Anda di halaman 1dari 13

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 13 Januari 2017, telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : Shannon Conversia Pdabo Matabei

Dengan judul/topik : Apendisitis akut

Nama Pendamping : dr. Sapta Yudha Oka & dr. K. Dandung, Sp.A

Nama Wahana : RS Pertamina Klayan- Cirebon

No. Nama Peserta Presentasi No. Tanda Tangan

1 Shannon Conversia Pdabo Matabei 1

2 2

3 3

4 4

5 5

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Pendamping

( dr. Sapta Yudha Oka )

Catatan: Halaman protofolio ini sebaiknya disalin~sinar (fotokopi) karena anda akan membuat sejumlah laporan yang sekaligus merupakan catatan untuk
bekal dan berpraktik nantinya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Borang Portofolio

Nama Peserta: Shannon Conversia Pdabo Matabei


Nama Wahana: RS Pertamina Klayan - Cirebon

Topik: Apendisiti s akut

Tanggal (kasus): 3 Januari 2017


Nama Pasien: Tn. MD No. RM :

Tanggal Presentasi: 13 Januari 2017 Nama Pendamping: dr. Sapta Yudha Oka

Tempat Presentasi: RS Pertamina Klayan - Cirebon

Obyekti f Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnosti k Manajemen Masalah Isti mewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia


Bumi
Deskripsi:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 2


Tujuan:

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos


Cara membahas:

Data pasien: Nama: Tn. MD Nomor Registrasi:

Nama klinik: Tn. MD Telp:- Terdaft ar sejak:

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Apendisiti s akut

2. Riwayat Pengobatan:-

1. Riwayat kesehatan/Penyakit: -

4. Riwayat keluarga: tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama

5. Riwayat pekerjaan:

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 3


6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) : -

7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): -

8. Lain-lain:
Pemeriksaanfisik
STATUS GENERALIS
• Keadaan Umum : tampak kesakitan
• Kesadaran : compos mentis
• Tanda vital
– Tekanan Darah : 100/70 mmHg.
– Nadi : 99 x/menit.
– Suhu : 38,10C.
– Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
• Kepala : Normocephal
• Mata : Konjungtiva: anemis -/- Sklera: ikterik -/-
• Mulut : tidak ada kelainan
• Leher : Tidak ada perbesaran KGB, JVP 5+0 cm H2O
• Thoraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)
Paru : VBS ki = ka; Rh -/-; Wh -/-
Jantung : BJ murni reguler , batas jantung normal
 Abdomen :
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) Normal
Perkusi : pekak pindah (-), pekak samping (-)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 4


Palpasi : NT & NL (+) di McBurney, Rovsing’s sign (+); psoas sign (+); obturator sign (+)
Hepar tidak teraba, Lien ruang traube kosong dan tidak teraba membesar
• Ekstremitas : Akral hangat; CRT <2” oedem -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
(tidak sempat dilakukan karena pasien pulang paksa)

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 5


Daftar Pustaka: (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD,VANCOUVER, atau MEDIA ELEKTRONIK)

Armstrong C. ACEP Releases Guidelines on Evaluation of Suspected Acute Appendicitis. American Family Physician. 2010 Apr 15;81(8):1043-1044.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
Craig S. Appendicitis. Medscape. December 27, 2015. Available at http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview

Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11

Carvalho BR, Diogo-Filho A, Fernandes C, Barra CB. Leukocyte count, C reactive protein, alpha-1 acid glycoprotein and erythrocyte
sedimentation rate in acute appendicitis. Arq Gastroenterol. 2003 Jan-Mar. 40(1):25-30.
Dinkes, IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer edisi revisi 2014.

Duke T, Kelly J, Weber M, English M, Campbell H. Pocket Book of Hospital Care for Children. Hospital Care for Children in Developing
Countries: Clinical Guidelines and the Need for Evidence. WHO. 2005.
Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW. Clinical policy: Critical issues in the evaluation and
management of emergency department patients with suspected appendicitis . Ann Emerg Med. Januari 2010.
Manterola C, Vial M, Moraga J, Astudillo P. Analgesia in patients with acute abdominal pain. Cochrane Database Syst Rev. 2011 Jan
19. 1:CD005660.
National Guideline Clearinghouse (NGC). Guideline summary: Clinical policy: critical issues in the evaluation and management of
emergency department patients with suspected appendicitis. National Guideline Clearinghouse (NGC), Rockville (MD).
Petroianu A. Diagnosis of acute appendicitis - International Journal of Surgery. 2012. Volume 10, Issue 3; 115–119

Petroianu, A., Alberti, L.R., and Zac, R.I.  Assessment of the persistence of faecal loading in the caecum in presence of acute
appendicitis. Int J Surg. 2007; 5: 11–16
Rybkin, A.V. and Thoeni, R.F. Current concepts in imaging of appendicitis. Radiol Clin N Am. 2007;45: 411–422

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 6


Shelton, T., McKinlay, R., and Schwartz, R.W. Acute appendicitis. Curr Surg. 2003; 60: 502–505.
Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 2 nd Ed. New York: Springer.
2008.
Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
Weissleder R, Wittenberg J, Harisinghani MG et-al. Primer of diagnostic imaging. Mosby Inc. (2007) ISBN:0323040683

Williams B A, Schizas A M P. Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048
Worcester S. Algorithm reduces CT use in pediatric appendicitis. ACS Surgery News. May 10 2016. Available at
http://www.mdedge.com/acssurgerynews/article/108744/pediatrics/algorithm-reduces-ct-use-pediatric-appendicitis

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 7


Hasil Pembelajaran:

1. Definisi

Peradangan pada lapisan dalam appendix vermicularis yang menyebar ke bagian lainnya.

2. Epidemiologi

Apendisitis merupakan emergensi akut abdomen yang paling umum. Indidensinya adalah 12 per 10.000 populasi per tahun, tertinggi
pada usia 15-30 tahun. Prevalensi pada laki-laki : perempuan = 1 : 1 – 3 : 1 dengan overall lifetime risk pada laki-laki 9 % dan perempuan 6
%.

3. Etiologi

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix. Penyebab paling umum dari obstruksi luminal meliputi:
a. Hiperplasia limfoid sekunder (60 %)
b. stasis fecal dan fecolith (33 %)
c. Parasit (terutama di negara-negara Timur)
d. Neoplasma
e. Benda asing
f. Striktur

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 8


4. Patofisiologi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar
20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat
invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan
cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor
carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry
dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana,
sekitar 65% pada kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa dengan perforasi. Obstruksi
lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH 2O. Distensi merangsang
akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak
terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ ..

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 9


Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang
melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik.

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,
perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak. 6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal
ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah
timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain. 6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan
intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan
intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam,
takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada
Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum
parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan
peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 10


5. Klinis

 Nyeri perut difus berpusat di epigastrium bawah atau daerah umbilikal, bersifat sedang-berat, terus – menerus disertai kram yang hilang
timbul
 Gejala gastrointestinal: anoreksia, nausea, vomitus (75% kasus), perubahan pola BAB (obstipasi atau diare)
 Demam (jarang, bila tinggi pikirkan kemungkinan perforasi)
 Setelah 1-12 jam (rata-rata 4-6 jam) nyeri terlokalisasi di RLQ
 pada beberapa pasien nyeri dimulai dari RLQ dan menetap pada daerah itu.
 Nyeri tergantung posisi appendix:
• retrocecal appendix dapat menyebabkan nyeri pada flank atau punggung
• pelvic appendix nyeri terutama pada suprapubis
• retroileal appendix dapat nyeri pada testis
• Pada wanita hamil umumnya gejala serupa, dengan posisi nyeri lebih naik ke atas pada trimester 3

Pemeriksaan fisik
• Inspeksi
1. Penderita tampak kesakitan
2. Kembung bila terjadi perforasi
3. Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
• Palpasi
1. Terdapat nyeri tekan Mc Burney
2. Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
3. Adanya defans muscular
4. Rovsing sign positif
5. Psoas sign positif
6. Obturator Sign positif

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 11


• Perkusi
Nyeri ketok (+)
• Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

6. Komplikasi
Perforasi
Abses
Peritonitis

7. Pemeriksaan Penunjang
 Pada apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat.
 Pada anak ditemukan leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan shift to the left hampir 75%.
 Jika jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
 Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
 Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik pada wanita usia subur.
 Foto polos abdomen (tidak banyak membantu)
 Tampak udara bebas sub-diafragma pada perforasi
 CRP / hs-CRP
 USG (konfirmasi, bukan eksklusi)
 CT-Scan selektif

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 12


8. Penatalaksanaan
 Penanganan di instalasi gawat darurat:
Akses intravena untuk terapi kristaloid (agresif bila pasien dengan tanda dehidrasi atau septicemia)
Pemberian analgesik parenteral dan antiemetik seperlunya untuk kenyamanan pasien (tidak ada studi yang membuktikan bahwa
analgetik mengganggu akurasi dari pemerikaan fisik)
 Puasakan
Ganti cairan dengan memberikan garam normal sebanyak 10–20 ml/kgBB cairan bolus, ulangi sesuai kebutuhan, ikuti dengan
kebutuhan cairan rumatan 150% kebutuhan normal
 Beri antibiotik segera setelah diagnosis ditentukan: ampisilin (25–50 mg/ kgBB/dosis IV/IM empat kali sehari), gentamisin (7.5
mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis tiga kali sehari).
 NGT bila perlu mengurangi distensi abdomen
 RUJUK SEGERA ke spesialis bedah
Apendektomi tetap menjadi satu-satunya terapi kuratif appendisitis akut

9. Prognosis
Pada umumnya bonam bila penanganan cepat dan tepat
 Mortalitas dan morbiditas sangat kecil bila dapat diagnosis dan pembedahan dengan tepat
 Mortalitas :
Appendiks ruptur sebelum pembedahan.
Usia pasien.
 Kematian berhubungan dengan sepsis-peritonitis yang tidak terkontrol, abses intraabdominal, atau septikemia

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 13

Anda mungkin juga menyukai