Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMIKIRAN ISLAM MODERN

DISUSUN OLEH:

NURUL AGNY SALAM

30100118027

AFI 1

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDIIN MAKASAAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pemikiran Islam modern merupakan pemikiran yang mulai tumbuh
sekitar abad 19 di mana para pemikir pada waktu itu menyadari bahwa Islam
telah terpesorot ke dalam kemunduran dan sangat jauh tertinggal dari
peradaban Eropa. Kemajuan peradaban di Eropa bermula pada peristiwa
kebangkitan Eropa dari masa kegelapan atau keterpurukan akibat dari
pengekangan Gereja. Sehingga masa kebangkitan tersebut dikenal dengan
Renaissans. Di dalam sejarah Islam sendiri, peristiwa kebangkitan kembali
Islam ditandai dengan hadirnya gerakan atau tokoh- tokoh pembaharuh.
Para tokoh pembaharu kala itu menyadari bahwa kebngkitan Barat telah
berkembangg begitu maju dan merekatelah belajar banyak dari peradaban
Islam pada masa Klasik sekitar abad ke- 12 hingga abada ke- 13. Oleh karena
itu, para pembaharu yang menyadari hal tesebut berpendapat bahwa untuk
mengejar ketinggalan dari peradaban Eropa, umat Islam harus menghidupkan
kembali pemikiran rasional yang agamis seperti pada zaman Islam klasik
dengan memberikan perhatian yang besar pada sains dan teknologi.
Dikarenakan kemajuan yang dicapai Eropa, terjadi ketika mereka memilih
mengedepankan pemikiran rasional dan melepaskan diri dari Gereja.
Pemikiran rasional sekuler tersebutlah yang membawa kemajuan pesat dalam
bidang filsafat, sains dan teknologi di Eropa hingga mereka mencapai masa
kemajuan atau kemodernan.
Kebangkitan Islam dimaksudkan sebagai kristalisasi kesadaran
keimanan dalam membangun tatanan seluruh aspek kehidupan yang berdasar
atau yang sesuai dengan prinsip Islam. Makna ini mempunyai implikasi
kewajiban bagi umat Islam untuk mewujudkannya melalui gerakan-gerakan,
baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.1 Masa kebangkitan Islam
tentunya berbeda dengan Eropa yang bangkit dengan meninggalkan

1
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam (Medan: Perdana Publishing, 2016), h. 234.
agamanya, kebagkitan Islam malah bertujuan untuk mengembalikan
kemurnian ajarannya dan kembali mengedepankan pemikiran rasional
sehingga dapat mengalami kemajuan kembali sebagaimana masa kejayaan
Islam pada era klasik.
Masa pembaharuan Islam telah melahirkan banyak tokoh-tokoh yang
memiliki perjuangan dan pemikiran yang luar biasa dalam
mengimplemtasikan ajaran Agama sesuai dengan perkembangan zaman dan
tuntunan zaman modern. Tantangan modernisasi yang cukup menjadi fokus
para tokoh pembaharu yakni agar tantangan modernisasi tidak menyebabkan
kemunduran bagi umat Islam. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa tokoh
yang termahsyur yang dikenang sebagai tokoh pembaharu Islam karena
pemikirannya yang rasional dan moderat. Gerakan pemikiran pembaharu
merupakan upayah untuk menggabungkan cita-cta liberal progresif dengan
keyakinan religius yang mendalam. Greg Barton mengatakan bahwa
modernisme baru muncul di Indonesia sejak tahun 1970.2
Salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang memiliki gagasan yang
mengarah pada Indonesia yang moderat . Akan tetapi, beberapa gagasannya
tersebut menuai pro dan kontra. Dia adalah Nurcholish Majdid yang salah
satu tokoh neo-modernisme, ia pernah menggagas sebuah Gerakan intelektual
pada tahun 1970-an yang dikenal dengan Gerakan Pembaharuan Pemikiran
Keagamaan. Meskipun gerakan ini dinilai sebagai suatu gerakan yang radikal
tetapi makna penting dari gerakan ini terletak pada upayanya unuk
mereformulasikan postulat doktrin Islam yang paling pokok berkaitan dengan
masalah ketuhanan, kemanusiaan, dan dunia, dan bentuk hubungan diantara
semua aspek tersebut dalam realitas politik dan kebangsaan. Ide-ide
pembaharuan Nurcholish telah merefleksikan suatu elaborasi yang cemerlang
tentang konsepsi Islam sejalan dengan upaya modernisasi yang sedang
digalakkan oleh bangsa Indonesia saat itu. Dibungkus dalam nomenklatur
yang didesain untuk memasukkan konsep-konsep keagamaan dalam format

2
Greg Barton, Neo-Modernism: A Vital Synthesis of Traditionalist and Modernist Islamic
Thought in Indonesia, Studia Islamika, Vol. 2, No3, 1995, h. 5.
yang rasional.3 Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok tokoh yang berani
menyuarakan tentang perlunya reformasi besar-besaran dalam pemikiran
Islam moderisme di Indonesia. Makalahnya yang berjudul “Perlunya
Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integritas Umat” dari makalahnya
ini, ia berbicara terus terang mengenai sekularisasi, desakralisasi, liberalisme,
dan sosialisme.4
Nurcholis Madjid merupakan sosok pembaharu dengan gagasan-
gagasannya yang moderat mencoba menghidupkan Islam sesuai dengan
zamannya. Meskipun pemikirannya terbilang kontroversi tetapi tidak dapat
dielakkan sisi kontributif pemikirannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memahami konsep pemikiran modern dalam Islam dari preskpektif
Nurcholish Madjid. Makalah ini dimaksudkan untuk menyelami sosok dan
pemikiran Nurcholish Madjid terkait pemikiran Islam modern.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi Nurcholis Madjid?
2. Bagaimana pemikiran Islam modern Nurcholis Madjid?

3
Nasitotul Jannah, Nurcholish Madjid dan Pemikirannya (Diantara Kontribusi dan
Kontroversi), CAKRAWALA: Jurnal Studi Islam, Vol. XII, No. 1, 2017, h. 48.
4
Greg Barton, Neo-Modernism: A Vital Synthesis of Traditionalist and Modernist Islamic
Thought in Indonesia, Studia Islamika, Vol. 2, No3, 1995, h. 9.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Nurcholis Madjid


1. Latar belakang keluarga
Nurcholis Madjid merupakan seorang pemikir Islam yang lahir di
Jombang, pada lahir pada 17 Maret 1939. Dia dilahirkan dari keluarga
pesantren di jombang, Jawa Timur dalam lingkungan orang yang taat
beragama. Ia merupakan anak dari pasangan H. Abdul Madjid dan
Fatonah. Ayahnya yakni Abdul Madjid merupakan seorang Kyai yang
punya latar belakang pendidikan pesantren Tebu Ireng (didirikan oleh
K.H Hasyim Asy‟ari) beliau dapat dikatakan sebagai orang yang sangat
dekat dengan keturunan KH Hasyim Asy’ari. 5 Hal ini dikarenakan kakek
Nurcholis Madjid yakni Ali Syakur sangat dekat dengan Kiai Besar
Hadrat-u al-Syaykh Hasim Asy’ari seorang pendiri Nahdathul Ulama
(NU). Ali Syakur dan Hasyim Asy’ari awalnya memiliki hubungan dalam
hal bisnis dibidang urusan tanah. Selain itu, Ibu Nurcholish Madjid yakni
Fathanah merupakan anak dari kiai Abdullah Sajjad, ia juga dikenal
pandai dalam menulis latin. Kakek Nurcholish Madjid dari ibunya yakni
Kiai Sajjad juga memiliki hubungan yang dekat Kiai Hasyim.6
Namanya Nurcholish, berasal dari bahas Arab yakni nur yang
berarti cahaya dan khalish yang berarti murni. Menurut penjelasan
Nurcholish sendiri bahwa namnya berarti cahaya murni atau cahaya laser
yang mampu menembus segala sesuatu di balik suatu benda. Sebelum
diberiakan nama Nurcholis, awalnya ia diberikan nama Abdul Malik yang
berarti hamba Sang Raja tetapi karena ia terus sakit- sakitan dan orang di
kampunya mengatakan bahwa namanya keberatan sehingga digantilah
namanya menjadi Nurcholish.7

5
Yusniani, “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Modernisasi Islam” , Skripsi (Medan:
UIN Sumatra Utara Medan, 2017), h. 33.
6
Muhammad Wahyudi Nafis, Cak Nur: Sang Guru Bangsa (Jakarta: Kompas, 2014), h. 5.
7
Muhammad Wahyudi Nafis, Cak Nur: Sang Guru Bangsa, h. 4.
Nurcholish Madjid sewaktu kecil bercita-cita menjadi seorang
masinis kereta api karena pada waktu itu kereta api merupakan kendaraan
rakyat palin popular. Ketika ia menjadi dewasa, ia dikatakan tidak hanya
telah menjadi masinis tetapi bahkan lokomotof yakni penarik gerbong
pembaruan pemikiran Islam Indonesia.8 Meskipun Nurcholish Madjid
tidak benar-benar menjadi seorang masinis kereta api sebagaimana yang
ia cita- citakan sewaktu kecil tetapi ia dianggap telah menjadi masinis
dalam hal penggerak pemikiran Islam.
2. Latar belakang pendidikan dan intelektual
Prof. Dr. Nurcholish Madjid demikian lengkap gelar akademiknya
yang kemudian akrab dipanggil dengan nama “Cak Nur”. Ia mendapatkan
gelar pendidikan dasar waktu itu namanya Sekolah Rakyar (SR) di
Mojoanyer, juga Madrasah Ibtidaiyah (MI) yaitu sekolah sederajat dengan
Sekolah Rakyat (SR) namun isi pendidikannya lebih dominan pendidikan
agama di Mojoanyer, Jawa Timur. Kemudian ia melanjutkan pendidikan
pesantren (tingkat menengah SMP) di pesantren Darul „Ulum, Rejoso,
Jombang Jawa Timur.9 Kemudian, terdapat sebuah peristiwa yang di
mana ia terus disindir dengan kalimat “ada anak Masyumi kesasar”,
sehingga membuat Nurcholish Madjid tidak betah di pesantrennya dan ia
mencoba membicarakan kepada Ayahnya untuk pindah sekolah, ayahnya
pun menyetujui permintaan tersebut dan memindahkan Nurcholish
Madjid ke pesantren Gontor. Di Gontorlahlahyang kemudian menjadi
akar semangat dan etos komodern, pembaharuan Islam, sikap terbuka,
dialogis, berpikir kritis, komperatif, dan tidak memihak pada serta fanatik
pada mazhab telah tertanam dalam kesadarannya sebagai seorang
alumnus Pesantren Gontor. Selain itu, dalam pesantren tersebut ia

8
Muhammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia dalam Pandangan
Nurcholish Madjid (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2011), h. 26.
9
Yusniani, “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Modernisasi Islam” , Skripsi (Medan:
UIN Sumatra Utara Medan, 2017), h. 34.
menguasai banya Bahasa seperti: Bahasa Arab, Inggris, Prancis, dan
Belanda.10
Tahun 1960, Nurcholish Madjid lulus dari Pesantren Gontor.
Setelah itu ia berkeingnan untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas
Keguruan llmu Pendidikan (FKIP) Muhammadiyah di Solo, akan tetapi ia
tidak bisa diterima dikarenakan harus memiliki ijazah SMA. Akhirnya, ia
kembali ke Gontor dan mengajar di sana selama setahun. 11 Setelah itu, ia
mencoba melakukan pendaftaran di Jakarta dan pada tahun 1961, ia resmi
menjadi mahasiswa IAIN Ciputat masuk ke dalam wilayah Tanggerang.
Fakultas yang dipilihnya adalah fakultas Adab dikarenakan menurutnya
sangat sesuai dengan alumnus Gontor yang menguasai Bahasa Arab.12
Tahun 1978- 1984, Nurcholis Madjid mengambil program studi
master dan doktornya dengan fokus studi filsafat Islam di Universitas
Chicago, AS. Di universitas tersebut, ia bergaul dengan tokoh neo-
modernis asal Pakistan yakni Prof. Dr. Fazluurahman yang menjadi dosen
favoritnya dan pembimbing utamanya. Nurcolish Kembali ke Indonesia
pada tahun 1983 setelah menyelesaikan program doktronya yang lulus
ujian dengan cum laude.13
3. Karya- karya intelektual Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid sebgai seorang cendikiawan muslim dan tokoh
pembaharuh yang berpengaruh tentunya meninggalkan jejak- jejak
pemikirannya yang luar biasa melalui tulisan- tulisan, baik itu di dalam
sebah buku, makalah, artikel serta tulisan- tulisan lainya. Adapun
beberapa karya- karya intelektualnya sebagai berikut.
a. Islam dan Doktrin Peradaban
b. Islam Agama Peradaban

10
Muhammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia dalam Pandangan
Nurcholish Madjid (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2011), h. 28.
11
Muhammad Wahyudi Nafis, Cak Nur: Sang Guru Bangsa (Jakarta: Kompas, 2014), h.
25-26.
12
Muhammad Wahyudi Nafis, Cak Nur: Sang Guru Bangsa, h. 26-27.
13
Muhammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia dalam Pandangan
Nurcholish Madjid (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2011), h. 30- 31.
c. Islam Agama Kemanusiaan
d. Kaki Langit peradaban Islam
e. Tradisi Islam
f. Perjalanan Religius Urah dan Haji
g. Bilik- bilik Pesantren
h. Dialog Keterbukaan
i. Pintu-pintu Menuju Tuhan
j. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan
k. Islam Keyakyatan dan Keindonesiaan (Pikiran-pikiran Murcholish
“Muda”), dan
l. Khazanah Intelektual Islam14

Budhy Munawar Rachman mencoba memetakkan pemikiran


Nurcholish Madjid dalam dua periode yaitu:

 Periode I (1965-1978): Tahap keislaman- keindonesiaan


 Periode II ( 1984-2005): tahap keislaman-kemodernan

Pada Periode I, pemikiran keislaman- keindonesiaan Nurcholish adalah


sirkulasi dan pembaharuan Islam di Indonesia. Antara tahun 1978-1984
adalah masa transisi di mana Nurcholis berkuliah dan menulis disertasi di
University of Chicago. Dan pada periode II pemikiran keislaman-
kemodernan Nurcholish adalah paham humanisme Islam yang di dalamnya
temasuk pengolahan isu-isu Islam, demokrasi, hak asasi manusia,
termasuk prularisme.15

B. Pemikiran Islam Modern Perspektif Nurcholis Madjid


Nurcholis Madjid merupakan salah satu pemikir terbaik Indonesia
termasuk dalam hal pemikiran- pemikiran keislaman kotemporer/ modern.
Nurcholis sepertinya sadar betul bahwa perubahan zaman yang
mempengaruhi perubahan sosial juga menyentuh dan mempengaruhi dunia
14
Muhammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia dalam Pandangan
Nurcholish Madjid (Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama, 2011), h. 34.
15
Budhy Muawar Rachman, Karya Lengkap Nurcholish Madjid (Jakarta: Nurcholish
Madjid Society (NCMS), 2019).
Islam. Budhy Munawar mengatakan bahwa caknur pada tahun 1968,
merumuskan modernisasi sebagai rasionalisasi. Hal ini dimaksudkan sebagai
dorongan bagi umat Islam untuk menggeluti modernisasi sebagai apresiasi
kepada ilmu pengetahuan.16 Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi
Nurcholish Madjid (Jakarta: Democracy Project, 2011), h. ix. Yang perlu
dipahami dalam pemikiran Cak Nur terkait rasionalisasi yang berasal kata
rasional, tidak sama dengan rasionalisme yang dipahami kaum komunis.
Rasional yang dipahami oleh Nurcholish Madjid adalah pendayagunaan akal
dalam penerapan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk dapat sampai pada
kebenaran Tuhan. Budhy Munawar menjelaskan pada hakikatnya rasional
berkaitan dengan “penerapan ilmu pengetahuan”, yang kemudian berarti
penerjemahan al-islâm dalam terma ilmu yang menurutnya merupakan suatu
keharusan, malahan kewajiban mutlak, karena merupakan proses penemuan
kebenaran-kebenaran mencapai Kebenaran Mutlak, yaitu Allah.17 Budhy
Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid (Jakarta:
Democracy Project, 2011), h. x.
Nurcholish Madjid bukan hanya sekedar tokoh pembaharu modern
tetapi dia dikatagorikan sebagai tokoh pemikir neo-modernisme bersama
dengan beberapa tokoh lainnya seperti Abdurrahman, Djohan, dan yang
lainnya. Greg Barton mengatakan bahwa pemikiran neo-modernis dari
Nurcholish, Wahib, Djohan dan Abdurrahman sangat penting karena
mewakili gerakan pemikiran yang menggabungkan keyakinan progresif,
liberal dengan keyakinan agama yang kuat.18 Greg Barton, Neo Moderism:
A Vital Neo-modernisme pada dasarnya bersifat religius dan dimotivasi
terutama oleh kepedulian terhadap perkembangan progresif Islam dan
komunitas Islam di Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan perumusan
metodologi yang konsisten dan universal untuk tafsir Alquran, tafsir yang
rasional dan peka terhadap konteks sejarah dan budaya dari kitab suci asli dan
masyarakat modern yang sekarang mencari bimbingan mereka.
Pada era modern, perkembangan ilmu pengetahuan menjadi begitu
pesat dan juga mampu melahirkan teknologi yang canggih. Dampak dari hal
ini, membawa pada pola hidup yang baru dan juga tantangan yang baru.
Dalam kehidupan modern, peranan agama biasanya dihubungkan dengan
konotasi modernitas yang mengalami atau malah menderita. Maka, tidak
heran pada masyarakat modern dalam konotasi tersebut masalah mencari dan
menemukan makna hidup yang ultimate, yang berarti sakral, menjadi semakin
serius dan akut. Indikasiindikasi ke arah itu dapat disebutkan dalam dua hal
yang berlawanan: negatif dan positif. Yang negatif berupa gejala bahwa
penyakit jiwa lebih banyak pada masyarakat modern daripada masyarakat
yang lebih sederhana (untuk Indonesia: lebih banyak di kota-kota besar
daripada di desa-desa). Yang positif berupa gejala semakin tertariknya orang-
orang modern kepada pemikiran-pemikiran spekulatif (di Amerika lebih
banyak orang membaca Alkitab sekarang ini daripada dulu, meskipun
pengunjung gereja menurun). Yang paling aman adalah mengatakan bahwa
agama, betapapun, akan dibutuhkan manusia.16
Modrenisasi dalam pandangan Nurcholish Madjid adalah rasionalisasi
bukan westernisasi,

Dengan modernisasi, ia berusaha untuk memberi ”jawaban Islam” terhadap


masalah-masalah modern yang tengah di hadapi sekarang ini. Dimana inti
jawabannya tercakup dalam kesimpulan sikapnya, yang menyatakan:”kita
sepenuhnya berpendapat bahwa modernisasi ialah rasionalisasi yang ditopang
oleh dimensi-dimensi moral, dengan berpijak adanya perinsip iman kepada
Tuhan. Akan tetapi kita juga sepenuhnya mengenal pengertian yang
menyatakan bahwa modernisasi adalah westernisasi sebab westernisasi
merupakan suatu total way of life, dimana facktor paling menonjol
sekularisme dengan segala percabangannya.

Penyebutan tahap perkembangan sejarah manusia yang sedang berlangsung


sekarang ini sebagai “Zaman Modern” bukannya tanpa masalah. Masalah itu
timbul karena inti dan hakikat zaman sekarang bukanlah kebaruannya
16
(“modern” berarti baru), seolah-olah sesudah tahap ini tidak ada lagi tahap
yang berarti berikutnya. Di samping itu, perkataan “modern” mengisyaratkan
suatu penilaian tertentu yang cenderung positif (“modern” berarti maju dan
baik), padahal, dari sudut hakikatnya, zaman modern itu sesungguhnya
bersifat netral.17

17
Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid (Jakarta: Democracy Project,
2012), h.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai