Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KESEHATAN MENTAL

MASYARAKAT INDONESIA

NAMA ANGGOTA TIM


KADEK AYU ALIT SINTYAWATI
ANAK AGUNG NGURAH GDE AGUNG SURYA JAYADEWATA
MADE SATYA WIDIARTHA GUNARTA
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP KESEHATAN MENTAL
MASYARAKAT
Kadek Ayu Alit Sintyawati
Anak Agung Ngurah Gde Agung Surya Jayadewata
Made Satya Widiartha Gunarta

Pandemi merupakan epidemi skala besar yang menimpa jutaan orang di berbagai
negara yang dapat meluas ke seluruh dunia. Setahun belakangan dunia sedang
dilanda pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-2-CoV (Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Kasus pertama dari COVID-19 ini
ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada pertengahan Desember 2019
(Santoso dan Santosa, 2020). Kasus tersebut terus bertambah sejak 31 Desember
hingga 3 Januari 2020. Dilaporkan bahwa telah terjadi 44 kasus baru dan
menyebar hingga ke beberapa negara tetangga seperti Thailand, Jepang, dan
Korea Selatan. Mulai sejak itu, penyebaran virus corona ini terus berlanjut hingga
menyebar ke penjuru dunia tidak terkecuali di Indonesia (Susilo., et al, 2020).
Peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia terus terjadi setiap harinya.
Hingga 17 Juli 2021 tercatat 2,8 juta kasus terkonfirmasi, diikuti dengan
pertambahan jumlah kasus tertinggi pada Rabu, 15 Juli 2021 dengan 56 ribu kasus
terkonfirmasi dalam satu hari. Di sisi lain, terdapat 520 ribu kasus aktif dengan
penambahan kasus per harinya sebanyak 22 ribu kasus. DKI Jakarta menyumbang
pertambahan kasus tertinggi, dengan 727 ribu kasus terkonfirmasi per 17 Juli
2021, disusul oleh Jawa Barat dengan 500 ribu kasus dan Jawa Tengah dengan
total 300 ribu kasus terkonfirmasi. Capaian kasus terkonfirmasi terendah dimiliki
oleh Gorontalo dengan enam ribu kasus per 17 Juli 2021. Tren peningkatan tajam
tersebut dimulai dari bulan Juni 2021 (Komite Penanganan Covid-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional, 2021). Pada bulan April hingga Mei 2021,
perkembangan kasus terkonfirmasi per harinya hanya terbatas pada seribu hingga
lima ribu kasus, tetapi pada bulan Juni, angka kasus terkonfirmasi perhari
meningkat tajam mencapai belasan hingga puluhan ribu kasus (Kemenkes RI,
2021). Tren tersebut belum menunjukkan penurunan hingga pertengahan bulan
Juli 2021.

1
Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan adanya lonjakan kasus
tersebut, salah satunya adalah interaksi sosial yang masif diikuti dengan perilaku
masyarakat yang semakin tidak patuh dengan pelaksanaan protokol kesehatan
pada saat libur Idul Fitri. Faktor-faktor tersebut diperparah dengan ditemukannya
varian-varian virus baru COVID-19 seperti varian B117, B1351, dan B1617
(Kemenkes RI, 2021). Di sisi lain, peningkatan kasus terkonfirmasi tersebut juga
diikuti dengan peningkatan kasus sembuh perharinya. Pada bulan Mei hingga
awal bulan Juli, angka kasus sembuh perhari di Indonesia hanya terbatas pada
lima ribu hingga sepuluh ribu kasus.
Orang yang terkena COVID-19 akan mengalami masalah pernapasan mulai
dari ringan hingga berat tergantung dari kondisi pasien tersebut. Gejala yang
dialami oleh pasien beragam mulai dari demam, flu, batuk kering, radang
tenggorokan, dan rasa lelah (Kemenkes, 2020). Selain itu, ada gejala lainnya yang
bisa timbul seperti napas pendek, nyeri dada, diare, mual, dan muntah (Santoso
dan Santosa, 2020). Pada tahap kronis penyakit ini akan akan menyebabkan
pneumonia atau kesulitan bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap
(Kemenkes, 2020). Dilihat dari kemampuan transmisinya, virus SARS-2-CoV
dapat menyebar dengan cepat melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau
mulut pada saat batuk atau bersin. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di
sekitar, yang jika tersentuh orang lain lalu orang itu menyentuh bagian mata,
hidung, maupun mulut sekitar wajah, dapat menyebabkan terinfeksi COVID-19.
Selain itu, seseorang bisa juga terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja
menghirup droplet dari penderita (Kemenkes, 2020). Penanganan farmakologis
untuk menyembuhkan penyakit ini juga masih tergolong minim karena belum
ditemukannya obat pasti untuk menyembuhkan penyakit COVID-19.
Pandemi COVID-19 menyebabkan pergeseran di berbagai aspek kehidupan,
khususnya dalam konteks sosial dan ekonomi di berbagai negara, termasuk
Indonesia. Pergeseran aspek sosial tersebut berupa jarak antar individu yang
semakin renggang atau sering disebut dengan isolasi sosial. Secara kolektif,
peningkatan kasus positif dan kematian akibat COVID-19 juga berdampak pada
kesehatan mental perorangan. Pembatasan jarak tersebut diawali dengan anjuran
berdiam diri di rumah dari pemerintah yang digencarkan pada masa awal pandemi

2
COVID-19. Anjuran tersebut tidak serta merta menjadi sebuah solusi yang dapat
menjadi opsi terbaik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk sebagian orang,
rumah tidak dapat menjadi tempat yang aman, hal tersebut berkaitan dengan
banyak faktor. Untuk sebagian orang, keadaan sendirian dan terisolasi dapat
menempatkan orang tersebut ke dalam posisi yang tidak nyaman dan aman. Selain
itu, keadaan social distancing dapat menimbulkan sekat dalam konteks emosional
antara keluarga, teman, sahabat satu dengan yang lainnya (Ilpaj dan Nurwati,
2020). Walaupun demikian, keadaan tersebut terbilang wajar terjadi, mengingat
meningkatnya tingkat kecemasan dan kekhawatiran individu di tengah masa
pandemi, ditambah lagi dengan ujung pandemi yang belum menemukan titik
terang. Menurut Setyaningrum dan Yanuarita (2020), terdapat beberapa dampak
psikologis mayoritas dari pandemi yang dirasakan oleh kelompok masyarakat
tertentu, yaitu gangguan stres pascatrauma (post traumatic stress disorder),
kegelisahan, kebingungan, frustasi, ketakutan akan afeksi, merasa diri tidak
berdaya, kecemasan, dan insomnia. Kelompok masyarakat yang rentan terkena
stress psikologi di masa pandemi ini didominasi kelompok anak-anak, lansia, dan
petugas medis.
Selama pandemi COVID-19 berlangsung terdapat beberapa gangguan
kecemasan yang dapat terjadi seperti gangguan kecemasan terhadap diri sendiri
maupun orang lain. Kecemasan disini dapat diartikan sebagai kegelisahan,
kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas. Jika dikaitkan
dengan pandemi saat ini, dimana banyak tersebar informasi mengenai terus
bertambahnya jumlah pasien terkena maupun yang meninggal akibat COVID-19,
maka akan memberikan dampak cemas. Seperti saat kejadian di awal tersebarnya
COVID-19 di Indonesia, masyarakat takut dan cemas jika pemerintah akan
membuat kebijakan lockdown (karantina aktivitas publik) sehingga masyarakat
berbondong-bondong membeli kebutuhan makanan, kebutuhan medis, dan
kebutuhan lainnya sebanyak mungkin karena masyarakat takut akan terjadinya
sesuatu yang berbahaya. Pada tahap lanjut, kecemasan yang berlebihan akan
menyebabkan gangguan mental yaitu anxiety disorder. Orang dengan anxiety
disorder akan merasa sangat khawatir terhadap berbagai hal, bahkan ketika
dirinya dalam kondisi sehat atau normal (Ilpaj dan Nurwati, 2020).

3
Selain gangguan kecemasan, bosan dan stress menjadi salah satu gangguan
yang kerap terjadi pada masa pembatasan interaksi sosial di masyarakat. Adanya
tendensi untuk berdiam diri dirumah dalam jangka waktu panjang menyebabkan
tingkat stress meningkat, diawali dengan rasa bosan terus menerus. Kejadian
tersebut dapat dialami oleh berbagai kalangan, tetapi dalam kasus ini, mayoritas
didapati pada anak-anak. Hal tersebut berkaitan dengan keseharian anak yang
seharusnya lebih aktif berinteraksi di luar ruangan dengan anak-anak sebayanya,
tetapi terhalang pembatasan interaksi sosial. Gangguan psikomatis juga menjadi
salah satu ancaman psikologis yang dapat terjadi pada individu. Gangguan
psikomatis adalah gangguan kesehatan yang melibatkan pikiran dan tubuh,
diawali pada kondisi seperti cemas, stress dan depresi. Perasaan tidak nyaman
dapat timbul ketika membaca berita yang beredar di media sosial mengenai
penderitaan akibat pandemi secara terus-menerus. Beredarnya berita hoax juga
menjadi faktor utama peningkatan tingkat kecemasan. Dampak dari gangguan
psikomatis tersebut bermacam-macam, bergantung pada penyakit apa yang
dipikirkan terus menerus. Dalam kasus ini, apabila seseorang memikirkan
penyakit COVID-19 secara terus menerus, dapat muncul gejala-gejala yang
berkaitan dengan penyakit tersebut, seperti batuk-batuk, sesak, hingga demam
tinggi, walaupun sebenarnya individu tersebut tidak sedang terjangkit penyakit
tersebut. Tidak jarang, tindak lanjut dari gangguan psikologis tersebut berujung
kepada penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol. Kegiatan tersebut perlu
dihentikan, karena dapat mengganggu kondisi mental seseorang dan menyebabkan
gangguan psikologis yang dialami, berlangsung terus menerus (Ilpaj dan Nurwati,
2020).
Orang yang terkena penyakit COVID-19 juga mengalami beberapa masalah
psikologis mulai dari panik, turunnya motivasi, sedih, tertekan, dan insomnia.
Ketika pasien dinyatakan positif COVID-19 mereka akan panik dan terkejut
karena mereka tidak menyangka akan terkena penyakit ini. Selain itu, mereka
tidak mendapat mendapat informasi yang jelas dari pihak medis terkait dengan
penyakit ini (Aslamiyah, 2021).
Tertekan atau stress adalah hal yang akan dirasakan pasien berikutnya. Hal
ini terjadi karena pasien COVID-19 harus menjalankan karantina/isolasi guna

4
mengantisipasi penyebaran penyakit ini. Namun tindakan karantina dapat menjadi
penyebab perubahan mental seseorang, baik yang terinfeksi maupun yang tidak.
Sebuah studi di Spanyol menunjukkan adanya hubungan karantina terhadap
kekhawatiran tentang infeksi COVID-19 dengan gejala depresi selama karantina.
Berdasarkan studi tersebut, Seluruh pasien mengalami beban mental dan pikiran
serta tertekan ketika dinyatakan sebagai orang yang terinfeksi COVID-19
ditambah dengan proses karantina yang cukup lama. Proses karantina ini akan
memicu pasien COVID-19 mengalami stress karena mereka tidak bisa melakukan
apa-apa dan terbebani dengan penyakitnya. Pasien juga akan mengalami insomnia
akibat dari terus memikirkan penyakit COVID-19 yang dialaminya (Aslamiyah,
2021).
Pandemi adalah epidemi skala besar yang menimpa jutaan orang di
berbagai negara yang dapat meluas ke seluruh dunia. Peningkatan kasus COVID-
19 terus meningkat hari ke hari, dengan puncak peningkatan kasus terkonfirmasi
per harinya pada pertengahan Juli dengan 56 ribu kasus perharinya. Hingga kini,
peningkatan kasus tersebut belum menemui titik terang, dengan total kasus
sebanyak 2,8 juta jiwa. Faktor-faktor tersebut berpengaruh pada kesehatan mental
individu maupun kelompok masyarakat. Gangguan mental tersebut dapat berupa
gangguan kecemasan, stress berkepanjangan, gangguan psikomatis, hingga
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol secara terus menerus. Terdapat beberapa
faktor yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan tersebut diantaranya
keadaan isolasi tiap individunya, sekat dalam konteks psikologis dengan orang-
orang terdekat. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
COVID-19 merupakan penyakit yang berbahaya dan dapat menular dengan cepat.
Dampak dari penyakit tersebut dapat dirasakan pada setiap aspek kehidupan,
khususnya aspek sosial.

5
6
DAFTAR PUSTAKA
Aslamiyah, S. 2021. Dampak Covid-19 terhadap Perubahan Psikologis, Sosial dan
Ekonomi Pasien Covid-19 di Kelurahan Dendang, Langkat, Sumatera Utara.
Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat 1(1): 57-69.
Ilpaj, S.M. dan Nurwati, N. 2020. Analisis Pengaruh Tingkat Kematian Akibat
COVID-19 terhadap Kesehatan Mental Masyarakat di Indonesia. Focus:
Jurnal Pekerjaan Sosial 3(1): 16-28. Diakses pada
https://journal.unpad.ac.id/focus/article/viewFile/28123/13683 (18-07-2021)
Setyaningrum, W., dan Yanuarita, H. A. 2020. Pengaruh Covid-19 Terhadap
Kesehatan Mental Masyarakat Di Kota Malang. Jurnal Ilmu Sosial dan
Pendidikan. 4(4). Diakses pada :
http://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JISIP/article/view/1580 (17-07-
2021)
Susilo, A., et al. 2020. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia 7(1): 45-67. Diakses pada
http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/415 (18-07-
2021).
Santoso, D.H. dan Santosa, A. 2020. COVID-19 dalam ragam tinjauan perspektif.
LPPM Mercubuana. Diakses pada : http://lppm.mercubuana-
yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/07/BUKU-RAPID-RESEARCH-
COVID-UPDATE-1.pdf (18-07-2021)
Kemenkes RI, 2020. Pertanyaan dan Jawaban Terkait Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Update 6 Maret 2020. Diakses pada
https://covid19.kemkes.go.id/download/QnA_Coronavirus_Updated_06032
020.pdf (18-07-202)
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. 2021. Peta
Persebaran Covid-19. Available at : https://covid19.go.id/peta-sebaran
Kemenkes RI. 2021. Virus Corona Varian Baru B. 117, B.1351, B. 1617 Sudah
Ada di Indonesia. Diakses pada
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/berita-
utama/20210504/1737688/virus-corona-varian-baru-b-117-b-1351-b-1617-
sudah-ada-di-indonesia/ (17-07-2021)

Anda mungkin juga menyukai