Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE

PENINGKATAN KAPASITAS STRATEGIS TENAGA KESEHATAN


ORIENTASI SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL (SHK)
TAHUN ANGGARAN 2022

Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan


Menu Kegiatan : Bantuan Operasional Kesehatan Kab./Kota
Rincian Menu Kegiatan : Peningkatan Kapasitas Strategis Tenaga Kesehatan
Komponen : Orientasi Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Target 2022 :
Sasaran Kegiatan : Bayi Baru Lahir
Satuan Output : Persalinan di Fasilitas Kesehatan (Pf)

A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
b. Undang Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
c. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
d. Peraturan Menteri Kesehatan No.64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
f. Peraturan Menteri Kesehatan No 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Masa
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi dan
Pelayanan Kesehatan Seksual
g. Permenkes No 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial
h. Permenkes No. 78 Tahun 2014 tentang Skrinning Hipotiroid Kongenital
i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/SK/III/2004
tentang Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

2. Gambaran Umum
a. Definisi Operasional Output
Provinsi / Kab./ kota yang Ditingkatkan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Baru Lahir adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta dalam rangka
percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Neonatal (AKN). Dengan ruang lingkup sebagaimana uraian atau definisi
operasional dari indikator kinerja kegiatan “Kabupaten/kota yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir” yaitu :
1. Seluruh Puskesmas menyelenggarakan kelas ibu hamil minimal di 50%
desa/kelurahan
2. Cakupan K4 minimal 85%
3. Seluruh Puskesmas dengan tempat tidur mampu memberikan
pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada kurun waktu
tertentu
4. Kabupaten/Kota memiliki minimal 1 RS mampu melakukan penanganan
kasus rujukan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal
5. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyelenggarakan AMP minimal 1
kali setiap 3 bulan
Upaya tersebut dapat berupa :
- Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir
- Peningkatan Manajemen Program Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Baru Lahir, termasuk monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis.
- Advokasi lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi untuk
mendukung pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
- Peningkatan peran serta masyarakat
- Pemenuhan sarana pendukung pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir

b. Latar Belakang

Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan


mengamanatkan bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas, maka pembangunan kesehatan harus dilakukan
secara bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi sehingga akan dapat
tercipta pilar yang saling menopang dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang cerdas dan memiliki daya saing baik di tingkat lokal maupun di
tingkat lobal.
Untuk mendapatkan SDM yang berkualitas, perlu persiapan dan
perencanaan sejak dini, karena tidak terlahir dengan sendirinya. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkannya adalah dengan
melakukan deteksi yang sedini mungkin pada bayi sejak dilahirkan melalui
skrining bayi baru lahir. Skrining bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah
uji yang dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari yang dapat
mendeteksi adanya gangguan atau kelainan sedini mungkin pada bayi
sehingga apabila ditemukan gangguan/kelainan dapat segera diantisipasi
sedini mungkin sebelum timbulnya gejala klinis diatas, karena makin lama
gejala makin berat.
Hambatan pertumbuhan dan perkembangan lebih nyata dimana pada umur
3–6 bulan gejala khas hipotiroid menjadi lebih jelas. Perkembangan mental
semakin terbelakang, terlambat duduk dan berdiri serta tidak mampu belajar
bicara.
Sebagian besar negara-negara di dunia melakukan secara rutin telah
menerapkan pemeriksaan/ skrining terhadap bayi baru lahir sebagai bagian
pelayanan kesehatan terhadap setiap bayi baru lahir. Di Amerika Serikat,
skrining bayi baru lahir telah menjadi standar penting program kesehatan
masyarakat dan sudah dimulai sejak 40 tahun yang lalu. Negara telah
mewajibkan melakukan skrining kepada seluruh bayi baru lahir untuk
mengetahui adanya kelainan, karena seringkali bayi baru lahir tampak normal
dan tidak terdiagnosis dan dikenali setelah timbul gejala khas dan sudah
terjadi dampak permanen.
Di Indonesia, diantara penyakit-penyakit yang bisa dideteksi dengan skrining
pada bayi baru lahir, Hipotiroid Kongenital (HK) merupakan penyakit yang
tidak jarang ditemui. Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah
deteksi dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1 bulan, namun sulit
ditegakkan secara klinis. Telaah rekam medis tahun 1995 di RS Cipto
Mangun Kusumo (RSCM) dan RS. dr. Hasan Sadikin (RSHS) terhadap 134
anak, menunjukkan bahwa lebih dari 70% penderita didiagnosis setelah umur
1 tahun dan hanya 2,3% yang didiagnosis dibawah umur 3 bulan, akibatnya
penderita mengalami gangguan pertumbuhan (cebol) dan mental terbelakang
(retardasi mental).
Sejak tahun 2003 telah dimulai kerjasama antara Kementerian Kesehatan
dengan RSHS Bandung dan RSCM Jakarta untuk melakukan uji skrining
hipotiroid kongenital. Tahun 2004 Kementerian Kesehatan melalui Direktorat
Bina Kesehatan Keluarga membiayai uji coba pemeriksaan untuk 3000 bayi.
Tahun 2005 ditindaklanjuti dengan mengembangkan pedoman pelaksanaan
skrining hipotiroid bersama-sama dengan organisasi profesi (UKK
Endokrinologi-IDAI, devisi Feto-maternal-POGI, IBI dan PDS Patkin) dan
bagian Patologi Klinik FK/RSU provinsi dalam rangka pengembangan
menjadi kebijakan nasional.
Pada tahun 2006 Kemenkes melakukan uji coba implementasi pemeriksaan
SHK pada 7000 bayi di provinsi Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur , Bali dan Sulawesi Selatan. Di akhir
tahun 2006, Kemenkes melakukan kajian Health Technology Assesment
yang merekomendasikan bahwa SHK perlu dilakukan pada semua bayi baru
lahir.
Sampai dengan tahun 2020 sudah 34 provinsi yang mengimplementasikan
SHK baik melalui dana Dekon, Jampersal, APBD, mandiri ataupun sumber
pembiayaan lainnya dengan 4 RS sebagai laboratorium rujukan SHK yaitu
RSCM, RSHS, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo. Walaupun 34
provinsi sudah melaksanakan SHK, namun belum semua Kab/Kota
menerapkan. Berdasarkan laporan SHK provinsi, cakupan SHK tahun 2019
sebesar 2,4% dan tahun 2002 sebesar 1,9% dari jumlah bayi baru lahir.
Masih jauh dari cita-cita bahwa semua bayi baru lahir harus dilakukan
skrining.
Hal tersebut dikarenakan masih terdapat kendala dalam pelaksanaan antara
lain belum semua tenaga kesehatan terlatih untuk mengambil sampel.
Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, untuk pengembangan
dan peningkatan program SHK di Indonesia, maka perlu dilakukan kerjasama
dan kegiatan yang berkesinambungan mulai dari tingkat Pusat sampai
dengan tingkat daerah berupa Orientasi SDM dalam Skrining Hipotiroid
Kongenital sehingga dapat meningkatkan cakupan SHK.

c. Analisis Kelayakan/Manfaat
Output ini secara langsung adalah untuk indikator kinerja kegiatan
“Jumlah Kabupaten/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir” indikator kinerja kegiatan adalah untuk mendukung
pencapaian indikator RPJMN 2020 – 2024 serta percepatan penurunan AKI
dan AKN.

B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari kegiatan yang akan dilaksanakan adalah tenaga kesehatan.

C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


1. Pelaksana
Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota.
2. Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan akan dilaksanakan melalui mekanisme DAK Non Fisik
3. Penanggung jawab Kegiatan
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota.
4. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan mulai awal tahun 2022.

No Menu Kegiatan Rincian Tahapan


Menu Kegiatan (Komponen/
SubKomponen)
1 Bantuan Operasional Peningkatan Orientasi Skrining Hipotiroid
Kesehatan Kabupaten/Kota Kapasitas Strategis Kongenital (SHK)
Tenaga Kesehatan
D. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN
Pencapaian keluaran akan dicapai dalam kurun waktu sepanjang TA 2022.

E. BIAYA YANG DIPERLUKAN


Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan sebesar Rp. ……………….
dibebankan pada APBD Kab./Kota ……………. Tahun Anggaran 2022.

Kepala Dinas Kesehatan


Kab./Kota.............

Nama.
NIP.

Anda mungkin juga menyukai