Pada hari ini tanggal 13 Januari 2017, telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama Pendamping : dr. Sapta Yudha Oka & dr. K. Dandung, Sp.A
2 2
3 3
4 4
5 5
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.
Pendamping
Catatan: Halaman protofolio ini sebaiknya disalin~sinar (fotokopi) karena anda akan membuat sejumlah laporan yang sekaligus merupakan catatan untuk
bekal dan berpraktik nantinya.
Tanggal Presentasi: 13 Januari 2017 Nama Pendamping: dr. Sapta Yudha Oka
Obyekti f Presentasi:
2. Riwayat Pengobatan:-
1. Riwayat kesehatan/Penyakit: -
4. Riwayat keluarga: tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
8. Lain-lain:
Pemeriksaanfisik
STATUS GENERALIS
• Keadaan Umum : tampak kesakitan
• Kesadaran : compos mentis
• Tanda vital
– Tekanan Darah : 100/70 mmHg.
– Nadi : 99 x/menit.
– Suhu : 38,10C.
– Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
• Kepala : Normocephal
• Mata : Konjungtiva: anemis -/- Sklera: ikterik -/-
• Mulut : tidak ada kelainan
• Leher : Tidak ada perbesaran KGB, JVP 5+0 cm H2O
• Thoraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)
Paru : VBS ki = ka; Rh -/-; Wh -/-
Jantung : BJ murni reguler , batas jantung normal
Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) Normal
Perkusi : pekak pindah (-), pekak samping (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(tidak sempat dilakukan karena pasien pulang paksa)
Armstrong C. ACEP Releases Guidelines on Evaluation of Suspected Acute Appendicitis. American Family Physician. 2010 Apr 15;81(8):1043-1044.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
Craig S. Appendicitis. Medscape. December 27, 2015. Available at http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11
Carvalho BR, Diogo-Filho A, Fernandes C, Barra CB. Leukocyte count, C reactive protein, alpha-1 acid glycoprotein and erythrocyte
sedimentation rate in acute appendicitis. Arq Gastroenterol. 2003 Jan-Mar. 40(1):25-30.
Dinkes, IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer edisi revisi 2014.
Duke T, Kelly J, Weber M, English M, Campbell H. Pocket Book of Hospital Care for Children. Hospital Care for Children in Developing
Countries: Clinical Guidelines and the Need for Evidence. WHO. 2005.
Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW. Clinical policy: Critical issues in the evaluation and
management of emergency department patients with suspected appendicitis . Ann Emerg Med. Januari 2010.
Manterola C, Vial M, Moraga J, Astudillo P. Analgesia in patients with acute abdominal pain. Cochrane Database Syst Rev. 2011 Jan
19. 1:CD005660.
National Guideline Clearinghouse (NGC). Guideline summary: Clinical policy: critical issues in the evaluation and management of
emergency department patients with suspected appendicitis. National Guideline Clearinghouse (NGC), Rockville (MD).
Petroianu A. Diagnosis of acute appendicitis - International Journal of Surgery. 2012. Volume 10, Issue 3; 115–119
Petroianu, A., Alberti, L.R., and Zac, R.I. Assessment of the persistence of faecal loading in the caecum in presence of acute
appendicitis. Int J Surg. 2007; 5: 11–16
Rybkin, A.V. and Thoeni, R.F. Current concepts in imaging of appendicitis. Radiol Clin N Am. 2007;45: 411–422
Williams B A, Schizas A M P. Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048
Worcester S. Algorithm reduces CT use in pediatric appendicitis. ACS Surgery News. May 10 2016. Available at
http://www.mdedge.com/acssurgerynews/article/108744/pediatrics/algorithm-reduces-ct-use-pediatric-appendicitis
1. Definisi
Peradangan pada lapisan dalam appendix vermicularis yang menyebar ke bagian lainnya.
2. Epidemiologi
Apendisitis merupakan emergensi akut abdomen yang paling umum. Indidensinya adalah 12 per 10.000 populasi per tahun, tertinggi
pada usia 15-30 tahun. Prevalensi pada laki-laki : perempuan = 1 : 1 – 3 : 1 dengan overall lifetime risk pada laki-laki 9 % dan perempuan 6
%.
3. Etiologi
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix. Penyebab paling umum dari obstruksi luminal meliputi:
a. Hiperplasia limfoid sekunder (60 %)
b. stasis fecal dan fecolith (33 %)
c. Parasit (terutama di negara-negara Timur)
d. Neoplasma
e. Benda asing
f. Striktur
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar
20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat
invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan
cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor
carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry
dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana,
sekitar 65% pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi. Obstruksi
lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH 2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak
terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ ..
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,
perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak. 6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal
ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah
timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. 6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan
intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan
intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam,
takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada
Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Nyeri perut difus berpusat di epigastrium bawah atau daerah umbilikal, bersifat sedang-berat, terus – menerus disertai kram yang hilang
timbul
Gejala gastrointestinal: anoreksia, nausea, vomitus (75% kasus), perubahan pola BAB (obstipasi atau diare)
Demam (jarang, bila tinggi pikirkan kemungkinan perforasi)
Setelah 1-12 jam (rata-rata 4-6 jam) nyeri terlokalisasi di RLQ
pada beberapa pasien nyeri dimulai dari RLQ dan menetap pada daerah itu.
Nyeri tergantung posisi appendix:
• retrocecal appendix dapat menyebabkan nyeri pada flank atau punggung
• pelvic appendix nyeri terutama pada suprapubis
• retroileal appendix dapat nyeri pada testis
• Pada wanita hamil umumnya gejala serupa, dengan posisi nyeri lebih naik ke atas pada trimester 3
Pemeriksaan fisik
• Inspeksi
1. Penderita tampak kesakitan
2. Kembung bila terjadi perforasi
3. Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
• Palpasi
1. Terdapat nyeri tekan Mc Burney
2. Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
3. Adanya defans muscular
4. Rovsing sign positif
5. Psoas sign positif
6. Obturator Sign positif
6. Komplikasi
Perforasi
Abses
Peritonitis
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat.
Pada anak ditemukan leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan shift to the left hampir 75%.
Jika jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik pada wanita usia subur.
Foto polos abdomen (tidak banyak membantu)
Tampak udara bebas sub-diafragma pada perforasi
CRP / hs-CRP
USG (konfirmasi, bukan eksklusi)
CT-Scan selektif
9. Prognosis
Pada umumnya bonam bila penanganan cepat dan tepat
Mortalitas dan morbiditas sangat kecil bila dapat diagnosis dan pembedahan dengan tepat
Mortalitas :
Appendiks ruptur sebelum pembedahan.
Usia pasien.
Kematian berhubungan dengan sepsis-peritonitis yang tidak terkontrol, abses intraabdominal, atau septikemia