Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY “A” DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh :
Rangge Loka (2035008)

Pembimbing Akademik :
Ns. Sri Indaryati, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis haturkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny”A” Dengan Gangguan Sistem
Endokrin: Diabetes Melitus”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Ibu Ns. Novita Elisabeth Daeli, M.Kep selaku Koordinator mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah
2. Ibu Ns. Sri Indaryati, M.Kep selaku dosen Pembimbing Akademik
3. Berbagai sumber referensi yang membantu penulis dalam penyusunan
laporan ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih


banyak terdapat kekurangan, baik dari isi maupun cara penulisannya. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna
perbaikan dan peningkatan kualitas yang akan datang.

Palembang, April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
B. Ruang Lingkup..............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Konsep Medis...............................................................................................4
1. Pengertian..................................................................................................4
2. Anatomi Fisiologi......................................................................................4
3. Tipe Diabetes Mellitus..............................................................................6
4. Faktor Resiko............................................................................................7
5. Manifestasi Klinis......................................................................................8
6. Komplikasi................................................................................................9
7. Patofisiologi.............................................................................................11
8. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................12
9. Penatalaksanaan Medis............................................................................12
B. Konsep Keperawatan..................................................................................14
1. Pengkajian...............................................................................................14
2. Rencana Asuhan Keperawatan................................................................19
C. PATOFLOW DIABETES MELLITUS......................................................22
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................24
BAB IV PENUTUP..............................................................................................44
A. Kesimpulan.................................................................................................44
B. Saran............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................45

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang bersifat kronis
yang biasanya terjadi pada orang dewasa, penyakit ini membutuhkan
monitoring medis secara berkelanjutan dan juga membutuhkan pendidikan
perawatan mandiri pada pasien(LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 649).
World Health Organization mengatakan bahwa diabetes adalah penyakit
kronis serius yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang
cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya (World Health Organization, 2016).
Berdasarkan data hasil laporan Internasional Diabetes Federation
terdapat sebayak 463 juta orang di dunia pada 2019 yang mengalami diabetes
melitus dan di prediksikan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi kenaikan
untuk penderita diabetes melitus sebesar 51% sebanyak 578 juta manusia
yang mengalami diabetes melitus. Untuk di Asia tercatat ada sebanyak 88 juta
orang yang mengalami diabetes melitus pada tahun 2019, jumlah penderita
diabetes melitus ini mengalami peningkatan jika di bandingkan dengan tahun
2018 yang dimana tercatat sebanyak 82 juta orang yang terkena diabetes
melitus (IDF, 2019).
Riset kesehatan dasar (2018) menyatakan bahwa untuk di Indonesia
tercatat sebanyak 1. 017. 290 jiwa atau sekitar 1,5% yang mengalami
diabetes melitus. Sedangkan untuk di Sumatera Selatan sendiri berada pada
urutan Ke - sembilan di Indonesia dengan jumlah kasus terbanyak yaitu
sebesar 32. 126 atau sama dengan 0,9 % orang yang terkena diabetes melitus.
Untuk kota Palembang sendiri tercatat sebanyak 13. 593 orang yang
mengalami diabetes melitus. Kasus diabetes melitus di Puskesmas Makrayu
Palembang tercatat sebanyak 561 jiwa yang terkena diabetes mellitus
(Dinkes, 2018).
Penatalaksanaan bagi pasien dengan diabetes mellitus terdapat empat
pilar utama yang dimana hal ini meliputi nutrisi,olahraga, pemberian edukasi

1
2

serta terapi farmakologis (Aini dan Aridiana, 2016, p. 31). Pencegahan


diabetes mellitus meliputi pada tiga tahapan yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tersier (Soelistijo et al., 2015). Pada pencegahan primer yang
dilakukan meliputi upaya yang ditujukan pada kelompok yang memilki faktor
resiko, yakni kepada individu yang belum terkena tetapi memiliki potensi
untuk terkena diabetes mellitus (Soelistijo et al., 2015). Pada pencegahan
sekunder merupakan upaya pencegahan yang dilakukan untuk menghambat
timbulnya penyulit pada individu yang telah terkena DM , yang dimana pada
pencegahan sekunder yang dilakukan adalah dengan pengendalian kadar
glukosa sesuai dengan terget tercapai serta pengendalian faktor risiko yang
lain dengan pemberian pengobatan yang optimal (Soelistijo et al., 2015).
Sedangkan pada pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
DM yang telah mengalami penyulit dalam upaya melakukan pencegahan
terjadinya kecacatan yang lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup
(Soelistijo et al., 2015).
Komplikasi pada diabetes mellitus kemungkinan akan berkembang
pada beberapa pasien meskipun dari tiap individu sudah mengusahakan untuk
mengendalikan secara saksama penyakitnya (Black dan Hawks, 2014, p.
641). Pada individu yang terkena diabetes mellitus apapun tipenya tetap
beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi yang melibatkan berbagai sistem
tubuh yang berbeda (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 675).
Komplikasi kronis merupakan suatu penyebab utama kesakitan dan kematian
pada pasien dengan diabetes mellitus, komplikasi kronis pada diabtes mellitus
dapat meliputi komplikasi makrovaskular (Penyakit arteri koroner, stroke,
ulkus kaki, Hipertensi) dan mikrovasklular (Retinopati diabetik, nefropati,
neuropati) (Black dan Hawks, 2014, p. 674). Selain dari penatalaksanaan
yang dilakukan dalam pencegahan komplikasi pada penderita diabetes
mellitus terdapat faktor – faktor yang juga berhubungan dengan pencegahan
komplikasi pada penderita diabetes mellitus antara lain merupakan efikasi diri
dan juga dukungan keluarga (Zakiyyah, Nugraha dan Indraswari, 2019, p.
453).
3

B. Ruang Lingkup
Laporan asuhan keperawatan pada kasus penyakit paru obstruktif
kronik dilakukan pada 26 April 2021 sampai dengan 29 April 2021 dengan
stase keperawatan medikal bedah pterutama pada Sistem Endokrin.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan medikal bedah
pada kasus Sistem Hema dengan penyakit Diabetes Mellitus
2. Tujuan khusus
a. Untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
b. Untuk melakukan pemberian diagnosa keperawatan pada pasien
Diabetes Mellitus
c. Untuk melakukan pemberian intervensi keperawatan pada pasien
Diabetes Mellitus
d. Untuk melakukan pemberian implementasi keperawatan pada pasien
Diabetes Mellitus
e. Untuk melakukan pemberian evaluasi keperawatan pada pasien
Diabetes Mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai denagn terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah atau
bisa disebut hiperglikemia yang diakibatkan adanya kerusakan pada
sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya (Smeltzer, 2013). Diabetes
melitus merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak , yang mengarah pada hiperglikemika atau kadar
glukosa darah tinggi (Black dan Hawks, 2014, p. 631). Diabetes mellitus
terjadi karena sel beta yang tidak dapat memproduksi insulin atau
dikarenakan insulin yang di produksi tidak dalam jumlah yang cukup
(DiGiulio, Jackson dan Keogh, 2014, p. 366).
Diabetes melitus merupakan penyakit multisistem kronis yang
memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan produksi insulin,
gangguan penggunaan insulin, atau keduanya (Lewis et al., 2014, p.
1153).Berdasarkan beberapa uraian penjelasan diatas, Diabetes melitus
merupakan penyakit serius yang berjangka panjang (kronis) dengan
keadaan meningkatnya kadar glukosa darah diakibatkan oleh
ketidakseimbangan produksi insulin, gangguang penggunaan insulin, atau
keduanya.

2. Anatomi Fisiologi
Pankreas mempunyai dua jenis jaringan utama, yakni asini dan
pulau- pulau langerhans. Asini memiliki fungsi mensekresikan getah
pencernaandalam duodenum dan pulau langerhans mensekresikan insulin
dan glukagon ke dalam darah. Pankreas memiliki 1-2 juta pulau
langerhans yang berdiameter 0.3 mm tiap pulaunya. Pulau langerhans
disusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil tempat hormon di keluarkan

4
5

oleh sel-sel tersebut. Pulau langerhans mempunyai tiga jenis sel utama
diantaranya sel alfa, sel beta, dan sel delta. Sel beta memiliki cakupan
60% dari seluruh sel yang berfungsi mensekresikan insulin dan amilin.
Sel alfa memiliki cakupan 25% dari seluruh sel dan berfungsi
mensekresikan glukagon. Sel delta memiliki cakupan 10% dari seluruh
sel yang berfungsi mensekresikan somatostatin (Hall & Guyton, 2014,
p.1015).

Mekanisme Kerja Insulin


Gambar 2.3 Skema Reseptor Insulin

(Hall & Guyton, 2014, p. 1017)

Reseptor insulin terdiri dari empat subunit yang akan berhubungan


dengan ikatan disulfida yakni dua subunit alfa yang terletak di luar
membran dan dua subunit beta yang terletak menenmbus membran dan
menonjol pada sitoplasma sel. Di luar sel insulin berikatan dengan sel
6

alfa tetapi karena insulin juga berikatan dengan sel beta maka sel beta
yang meninjol ke dalam sel mengalami autofosforilasi. Autofosforilasi
subunit beta di reseptor akan membuat tirosin kinase aktif. Hal ini
menyebabkanterjadinya fosforilasi berbagai enzim yang disebut substrat
reseptor insulin (IRS) yang membuat beberapa enzim aktif dan sekaligus
menon-aktifkan enzimlainnya. hasil akhirnya insulin mngatur proses
metabolisme intrasel yang akanmemberikan hasil sesuai yang diinginkan
pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Hall and Guyton,
2014, p. 1017)

3. Tipe Diabetes Mellitus


a. Diabtes Tipe I
Pada diabetes tipe I lebih sering terjadi pada anak – anak saat
remaja, namun tidak menuntup kemungkinan bisa terjadi pada berbagai
usia, bahkan pada usia 80 tahun hingga 90 tahun bisa juga terkena
(LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 652). Pada diabetes tipe I
sistem imun dalam tubuh sendiri secara spesifik menyerang dan
merusak sel yang bekerja sebagai tempat produksi insulin yang terdapat
pada pankreas[ CITATION Ain16 \l 1057 ].
b. Diabetes Tipe II
Diabetes Melitus Tipe II sering disebut sebagai NIDDM atau
diabetes melitus onset – dewasa merupakan gangguan yang mencakup
faktor genetik dan faktor lingkungan (Black dan Hawks, 2014, p. 633).
Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe II berbeda – beda dan
meski ada, yang dimana fungsinya dirusak oleh resistensi insulin pada
jaringan perifer (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 654).
c. Diabetes Gestasional
Wanita dengan diabetes gestasional memilki risiko yang lebih
tinggi untuk kelahiran sesar, dan bayi mereka memiliki resiko tinggi
untuk kematian perinatal, cedera saat lahir, dan komplikasi pada
neonatal (Lewis et al., 2014). Wanita yang berisiko tinggi terkena
7

diabetes yaitu wanita dengan obesitas, memilki usia ibu lanjut, atau
memilki keluarga dengan riwayat diabetes (Lewis et al., 2014).
Diabetes gestasional ditandai dengan setiap derajat intolerasi glukosa
yang muncul selama kehamilan berlangsung yang terjadi pada trimester
kedua atau ketiga (Smeltzer, 2013)

4. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya diabetes melitus, antara lain :
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diubah untuk
kejadian diabetes melitus. Pada usia ≥50 tahun beresiko terkena dm
tipe 2 karena penuaan menyebabkan penurunan sensitivitas insulin dan
penurunan metabolisme glukosa (Kurniawaty, Evi; Yanita, 2016, p.
29).
b. Indeks Masa Tubuh (Gizi Lebihdan Obesitas)
Indeks Masa Tubuh pada status (gizi lebih atau obesitas) dapat
menyebabkan resistensi insulin karena jumlah reseptor insulin yang
terdapat di otot rangka, hati dan jaringan adiposa pada orang yang
obesitas lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah reseptor pada orang
kurus(Hall and Guyton, 2014).
c. Riwayat Keluarga Penderita Diabetes Melitus
Seseorang yang memiliki keluarga atau saudara yang menderita
diabetes melitus memiliki resiko dua hingga empat kali mengalami
diabetes melitus tipe 2 dan 30% beresiko mengalami intoleransi
glukosa (Lemone et al., 2015, p. 656).
d. Kurang Aktivitas Fisik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (N. Sari & Purnama,
2019) aktivitas fisik atau olahraga secara langsung memiliki hubungan
yang erat dengan kejadian diabetes melitus. Seseorang yang melakukan
aktivitas fisik atau berolah raga ketika beraktivitas otot mennggunakan
glukosa yang tersimpan dalam otot setelah beraktivitas maka glukosa
8

dalam otot berkurang sehingga otot akan mengambil glukosa dalam


darah untuk menggantikan glukosa yang hilang setelah
beraktivitas.Pengambilan glukosa dalam darah ini akan menyebabkan
glukosa yang berada dalam darah berkurang sehinnga glukosa darah
dapat terkontrol dengan baik. Hal ini berbanding terbalik dengan
seseorang yang tidak melakukan aktivitas fisik sehingga glukosa dalam
otot tidak terpakai ditambah glukosa dalam darah juga tidak masuk
dalam otot dan akan menumpuk dalam darahsehingga kadar glukosa
pun tidak terkendali dengan baik.

5. Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe I
1) Poliuria, keadaan ini terjadi karena terjadinya peningkatan volume
darah yang dapat meningkatkan aliran darah yang menuju ke ginjal
dan keadaan hiperglikemik yang bertindak sebagai diuretik osmotik,
diuretik osmotik yang dihasilkan dapat meningkatkan haluaran urin
2) Polidipsia, Keadaan yang terjadinya peningkatan haluaran urine
serta penurunan pada volume intraseluler dapat menyebabkan
dehidrasi yang membuat mulut menjadi kering sehingga
diaktifkannya sensor haus yang menyebabkan seseorang akan
mengalami gejala haus
3) Polifagia, keadaan ini disebabkan karena glukosa yang tidak dapat
masuk kedalam sel tanpa adanya insulin, sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan pada produksi energi yang diaman dapat
menstimulus keadaan rasa lapar yang berakibat pada asupan
makanan
4) malaise dan keletihan, disebabkan karena peningkatan pada asupan
makanan namun berat badan pada orang tersebut tidak akan
meningkat dikarena tubuh kehilangan air dan protein serta lemak
yang itu merupakan upaya untuk memulihkan sumber energi
9

5) Fungsi penglihatan pun dapat menurun yang mengakibatkan


penglihatan menjadi buram yang terjadi karena pengaruh osmotik
yang menyababkan pembengkakan pada lensa mata (LeMone, Burke
dan Bauldoff, 2015, p. 653-654).
b. Diabetes Tipe II
Pada DM tipe II durasi terjadinya tanda dan gejala yang
berkembang secara bertahap atau bahkan tanpa adanya tanda dan gejala
selama beberapa tahun (Black dan Hawks, 2014, p. 637). Hiperglikemia
pada DM tipe 2 biasanya tidak seberat yang terjadi pada DM tipe 1
tetapi pada DM tipe 2 tanda dan gejala yang muncul sama,, khususnya
untuk poliuria dan polidipsia (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p.
656). Untuk polifagia jarang dijumpai pada dan pada penurunan berat
badan tidak terjadi, serta tanda dan gejala lain yang muncul adalah
penglihatan buram, keletihan, paratensia, dan infeksi pada kulit
(LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 656).
c. Diabetes Gestasional
Pada DM gestasional tanda dan gejala yang muncul tidak di
disadari ataupun tidak disadari namun pada beberapa pasien mungkin
mengalami rasa haus yang meningkat atau polidipsia yang dikarenakan
tubuh berusaha untuk membuang glukosa (DiGiulio, Jackson dan
Keogh, 2014, p. 367).

6. Komplikasi
a. Ketoasidosis Diabeteik
Ketoasidosis diabetik ditandai oleh kekurangan realtif atau
absolut insulin, insulin di perkirakan masih ada namun tidak dalam
jumlah yang cukup untuk peningkatan kebutuhan glukosa yang dapat
berhubungan dengan adanya stresor seperti infeksi (Black dan Hawks,
2014, p. 662).
b. Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketosis
10

Sindrome Hiperglikemia Hiperosmlar Nonketosis atau yang


sering disebut HHNS merupakan suatu varian dari ketoasidosis
diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia yang ekstream (600 –
2.000 mg/dl), serta dehidrasi , ketonuria ringan atau bahkan tidak
terdeteksi dan tidak ada asidosis, keadaan ini umunya terjadi pada
lansia dengan DM tipe 2 (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 667).
c. Retinopati Diabetik
Keadaan ini dimana terjadinya pada struktur kapiler retina
mengalami perubahan aliran darah, yang menyebakan iskemia pada
retinaa dan kerusakan sawar retina – darah (LeMone, Burke dan
Bauldoff, 2015, p. 680).
d. Nefropati
Nefropati diabetik merupakan penyakit ginjal yang ditandai
dengan dengan adanya albumin dalam urine, hipertensi serta edema dan
insufisiensi ginjal progresif (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p.
680).
e. Neuropati
Neuropati dapat terjadi oleh karena serabut saraf tidak memilki
suplai darah sendiri, yang dimana saraf bergantung pada difusi zat gizi
dan oksigen lintas membran, ketika akson dan dendrit tidak
mendapatkan zat gizi, maka saraf akan menstrasmisikan implus secara
pelan – pelan (Black dan Hawks, 2014, p. 680).
f. Penyakit Arteri Koroner
Hal tersebut diyakini bahwa terapi insulin pada DM Tipe 2
mungkin dapat meningkatkan insidensi pada penyakit aterosklerosis
yang dikarenakna terapi tersebut sering mengarah pada penambahan
berat badan dan peningkatan pada tekanan darah (Black dan Hawks,
2014, p. 676).
g. Infeksi Kaki Diabetik
Permulaan lesi kaki biasanya sebagai ulkus kulit superfisial, dan
pada waktumya ulkus akan menjadi lebih dalam ke otot dan tulang
11

yang menyebabkan abses, ganggren dapat terjadi pada satu atau lebih
jari kaki, jika tidak diobati berkemungkinan akan menjalar lagi dan
seluruh kaki akan menjadi ganggren (LeMone, Burke dan Bauldoff,
2015, p. 682).
h. Stroke
Penderita DM khususnya pada lansia dengan DM tipe 2, dua
hingga empat kali lebih sering mengalami stroke, manifestasi kerusakan
sirkulasi serebral sering kali mirip atau sama dengan manifestasi
hipoglikemia atau HHS (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p. 679).

7. Patofisiologi
Pada individu yang secara genetik dapat rentan terhadap diabtes
mellitus I, kejiadian pemicu, yakni berkemungkinan untuk mengalami
infeksi virus, akan menimbulkan produksi autoantibodi terhadap sel – sel
beta di pankreas (Kowalak, Wels dan Mayer, 2011, p. 519).distribusi sel –
sel beta yang diakibatkan menyebabkan penurunan sekresi insulin dan
akhirnya kan mengalami kekurangan homon insulin (Kowalak, Wels dan
Mayer, 2011, p. 519). Penanda kerusakan imun sel beta mencakup
autoantibodi sel islet dan autoantibodi insulin, laju kerusakan sel beta
berbeda – beda, biasanya akan lebih cepet pada bayi dan anak –anak dan
akan lebih lambat pada dewasa (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p.
653). Defisiensi insulin dapat mengakibatkan keadaan hiperglikemia,
peningkatan lipolisis, dan katobolisme protein yang dimana karakterisktik
ini terjadi ketika sel – sel beta yang mengalami destruksi melebihi 90%
(Kowalak, Wels dan Mayer, 2011, p. 519).
Pada diabtes mellitus tipe II merupakan suatu penyakit yang kronis
yang disebabkan oleh satu atau lebih fktor sebagai berikut : kerusakan
sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat didalam hati, atau
penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer (Kowalak, Wels dan Mayer,
2011, p. 519). Pada diabtes mellitus Tipe II tidak terdapat adanya
kerusakan imun pada sel beta (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2015, p.
12

653). Faktor genetik pada DM tipe II menjadi hal yang signifikan, dan
awitan diabetes diabetes di percepat oleh obesitas serta gaya hidup dan
stress juga menjadi faktor penting (Kowalak, Wels dan Mayer, 2011, p.
519).
Pada diabetes gestasional dapat terjadi pada wanita yang sebelumnya
belum pernah terdiagnosis dengan DM namun pada massa kehamilannya
menunjukkan adanya intoleransi glukosa (Kowalak, Wels dan Mayer,
2011, p. 519). Hal ini dapat terjadi jika hormon – hormon plasenta
melawan balik kerja insulin sehingga timbulnya resistensi terhadap insulin
(Kowalak, Wels dan Mayer, 2011, p. 519).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Konsentrasi glukosa plasma (plasma glucose, PG) kasual >200mg/dl
(11,1 mmol/L). Kasual diartikan sebagai sewaktu-waktu tanpa
mempertimbangkan waktu makan terakhir.
b. Glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose, FPG) >126 mg/dl (7,0
mmol/L). Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama 8
jam.
c. PG dua jam >200 mg/dl (11,1 mmol/L selama pemeriksaan toleransi
glukosa oral (oral glucose tolerance test, OGTT). Pemeriksaan ini
dilakukan dnegan muatan glukosa yang isinya setara dengan 75 glukosa
anhidrosa yang dilarutkan dalam air (LeMone, Burke and Bauldoff,
2015, pp. 657–658).

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Aini dan Aridiana, 2016, p. 3) ada 4 pilar penunjang utama
dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu:
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk penderita
diabetes yang dimana dengan adanya edukasi yang komprehensif
diharapkan dapat membuat adanya perubahan pada perilaku. Perubahan
13

perilaku pada penderita diabetes melitus bertujuan untuk agar


penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa
perubahan perilaku yang sangat diharapkan antara lain adalah seperti
mengikuti pola makan sehat, peningkatan kegiatan jasmani,
menggunakan obat yang telah dianjurkan secara khusus dengan teratur
serta dapat melakukan pemantauan secara mandiri pada kadar glukosa
darah dan masih banyak lagi hal lainnya.
b. Terapi Gizi Medis
Terapi diet nutrisi yang pada umumnya dianjurkan untuk
penderita diabetes melitus meliputi 3J yaitu jumlah (kalori), jadwal dan
jenis. Ada beberapa faktor – faktor yang dapat menentukan jumlah
kalori yang didapat antra lain adalah jenis kelamin, umur, aktivitas fisik
serta pekerjaann dan berat badan penderita tersebut. Pda penentuan
status gizi dapat menggunakan pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
tetapi jika untuk kepentingan praktis dilapangan dapat menggunakan
rumus Broca.
c. Olahraga
Olahraga yang dibutuhkan pada penderita diabetes selain sebagai
untuk kebugaran jasmanitapi juga diperuntkkan dalam menurunkan
berat badan serta memperbaiki tingkat sensitivitas pada insulin,
sehingga akan memperbaiki pada kendali glukosa dalam darah. Latihan
atau olahraga yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik seperti
berjalan kaki, bersepeda dengan santai, jogging dan berenang. Latihan
jasmani yang dilakukan harus disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani masing –masing.
d. Intervensi Farmakologi
Pada pemberian obat farmakologi dapat dilakukan jika sasaran
atau target dalam pencapaian glukosa belum tercapai dengan melakukan
pengaturan makan serat latihan jasmani. Yang dimana pada intervensi
farmakologi terdiri dari injeksi insulin dan pemberian Obat
Hiperglikemik Oral (OHO).
14

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis dan
hiperglikemia
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
Poliuri menyebabkan hilangnya glukosa, elektrolit (Na, Klorida, dan
kalium) dan air sehingga pasien merasa sering haus
c. Polifagi (peninglatan rasa lapar)
Sel-sel tubuh mengalami kekurangan energi karena glukosa tidak dapat
masuk ke sel, akibatnya pasien merasa sering lapar
d. Rasa lelah dan kelemahan otot
Kekurangan energi sel menyebabkan pasien dapat cepat lelah dan
lemah, selain itu kondisi ini juga terjadi karena katabolisme protein dan
kehilangan kalium lewat urine
e. Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama kandida)
Diabetes akan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum,
sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu, jamur dan bakteri
mamou berkembang biak pesat di lingkungan yang tinggi gula
(hiperglikemia)
f. Kepala
Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendeging (berdesing)
dan jika keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat
menjadi katarak, glukoma (peningkatan bola mata), produksi air mata
menurun dan retinopati diabetik (penyempitan pembuluh darah kapiler
yang disertai eksudasi dan perdarahan pada retina sehingga mata
penderita menjadi kabur dan tidak dapat sembuh dengan kacamata
bahkan menjadi buta).
g. Rongga mulut
Lidah terasa membesar atau tebal, kadang-kadang timbul gangguan rasa
pengecapan. Ludah penderita diabetes sering kali menjadi lebih kental,
15

sehingga mulutnya terasa kering yang disebut xerostomia diabetik.


keadaan ludah kental ini dapat mengganggu kesehatan rongga mulut
dan mudah mengalami infeksi. Kadang-kadang terasa ludah yang amat
berlebihan yang disebut hipersalivasi diabetik.
h. Paru-paru dan jantung
Penderita diabetes melitus bila batuk biasanya berlangsug lama karena
pertahanan tubuh menurun dan penderita diabetes melitus lebih mudah
menderita TBC. Penderita DM juga lebih mudah menderita infark
jantung dan daya pompa otot jantung lemah sehingga penderita mudah
sesak napas ketika jalan atau naik tangga.
i. Hati
Penderita diabetes melitus yang tidak dirawat dengan baik, akan
mengalami atau menderita penyakit liver akibat dari diabetesnua, bukan
karena kekerungan glukosa dalam dietnya. Penderita diabates melitus
juga lebih mudah mengidap penyakit radang hati karena virus hepatitis
B dan C dibandingkan dnegan penderita non diabetes.
j. Saluran pencernaan
1) Lambung
Serabut saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi
lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah, kemudian
lambung menggelembung sehingga proses pengosongan lambung
terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam lambung.
Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut terasa penuh,
kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa
sakit di ulu hati, atau makanan terhenti di dalam dada.
2) Usus
Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita diabetes
melitus adalah sukar buang air besar, perut kembung, kotoran keras,
buang air besar hanya sekali dalam 2-3 hari. Kadang terjadi
sebaliknya yaitu penderita menunjukkan keluhan diare 4-5 kali
16

sehari, kotoran banyak mengandung air, sering timbul pada malam


hari. Semua ini akibat komplikasi saraf pada usus besar.
k. Ginjal dan kandung kemih
1) Ginjal
Dibandingkan dnegan ginjal orang normal, penderita diabetes
melitus mempunyai kecenderungan 27 kali lebih mudah mengalami
gangguan fungsi ginjal. Disebabkan oleh faktor infeksi berulang
yang sering timbul dna adanya faktor penyempitan pembuluh darah
kapiler yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal
2) Kandung kemih
Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih yang berulang.
Saraf yang memelihara kandung kemih sering rusak, sehingga
dinding kandung kemih menjadi lemah. Kandung kemih akan
menggelembung dan kadang-kadang penderita tidak dapat BAK
secara spontan, urine tertimbun dan tertahan di kandung kemih.
Keadaan ini disebut retensio urine. Sebaliknya, bila kontrol saraf
terganggu, penderita sering ngompol atau urine keluar sendiri yang
disebut inkontinensia urine.
l. Impotensi
Penyebab utama terjadinya impotensi pada diabetes adalah neuropati
(kerusakan saraf) sehingga tidak terjadi relaksasi pada A. Helicina
penis. Ini menyebabkan saluran darah dalam penis tidak lancar
sehingga penis tidak dapat ereksi.
m. Keadaan saraf
Peningkatan kadar glukosa dalam darah akan merusak urat saraf
penderita keadaan ini disebut neuropati diabetik. Berikut adalah gejala-
gejala neuropatu diabetik.
1) Kesemutan
2) Rasa panas atau rasa tertusuk-tusuk jarum
3) Rasa tebal di telapak kaki sehingga penderita merasa seperti berjalan
di atas kasur
17

4) Kram
5) Keseluruhan tubuh terasa sakit terutama pada malam hari
6) Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang disebut
polineuropati diabetik. Pada keadaan ini jalan penderita akan
pincang dan otot-otot kakinya mengecil (atrofi).
n. Pembuluh darah
Komplikasi diabetes melitus yang paling berbahaya adlah komplikaso
pada pembuluh darah. Pembuluh darah penderita diabetes melitus
mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Penyempitan
pembuluh darah pada penderita diabetes melitus disebut angiopati
diabetik. Angiopati pada pembuluh darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembuluh darah kapiler
disebut mikroangiopati diabetik.
o. Kulit
Pada umumnya kulit penderita diabetes melitus kurang sehat atau kuat
dalam hal pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit
jamur (Aini and Aridiana, 2016, pp. 28–31).

Kadar glukosa darah puasa


Sampel gula darah puasa diambil saat klien tidak makan makanan
selainminum air selama paling tidak 8 jam. Sampel darah ini secara umum
mencerminkan kadar glukosa dari produksi hati. Pada klien yang diketahui
memiliki DM, makanan dan insulin tidak diberikan sampai setelah sampel
diperoleh (Black and Hawks, 2014, p. 637).
Kadar glukosa darah setelah makan
Klien mungkin juga didiagnosis DM berdasarkan manifestasi klinis dan
kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/gl. Sampel glukosa darah sewaktu
diambil sewaktu-waktu tanpa puasa (Black and Hawks, 2014, p. 637).
Kadar glukosa darah setelah makan
Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan
untuk mendiagnosis DM. Kadar glukosa darah setelah makan diambil
18

setelah 2 jam makan standar dan mencerminkan efisiensi ambilan glukosa


yang diperantarai insulin oleh jaringan perifer. Secara normal, kadar
glukosa darah seharusnya kembali ke kadar puasa di dalam 2 jam (Black
and Hawks, 2014, p. 637).
Uji laboratorium terkait DM
Kadar hemoglobin glikosilase
Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul
hemoglobin dalam sel darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat
dipisahkan. Oleh karena itu lebih tinggi kadar glukosa darah, kadar
hemoglobin glikosilase juga lebih tinggi (HbA1c) (Black and Hawks,
2014, p. 637).
Kadar albumin glikosilase
Glukosa juga melekat pda protein, albumin secara primer. Konsentrasi
albumin glikosilase (fruktosamin) mencerminkan kadar glukosa darah
rata-rata lebih daru 7-10 hari sebelumnya.
10. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Risiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Pengelolaan Hiperglikemia
glukosa darah dengan faktor risiko: keperawatan, kadar gula a. Pantau kadar gula darah
a. Kurang pengetahuan tentang darah menjadi seimbang b. Pantau tanda dan gejala hiperglikemia sepert poliurum
manajemen diabtes yang ditandai dengan : polifagi, polidipsi, kelemahan, letargi, pandangan mata
b. Tingkat perkembangan a. Level glukosa darah kabur, pusing
c. Asupan diet dalam batas normal c. Pantau ketondalam urine
d. Pemantauan glukosa darah tidak b. Hemoglobin glikosilat d. Pantau AGD, elektrolit, dan kadar betahidroksibutirat
tepat dalam batas normal e. Pantau tekanan darah ortostatik dan nadi
e. Kurang penerimaan terhadap c. Frukrosemin dalam f. Berikan insulin sesuai dosis
diagnosis batas normal g. Anjurkan pasien untuk mengonsumsi minuman air putih
f. Kurang kepatuhan pada rencana d. Glukosa dalam urine yang cukup
manajemen diabetik dalam batas normal h. Pantau status cairan (intake dan output)
g. Kurang manajemen diabetes e. Keton dalam urine i. Jaga kepatenan akses intravena
h. Manajemen medikasi dalam normal j. Berikan cairan intravena
i. Status kesehatan mental k. Berikan kalium potasium jika diperlukan
j. Tingkat aktivitas fisik l. Identifikasi kemungkinan yang menyebabkan
k. Status kesehatan fisik hiperglikemia
l. Kehamilan m. Antisipasi situasi yang memerlukan peningkatan insulin
m.Periode pertumbuhan cepat n. Fasilitasi pengelolaan diet dan latihan fisik yang aman
n. Stres o. Ajarkan kepada anggota keluarga cara memeriksa
o. Penambahan berat badan kadar glukosa darah
p. Penurunan berat badan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Pengelolaan Nutrisi
dari kebutuhan tubuh, faktor yang keperawatan status nutrisi a. Kaji status nutrisi pasien dan kemampuan pasien untuk
berhubungan: faktor biologis adekuat dengan kriteria memenuhi kebutuhan nutrisi
(penurunan sintesis protein) hasil : b. Identifikasi alergi makanan pada pasien

19
a. Intake nutrisi baik c. Kaji makanan pilihan pasien
b. Intake makanan baik d. Instruksikan pada pasien tentang kebutuhan nutrisinya
c. Asupan cairan cukup (diskusi tentang panduan diet yang tepat bagi diabetes
d. Energi meningkat melitus)
e. Berat badan normal e. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrien untuk
f. Hidrasi adekuat memenuhi kebutuhan nutrisi
f. Sediakan pilihan makanan yang sehat
g. Dukung keluarga untuk memberikan makanan kesukaan
pasien serta memfasilitiasinya selama proses perawatan
di rumah sakit
h. Pantau penurunan dan peningkatan berat badan
Monitoring Nutrisi
a. Timbang berat badan pasien
b. Pantau Pertumbuhan dan perkembangan
c. Ukur indeks massa tubuh
d. Pantau turgor kulit dan tingkat mobilitas pasien
e. Pantau adanya mual dan muntah
f. Pantau eliminasi pasien
3. Risiko infeksi dengan faktor risiko: Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi
penyakit kronis DM; pengetahuan keperawatan, risiko a. Bersihkan lingkungan dan peralatan yang ada setelah
yang tidak cukup untuk terjadinya proses infeksi dipakai pasien lain
menghindari pemajanan patogen terkontrol dengan kriteria b. Ganti peralatan untuk merawat pasien baru
hasil: c. Batasi pengunjung bila perlu
a. Berusaha mencari d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
informasi terbaru saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
tentang cara pasien
mengontrol infeksi e. Cuci tangan sebelum dan setelah tindakan keperawatan
b. Mengindentifikasi f. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan

20
faktor risiko terjadinya alat
infeksi g. Tingkatkan intake nutrisi
c. Mempraktikkan cara h. Dorong pasien untuk meningkatkan intake cairan
mencuci tangan i. Dorong pasien untuk beristirahat yang cukup
d. Memantau adanya j. Berikan terapi antibiotik bila perlu
perubahan status k. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan
kesehatannya gejala infeksi dan kapan pasien/keluarga harus
e. Menjaga kebersihan melaporkan pada petugas kesehatan
lingkungan l. Ajarkan pada pasien dan keluarga cara mencegah
terjadinya infeksi.
Proteksi terhadap Infeksi
a. Pantau tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Pantau hitung granulosit, leukosit
c. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang berisiko
d. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan dan panas
e. Inspeksi kondisi luka.
(Aini and Aridiana, 2016, pp. 55–60)

21
C. PATOFLOW DIABETES MELLITUS

DM TIPE I DM TIPE II

Penyakit Pejanan Gestasional (DM Obesitas usia gerontik


Infeksi/virus
autoimun obat kehamilan) ↓ ↓
(enterovirus, Kadar asam
↓ Fungsi sel beta
rubela) lemak
Plasenta ↓karena proses
↓ bebas↑dalam penuaan
Respon memproduksi darah
autoimun tidak hormon anti insulin ↓
normal ↓ Sel tidakdapat
↓ Tubuh kebal merespon insulin
Merusak sel terhadap insulin ↓
beta di Resistensi
pankreas insulin

Insulin tidak di
produksi
Meningkatnya kadar
glukosa dalam darah
(HIPERGLIKEMIA)

 TTGD (140-200 mg/dl)
DIABETES  GDS (>200 mg/dl)
MELLITUS
 GDP(>126 mg/dl)
 GD2PP (>/= 200 mg/dl)
Membakar Aktivitas enzim Jumlah sorbitol Pembentukan arteri Glikasi non enzim
lemak untuk aldose- reduktase meningkat dalam sklerosis ↓
jadi energi ↓ darah ↓ Reaksi mailland
↓ Mengubah glukosa ↓ Lumen pembuluh ↓
Terbentuk zat menjadi sorbitol Terperangkap dalam darah menyempit Terbentuknya AGE
asam (keton) ↓ sel rentina ↓ S
↓ Metabolisme sorbitol ↓ Aliran darah ↓
Penumpukan menjadi fruktosa Penyumbatan terhambat Pembentukan nodul
bahan kimia ↓ pembuluh darah ↓ dan fibris
(keton) Kerusakan sel syaraf rentina Tekanan darah ↓
↓ urin ↓ meningkat Terbentuknya
Keton ↓ Membentuk pembuluh ↓ jaringan parut pada
menumpuk NEUROPATIK darah baru HIPERTENSI nefron
dalam darah DIABETIK ↓ ↓ ↓
dan urin ↓ Tidak berkembang Kerja jantung Penyaringan limbah
↓ Infeksi ulkus tak sempurna meningkat pada ginjal
KETON kunjung sembuh ↓ ↓ menurun
ASIDOSIS Pecah pada rentina GAGAL ↓
Mk :poliuria,
DIABETIK ↓ JANTUNG Protein dan
polidipsia,
Mk :kesemutan, RENTINOPATI albumin tidak
napas aseton,
kram, nyeri di DIABETIK terfiltrasi
penurunan Mk :sesak nafas,
tungkai dan kaki ↓ ↓
Dx: gg eliminasi kesadaran edema pd tungkai,
urin, Pm :amputasi KEBUTAAN NEPHROPATI
cepat lelah
Kekurangan Dx :gg integritas DIABETIK
Pm : EKG, CT scan,
volume cairan kulit/jaringan, ↓
Mk:pengelihatan↓ bertahap, MRI
resiko infeksi GAGAL GINJAL
tampak noda yg melayang,
pengelihatan berbayang, nyeri
pd mata Mk:gatal-gatal, lemas, urin berbusa
Pm :vitrektomi Pm :tes LFG, tes mikro albumin
Dx :resiko jatuh uria
BAB III
PEMBAHASAN
Assessment gizi :
BB : 110 k
TB : 168 cm
BB 110 110
IMT :¿ = = =39,0 kg /m2
(TB ) 2 ( 168 ) 2 2,82
Penilaian : Status Gizi Obesitas dilihat dari IMT
BBI = (TB-100) X 10%
= (168-100) 10%
= 68-10%
= 61,2 kg
%BBI (BB/BB Ideal x 100%)
(Normal 90%-110%)
%BBI = 110 per 61,2 X 100
= 179,73%

Biokimia
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium diperoleh data sebagai berikut :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal Keterangan
Hemoglobin 12,8 g/dl 14-16 Rendah
Leukosit 10.390 /mm 4000-11000 Normal
Basofil 0 % 0-1 Normal
Eosinofil 3 % 1-3 Normal
Neutrofil 72 % 50-70 Tinggi
Limfosit 15 % 20-40 Rendah
Monosit 10 % 2-8 Tinggi
Eritrosit 4,5 jt /mm 4,5-5,5 jt Normal
Trombosit 433.000 /mm 150-400 rb Tinggi
MCV 82 FI 82-92 Normal
MCH 28 Pg 28-32 Normal
MCHC 34 % 32-36 Normal
Gula darah 2 jam 169 mg/dl/2jam <140 Tinggi
setelah makan
Penilaian: hasil pemeriksaan awal laboratorium biokimia pasien didapatkan
bahwa gula darah 2 jam setelah makan pasien tinggi yaitu 169 mg/dl, neutrofil

24
25

tinggi yaitu 72%, monosit tinggi yaitu 10% dan trombosit tinggi yaitu
433.000mm.

Fisik dna Klinis


Hasil pemeriksaan klinis tanggal 12 maret 2020 dapat dilihat pada table dibawah
ini :
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal Keterangan
Tekanan darah 130/70 mmHg 120/80 Tinggi
Suhu 37,6 C 36-37 Tinggi

Adapun pemeriksaan fisik, yaitu :


1. Kepala pusing
2. Badan lemas
3. Muntah
4. Mual
Penilaian : terjadinya kenaikan pada tekanan darah yaitu 130/80mmHg. Adapun
pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut pasien terasa pusing, badan lemas, mual
dan muntah
Riwayat Gizi
Sebelum masuk rumah sakit
Anamnesa gizi kualitatif
Makanan pokok : nasi 3x sehari 2x selingan
Lauk hewan : ayam dan ikan tongkol
Lauk nabati : tahu dan tempe
Sayur dan buah : jarang makan sayur dan buah
Penilaian : bentuk makanan tidak bervariasi, menu makanan tidak seimbang dan
hasil wawancara langsung pasien makan tidak teratur.
Asupan seblum masuk rumah sakit
Pasien makan 3x seahri dan 2x selingan, pasien menyukai gorangan dan suka
minum kopi
Anamnesa gizi kuantitatif
26

Perbandingan asupan makan pasien perhari dalam keadaan sehat SMRS dengan
kebutuhan seharusnya.

Zat gizi Asupan makan Comparative % pemenuhan


SMRS standard kebutuhan
Energi (Kal) 2351,6 2524,5 93,15
Karbohidrat (gr) 368,4 410,23 89,80
Protein 81,8 94,66 86,41
Lemak 59,6 56,1 106,23
Penilaian :
Riwayat personal
 Penyakit dahulu : tidak ada
 Penyakit sekarang : keluhan kepala pusing, badan lemas mual dan muntah
pasien memiliki riwayat penyakit DM
 Riwayat ekonomi : tidak bekerja
 Konsultasi gizi : tidak ada
 Riwayat makanan : tidak ada
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laporan asuhan keperawatan pada Ny”A” dengan penyakit Diabetes
Melitus dapat disimpulkan bahwa dari data pengkajian dan analisa data yang
dilakukan didapatkan pasien mengeluh puaing, terasa lemas dan mual muntah
dimana dengan data tersebut dapat menjadi data untuk diagnosa keperawatan
ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa dan disfungsi pankreas hal tersebut juga sesuai dengan teori bahwa
pada pasien dengan Diabetes Melitus salah satu diagnosa keperawatannya
ialah ketidakstabilan kadar glukosa darah. Intervensi diberikan sesuai dengan
data yang didapat seperti intervensi dengan label manjemen hiperglikemia,
intervensi tersebut terdiri observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Intervensi yang diberikan juga sesuai dengan teori yang ada mengenai
pengelolaan hiperglikemia dengan salah satu implementasinya memonitor
kadar glukosa darah.

A. Saran
Dengan adanya laporan asuhan keperawatan ini diharapkan dapat
mengaplikasikan tindakan keperawatan yaitu dengan menganjurkan untuk
diet dan olahraga serta rutin dalam penggunaan insulin. Untuk terapi non
farmakologinya untuk melakukan senam kaki diabetik yang berguna untuk
melancarkan peredaran darah bagi penderita diabetes melitus.

44
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. and Aridiana, L. M. (2016) Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin


dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika.

Black, J. M. and Hawks, J. H. (2014) Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen


Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8 - Buku 2. Edited by A. Suslia
et al. Singapura: Elsevier.

DiGiulio, M., Jackson, D. and Keogh, J. (2014) Keperawatan Medikal Bedah.


Edited by 1. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Dinkes, K. P. (2018) ‘Profil Kesehatan Tahun 2018’.

Hall, J. E. and Guyton, A. C. (2014) Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. twelfth. Singapura: Elsevier.

IDF (2019) IDF Diabetes Atlas Ninth, Dunia : IDF.

Kowalak, J. P., Welsh, W. and Mayer, B. (2011) Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.

LeMone, P., Burke, K. M. and Bauldoff, G. (2015) Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. 5th edn. Edited by M. T. Iskandar. Jakarta: EGC.

Lewis, S. L. et al. (2014) Medical Surgical Nursing : Assessment and


Management of Clinical Problems. 9th edn. Singapore: Elsevier.

Smeltzer, S. C. (2013) Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. 12th


edn. Edited by E. A. Mardella. Jakarta: EGC.

Soelistijo, S. A. et al. (2015) Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PERKENI.

World Health Organization (2016) Global Report on Diabetes. France: WHO


Library Cataloguing. doi: ISBN 978 92 4 156525 7.

Zakiyyah, A., Nugraha, P. and Indraswari, R. (2019) ‘Faktor - faktor yang


Berhubungan Dengan Kepatuhan Aktivitas Fisik Penderita DM Untuk
Mencegah Komplikasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rowosari Kota
Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7.

45

Anda mungkin juga menyukai