. Bisa berupa laporan lisan mengenai akademis, ilmiah,
pekerjaan, dan sebagainya. Bisa juga berupa pengajaran seperti kuliah umum. presentasi,
seminar, dan sebagainya. Menurut Jalaluddin Rakhmat (2001), apa pun jenisnya, pidato
infomatif merupakan upaya untuk menanamkan pengertian pada khalayak.
2. Persuasif berarti, pidato yang disampaikar berupaya untuk me nanamkan pengertian,
mengajak, atau membujuk khalayak untuk mengambil tindakan atau membentuk pendapat umum
Pesan-pesan yang tersaji dalam pidato secara halus berusaha memengaruhi pendapat, sikap dan
tingkah laku khalayak untuk mengambil tindakan tanpa merasa terpaksa, bertindak sesuai dengan
keinginan dan kesadarannya sendiri.
3. Rekreatif berarti, pidato yang disampaikan berupaya untuk menghibur khalayaknya.
Materinya tak melulu berisi informasi atau untuk memengaruhi, melainkan semata-mata hanya
untuk meng gembirakan orang, melepaskan ketegangan, dan menggairahkan suasana. Rekreatif
bukan berarti harus selalu melucu (melawak), bisa saja mengutarakan sesuatu hal yang sekiranya
menarik perhatian khalayak.

D. TEKNIK PENULISAN NASKAH PIDATO


Pada dasarnya, naskah pidato yang baik adalah rangkaian kata dan kalimat yang mampu
mengubah sikap, opini dan perilaku khalayak. Di samping itu, isi pesannya tak menggurui
sehingga khalayak merasa ada kesamaan derajat dengan komunikator.
1. Prinsip-Prinsip Penulisan Pidato
Sebetulnya, mengolah kata dalam pidato tertulis tak jauh berbeda dengan gaya penulisan
berita, artikel, atau yang lainnya. Perbedaannya hanya pada teknis penulisannya saja, yakni
teknik penulisan jurnalistik dan teknik penulisan kata. Penulisan jurnalistik dimaksudkan untuk
konsumsi mata, sementara penulisan pidato untuk konsumsi telinga. Dengan demikian, naskah
pidato seyogianya ditulis dengan menggunakan bahasa tutur sebagaimana kita mengatakannya.
Sebagai contoh, dalam penulisan untuk konsumsi mata, nilai nominal uang ditulis "Rp.
1.000.000.00", sementara untuk konsumsi telinga ditulis menjadi "satu juta rupiah".
Pada dasarnya, sifat bahasa tutur terdapat dalam bahasa jurnalistik. Karakteristik bahasa
jurnalistik antara lain, menggunakan kalimat sederhana, ringkas dan tak berbelit-belit. Hal itu
untuk menjaga agar pembaca naskah tak kehabisan nafas tatkala membacanya. Kita bisa
meminjam karakter bahasa junalistik untuk penulisan naskah pidato ini. Karakter tersebut adalah:

a. Komunikatif, yakni dalam penyajiannya kalimat diatur sedemikian rupa, sehingga bila
diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
b. Menggunakan kalimat aktif. Artinya, menggunakan kalimat yang menggambarkan, bukan
memberitahu.
c. Menggunakan kata bermakna sebenarnya (denotatif). Meski bisa juga dipadukan dengan
penggunaan kata bermakna konotatif untuk hal hal tertentu dengan memperhatikan situasi dan
kondisi.
d. Menghindari kata (istilah) teknis. Maksudnya, menghindari ungkapan-ungkapan yang
mungkin akan menyulitkan khalayak memahami arti dan maksudnya.
e. Menggunakan kalimat yang bernilai kekinian atau sedang berlangsung.
Sedangkan naskahnya sendiri sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Titik berat (unity). Artinya, pesan-pesan (materi) yang tertuang dalam pendahuluan, badan,
dan kesimpulan tak berdiri sendiri, namun saling mendukung satu sama lain.
b. Pertautan (coherence). Berarti, hubungan antara kata demi kata dan kalimat demi kalimat
harus saling terkait, saling merekat, saling mendukung satu sama lain. Untuk memelihara
pertautan (dalam Rakhmat, 2001: 33), dapat menggunakan ungkapan penyambung (connective
phrases). Maksudnya, menggunakan sebuah kata atau lebih untuk merangkaikan bagian-bagian,
seperti menggunakan jembatan kalimat dalam penulisan jurnalistik. Di samping itu, dapat juga
menggunakan paralelisme, yakni mensejajarkan struktur kalimat yang sejenis dengan dengar.
ungkapan yang sama untuk setiap pokok pembahasan. Atau menggunakan gema (echo) yang
berarti kata atau ungkapan yang telah digunakan dalam kalimat sebelumnya diulang kembali
pada kalimat baru.
c. Titik berat (emphasis). Artinya, memberikan penekanan pada bagian bagian terpenting yang
menjadi fokus utama pembahasan. Tu juannya adalah untuk memberitahukan bagian-bagian
penting yang patut diperhatikan khalayak.
2. Proses Penulisan Naskah Pidato
Proses penulisan naskah pidato biasanya melalui tahapan-tahapan yang kurang lebih
sama dengan penulisan artikel, antara lain meliputi:
a. Persiapan penulisan naskah
Persiapan Penulisan Naskah Pada tahap ir.i diawali dengan mencari, memilih, dan menetapkan
ide (gagasan). Ide bisa berasal dari pengalaman pribadi, kejadian sehari-hari, peristiwa aktual,
pendapat pribadi (selengkapnya bisa dilihat kembali pada Bab Penulisan Artikel). Selanjutnya
adalah memilih topik berdasarkan ide yang telah ditetapkan. Memilih topik terkadang menjadi
pekerjaan yang sulit karena tak sesuai dengan latarbelakang pengetahuan kita.

1) Memilih topik Untuk membantu memudahkan dalam memilih dan menetapkan topik,
diperlukan kriteria untuk mengukur kelayakannya. Hal itu bisa dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
(a). Topik seyogianya sesuai dengan latar belakang ilmu dan pengetahuan kita. Bila tidak
demikian, bukan tak mungkin akan menyulitkan kita dalam mengembangkan pembahasan. Di
samping itu, untuk menjaga agar kita tetap menjadi orang yang "lebih tanu" dibandingkan
khalayak.
(b) Topik seyogianya menarik minat khalayak. Bila topiknya biasa biasa saja, kemungkinan
besar khalayak tak akan meng hiraukan uraian-uraian kita, bahkan meninggalkan kita. Peristiwa-
peristiwa aktual yang spektakuler biasanya selalu menarik perhatian khalayak.
(c). Topik seyogianya menarik minat kita sendiri. Namun, bisa dikatakan, hal ini tak wajib
hukumnya. Karena, bagai manapun juga melayani khalayak merupakan suatu hal yang lebih
penting. Hanya saja, topik yang sesuai dengan minat kita sendiri, biasanya akan menyentuh
emosi kita. Sehingga membuat kita mudah mengekspresikan uraian-uraian sepenuh hati.

Di samping ketiga hal di atas, hendaknya tak melupakan pemilihan sudut pandang (angle)
topik, misalnya berbicara masalah politik. Di dalam politik terdapat bagian-bagian kecil seperti
politik dalam neger., luar negeri, politikus, partai, dan etika politik. Lebih kecil lagi seperti
masalah moralitas politik, komunikasi politik, dan spesifik lagi, bila berbicara mengenai
politikus ada bagian-bagian sebagainya. Misalnya kita mengambil sudut pandang komunikasi
politik. Sebetulnya, sudut pandang ini masih luas untuk dibahas. Sehingga dapat dipersempit lagi
menjadi komunikasi politik anggota DPR dalam menyikapi persoalan kenaikan harga BBM,
misalnya Mengambil sudut pandang dengan topik luas, membuat pem bahasan suatu masalah
hanya sekilas saja, sepotong-sepotong, dan tak tuntas. Khalayak pun akan dibuat bingung oleh
permasalahan yang dijejalkan dalam satu pembahasan. Dampaknya, khalayak tak akan
mendapatkan apa-apa dari uraian-uraian yang disampaikan. selain kebingungan. Sudut pandang
yang sangat sempit juga memudahkan kita mempersiapkan bahan-bahan penunjang tulisan,
2) Memilih tujuan
Tujuan merupakan salah satu langkah penting dalam penulisan pidato. Tanpa merilih
tujuan, uraian-uraian mungkin tak akan tepat sasaran. Misalnya, kita menuliskan naskah pidato
tentang komuni kasi politik, sementara khalayak pendengar adalah komunitas petani dan
nelayan. Bagi petani dan nelayan yang sehari-harinya berkubang lumpur sawah dan asinnya air
laut, dampak kenaikan BBM terhadap kenaikan harga pupuk dan solar lebih menarik daripada
komunikasi politik.
Dengan demikian, bila pidato ditujukan untuk kalangan petani dan nelayan, pembahasan
harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan petani dan nelayan di dalam komunitas tersebut.
Bahasa yang digunakan pun seyogianya sesuai, atau paling tidak. tak jauh dengan bahasa sehari-
hari petani dan nelayan. Bagi sarjana pertanian, istilah "hara" dan kromosom mungkin sudah jadi
makanan sehari-hari. Mungkin, tak demikian dengan para petani. Sekadar mengingatkan,
kecerdasan atau kepintaran seseorang tak hanya diukur oleh penguasaan bahasa dan istilah asing
yang tak banyak diketahui orang. Namun, diukur oleh bagaimana pesan-pesan yang disampaikan
dengan mudah dipahami khalayak yang tak berpendidikan sekalipun.
Di samping itu, hendaknya dipertimbangkan tingkah laku (efek) apa yang diharapkan dari
khalayak. Dengan mempertimbangkan efek, tinggal mencari cara bagaimana agar tujuan
tercapai. Apakah pesan akan disajikan dengan cara informatif, persuasif. atau rekreatif. Namun,
seperti dijelaskan sebelumnya di atas, meng gabungkan kesemua cara merupakan langkah lebih
baik. Mengembangkan bahasan Kerap dijelaskan bahwa bahan yang melimpah akan membantu
dalam mengembangkan pokok pembahasan. Di samping untuk menunjang topik, bahan-bahan
bisa digunakan untuk memperjelas uraian, memperkuat kesan, menambah daya tarik dan
mempermudah pengertian.
Dalam pidato informatif, seluruh uraian merupakan penjelasan. Biasanya, keterangan
dalam penjelasannya kurang perinci dan amat sederhana. Dalam penjelasan, misalnya terdapat
definisi tentang sesuatu. Terkadang, meskipun telah diberikan definisi, bukan berarti
permasalahan menjadi jelas. Khalayak kerap masih kebingungan untuk memahami keterangan
yang diberikan, sehingga diperlukan contoh-contoh untuk mengonkretkan gagasan. Sekadar
mengingat kan, contoh merupakan alat untuk menerangkan sesuatu agar mudah dikenali ciri dan
sifat-sifatnya.
Di samping contoh, mengembangkan pembahasan bisa juga dilakukan dengan cara
memberikan analogi. Maksudnya, membuat perbandingan, secara harfiah atau kiasan antara dua
hal atau lebih untuk menunjukkan persamaannya atau perbedaannya. Analogi harfiah berarti
membuat perbandingan dengan objek yang berasal dari kelompok yang sama. Contohnya, "Pada
era Galatama, format kompetisi sepakbola Indonesia dijadikan rujukan oleh negara-negara
tetangga, seperti Malaysia. Sekarang, jangankan jadwal per tandingan, format kompetisi Liga
Indonesia pun kerap berubah. Ironis, sekarang kita harus berguru pada murid!"
3. Struktur Pidato
Secara garis besar, struktur pidato terdiri dari tiga bagian, antara lain: a) Pendahuluan
(pengantar); b) Badan (isi); dan c) Penutup (kesimpulan). Pendahuluan menyajikan penarik
perhatian. Badan menyajikan pemuasan kebutuhan, dan visualisasi. Penutup menyajikan
kesimpulan, anjuran. atau tindakan.
a. Pendahuluan
Agar menarik perhatian, bagian pendahuluan seyogianya mampu membangkitkan minat
khalayak dan dapat inengantarkannya langsung mengenali serta mengerti pokok persoalan yang
akan dibahas dengan jelas. Dalam penyampaiannya, rangkaian kata dan kalimat harus mampu
membuka jalan bagi rangkaian kalimat berikutnya. Pendahuluan dapat disajikan dengan cara
sebagai berikut:
1)Langsung menyebutkan pokok persoalan

2)Melukiskan latar belakang masalah, yaitu menjelaskan mengapa memilih masalah itu dengan
cara mengungkapkan bagaimana permasalahan terjadi, serta apa dan bagaimana hubungannya
dengan khalayak.
3)Menghubungkan dengan peristiwa aktual, yaitu menerangkan pokok persoalan dengan cara
mengaitkannya dengan peristiwa yang menjadi sorotan masyarakat
4)Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati, yaitu menjelaskan pokok
persoalan dan mengaitkannya dengan peristiwa tersebut. Misalnya, menjelaskan penanganan
masalah korupsi dikaitkan dengan Hari Kemerdekaan RI.
5) Menghubungkan dengan emosi khalayak, yaitu menjelaskan pokok persoalan dikaitkan
dengan suasana hati khalayak yang sedang riang atau sedih.
6) Menghubungkan dengan peristiwa bersejarah, yaitu menjelaskan pokok persoalan dengan cara
menganalogikan atau memban dingkan peristiwa masa lalu yang bernilai sejarah dengan
peristiwa mutakhir.
7) Menghubungkan dengan kepentingan khalayak, yaitu men jelaskan pokok persoalan dengan
mengaitkan sesuatu yang menjadi kebutuhan khalayak.
8) Memberikan pujian pada khalayak, yaitu menyampaikan peng hargaan atas prestasi yang telah
dicapai atau keistimewaan yang dimiliki khalayak.
9)Memberikan pernyataan provokatif, menyampaikan pernyataan pernyataan yang mengejutkan,
kontroversial, atau luar biasa. Pernyataannya bisa berdasarkan fakta atau opini pribadi mengenai
pokok persoalan yang dibahas.
10) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yaitu melontarkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan
dengan pokok-pokok per soalan dan kepentingan khalayak. Misalnya, "Kenapa harus hemat
energi? Bukankah kita menggunakannya dengan cara membeli, tidak gratis?"
Memberikan kutipan pernyataan, yaitu menggunakan per nyataan orang lain yang menarik
perhatian, kontroversial, atau
11) Mengisahkan cerita, yaitu menyampaikan dongeng yang mengantarkan khalayak untuk
membayangkan cerita rekaan (fiktif) berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
12) Melontarkan humor, yaitu melontarkan cerita-cerita anekdot atau parodi yang berkaitan
der.gan pokok persoalan yang dibahas.
Semua itu dapat dikatakan merupakan cue (kalimat pengantar) yang berfungsi untuk:
1) merebut perhatian khayalak,
2) membuat khalayak tertarik untuk menyimak,
3) memberitahukan dengan tepat pokok pembahasan yang disam paikan.
4)menyampaikan alasan mengapa topik itu penting.
Agar keempat fungsi itu terpenuhi dengan baik, cuc hendaknya disajikan dengan
menggunakan bahasa jurnalistik. Maksudnya, menggunakan kalimat yang singkat, padat, jelas,
tak berbunga bunga, dan meyakinkan. Sementara untuk merebut perhatian khalayak, hendaknya
kita mencari kata kunci (keyword) dan meletakkannya dalam sudut pandang masa kini.
Meskipun tak sedikit khalayak yang mengenang masa lalu, biasanya mereka lebih tertarik pada
sesuatu hal baru, paling mutakhir. Di samping itu, kita dapat membuatkan tease untuk
memancing rasa ingin tahu khalayak. Tease adalah ungkapan singkat (brief phrase) untuk
membuat khalayak tertarik, penasaran, dan tetap menyimak atau mendengarkan dengan setia
acara pidato atau sebelum informasi lengkap disajikan. Fungsinya adalah untuk memberitahu
khalayak tentang informasi yang akan segera disampaikan, sekaligus membuat mereka tetap setia
menyimak seluruh sajian orasi.
Dalam penyajiannya, tease seyogianya menghindari pengulangan [repetisi), karena akan
terasa membosankan di telinga khalayak. Sementara itu, meskipun dapat berupa kalimat panjang,
tease hendaknya tak menceritakan seluruh informasi untuk merangsang rasa ingin tahu khalayak.
Dan, perlu diingat, tak ada keterangan yang mendahului kata ganti.
b. Badan (Isi)
Dalam badan, rangkaian pesan menyajikan pemuasan akan kebutuhan, dan visualisasi.
Setelah mengenali dan mengerti pokok persoalan, khalayak membutuhkan uraian dan penjelasan
untuk memenuhi hasrat ingin tahu dan perasaan tak puas yang terkait dengan pendahuluan.
Penjelasan dapat disajikan dengan menyampaikan argumentasi argumentasi mengenai
pokok-pokok persoalan. Agar khalayak mengerti, urut-urutan pesan dapat dilakukan dengan cara
peng uraian yang merujuk pada:

1) Asal-usul kata (etimologis), yakni berdasar asal-usul kata


2) Hakikat suatu masalah (filosofis)
3) Penguraian suatu masalah dengan melihat fungsi atau sifatnya
4) Struktur, yakni pemetaan suatu masalah menurut urutannya Namun, terkadang penjelasan
masih sulit dimengerti bila dalam rangkaian kata dan kalimatnya tersaji sesuatu yang abstak.
konseptual, dan tak tersentuh. Karena itu diperlukan contoh. Adanya contoh akan membantu
sebuah penjelasan menjadi mudah dikenali ciri dan sifatnya secara nyata. Uraian penjelasan juga
akan semakin jelas dan terfokus apabila kita membuat perbandingan dengan masalah yang sama
yang terjadi di tempat lain, atau dilakukan oleh orang lain.
Di samping itu, agar khalayak dapat mengerti dengan lebih jelas permasalahan yang
dibahas, diperlukan juga kata-kata atau kalimat penegasan. Artinya, menyatakan kembali suatu
masalah atau gagasan dengan kata dan kalimat yang berbeda. Dengan kata lain. memberi
penekanan pada kata atau kalimat tertentu agar khalayak mendapatkan rujukan, atau paling tidak
mengingat kembali pokok pembahasan.
c. Penutup
Bila pendahuluan dimaksudkan untuk menarik perhatian dan mem bangkitkan minat khalayak,
maka penutup berfungsi memberikan kesimpulan. Kesimpulan sendiri dapat disajikan dengan
cara sebagai berikut:
1. Memberikan anjuran atau bujukan untuk melakukan tindakan tertentu.
2. Penegasan untuk dijadikan bahan renungan
3. Rangkuman menyeluruh mengenai penjelasan-penjelasan.

Anda mungkin juga menyukai