Anda di halaman 1dari 22

SYOK HIPOVOLEMIK

LATAR BELAKANG
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok
hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan
rongga abdomen.
2 penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada
aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan
tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang
terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat.
Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi
akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi
kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok
hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara
pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang
Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di
dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan
dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien
dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu
dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan
tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah
timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.

PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major
fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem
neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut
dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah
(dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara
subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk.
Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan
formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan
denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah
jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus
vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta,
atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan
mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan
GI.
System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin
dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi
pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal
bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH
dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan
penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan
garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah disebutkan .
untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada bibliography bias
menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada
organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah
serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.

PENGOBATAN
Objektif pengobatan farmakoterapi adalah untuk mengurangkan morbiditas dan mencegah
komplikasi.
Kategori obat: Antisecretory agents
Nama obat Somatostatin (Zecnil) – biasanya merupakan tetradecapeptide yang diisolasi dari
hypothalamus dan pancreas dan sel epitel enteric. Menghilangkan aliran darah ke system
porta akibat vasokonstriksi. Efeknya sama seperti vasopressin tetapi tidak menyebabkan
vasokonstriksi arteri koronari. Cepat dikeluarkan dari sirkulasi, dengan waktu-paruh
permulaan selama 1-3 min.
Dosis Dewasa 250 mcg IV bolus, diikuti 250-500 mcg/jam infus; dikekalkan pada 2-5 d jika
berhasil
Dosis Anak -
Kontraindikasi Hypersensitivitas
Interaksi Epinephrine, demeclocycline, dan thyroid hormone bisa mengurangi efek
Kehamilan -
Pengawasan Bisa menyebabkan eksaserbasi atau kelainan pada empedu; mengubah
keseimbangan hormone dan mungkin menimbulkan hypothyroidism dan defek pada konduksi
jantung
Nama obat Octreotide (Sandostatin) – octapeptide sintetik. Dibandingkan dengan
somatostatin, cara kerjanya sama tetapi dengan potensi yang lebih besar dan waktu kerja yang
lebih lama.

digunakan sebagai tambahan kepada pelaksanaan non-operatif dari sekresi cutaneous fistula
lambung, duodenum, usus kecil (jejunum dan ileum), atau pancreas.
Dosis Dewasa 25-50 mcg/h IV infuse berterusan; diikuti dengan IV bolus sebanyak 50 mcg;
perawatan sehingga 5 d
Dosis Anak 1-10 mcg/kg IV q12h; diencerkan dalam 50-100 mL NS atau D5W
Kontraindikasi Hypersensitivitas
Interaksi Bisa menurunkan efek cyclosporine; pasien yang mengambil insulin,
hypoglycemics oral, beta-blockers dan calcium channel blockers mungkin memerlukan
modifikasi dosis
Kehamilan B – biasanya aman tapi manfaat harus melebihi resiko
Pengawasan Efek samping biasabya berkaitan dengan perubahan motilitas GI termasuk
nausea, nyeri abdomen, diarrhea, dan meningkatkan prevalensi terjadinya batu empedu;
akibat perubahan keseimbangan hormon, (insulin, glucagon dan GH) hypo- atau
hyperglycemia bisa terlihat; bradycardia, abnormalitas konduksi jantung, dan aritmia pernah
dilaporkan; akibat inhibisi sekresi TSH, hypothyroidism bisa timbul; nasihatkan pengawasan
untuk pasien dengan gagal ginjal; cholelithiasis bisa terjadi
TINDAKAN LANJUT
Komplikasi:
• Tumor endokrin
o Tumor mungkin menghiper sekresikan hormone, menyebabkan hiperkalsemia dan
nephrolithiasis rekuren (hyperparathyroidism), Zollinger-Ellison syndrome
(hypergastrinemia), hypoglycemia (hyperinsulinemia), amenorrhea (hyperprolactinemia),
atau acromegaly (kelebihan growth hormone).
o Tumors kalenjar pituitary bisa menyebabkan timbulnya gejala dengan dampak yang besar.
o Tumor endokrin pancreas, terutama gastrinomas, menjadi ganas pada kira-kira 50% pasien
dengan MEN1. jika tidak dirawat, pasien bisa meninggal akibat ulser lambung atau endocrine
pancreatic carcinoma yang telah bermetastase.
• Tumor cutaneous: Angiofibroma, collagenoma, dan lipoma biasanya tidak meimbulkan
gejala, dan biasanya hanya hanya mempunyai kepentingan kosmetik.

TAMBAHAN
Medical/Legal Pitfalls:
• Kesalahan yang biasa dilakukan dalam pelaksanaan syok hipovolemik adalah kegagalan
untuk mengenalpasti secara dini.
o Kesalahan ini menyebabkan terlambatnya membuat diagnosis dan pemberian resusitasi
pada pasien.
o Biasanya disebabkan oleh ketergantungan pada tekanan darah atau tingkat hematokrit
partama, yang mana harusnya pada tanda penurunan perfusi perifer, untuk menegakkan
diagnosis.
o Kecederaan pada pasien trauma bisa terlewatkan, terutama jika pemeriksa lebih terfokus
pada cedera yang jelas terlihat. Kesalahan ini bisa dielakkan dengan melakukan pemeriksaan
fisis lengkap, secara berterusan dan mengawasi status pasien dan melakukan pemeriksaan
secara bersiri.
o Individu yang lebih tua mempunyai toleransi yang kurang terhadap hipovolemia
dibandingkan dengan populasi umum. Terapi yang bersifat agresif harus diberikan lebih dini
untuk mencegah komplikasi seperti myocardial infarction dan stroke.
o Pada pasien yang memerlukan resusitasi cairan secara ekstensif, pengawasan harus
dilakukan untuk mencegah hipotermia, kerana ini bisa menimbulkan koagulopati atau
aritmia. Hipotermia bisa diatasi dengan menghangatkan cairan intravena sebelum diberikan
pada pasien.
o Pasien yang mengambil beta-blockers atau calcium-channel blockers dan yang
menggunakan pacemakers bisa tidak mengalami respon tachycardia akibat hipovolemia;
kurangnya respon ini bisa menyebabkan terlambatnya penegakan diagnosis syok
hipovolemik. Untuk meminimalkan keterlambatan ini, anamnesis harus selalu memasukkan
riwayat pengobatan pasien. Dokter juga harus lebih mengandalkan tanda-tanda penurunan
perfusi perifer daripada takikardi.
o Coagulopati bisa terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dengan jumlah cairan yang
sangat banyak. Ini akibat dari dilusi platlet dan factor pembekuan tetapi ini jarang terjadi
pada jam-jam pertama pemberian resusitasi. Garis dasar penelitian koagulasi harus dibuat dan
harus menjadi panduan dalam pemberian platelets dan fresh frozen plasma.

ASUHAN KEPERAWATAN SYOK


ASUHAN KEPERAWATAN
AsKep pada pasien dengan syock
Definisi
Syock adalah :
• Masalah tidak adekuatnya perfusi jaringan
• Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan
tidak adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif
• Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab
substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam
kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi
(Candido, 1996)

4. Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan.


Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi
kapiler

Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat
tubuh merupakan indikator dari tingkat berat- ringannya syock

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala syock terlihat berbeda beda tergantung pada tahapan syock yang dialami
Secara umum Diagnosa klinis syock dinyatakan bila :
a. sistolik kurang dari 80 mmhg
b. oliguria
c. asidosis metabolik
d. perfusi jaringan jelek
Sedang ditingkat sel, fenomena yang ada akibat suplai oksigen yang tidak adekuat akan
terjadi :
a. metabolisme anaerob
b. akumulasi asam laktat
c. mikokondria bengkak
d. sel tidak mamou menggunakan substrat untuk
membuat ATP
e. mikrosom bengkak dan membran ruptur
sehingga terjadi digesti intraseluler

MANIFESTASI KLINIS
Secara umum manifa-estasi klinis syock yang muncul antara lain :
@ pucat @ bingung coma tachicardy
@Sianosis @ Arithnia gagal jantung kongestif
@Berkeringat @ takipneu
@ Perubahan suhu @ Oedem paru
@ Gelisah @ Disorientasi

Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul :


@ Menurunnya filtrasi glomerulus
@ menurunnya urin out put
@ meningkatnya keeping darah
@ asidosis metabolic
@ hyperglikemi
JENIS SYOK
Jenis syok yang dikenal berdasarkan penyebabnya adalah:
@ syok hypovolemik
@ septic
@ kardiogenik
@neurogenik
@anafilaktik

SYOK HYPOVOLEMIK
Faktor penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang penyebab lain yang
ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL).
Syok misalnya terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi
arteri, pangkreatitis berat.
Sedang syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil
disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi,
toksin bekteri.

TAHAP SYOK HIPOVOLEMIK


Tahap I : @ terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
@ Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat
Dipertahankan
Tahap II:
@ terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
@ tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
Tahap III
@ bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
@ terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat
@ terjadi iskemik pada organ
@ terjadi ekstravasasi cairan
SYOK KARDIOGENIK
Penyebab:
1 miokard infark
2.disfungsi miokard post operasi jantung
3. trauma jantung
4. kardiomiopati, keracunan, over dosis obat dan lain-lain
Semua keadaan diatas menyebabkan tidak adequatnya pemompaan jantung

Manifestasi haemodinamik dari syok ini adalah:


1. Penurunan kardiak out put dan tekanan darah
2. Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam
3. Kulit terasa dingin
4. Gangguan fungsi mental
5. Takikardi
6. Aritmia
Syok ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada otot-otot miokard ventrikel dari 30%-
70%
SYOK SEPTIK
Pada syok anti septic endotoksin-endotoksin lepas yang menyebabkan menurunnya perfusi /
oksigenasi jaringan
Dua tahapan syok septic :
Tahap I :
1. Disebut tahap hiperdinamik (hangat)
2. Terjadi peningkatan cardiac output : disebabkan rusaknya metabolism sel dimana terjadi
penurunan yang adequate dan glukosa oleh jaringan jaringan

Tahap II :

http://cewexxxhot.blogspot.com/2009/08/asuhan-keperawatan.html

http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/05/syok-hipovolemik.html

DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan
keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-
menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:


1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari
60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.

Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini akan
dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler,
misalnya terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar.
Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung
1000–1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen
di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan
asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak,
dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus
perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta
perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan
urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya
volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume
yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir
juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah
lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk
mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya
tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan
trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme
anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain
berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung
(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis
metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar,
glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian
HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–
7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan
rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.Pemeriksaan Laboratorium – HematologiPemeriksaan
laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan
tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan
syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.Jika pasien
mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah.
Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti
pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat
(konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.Diagnosa
DifferensialSyok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua
organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik
perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak
jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.Akan terlihat gejala-gejala seperti
kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya
mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini,
setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50
ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.Resusitasi CairanManajemen
cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan
keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu
termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan,
tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.Perdarahan yang banyak (syok
hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena
perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau
darah.Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang
memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil
darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test.
Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah
maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.Resusitasi cairan yang cepat merupakan
landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera
diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang
cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari
hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar,
peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.Pemilihan Cairan
IntravenaPemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit,
dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut
kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu
aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.Terapi awal pasien
hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun,
Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat
dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah cedera luka
bakar.Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan
darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid
antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit
efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk
penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan
asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5%
digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.Ringer asetat
memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan
sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh
dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut
diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat.
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat.Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi
untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian Daftar
Pustaka1. Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat, Medical
Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.2. FH
Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan Essentia Medica - Andi Yogyakarta,
Edisi Yogya 1996 hal 5–163. Hardjono, IS, Biomedik Asam Laktat, Bagian Biokimia FK Undip
Semarang, Majalah Medika No. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-3844. Pudjiadi, Tatalaksana Syok
Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi
Resusitasi Cairan, Agustus 1999.5. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium
Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus
1999.6. Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan, Kumpulan Naskah Temu NAsional dokter
PTT, FKUI, Simposisum h 17-327. Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi - Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi
Kedua, ED Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

http://aneuktangse.multiply.com/journal/item/130

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus dievaluasi
untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok.
Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga pasien
kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi kulit lebih
diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi,
tanpa memperhatikan derajat syoknya.
Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun,
perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata. Penanganan
sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.
• Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
o Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
o Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
o Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%
• Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
o Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi,
kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
o Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.
• Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
o Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria,
dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
o Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
o Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah
seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
• Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
o Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit
(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status
mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
o Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
• Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun,
hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi
jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah
unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis)
• Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian luar
tubuh.
o Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena
perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi paru.
o Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang menunjukkan
cedera intraabdominal.
o Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur
dan perdarahan dalam paha).
o Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
• Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus
diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma
aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.
• Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada perdarahan
trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai “double set-up” di ruang operasi. Periksa
abdomen, uterus,atau adneksa.

Penyebab
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau
berhubungan dengan kehamilan
• Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul. Trauma
yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard,
laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan
laserasi pada tengkorak.
• Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain
aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
• Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain: perdarahan
varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.
• Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta
previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi,
tetapi pernah dilaporkan.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Solusio plasenta Kehamilan ektopik
Aneurisma abdominal Perdarahan post partum
Aneurisma thoracis Trauma pada kehamilan
Fraktur femur Syok hemoragik
Fraktur pelvis Syok hipovolemik
Gastritis dan ulkus peptikum Toksik
Plasenta previa

MASALAH LAIN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN


Perdarahan gastrointestinal
Trauma tembus

LANGKAH DIAGNOSIS
Pemeriksaan Laboratorium
• Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada
penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.
• Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete Blood
Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD,
urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan
tipenya dan dilakukan pencocokan.

Pemeriksaan Radiologi
• Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara
adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera
dan membawa pasien cepat ke ruang operasi. .
• Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat
ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
• Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat
darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan
gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto
polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi
dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
• Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil
dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan
pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes
kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
• Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal,
dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
• Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal
Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan
umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
• Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.

PENATALAKSANAAN
Penanganan Sebelum di Rumah Sakit
Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah.
Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih
lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai.
Penekanan sumber perdarahan yang tampak dilakukan untuk mencegah kehilangan darah yang lebih
lanjut.
• Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma. Vertebra servikalis
harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin, dan dipindahkan ke tandu. Fiksasi
fraktur dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler dan kehilangan darah.
• Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi segera pasien ke
rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di rumah sakit. Penanganan
definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di rumah sakit, dan kadang
membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan pada penanganan seperti terlambat
dipindahkan sangat berbahaya.
• Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan
napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi.
• Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena,
mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan
ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok
hipovolemik.
• Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa
prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien
sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya ditunda.
Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak jelas. Namun, infus
intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan
kesehatan.
• Pada tahun-tahun terakhir ini, telah terjadi perdebatan tentang penggunaan Military Antishock
Trousers (MAST). MAST diperkenalkan tahun1960-an dan berdasarkan banyak kesuksesan yang
dilaporkan, hal ini menjadi standar terapi pada penanganan syok hipovolemik sebelum ke rumah
sakit pada akhir tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an, “American College of Surgeon Commite on
Trauma” memasukkan penggunaannya sebagai standar penanganan pasien trauma dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala syok. Sejak saat itu, penelitian telah gagal untuk menunjukkan perbaikan
hasil dengan penggunaan MAST. “American College of Surgeon Commite on Trauma” tidak lama
merekomendasikan penggunaan MAST.

Bidang Kegawatdaruratan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain: (1)
memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan
saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2) mengontrol kehilangan darah lebih lanjut,
dan (3) resusitasi cairan.
• Memaksimalkan penghantaran oksigen
o Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi
pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti
pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera
ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada
semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang
mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
o Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan bahwa
aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan langsung dengan
diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar;
diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena
antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik
Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter
lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting
dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman.
o Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk
pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.
o Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik,
seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada
pasien anak), dan respon pasien dinilai.
o Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu
dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan
dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus
kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada
pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).
o Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe
O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan
kondisi pasien.
o Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan
kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah
memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan
memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg
tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi
Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran
udara.
o Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan untuk
koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma.
Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.
• Kontol perdarahan lanjut
o Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi bedah.
Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan
secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang
ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.
o Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat
diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga
suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.
o Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker telah
digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia,
gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk
penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan
o Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan perdarahan
gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja
vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.
o Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-Blakemore tube dapat
dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster pertama
dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini
dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa.
Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada
keadaan yang ekstrim.
o Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya kehamilan ektopik,
plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.
o Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan
kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan penyebab
perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu untuk
membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan segera.
o Pada pasien trauma, jika petugas unit gawat darurat mengindikasikan telah terjadi cedera yang
serius, ahli bedah (tim trauma) harus diberitahukan segera tentang kedatangan pasien. Pada pasien
yang berusaia 55 tahun dengan nyeri abdomen, sebagai contohnya, ultrasonografi abdomen darurat
perlu utnuk mengidentifikasi adanya aneurisma aorta abdominalis sebelum ahli bedahnya
diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi ketat karena keterlambatan penanganan yang tepat dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
• Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih menjadi masalah
dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu:
larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein
murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
o Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan
menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal
memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler.
Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih
penting dalam mencegah edama paru)
o Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan volume
intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum
menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan kristaloid.
o Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan
albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat
molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema
intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada
parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau
kelangsungan hidup.
o Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta
menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di
Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan
larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi
yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Saline Normal atau Ringer Laktat. Di
Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan kristaloid untuk resusitasi adalah harga cairan
tersebut.
• Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume
sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan.
o Selama perang dunia I, Cannon mengamati dan menandai pasien yang mengalami syok. Dia
kemudian mengajukan suatu model hipotensi yang dapat terjadi pada perlukaan tubuh, dengan
minimalisasi intensif perdarahan selanjutnya.
o Penemuan dari penelitian awal menunjukkan bahwa binatang yang mengalami perdarahan telah
meningkat angka kelangsungan hidupnya jika binatang ini memperoleh resusitasi cairan. Namun,
pada penelitian ini perdarahan dikontol dengan ligasi setelah binatang tersebut mengalami
perdarahan.
o Selama perang Vietnam dan Korea, resusitasi cairan yang agresif dan akses yang cepat telah
dilakukan. Tercatat bahwa pasien yang segera mendapatkan penanganan resusitasi yang agresif
memperlihatkan hasil yang lebih baik, dan pada tahun 1970-an, prinsip ini diterapkan secara luas
pada masyarakat sipil.
o Sejak saat itu, banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan apakah prinsip ini valid pada
pasien dengan perdarahan yang tidak terkontrol. Sebagian besar dari penelitian tersebut
menunjukkan adanya peningkatan angka kelangsungan hidup pada hipotensi yang berat dan kasus
yang terlambat ditangani. Teori ini mengatakan bahwa peningkatan tekanan menyebabkan
perdarahan lebih banyak dan merusak bekuan darah yang baru terbentuk, di lain pihak hipotensi
berat dapat meningkatkan risiko perfusi otak
o Pertanyaan yang belum terjawab dengan sempurna adalah sebagai berikut: mekanisme dan pola
cedera yang mana yang disetujui untuk pengisian volume darah sirkulasi? Apakah tekanan darah
yang adekuat, tetapi tidak berlebihan?
o Meskipun beberapa data menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik 80-90 mmHg mungkin
adekuat pada trauma tembus pada badan tanpa adanya cedera kepala, dibutuhkan penelitian lebih
lanjut.
o Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer Laktat atau
Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa memperhatikan
penyebab yang mendasari.
PENGOBATAN
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi

Obat Anti Sekretorik


Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah ke sistem porta.

Somatostatin (Zecnil)
Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus.
Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan
vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi,
dengan waktu paruh 1-3 menit.
• Dosis
Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus selanjutnya;
maintenance 2-5 hari jika berhasil
Anak-anak
Tidak dianjurkan
• Interaksi
Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat ini.
• Kontraindikasi
Hipersensitifitas
Kehamilan
Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat
digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin.
• Perhatian
Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan pusat
pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.

Ocreotide (Sandostatin)
Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama
dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen,
duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas.
• Dosis
Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg;
penanganan hingga 5 hari.
Anak-anak
1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W.
• Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Kehamilan
Risiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian
pada binatang.
• Perhatian
Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal, termasuk
mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena
perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat
timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia,
karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan
gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.

FOLLOW UP
Komplikasi
• Sekuele neurologi
• Kematian

Prognosis
• Prognosis tergantung derajat kehilangan cairan

SERBA-SERBI
Medicolegal Pitfalls
• Kesalahan yang umum terjadi pada penanganan syok hipovolemik adalah gagal mengenali keadaan
ini secara cepat.
o Kesalahan ini menyebabkan keterlambatan diagnosis penyebab dan penanganan resusitasi pada
pasien.
o Kekesalahan ini sering disebabkan oleh kepercayaan terhadap tekanan darah dan level hematokrit
yang lebih besar dibandingkan tanda-tanda berupa penurunan perfusi perifer, dalam mendiagnosis.
o Beberapa cedera pada pasien yang mengalami trauma dapat terlewatkan, khususnya jika
pemeriksa memusatkan perhatian hanya pada cedera yang kelihatan. Kesalahan ini dapat dicegah
dengan melakukan pemeriksaan fisis yang lengkap, secara rutin dan ketat mengamati status pasien
dan melakukan pemeriksaan serial.
o Pasien usia lanjut menunjukkan toleransi yang kurang terhadap keadaan hipovolemik
dibandingkan populasi yang lain. Terapi yang agresif seharusnya diberikan segera untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut, seperti infark miokard dan stroke.
o Pada pasien yang membutuhkan volume resusitasi yang cukup banyak, harus diperhatikan untuk
mencegah hipotermia , karena hal ini dapat menyebakan aritmia atau koagulopati. Hipotermia dapat
dicegah dengan menghangatkan cairan intravena yang digunakan untuk penanganan pasien,
o Pasien yang mengkonsumsi beta bloker, atau calcium channel bloker dan pada pengguna alat pacu
jantung tidak menunjukkan respon takikardi terhadap hipovolemik; kurangnya respon ini dapat
menyebabkan terlambatnya ditegakkan diagnosis syok. Untuk meminimalkan kemungkinan
keterlambatan ini, pada anamnesis selalu ditanyakan riwayat pengobatan sebelumnya. Pemeriksa
seharusnya juga mengandalkan tanda-tanda penurunan perfusi perifer selain takikardi.
o Koagulopati dapat terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah yang besar. Hal ini
terjadi karena dilusi platelet dan faktor pembekuan darah, tetapi jarang pada jam pertama
resusitasi. Pengetahuan tentang dasar koagulasi seharusnya digambarkan dan sebagai panduan
penanganan platelet dan fresh frozen plasma.

http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/06/syok-hipovolemik.html
Klasifikasi Syok

Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh
darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang
menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai
keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya
serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat
atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).

Syok

Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala syok.
Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera. Diagnosa dibuat
berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.

Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui kemungkinan


penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung dengan
mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang
tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi
pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok neurogenik dapat
disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta medula spinalis. Syok septik juga harus
dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan
pertolongan.

Patofisiologi terjadinya syok


Patofisiologi Syok

Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:

a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.


b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapiler-
kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan
mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume
sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu
arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat,
artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer
rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah
yang mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan
tekanan darah akan turun.

Penyebab syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri): (a) Penyakit jantung iskemik, seperti
infark; (b) Obat-obat yang mendepresi jantung; dan (c) Gangguan irama jantung.
b. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah): (a) Kehilangan darah, misalnya
perdarahan; (b) Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; dan (c) Dehidrasi: cairan yang
masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntah-
muntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
c. Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): (a) Tamponade jantung;
(b) Pneumotorak; dan (c) Emboli paru.

Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer): (a) Syok neurogenik; (b)
Cedera medula spinalis atau batang otak; (c) Syok anafilaksis; (d) Obat-obatan; (e) Syok
septik; serta (f) Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan
rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.

Tanda dan Gejala Syok

Sistem Kardiovaskuler
- Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer
lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
- Nadi cepat dan halus.
- Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
- Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
- CVP rendah.

Sistem Respirasi
- Pernapasan cepat dan dangkal.

Sistem saraf pusat


- Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatif dan
analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena
kesakitan.

Sistem Saluran Cerna


- Bisa terjadi mual dan muntah.

Sistem Saluran Kencing


- Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam
(1/5–1 ml/kg/jam).

Penanggulangan Syok

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan
ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.

Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas (A =
air way) harus bebas kalau perlu dengan pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B =
breathing) harus terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan pemberian
oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C = circulation) pada syok hipovolemik
sejati atau hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus
diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian obat-obatan inotropik
untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat, yang juga
bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus dicari dan
ditanggulangi.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam menghadapi


syok:

Posisi Tubuh

1. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum posisi penderita
dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
2. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan digerakkan
sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk menghindari terjadinya luka yang lebih
parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti pertolongan untuk
membebaskan jalan napas.
3. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau penderita tidak sadar,
harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan cairan
keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau
darah. Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas tetap
terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
4. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
5. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan dengan
posisi telentang datar.
6. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan kaki
ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita
menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.

Pertahankan Respirasi

1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.

Pertahankan Sirkulasi

Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah, warna
kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

Cari dan atasi penyebab syok :

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Penatalaksanaan Syok Septik

Penatalaksanaan Syok Anafilaktik

http://nursingbegin.com/tag/patofisiologi-syok/

Anda mungkin juga menyukai