Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny MM DENGAN

DIAGNOSA MEDIS RHEUMATOID ARTHRITIS


DI BANJAR DENJALAN BATUBULAN SUKAWATI
TANGGAL 8-11 SEPTEMBER 2021

OLEH :

I WAYAN EDDY WIRAWINATA.S,Kep


NIM: 20.901.2611

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny MM DENGAN
DIAGNOSA MEDIS RHEUMATOID ARTHRITIS
DI DESA BATUBULAN SUKAWATI
A. Konsep Dasar Lansia
a. Definisi
Menurut Fatmah (2015) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara
berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua seseorang akan
mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan seluruh tubuh.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Kholifah, 2016).
Berdasarkan definisi dari beberapa sumber tersebut, dapat disimpulkan bahwa
lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun ke atas dan akan mengalami
berbagai perubahan dalam tubuh baik biopsikososial maupun spiritual.
b. Batasan Usia
WHO dalam Kholifah (2016) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai
berikut
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tua (old) :75-90 tahun
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI dalam Kholifah (2016) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi
menjadi tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
c. Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016) adalah sebagai berikut :
1) Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang
lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai
Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua
RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.
d. Proses Menua
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia. Proses
menua ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta
tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2014).
Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga
bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2014).
Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah
pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada
lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada ventrikel kiri
dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk tonjolan, jumlah
sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi klinisnya akan
menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan vena yang
menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten
yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada
ekstremitas (Putri, 2015).
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding
ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya
kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti
pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di
sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut
sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Putri, 2015).
Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung melalui
peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan bertambahnya usia,
sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini terjadi akibat
meningkatnya serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial
arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini akan menyebabkan terjadinya
ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup
jantung. Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan
fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana perubahan utama
yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk meningkatkan keluaran
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia
denyut dan curah jantung pun mengalami penurunan, hal itu terjadi karena
miokardium pada jantung mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan.
Katup-katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan peningkatan
waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang diperlukan untuk
mempertahankan preload yang adekuat (Putri, 2015).
e. Teori Lansia
Teori-teori menua menurut Aspiani (2014) dapat dibagi menjadi beberapa
bagian seperti berikut :
1) Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia dikaitkan pada
proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang biologis.
a) Teori Genetik
(1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)
Teori ini menerangkan bahwa di dalam tubuh setiap manusia terdapat
jam biologis yang dapat mengatur gen dan dapat menentukan proses
penuaan. Pada setiap spesies manusia memiliki inti sel yang berisi jam
biologis atau jam genetik tersendiri. Dimana pada setiap spesies
memiliki batas usia yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
replikasi dari setiap sel dalam tubuh manusia. Apabila replikasi sel
tersebut berhenti maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai kematian.
(2) Teori mutasi somatik (error catastrope)
Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan oleh kerusakan,
penurunan fungsi sel dan percepatan kematian sel yang disebabkan
oleh kesalahan urutan susunan asam amino. Kerusakan selama masa
transkripsi dan translasi dapat mempengaruhi sifat enzim dalam
melakukan sintesis protein. Kerusakan ini pula menjadi penyebab
timbulnya metabolit yang berbahaya sehingga dapat mengurangi
penurunan fungsi sel.
b) Teori Non-genetik
(1) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa penuaan terjadi akibat adanya
penurunan fungsi dan struktur dari sistem kekebalan tubuh pada
manusia. Seiring bertambahnya usia, hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar timus sebagai pengontrol sistem kekebalan tubuh pada
manusia mengalami penurunan maka terjadilah proses penuaan. Dan
pada saat yang bersamaan pula terjadi kelainan autoimun.
(2) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas terbentuk di alam bebas
dan di dalam tubuh manusia akibat adanya proses metabolisme di
dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan sebuah molekul yang
tidak berpasangan sehingga dapat mengikat molekul lain yang akan
menjadi penyebab kerusakan fungsi sel dan perubahan dalam tubuh.
Ketika radikal bebas terbentuk dengan tidak stabil, akan terjadi
oksidasi terhadap oksigen dan bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk
beregenerasi. Radikal bebas banyak terdapat pada zat pengawet
makanan, asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi, serta sinar
ultra violet yang menjadi penyebab penurunan kolagen pada lansia
dan perubahan pigmen pada proses menua.
(3) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
Teori rantai silang menerangkan bahwa proses penuaan diakibatkan
oleh lemak, protein, asam nukleat (molekul kolagen) dan karbohidrat
yang bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi yang dapat mengubah
fungsi jaringan dalam tubuh. Perubahan tersebut akan menjadi
penyebab perubahan pada membran plasma yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku dan kurang elastis serta hilagnya fungsi.
Proses hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein di dalam jaringan.
(4) Teori Fisiologik
Teori ini mengambil contoh dari teori adaptasi stres (stress adaptation
theory). Dimana proses menua merupakan akibat dari adaptasi
terhadap stres dan stres ini bisa berasal dari internal maupun eksternal
tubuh yang dapat memengaruhi peningkatan kasus penyakit
degeneratif pada manusia lanjut usia (manula).
(5) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow virus theory)
Teori ini menyatakan bahwa ketika manusia berada pada proses
menua maka saat itulah tubuh manusia tidak dapat membedakan sel
normal dan sel yang tidak normal, akibatnya antibodi bekerja untuk
menyerang keduanya. Sistem imun pun mengalami gangguan dan
penurunan kemampuan dalam mengenali dirinya sendiri (self
recognition) akibat perubahan protein pascatranslasi atau mutasi.
c) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami
penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke
dalam masyarakat.
(1) Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam melakukan berbagai
jenis kegiatan yang merupakan indikator suksesnya lansia. Lansia
yang aktif, banyak bersosialisasi di masyarakat serta lansia yang
selalu mengikuti kegiatan sosial merupakan poin dari indikator
kesuksesan lansia. Lansia yang ketika masa mudanya merupakan
tipe yang aktif, maka di masa tuanya lansia akan tetap memelihara
keaktifannya seperti peran lansia dalam keluarga maupun
masyarakat di berbagai kegiatan sosial keagamaan. Apabila lansia
tidak aktif dalam melakukan kegiatan dan perannya di masyarakat
maupun di keluarga, maka sebaiknya lansia mengikuti kegiatan lain
atau organisasi yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2) Teori Kontinuitas Teori ini menekankan bahwa perubahan ini
dipengaruhi oleh jenis kepribadian lansia tersebut. Dalam teori ini
lansia akan tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya karena
tipe kepribadiannya yang aktif dalam bersosialisasi.
d) Teori Psikososial
Teori ini menerangkan bahwa semakin menua tingkat usia seseorang
maka semakin sering pula seseorang memperhatikan kehidupannya
daripada isu yang terjadi di lingkungan sekitar.
f. Perubahan pada Lansia
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan
akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Adapun
beberapa perubahan yang terjadi pada lansia menurut Fatmah (2015)
yaitu :
1) Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia mencakup seluruh
sistem yang ada pada tubuh sebagai berikut :
a) Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem salah satu panca indera adalah perubahan
pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini meliputi
presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada pendengaran
akibat hilangnya kemampuan daya dengar pada telinga dalam,
khususnya terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap suara
yang tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit dimengerti.
b) Sistem Penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu
gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana
daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta
ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan.
Perubahan yang lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun
mengalami kehilangan elastisitas sehingga menjadi kaku dan
otot penyangga lensa pun lema
c) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru,
kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan
pada paru berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah
berkurangnya udara yang mengalir ke paru. Gangguan
pernapasan dan kemampuan peregangan pada thoraks pun
terganggu akibat adanya perubahan pada otot, sendi thorak dan
kartilago. Pada sistem pernapasan terjadi pendistribusian ulang
kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan
sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini
menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini
pun memberi dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia
salah satunya yaitu lansia akan lebih rentan terkena komplikasi
pernapasan akibat istirahat total oleh karena perubahan yang
terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi
paru.
d) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi
akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh
lansia. Selain itu lansia mengalami penurunan sekresi asam dan
enzim. Perubahan yang lain adalah perubahan pada morfologik
yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan yang
akan berdampak pada terganggunya fungsi mengunyah dan
menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan.
e) Sistem Integumen
Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas
diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan
permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan
vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada sisa
melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang
terpajan sinar matahari, biasanya permukaan dorsal dari tangan
dan lengan bawah. Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses
penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik,
mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit
lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan
penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea.
f) Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya
aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan
bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang
melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen
pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon lain. Tulang-
tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikroarsitektur
berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan maupun
spontan.
g) Sistem Neurologis
Berat otak menurun 10–20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia
20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan
volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90
tahun. Otak mengandung 100 juta sel termasuk diantaranya sel
neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan
saraf pusat. Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron per
tahun.
2) Perubahan Mental
Menurut Aspiani (2014) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan,
lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera.
3) Perubahan Psikososial
Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian, merasakan perubahan dalam cara hidup, merasakan
perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan peningkatan
gaya hidup, merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti
finansial, pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan, merasakan
penyakit kronis dan ketidakmampuan, merasakan kesepian akibat
pengasingan dari lingkungan sosial, mengalami gangguan
pancaindera, ansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri,
serta lansia akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
4) Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan
lansia yang akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada
perubahan spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan
berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh bagaimana cara
mencintai dan bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain
yaitu lansia akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya
yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.
g. Masalah Fisik dan Non Fisik Umum pada Lansia
Masalah fisik dan non fisik yang sering terjadi pada lansia adalah:
1) Immobility: terdapat gangguan fisik, faktor lingkungan, jiwa
yang membuat lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling
sering adalah ganggun pada sendi atau penyakit sendi yang terjadi
karena tulang mengalami proses penuaan (aging). Immobility
biasa disebut dengan keterbatasan gerak dalam artian pada lansia
terjadi penurunan frekeuensi gerak dibandingkan dengan orang
dewasa pada umumnya.
2) Instability: hilangnya keseimbangan atau rasa tidak stabil saat
berpijak pada lansia janganlah dianggap peristiwa ringan. Karena
jika teradi instabilitas atau gangguan keseimbangan, lansia akan
mudah terjatuh. Walaupun tidak sampai menyebabkan kematian,
namun lansia akan merasa kehilangan harga dirinya dan muncul
perasaan takut akan terjatuh lagi sehingga untuk selanjutnya
lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi dirinya
dari bahaya terjatuh. Penyebabnya bisa karena proses menua,
penyakit, ataupun obat-obatan.
3) Intelectual Impairment: gangguan fungsi intelektual dan ingatan
yang cukup berat.
4) Impairment of vision and hearing: gangguan panca indera,
lansia terutama yang mengalami sindrom metabolic biasanya
sering mengalami gangguan panca indera, seperti penglihatan,
pendengaran, dan gangguan kulit.
5) Isolation (depresi): perubahan status sosial, bertambahnya
penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-
perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu
munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali
gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit
gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan
sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali
dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal
ataupun tidak khas. Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan
sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur
terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan
berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran
dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri,
harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan
tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan
gejala-gejala fisik lainnya.Akan tetapi pada lansia sering timbul
depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik
saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.
6) Inanition (malnutrisi): kekurangan gizi pada lansia dapat
disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan.
Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat)
terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan
baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi
kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur,
alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
7) Irritable kolon: gangguan BAB yang terjadi pada lansia juga
berkaitan dengan asupan gizi lansia itu sendiri. Contohnya karena
kurangnya asupan serat, kurangnya minum, ataupun intervensi
obat-obat tertentu. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit
terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di
dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang
berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan
pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8) Incontinencia Urin: merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam
jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah
kesehatan atau sosial. Beser BAK merupakan masalah yang
seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun
sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia
tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai
masalah, baik masalah kesehatan maupun sosial, yang
kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser BAK sering mengurangi minum
dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga
dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga
berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser BAK sering
pula disertai dengan beser buang air besar (BAB), yang justru
akan memperberat keluhan beser BAK tadi.
9) Infection: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
pada lansia, karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas
bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diagnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat
pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah
mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh,
terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang
menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman
akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
10) Iatrogenesis: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan
obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa
pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat pemakaian obat-obat yang digunakan.
11) Insomnia: dua proses normal yang paling penting di dalam
kehidupan manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya
sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita sering
melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan
pada kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya
kedua keadaan ini.Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada
umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur
nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering
dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses
tidur. Tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya
banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun
dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
12) Immune deficiency: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan
bertambahnya umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini
disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai
keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun)
maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian
juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang,
penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
13) Impotenc: lemah syahwat yang terjadi pada lansia diakibatkan
penurunan aliran darah sistemik sehingga organ genitalia tidak
dapat berkontraksi secara maksimal.
14) Impecunity: dengan semakin bertambahnya usia maka
kemampuan fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-
lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak
dapat memberikan penghasilan. Akhirnya, lansia merasa miskin
dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa sehingga dapat
menimbulkan depresi.
h. Penyakit yang umum terjadi pada lansia
1) Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia
a) Mudah jatuh.
b) Mudah lelah, disebabkan oleh : faktor psikologis, gangguan
organis, pengaruh obat
c) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol,
penyakit metabolisme, dehidrasi,
d) Nyeri dada karena aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru,
e) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena
kelemahan jantung, gangguan sistem respiratorius,
overweight, anemia,
f) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis,
psikologis,
g) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi,
gagal jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit
ginjal, kelumpuhan, dsb
h) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia,
osteoporosis, osteoartritis, batu ginjal,
i) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis,
fraktur/dislokasi, saraf terjepit,
j) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun,
gangguan saluran cerna, faktor sosio-ekonomi
k) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung
kemih, saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
l) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus
besar, kelainan rektum,
m) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi
lensa berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata,
n) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian
menyebabkan kekacauan mental,
o) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik
dan psikogenik (depresi dan irritabilitas),
p) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis,
sakit gigi,
q) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan
karena ganguan sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan
lokal,
r) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM,
gagal ginjal, hepatitis kronis, alergi.
B. Konsep Dasar Rheumatoid Arthritis
a. Pengertian Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
atau penyakit autoimun dimana rheumatoid arthritis ini memiliki
karakteristik terjadinya kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan
deformitas. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas (Lukman &
Nurna Ningsih, 2013).
b. Etiologi Rheumatoid Arthritis
Penyebab rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti walaupun
banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor genetik dan
beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita rheumatoid arthritis
dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun
demikian karena pembenaran hormon esterogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini
belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan
penyebab penyakit ini (Aspiani, 2014).
Infeksi telah diduga merupakan penyebab rheumatoid arthritis. Dugaan
faktor infeksi timbul karena umumnya omset penyakit ini terjadi secara
mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang
mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu
organisme dari jaringan synovial, hal ini tidak menyingkirkan
kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau
endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya
rheumatoid arthritis. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
rheumatoid arthritis Antara lain bakteri, mikoplasma atau virus (Aspiani,
2014).
Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah adanya faktor
genetik yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa
penyakit virus, seperi infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock Protein
(HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk oleh
sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stress. Walaupun telah
diketahui terdapa hubungan antara Heat Shock Protein dan sel T pada
pasien Rheumatoid arthritis namun mekanisme hubungan ini belum
diketahui dengan jelas (Aspiani, 2014).
c. Patofisiologi Rheumatoid Arthritis
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat
membedakan komponen self dan non-self. Pada kasus rheumatoid arthritis
system imun tidak mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang
jaringan synovial serta jaringan penyokong lain. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga
terjadi edema, proliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot (Aspiani, 2014).
Imflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti edema,
kongesti vascular, eksudat fibrin, dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, synovial menjadi menebal, terutama pada sendi articular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus,
atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuler, sehingga kartilago menjadi
nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan ketidakmampuan
sendi.Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis).Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan terjadinya
nekrosis (rusaknya jaringan sendi), nyeri hebat dan deformitas (Aspiani,
2014).
PATHWAY
Proses Penuaan
Trauma
Intrinsik
Ekstrinsik
Pemecahan Perubahan
kondrosit Komponen sendi
Kolagen
Progteogtikasi
Perubahan
Jaringan sub
metabolisme sendi
kondrial
Proses penyakit
degeneratif yang
panjang

Pengeluaran Perubahan fungsi


enzim lisosom sendi

Deformitas sendi
Kerusakan matrik
Kurang kartilago
kemampuan
mengingat Kontraktur
Kesalahan Gangguan
interpretasi Penebalan tulang mobilitas fisik
Penyempitan Hipertrofi
Defisit rongga sendi
pengetahuan

Penurunan Distensi Cairan


Kekuatan
nyeri

Nyeri akut

Defisit
perawatan diri

d. Tanda Dan Gejala Rheumatoid Arthritis


Menurut (Aspiani, 2014) ada beberapa gejala klinis yang umum
ditemukan pada pasien rheumatoid arthritis. Gejala klinis ini tidak harus
timbul secara bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki gejala
klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
2. Poliaritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang
distal, hampir semua sendi diartrodial dapat terangsang.
3. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan
mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul
setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada
pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi
akan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai
kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang
setelah melakukan aktivitas.
4. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda
dengan kekakuan sendi pada osteoartratis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
5. Arthritis erosif, merupakan ciri khas rheumatoid arthritis pada
gambaran radiologic. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.
6. Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi
metakarpofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas tangan
yang sering di jumpai pasien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal.
Sendi-sendi yang besar juga dapat terangsang dan akan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi.
7. Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan
pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis.
Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa elekranon
(sendi siku), atau di sepanjang permukaan ekstanor dari lengan,
walaupun demikian nodul-nodul ini dapat juga timbul pada tempat-
tempat lainnya. Nodul-nodul ini biasanya merupakan suatu tanda
penyakit yang aktif dan lebih berat.
8. Manifestasi ekstra articular, rheumatoid arthritis juga dapat
menyerang
organorgan lain diluar sendi. Jantung (pericarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan rusaknya pembuluh darah.
e. Komplikasi Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik yang dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh selain sendi. Menurut (Aspiani,
2014) rheumatoid arthritisdapat menimbulkan komplikasi pada bagian
lain dari tubuh :
1. Sistem respiratori
Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada
rheumatoid arthritis. Gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat
berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan, atau disfonia yang
umumnya terasa lebih berat pada pagi hari. Pada rheumatoid
arthritis yang lanjut dapat pula dijumpai efusi pleura dan fibrosis
paru yang luas (Aspiani, 2014).
2. Sistem kardiovaskuler
Seperti halnya pada sistem respiratorik, pada rheumatoid arthritis
jarang dijumpai gejala perikarditis berupa nyeri dada atau
gangguan faal jantung. Akan tetapi pada beberapa pasien dapat
juga dijumpai gejala perikarditis yang berat. Lesi inflamatif yang
menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai miokardium dan
katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup,
fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortitis dan
kardiomiopati (Aspiani, 2014).
3. Sistem gastrointestinal
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan
obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs,
DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas
utama pada rheumatoid arthritis (Aspiani, 2014).
4. Sistem persarafan
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai rheumatoid arthritis
umumnya tidak memberikan gambaran yang jelas sehingga sukar
untuk membedakan komplikasi neurologis akibat lesi artikular dari
lesi neuropatik. Pathogenesis komplikasi neurologis pada
umumnya berhubungan dengan mielopati akibat instabilitas
vertebre, servikal, neuropai jepitan atau neuropati iskemik akibat
vasculitis (Aspiani, 2014).
5. Sistem perkemihan : ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada rheumatoid
arthritis jarang sekali dijumpai kelainan glomelural. Jika pada
pasien rheumatoid arthritisdijumpai proteinuria, umumnya hal
tersebut lebih sering disebabkan karena efek samping pengobatan
seperi garam emas dan D-penisilamin atau erjadi sekunder akibat
amiloidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai
pada syndrome sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak
berhubungan dengan penggunaan OAINS. Penggunaan OAINS
yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar
ginjal (Aspiani, 2014).
6. Sistem hematologis
Anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran
eritrosit normosistik-normokromik (hipokromik ringan) yang
disertai dengan kadar besi serum yang rendah serta kapasitas
pengikatan besi yang normal atau rendah merupakan gambaran
umum yang sering dijumpai pada rheumatoid arthritis. Enemia
akibat penyakit kronik ini harus dibedakan dari anemia defisiensi
besi yang juga dapat dijumpai pada rheumatoid arthritis akibat
penggunaan OAINS atau DMARD yang menyebabkan erosi
mukosa lambung (Aspiani, 2014).
f. Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis
Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik serta ketaatan
pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama (Aspiani,
2014).OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid ) diberikan sejak dini
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
OAINS yang diberikan yaitu aspirin, pasien dibawah umur 65 tahun
dapat dimulai dengan dosis 3-4 x 1g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6
perminggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-
30 mg/dl. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak dan sebagainya
(Aspiani, 2014).DMARD (Disease Modifying Antirheumatoid Drugs)
digunakan unuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proes destruksi
akibat rheumatoid arthritis. Keputusan penggunaannya bergantung pada
pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan
setelah diagnosis rheumatoid arthritis diegakkan, atau bila respon
OAINS tidak ada. DMARD yang diberikan: (Aspiani, 2014)
a. Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalu enteric, digunakan dalam
dosis 1 x 500 mg/hari, ditinggikan 500 mg/minggu, sampai
mencapai dosis 4 x 500 mg.D-penisilamin, kurang disukai karena
bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/ hari,
kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300
mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 20-300 mg/hari.
C. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, alamat rumah.
b. Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan
sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang
tinggi.
c. Aktivitas Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
d. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung,
pasangan, dan anak-anak)
e. Pola Kebiasaaan (Virginia Handerson)
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan
pasien dapat dilakukan diantaranya dari segi:
1) Bernafas
2) Makan
Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh
mual.
3) Minum
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
4) Eliminasi BAB & BAK
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
5) Gerak aktivitas
a) Kemampuan  ADL :
(1) Kemampuan untuk makan
(2) Kemampuan untuk mandi
(3) Kemampuan untuk toileting               
(4) Kemampuan untuk berpakaian           
(5) Kemampuan untuk instrumentalia
b) Kemampuan mobilisasi:
6) Istirahat tidur
7) Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam
rentang normal yaitu 36o C -  37° C.
8) Kebersihan diri
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami
masalah/ keluhan kebersihan diri.
9) Rasa nyaman
10) Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas
dengan raut wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi
atau hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi
tentang penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh
perawat atau dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai
hiburan atau berkumpul bersama keluarga.
14) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
a) Status Kesehatan Saat Ini
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : TTV, BB/TB
2) Keadaan Umum  : lemah
3) Kepala dan leher
Meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut,
warna rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan
kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata, konjungtiva
dan sclera,pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola
mata, cuping hidung,lubang hidung, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran,keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan
lidah, tiroid, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
4) Dada
a) Payudara
Meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla
mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola
mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada putting
susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran
kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan
pengkajian nyeri tekan).
b) Thoraks
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola
nafas), palpasi (penilaian vocal premitus), perkusi (menilai
bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan auskultasi
(peniaian suara nafas dan adanya suara nafas tambahan).
c) Jantung
Meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya
pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-
batas jantung untuk mengetahui ukuran jantung),
auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi jantung
tambahan, ada atau tidak bising/murmur)
5) Abdomen
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk
abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna
kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi
(terdapat nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa,
pembesaran hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara
abdomen serta pemeriksaan asites)
6) Genital
Meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum
terdapat kelainan atau tidak.
7) Muskuluskeletal
Meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas,
kesimetrisan cara berjalan.
8) Integumen
Meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur
kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi
atau tidak.
9) Neurologis
Meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan
saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan reflex
Pengkajian tambahan lainnya selain pengkajian pokok di atas adalah
pengkajian fungsional sebagai berikut :
a. Indeks Katz
Pada pasien lansia akan mengalami ketergantungan terhadap
Activity Daily Living karena pasien akan disetrasi berbagi macam
komplikasi yang dapat menghambat pasien dalam memenuhi ADL
seperti pusing saat melakukan aktifitas yang ringan, kelemahan,
dan intoleransi aktifitas.
b. Barthel Indeks
Barthel Indeks hamper sama dengan pengkajian Indeks Katz yang
membedakan adalah penilaian dari setiap aitem untuk mengetahui
tingkat kemandirian pasien lansia dalam pemenuhan ADL. pada
pasien lansia akan mengalami ketergantungan terhadap Activity
Daily Living karena pasien akan disetrasi berbagi macam
komplikasi yang dapat menghambat pasien dalam memenuhi ADL
seperti pusing saat melakukan aktifitas yang ringan, dan intoleransi
aktifitas.

c. SPMSQ (Short Protable Mental Questioner)


Pengkajian fungsi mental pada pasien lansia cendrung tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan
intelektual lansia. Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau
dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan
telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien
terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa
kondisinya seperti ini meski segala hal yang telah dilarang telah
dihindari.
d. MMSE (Mini Status Exam)
Merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan seseorang dalam berfir atau menguji aspek
aspek kognitif apakah ada perbaikan atau semakin memburuk.
e. Pengkajian status emosional
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
f. GDS (Geriatric Depression Scale)
Gangguan depresi pada orang lanjut usia memiliki prevelansi yang
bervariasi, baik di rumah sakit maupun panti jompo. Depresi
sendiri terkait dengan tingginya prevelansi dan risiko gangguan
disabilitas. Lebih lanjut diketahui bahawa outcome penyakit seperti
penyakit jantung, stroke, parkinson, akan menjadi lebih buruk
apabila terkait dengan adanya depresi. Depresi juga terkait dengan
peningkatan penggunaan pelayanan medis.. Gejalanya konsep diri
pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri
jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran,
dan percaya diri.
g. Skala Morse
Pasien lansia biasanya sangat beresiko jatuh dari tempat tidur
maupun ke kamar mandi.
h. TUG (The Time Up And Go)
Mengethui bagaimana kemampuan lansia dalam beraktifitas seperi
duduk dikursi, jalan lebih kurang 3 – 10 meter.
i. Apgar Keluarga
Pasien sangat memerlukan dukungan dari kelouarga agar semangat
menjalani pengebatan medis pasien.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
( D.0077)
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan integritas
struktur tulang, penurunan kekuatan otot, kontraktur, Gangguan
Muskuloskletal, Gangguan Neuromuskuler.( D 0054)
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan
Muskuloskletal, gangguan neurumuskuler, kelemahan.( D. 0109)
4. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi
informasi.(D.0111)
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.(D.0083)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri b/d Setelah dilakukan Observasi :
agen cedera tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
biologis, keperawatan selama …. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
distensi diharapkan nyeri pada 2. Identifikasi skala nyeri
jaringan oleh pasien berkurang atau 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
akumulasi menurun dengan kriteria 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
cairan, hasil: memperingan nyeri
destruksi a. Keluhan nyeri menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
sendi b. Meringis menurun tentang nyeri
c. Sikap protektif menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
d. Gelisah menurun respon nyeri
e. Kesulitan tidur menurun
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
f. Menarik diri menurun
g. Berfokus pada diri hidup.
sendiri menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
h. Diaforesis menurun yang sudah diberikan.
i. Frekuensi nadi 9. Monitor efek samping penggunaan
membaik analgetik
j. Pola nafas membaik Terapeutik
k. Tekanan darah 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri kompres rebusan
l. Prilaku membaik jahe
2. kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
4. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. jelaskan strategi meredakan nyeri
3. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Observasi :
mobilitas fisik tindakan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
b/d deformitas keperawatan selama …. fisik lainnya
skeletal, Diharapkan mobilitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
nyeri, fisik pasien meningkat ambulasi
ketidaknyama dengan kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
nan, 1) Pergerakan darah sebelum memulai ambulasi
penurunan extremitas 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
.kekuatan otot meningkat ambulasi
2) Kekuatan otot Terapeutik :
meningkat 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
3) Rentang gerak bantu
meningkat 2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
4) Nyeri menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
5) Kecemasan menurun dalam meningkatkan ambulasi
6) Gerakan tidak Edukasi :
terkoordinasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
menurun 2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
7) Gerakan terbatas 3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
menurun dilakukan
8) Kelemahan fisik
menurun

3 Defisit Setelah diberikan Dukungan perawatan diri


perawatan diri asuhan keperawatan Observasi
berhubungan selama ….x….. jam, 1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
dengan klien mampu merawat diri sesuai usia.
gangguan diri dengan kriteria 2) Monitor tingkat kemandirian
muskuloskleta hasil: 3) Identifikasi kebutuhan alat bantu
l, gangguan 1) Kemampuan mandi kebersihan diri, berpakaian,berhias, dan
neurumuskule meningkat makan.
r, kelemahan. 2) Kemampuan Terapeutik
mengenakan pakaian 1) Sediakan lingkungan yang terapeutik
meningkat ( misal suasana hangat, rileks, privasi)
3) Kemampuan makan 2) Siapkan keperluan pribadi( parpum, sikat
meningkat gigi, sabun mandi).
4) Kemampuan ke 3) Dampingi dalam melakukan perawatan
toilet ( BAK/BAB) diri sampai mandiri.
meningkat 4) Fasilitasi untuk menerima keadaan
5) Verbalisasi ketergantungan.
keinginan Edukasi
melakukan 1) Anjurkan melakukan perawatan diri sesuai
perawatan diri kemampuan secara konsisten
meningkat
6) Minat melakukan
perawatan diri
meningkat.
4. Defisit Setelah dilakukan Edukasi kesehatan
pengetahuan asuhan keperawatan Observasi
(kebutuhan selama ...x...jam 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
belajar) diharapkan klien menerima informasi’
mengenai menunjukkan 2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
penyakit, peningkatan meningkatkan dan menurunkan motivasi
prognosis dan pengetahuan mengenai perilaku hidup bersi dan sehat.
kebutuhan penyakitnya, dengan Terapeutik
perawatan dan kriteria hasil : 1) Sediakan materi dan media pendidikan
pengobatan 1)Perilaku sesuai kesehatan
berhubungan anjuran, mengatakan 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
dengan minat untuk belajar kesepakatan
kurangnya meningkat 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
pemahaman/ 2)Kemampuan Edukasi
mengingat menjelaskan tentang 1) Jelaskan faktor risiko yang dapat
kesalahan prosedur tindakan mempengaruhi kesehatan
interpretasi yang akan dijalani 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
informasi. meningkat
3)Menjalankan semua
program pengobatan
4)Tidak bertanya lagi
tentang penyakitnya
6. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
citra tubuh asuhan keperawatan 1) Identifikasi harapan citra tubuh
berhubungan selama ...x...jam berdasarkan tahap perkembangan
dengan diharapkan klien 2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin,
deformitas mampu melakukan dan umur terkait citra tubuh
sendi, adaptasi terhadap 3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang
perubahan perubahan citra tubuh mengakibatkan isolasi sosial
bentuk tubuh yang dialami klien, 4) Monitoring frekuensi pernyataan kritik
pada sendi dengan kriteria hasil : terhadap diri sendiri
dan tulang 1) Kemauan tuntuk Terapeutik
melihat dan 1) Diskusikan perubahan tubuh dan
menyentuh bagian fungsinya
tubuh yang sakit 2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik
membaik terhadap harga diri
2) Verbalisasi tentang 3) Diskusikan cara mengembangkan harapan
kekacatan dan citra tubuh secara realitis
kehilangan bagian Edukasi
tubuh membaik 1) Jelaskan kepada keluarga tentang
3) Verbalisasi perasaan perawatan perubahan citra tubuh
negatif dan 2) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri
kekhawatiran pada terhadap citra tubuh
perubahan bagian 3) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
tubuh menurun 4) Latih peningkatan penampilan diri
4) Respon nonverbal 5) Latih pengungkapan kemampuan diri
pada perubahan kepada orang lain.
tubuh membaik
5) Hubungan sosial
membaik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat
menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi,
penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman dan keselamatan klien.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses


Keperawatan), Yayasan Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran,
Bandung, 1996
Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih
Bahasa Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.
Price, S.A. R. Wilson CL (1991), Pathophisiology Clinical Concept of Disease
Process, Alih Bahasa Adji Dharma (1995), Patofisiologi Konsep Klinik
Proses-Proses Penyakit, Jakarta, EGC.
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut, Jakarta, Balai Penerbit FK Universitas Indonesia.
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit
FKUI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi dan kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi 1 Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny MM DENGAN


DIAGNOSA MEDIS RHEUMATOID ARTHRITIS
DI BANJAR DENJALAN BATUBULAN SUKAWATI

I. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS/DATA BIOGRAFIS KLIEN
Nama :Ny MM
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 62 Tahun
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat rumah : Banjar Denjalan Batubulan Sukawati
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh nyeri pada lutut kanan
C. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
Klien mengatakan sakit dan bengkak pada lutut kanan mulai timbul sejak 3
hari yang lalu setelah melakukan aktivitas berlebih, nyeri seperti ditusuk-
tusuk,skala nyeri 5 (0-10), nyeri hilang timbul, memberat bila jalan dan
hilang saat beristirahat, klien mengatakan sudah berobat ke puskesmas dan
sudah minum obat.
D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Klien mengatakan mengalami keluhan sakit pada lutut kanan sejak 3 tahun
yang lalu, klien rutin kontrol ke puskesmas di katakan menderita rematik (
Rhemautoid Arthritis), riwayat hipertensi, DM, kelainan jantung tidak ada.
E. GENOGRAM

sakit
KG MM

KJ AP

Keterangan ;

= Laki-laki

= Perempuan
= Tinggal Serumah

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Klien mengatakan anggota keluarga yang lain tidak ada yang mengalami
keluhan seperti dirinya, riwayat penyakit hipertensi ada yaitu suami klien
mengalami hipertensi sejak 5 tahun yang lalu rutin kontrol ke puskesmas.
G. RIWAYAT PEKERJAAN
Klien mengatakan sebelum sakit klien bekerja sebagai buruh serabutan
disamping menerima pesanan untuk membuat sarana upacara agama
H. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan tempat tinggal klien di adalah sebuah pedesaan yang dekat
dengan jalan raya umum, keadaan lingkungan tempat tinggal cukup
nyaman jauh dari keramaian dan memiliki tetangga yang ramah.
I. RIWAYAT REKREASI
Klien mengatakan biasa jalan-jalan ke pantai dengan suami dan cucu
sambil mengubur kaki dengan pasir di pantai untuk mengurangi rasa sakit
pada kaki.
J. SISTEM PENDUKUNG
Klien mengatakan suami dan anak-anaknya selalu mendukung dan
memberikan semangat untuk bisa sembuh dari keluhan yang dialami klien.
K. SPIRITUAL/KULTURAL
1. Pelaksanaan ibadah :
Klien biasa sembahyang setiap hari dan saat upacara di pura
2. Keyakinan tentang kesehatan :
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya ini murni karena masalah
medis

L. PEMERIKSAAN FISIK
Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum : Baik
2. Tingkat Kesadaran :Compos Mentis
3. Tanda-tanda Vital :Tensi 110/70 MmHg, Nadi 82 x/mnt, RR 18 x/mnt
4. Tinggi Badan :152
5. Berat Badan :45
6. IMT :
7. Sistem Kardiovaskuler:
Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran jantung
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran jantung, palpasi ictus
kordis teraba pada line midclavicula ICS V sinistra
Perkusi : perkusi jantung pekak
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, tidak ada murmur
8. Sistem Pernapasan
Inspeksi : Conjungtiva kemerahan, bibir tampak lembab, bentuk
hidung simetris, tidak tampak secret pada hidung,tidak ada
suara napas tambahan (gurgling). bentuk dada simetris,
tidak terdapat retraksi dada, tidak tampak adanya
pembesaran paru.
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe pada leher, tidak adanya kelainan pada costa, tidak
adanya celah pada strenum, vokal premitus (+), ekspansi
paru simetris, tidak teraba adanya pembesaran paru, tidak
adanya nyeri tekan.
Perkusi : Suara paru sonor
Auskultasi : suara paru vesikuler pada kedua paru-paru
9. Sistem Integument
Kulit tampak agak kering dan terdapat perubahan tekstur serta tampak
adanya kerutan di beberapa bagian, terdapat beberapa bagian rambut
yang mengalami perubahan warna atau putih, kuku tampak sedikit
mengeras terutama pada bagian kaki dan juga kulit pada bagian kaki
yang menebal di beberapa bagian seperti bagian tumit . turgor kulit
tidak ditemukan adanya kelainan seperti kemerahan atau bercak-bercak
merah
10. Sistem Perkemihan
Tidak ada kelainan dalam sistem perkemihan
11. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : tidak adanya kelainan bentuk punggung atau tulang
belakang, tidak tampak adanya ruam. Bentuk tangan dan
kaki simetris antara kanan dan kiri, tidak adanya kelainan
pada pada bentuk tangan, tidak adanya clubing finger,
tidak adanya jari tabuh. Terdapat deformitas dan
pembengkakan pada daerah lutut kaki kanan, kemerahan
tidak ada, kekuatan otot 3,ada nyeri tekan,skala nyeri 5 (0-
10), nyeri dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk,
timbul saat beraktivitas dan hilang bila diistirahatkan, kaki
kiri kekuatan otot 444/444, nyeri tekan tidak
ada,deformitas tidak ada 444/444
Palpasi : tidak teraba adanya celah pada spina, tidak adanya teraba
kelainan pada vertebra posterior ataupun costa pada area
posterior, tidak teraba adanya benjolan. Akral teraba
hangat. CRT <2 detik, turgor kulit baik, tidak adanya
sianosis pada perifer.
12. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar lymphe dan pembesaran kelenjar
thyroid
13. Sistem Immun Hematologi
Tidak terdapat pembasaran kelenjar lymphe, tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
14. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Mukosa bibir lembab dan tidak pucat. Keadaan gusi dan
gigi : tidak ada perdarahan, gigi putih dan bersih, dan tidak
lengkap Bentuk abdomen simetris, tidak adanya lessi
ataupun luka bekas post operasi, spider navy (-).
Auskultas : Bising usus 18x/menit (normal), terdengar suara
timpany.
Perkusi : shifting dullnes (-)
Palpasi : Tidak adanya pembesaran hepar dan lien, ginjal teraba
simitris antara kanan kiri, tidak adanya fluid wave pada
area abdomen, tidak teraba adanya penumpukan cairan
atau asites.
15. Sistem Reproduksi
Tidak terkaji
16. Sistem Neurosensori
a. Nervus Olfaktoris/N I Klien masih mampu mengidentifikasi aroma
(bau).
b. Nervus Optikus/N II Klien mampu melihat dengan jelas tanpa alat
bantu.
c. Nervus Okulomotoris/N III,Trochlearis/N IV,Abdusen/N VI Klien
mampu mengerakan bola mata kiri dan kanan.
d. Nervus Trigeminus/N V Klien mampu untuk membedakan
panas/dingin, tajam/tumpul pada ekstremitas bawah.
e. Nervus Fasalis/N VII Klien sudah mampu mengerakan otot
wajahnya, tetapi jika berbicara cepat kata- kata klien menjadi salah
f. Nervus Vestibulocochlearis/N VIII Klien masih bisa mendengar
suara dengan baik seperti ketika kita memanggil namanya klien
menoleh kearah sumber suara/bunyi.
g. Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X Klien mampu untuk
menelan,mengunyah dan membuka mulutnya
h. Nervus Aksesorius/N XI Klien mampu menggerakkan kedua
tangannya dan kedua bahu simetris.
i. Nervus Hipoglossus/N XII Pasien mampu sepenuhnya
menggerakkan bagian lidah dijulurkan kedepan

M. PENGKAJIAN FUNGSIONAL
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi observasi kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari/ ADL (Activity Daily Living)
1. INDEKS KATZ
Skor kriteria :
Kategor Keterangan
i
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB/BAK),
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Klien termasuk dalam kategori indeks katz A Kemandirian dalam hal


makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar kecil, mandi dan
berpakaian.
2. MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS
Termasuk yang manakah klien?
NO Item yang dinilai Skor Nilai
1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu 2
1= Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega, dll
2=Mandiri
2 Mandi (Bathing) 0=Tergantung dengan orang lain 1
1=Mandiri
3 Perawatan diri (Grooming) 0=Membutuhkan bantuan orang lain 1
1=Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
4 Berpakaian (Dressing) 0=Tergantung dengan orang lain 2
1= Sebagian dibantu (missal
mengancing baju)
2=Mandiri
5 Buang air kecil (Bladder) 0=Inkontinensia atau pakai kateter dan 2
tidak terkontrol
1= Kadang inkontinensia (maks
1x24jam)
2= Kontinensia (teratur untuk lebih
dari 7 hari)
6 Buang air besar (Bowel) 0=Inkontinensia (tidak teratur atau 2
perlu enema)
1= Kadang inkontinensia (sekali
seminggu)
2= Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan Toilet 0= Tergantung bantuan orang lain 2
1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal
2=Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu 3
1= Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2= Bantuan kecil (1 orang)
3=Mandiri
9 Mobilitas 0=Imobilitas (tidak mampu) 2
1=Menggunakan kursi roda
2= Berjalan dengan bantuan satu
orang
2=Mandiri (meskipun menggunakan
alat bantu seperti tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 2
1= Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2=Mandiri
Total skor 18

Hasil Interpretasi skor 18 klien termasuk dalam kategori ketergantungan ringan


dalam pemenuhan ADL sehari-hari.

N. PENGKAJIAN KOGNITIF
1. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Portable Mental Status
Questioner (SPSMQ).
Skor NO PERTANYAAN JAWABAN
- +
√ 1 Tanggal berapa hari ini? Lupa
√ 2 Hari apa sekarang? Rabu
√ 3 Apa nama tempat ini? Banjar Denjalan
√ 4 Berapa nomor telepon Anda? Banjar Denjalan
Dimana alamat anda? (tanyakan bila tidak
memiliki telepon)
√ 5 Berapa umur anda? Kurang lebih 62
tahun
√ 6 Kapan anda lahir? Lupa
√ 7 Siapa Presiden Indonesia sekarang? Tidak tau
√ 8 Siapa Presiden sebelumnya? lupa
√ 9 Siapa nama ibu anda? getri
√ 10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu seterusnya 17,14.11,9
sampai bilangan terkecil)
Jumlah 8

Klien memiliki status Kerusakan intelektual Ringan dengan kesalahan 4

2. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan Mini


Mental Status Exam (MMSE)
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimum Pasien
Orientasi
5 4 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
sekarang?) 2021 bulan september tanggal 8
musim panas
5 5 Dimana kita : (negara bagian) (wilayah) (kota),
(rumah sakit) (lantai)?Indonesia, Bali, Gianyar,
Sukawati Batubulan , denjalan
Registrasi
3 2 Sebutkan nama 3 obyek : 1 detik untuk
mengatakan masing-masing. Beri poin untuk
setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan kalkulasi
5 4 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran.
Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata”
ke belakang.
Mengingat
3 3 Mengingat untuk mengulang ketiga obyek di
atas. Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran.
Bahasa
9 9 Nama pensil dan melihat (2poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika dan atau
tetapi (1 poin)
28 Nilai total

O. PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL


NO Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah klien mengalami kesulitan tidur?  √
2 Apakah klien sering merasa gelisah? √
3 Apakah klien sering murung dan menangis sendiri? √
4 Apakah klien sering was-was atau kuatir? √

Interpretasi masalah status emosional tidak ada


P. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Klien menunjukan sikap kooperatif saat diajak berbicara,klien mengatakan
sering ikut kegiatan dibanjar seperti arisan PKK,kegiatan adat bila nyeri
pada kaki tidak kambuh.
Q. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Klien beragama hindu, biasa sembahyang setiap hari di rumah dan ke pura
bila ada upacara odalan

R. PENGKAJIAN DEPRESI
Menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS)
No ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1. Apakah Bapak/Ibu sekarang ini merasa √ 0
puas dengan kehidupannya?
2. Apakah Bapak/Ibu telah meninggalkan √ 0
banyak kegiatan atau kesenangan akhir-
akhir ini?
3. Apakah Bapak/Ibu sering merasa hampa/ √ 0
kosong di dalam hidup ini?
4. Apakah Bapak/Ibu sering merasa bosan? √ 0
5. Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai √ 0
harapan yang baik di masa depan?
6. Apakah Bapak/Ibu merasa mempunyai √ 0
pikiran jelek yang mengganggu terus
menerus?
7. Apakah Bapak/Ibu memiliki semangat √ 1
yang baik setiap saat?
8. Apakah Bapak/Ibu takut bahwa sesuatu √ 0
yang buruk akan terjadi pada anda?
9. Apakah Bapak/Ibu merasa bahagia √ 0
sebagian besar waktu?
10. Apakah Bapak/Ibu sering merasa tidak √ 0
mampu berbuat apa-apa?
11. Apakah Bapak/Ibu sering merasa resah √ 0
dan gelisah?
12. Apakah Bapak/Ibu lebih senang tinggal di √ 0
rumah daripada keluar dan mengerjakan
sesuatu?
13. Apakah Bapak/Ibu sering merasa khawatir √ 0
tentang masa depan?
14. Apakah Bapak/Ibu akhir-akhir ini sering √ 1
merasa pelupa?
15. Apakah Bapak/Ibu piker bahwa hidup √ 0
Bapak Ibu sekarang ini menyenangkan?
16. Apakah Bapak/Ibu sering merasa sedih √ 0
dan putus asa?
17. Apakah Bapak/Ibu merasa tidak berharga √ 0
akhir-akhir ini?
18. Apakah Bapak/Ibu sering merasa khawatir √ 0
tentang masa lalu?
19. Apakah Bapak/Ibu merasa hidup ini √ 0
menggembirakan?
20. Apakah sulit bagi Bapak/Ibu untuk √ 0
memulai kegiatan yang baru?
21. Apakah Bapak/Ibu merasa penuh √ 0
semangat?
22. Apakah Bapak/Ibu merasa situasi √ 0
sekarang ini tidak ada harapan?
23. Apakah Bapak/Ibu berpikir bahwa orang √ 0
lain lebih baik keadaannya daripada
Bapak/Ibu?
24. Apakah Bapak/Ibu sering marah karena √ 0
hal-hal yang sepele?
25. Apakah Bapak/Ibu sering merasa ingin √ 0
menangis?
26. Apakah Bapak/Ibu sulit berkonsentrasi? √ 0
27. Apakah Bapak/Ibu merasa senang waktu √ 0
bangun tidur di pagi hari?
28. Apakah Bapak/Ibu tidak suka berkumpul √ 0
di pertemuan sosial?
29. Apakah mudah bagi Bapak/Ibu membuat √ 0
suatu keputusan?
30. Apakah pikiran Bapak/Ibu masih tetap √ 1
mudah dalam memikirkan sesuatu seperti
dulu?
Total

Interpretasi score 3 ( tidak ada depresi)

S. APGAR Keluarga
TIDAK
N SELALU KADANG-
ITEMS PENILAIAN PERNAH
O (2) KADANG (1)
(0)
1 A : Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada keluarga
(teman-teman) saya untuk membantu

apabila saya mengalami kesulitan
(adaptasi)
2 P : Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu dan

mengungkapkan masalah dengan saya
(hubungan)
3 G : Growth
Saya puas bahwa keluarga (teman-
teman) saya menerima dan mendukung

keinginan saya untuk melakukan
aktivitas (pertumbuhan)
4 A : Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan

berespons terhadap emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai
5 R : Resolve
Saya puas dengan cara teman atau
keluarga saya dan saya menyediakan

waktu bersama-sama mengekspresikan
afek dan berespon
Jumlah 6 2

Interpretasi tidak ada disfungsi keluarga

T. INFORMASI PENUNJANG
1. Diagnosa Medis
Rhematoid Arthritis
2. Terapi Medis, Obat dan Lain-lain
Meloxikam 3x 1 Tab, Aloporinol 2x1

A. Analisa Data
No Tanggal/ Jam Data Fokus Etiologi Problem
1 Rabu, 8 DS: Agen pencedera Nyeri Akut
September - Klien mengatakan mengalami sakit
2021 dikaki bagian lutut sebelah kanan, Aktivasi sistem imunologi
nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk dan hilang timbul, nyeri Pelepasan mediator kimia
timbul bila beraktivitas berlebih dan bradikinin
hilang bila istirahat, skala nyeri
5( 0-10) Stimulus ujung saraf nyeri
DO Menyentuh serabut C
- Klien terlihat meringis saat berjalan Nyeri Akut
- Terdapat deformitas dan bengkak
pada lutut kanan
- Tensi 130/80 mmhg, Nadi 88x/mnt,
Respirasi 18x/mnt
2 Rabu, 8 DS: Inflamasi membran Gangguan
September -Klien mengatakan bila sakit pada sinovial Mobilitas
2021 lutut kaki kanan timbul kadang Penebalan membran Fisik
sampai mengganggu aktivitas synovial
sehari hari karena nyeri saat
berjalan. Menghambat nutrisi pada
DO: kartilago
Kerusakan kartilago dan
- Kaki kanan susah untuk tulang
difleksikan kekuatan otot 3 Tendon dan ligament
- Hasil pemeriksaaan Modifikasi melemah
Dari Barthel IndeksIntrepretasi Kekuatan otot ↓
hasil : 18 ( ketergantungan ringan ) Ganguan Mobilitas Fisik

3 Rabu, 8 DS: Proses penuaan Defisit


September - Klien menanyakan mengapa Pengetahuan
2021 kakinya sakit dan Penurunan daya ingat
- Klien mengatakan bila sakit nya
datang dan terkadang mengusap- Informasi mudah
usap bagian yang sakit atau dilupakan
beristirahat
Defisit pengetahuan
DO:
- Klien terlihat kadang kadang
mengusap lututnya dan meringis
- Identifikasi tingkat intelektual
dengan  Short Protable Mental
Status Questioner (SPMSQ
Intrepretasi hasil : Kesalahan 4
( Kerusakan Intelektual Ringan )
II. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional TTD


1 Nyeri Kronis Luaran Utama : Tingkat Manajemen Nyeri 1. lokasi dan karasteristik nyeri
berhubungan Nyeri Observasi dapat digunakan untuk
dengan Luaran Tambahan : a. Identifikasi lokasi, karasteristik, mengidentifikasi tingkat nyeri
kondisi Status Kenyamanan durasai dan kualitas yang dirasakan dan keberhasilan
muskuloskletal Setelah diberikan askep b. Identifikasi respon non verbal dari intervensi yang dilakukan
kronis sebanyak 2 kali selama 30 Terpiutik 2. mengetahui tingkat nyeri klien
menit diharapkan skala c. Pantau TTV pasien. 3. nyeri dapat meningkatkan TTV
nyeri berkurang dengan d. Berikan posisi nyaman waktu sebagai respon tuubuh akan
kriteria hasil : tidur/duduk meningkatnya metabolisme
a. Skala nyeri berkurang e. Berikan kompres hangat jahe karena adanya nyeri
b. Pasien dapat beristirahat f. Berikan massage yang lembut 4. perasaan nyaman dapat
c. Ekspresi meringis (-) g. Pantau penggunaan bantal, bebat meningkatkan relaksasi pada
d. Keluhan sulit Kolaboratif klien sehingga mengurangi nyeri
tidurberkurang h. Kolaboratif pemberian analgetik 5. Komponen utama pada jahe
e. Merintih berkurang i. Kolaboratif intervensi operatif yaitu adalah senyawa gingerol.
Pada suhu tertentu, gingerol
akan berubah menjadi shogaol
yang memiliki efek panas dan
pedas. Efek panas dan pedas
inilah yang dapat meredakan
nyeri, kaku, dan spasme otot
pada penderita Rheumatoid
Arthritis.
6. Massage dapat memberikan
perasaan nyaman dan sebagai
blok saraf yang merangsang rasa
nyeri
7. Mengurangi mobilitas sendi
8. Mengurangi nyeri
9. Memperbaiki peradangan sendi

2 Gangguan Luaran Utama : Dukungan Mobilisasi 1. mengetahui tingkat nyeri dan


Mobilitas Mobilitas Fisik Observasi perkembangan klien sebagai akibat
Fisik Setelah diberikan askep 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan pemberian intervensi
berhubungan sebanyak 3 kali kunjungan fisik lainnya 2. mengetahui kemampuan ROM
dengan selama 20 menit 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan klien
kekakuan diharapkan mobilitas fisik pergerakan 3. menghindari kelelahan akibat
sendi pasien meningkat dengan 3. Monitor kondisi umum selama dari latihan
kriteria hasil: melakukan mobilisasi 4. mengurangi mobilitas sendi
a. Pergerakan ektremitas Terapeutik 5. membantu klien mengimobilisasi
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan sendi
b. ROM meningkat alat bantu (misalnya tongkat) 6. meningkatkan kepercayaan diri
c. Kekuatan otot meningkat 5. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika klien dan memberikan dukungan
a. Nyeri menurun perlu 7. Mengompres juga merupakan
b. Kaku sendi menurun Edukasi salah satu cara untuk mengurangi
6. Informasikan kepada keluarga untuk nyeri. Pemberian kompres dingin
memberi dukungan kepada klien. maupun hangat dapat digunakan
7. Berikan terapi komplementer untuk mengurangi nyeri dan
 Pemberian boreh jahe pada sendi peradangan nyeri. Pemberian
yang sakit. kompres seperti kompres air
 Kompres hangat pada sendi yang hangat, kompres hangat
kaku menggunakan jahe, maupun
kompres jahe dapat membantu
mengurangi nyeri sendi
3 Defisit Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan 1. agar materi lebih mudah diterima
pengetahuan keperawatan sebanyak 3 Observasi klien bila klien dalam keadaaan
berhubungan kali kunjungan selama 20 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan tenang dan baik tidak terpengaruh
dengan kurang menit diharapkan klien menerima informasi pikiran apapun
mampu dapat memahami Terapiutik 2. memberikan informasu tentang
mengingat penatalaksanaan nyeri yang 2. Gambarkan proses penyakit, dengan cara keadaan klien sesungguhnya
sering timbul dengan yang tepat. 3. menggunakan gaya bahasa dan
kriteria hasil: 3. Sediakan informasi pada pasien tentang cara yang baik agar klien lansia
a. Klien menyatakan kondisi, dengan cara yang tepat lebih mudah mengingatnya
pemahaman tentang 4.Diskusikan perubahan gaya hidup yang 4. makanan , kegiatan, keadaan apa
penyakit, kondisi dan cara mungkin diperlukan untuk mencegah yang dapat membuat klien
mengatasi nyerinya komplikasi di masa yang akan datang dan memperparah penyakit klien
b. klien mampu atau proses pengontrolan penyakit. 5. membantu klien mengetahui
menjelaskan kembali apa 5. Instruksikan pasien mengenai tanda dan kapan klien memerlukan bantuan
yang dijelaskan perawat / gejala untuk melaporkan pada pemberi profesional
tim kesehatanlainnya perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat.

III. Implementasi Keperawatan

No Tgl/Ja No Implementasi Respon Klien Nama /


m DX TTD
1 8 1,2,3, 1. mengidentifikasi lokasi, karasteristik, durasai S:
Septem dan kualitas - Klien mengatakan mengalami sakit dikaki bagian
ber 2. mengidentifikasi toleransi fisik melakukan lutut sebelah kanan
2021 pergerakan - Menurut klien ia merasakan kaki bagian lututnya
jam 3.mengidentifikasi faktor resiko jatuh dan sering terasa sakit sejak 2 atau 3 tahun yang lalu.
17.00 hitung resiko jatuh - Skala nyeri 5
4. mengidentifikasi respon non verbal
5. melakukan pematauan TTV pasien O:
6.Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan - klien terlihat meringis dan gelisah
menerima informasi - Sh: 36,5 ºc, N : 72 x/ mt T 130/80 mmhg, RR : 18
x/mt
- Kekuatan otot 3 pada kaki kanan
- Kaki kiri tidak dapat melakukan fleksi
- Kerusakan intelektual ringan

2 9 1,2 1.memberikan posisi nyaman waktu S:


Septem tidur/duduk - klien mengatakan merasakan hangat saat diberikan
ber 2.memberikan kompres hangat jahe Berikan kompres jahe dan merasa nyaman nyeri yang
2021 terapi komplementer dirasakan tidak terlalu menusuk-tusuk
jam 3.mengidentifikasi lokasi, karasteristik, durasai - skala nyeri 5
17.00 dan kualitas
4.memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat O:
bantu (misalnya tongkat - klien dibantu untuk duduk dengan nyaman dan
5.melakukan monitor kondisi umum selama melakukan immobilisasi pada daerah lutut
melakukan mobilisasi - kompres jahe di daerah lutut kiri sebanyak 20 gr
jahe selama 20 menit
- klien terlihat belajar melakukan fleksi pada
daerah lutut tetapi masih terasa nyeri jadi tidak
bisa dilakukan
9 3 1. Memberi gambaran proses penyakit, dengan S:
Septem cara yang tepat. - klien mengatakan jadi di bagian lutut saya ini
ber 2. menyediakan informasi pada pasien tentang bengkak sehingga menjadi sakit dan susah
2021 kondisi, dengan cara yang tepat digerakkan
jam 3. melakukan diskusikan perubahan gaya hidup - menurut klien ia akan berusaha menghindarkan
17.00 yang mungkin diperlukan untuk mencegah makanan yang dapat menyebabkan lututnya sakit
komplikasi di masa yang akan datang dan dan berusaha belajar pelan-pelan latihan berjalan
atau proses pengontrolan penyakit
O:
- klien terllihat memperhatikan dan mengangguk
mengerti serta bertanya ulang
3 10 1,2 1. melakukan pemantauan TTV pasien S:
Septem 2. memberikan posisi nyaman waktu - klien mengatakan senang memberikan kompres
ber tidur/duduk jahe di lututnya
2021 3.memberikan kompres hangat jahe Berikan - skala nyeri 5
Jam terapi komplementer
16.00 4.mengidentifikasi lokasi, karasteristik, durasai O:
dan kualitas - Sh: 36,2 ºc, N : 72 x/ mt T 138/90 mmhg, RR : 24
5.memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat x/mt
bantu (misalnya tongkat - klien dibantu untuk duduk dengan nyaman
6.melakukan monitor kondisi umum selama - Kekuatan otot kaki kiri 3, kaki kanan 4
melakukan mobilisasi - kompres jahe di daerah lutut kiri sebanyak 20 gr
7.melakukan tindakan pemberian analgetik jahe selama 20 menit
- klien terlihat belajar melakukan fleksi pada
daerah lutut tetapi masih terasa nyeri tetapi klien
tidak terlihat terlalu meringis
IV. Evaluasi

No Tanggal/ Jam No DX Evaluasi TTD


1 11 September 1 S:
2021 - Klien mengatakan senang memberikan kompres jahe di
Jam 16.00 lututnya, nyeri sudah berkurang
- skala nyeri 3(0-10)
O:
- klien tampak lebih tenang
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
2 5 Agustus 2021 2 S: -
Jam 15.00 O:
- klien dibantu untuk duduk dengan nyaman
- Kekuatan otot kaki kanan 3, kaki kiri 4
- klien terlihat belajar melakukan fleksi pada daerah lutut
tetapi masih terasa nyeri
- Kemerahan pada lutut tidak ada
A: Masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1,3,5,7

4 11 september 4 S:
2021 - menurut klien ia akan berusaha menghindarkan makanan
Jam 18.00
yang dapat menyebabkan lututnya sakit
- klien mengatakan bahwa ia sekarang mengerti mengapa
lututnya sering merasa sakit tetapi ia lupa kenapa bisa lebih
sakit saat dingin
O:
- klien terllihat memperhatikan dan mengangguk mengerti serta
bertanya ulang
- klien hanya dapat mengulang sebagian dari informasi tentang
penyakitnya yaitu penyebab dan apa yang perlu dihindari. Klien
belum dapat mengulang tentang faktor resiko dan komplikasi
serta mengapa terasa lebih sakit ketika dingin
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi no 4

Anda mungkin juga menyukai