Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PERCOBAAN

NO. PERCOBAAN :01


JUDUL :PENGENALAN DASAR SINYAL
MATERI KULIAH :PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL II
NAMA :SILFINA ‘AZIYYATUL AWALIYAH
KELAS :TE-4A
NIM :4.31.17.0.22
TANGGAL PERCOBAAN :13 OKTOBER 2020
PENYERAHAN LAPORAN :26 OKTOBER 2020
PENGAMPU :RIZKHA AJENG ROCHMATIKA, S.T.,M.T.
NILAI :
KETERANGAN :

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK TELEKOMUNIKASI


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2020
Modul 1
Pengenalan Dasar Sinyal

I. Tujuan Instruksional Khusus


 Mahasiswa mampu melakukan pembangkitan sinyal waktu kontinyu, sinyal
waktu diskrit, dan memahami persamaan dan perbedaan keduanya
 Mahasiswa mampu memahami sifat-sifat dasar dasi sebuah sinyal berkaitan
dengan ciri statistic yang dimiliknya.

II. Gambaran Sekilas Kegiatan Praktikum


Sebuah sinyal adalah suatu gambaran bagaimana satu parameter tergantung
pada parameter yang lain. Sebagai contoh, sebagian besar tipe dari sinyal
alektronik dalam bentuk analog disajikan dalam bentuk tegangan yang nilainya
bervariasi terhadap perubahan waktu. Ketika kedua parameter ini dapat
diasumsikan memiliki nilai-nilai kontinyu, maka dapat dikatakan bahwa ini adalah
suatu sinyal waktu kontinyu. Sementara pada proses pengamatan sinyal waktu
diskrit, salah satu sumbu (pada umumnya sumbu-x), akan memiliki jarak tertentu
antar waktunya, untuk menampilkan nilai- nilai pada sumbu-y. Misalnya dalam hal
ini nilai-nilai tegangan hasil proses sampling, yang memiliki jarak antar sampel
1/8000 detik. Penempatan parameter pada kedua sumbu biasanya tidak salig
dipertukarkan, dan cenderung memiliki kesamaan, misalnya sumbu-x menandai
waktu, sumbu-y menandai tegangan atau parameter lain.
Pada bagian ini siswa akan dipandu oleh soerang dosen pengampu untuk
melakukan proses pembangkitan sinyal-sinyal dasar seperti impulse, fungsi ramp,
fungsi eksponensial, dsb. Proses pembangkitan disajikan dalam waktu kontinyu
dan dalam waktu diskrit. Pada bagian lain juga akan dilakukan pengamatan sifat
statistic dasar pada sinyal seperti mean, var, deviasi, pengambaran histogram dan
pdf. Proses pengamatan akan dilakukan pada sinyal satu dimensi (sinyal suara,
dsb), dan pada sinyal dua dimensi (gambar).

III. Perangkat Pendukung Kegiatan Praktikum


• PC/Laptop yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card,
microphone, speaker aktif, atau headset)
• Sistem Operasi Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi
dengan tool box DSP

IV. Kegiatan Praktikum Pengenalan Dasar Sinyal


3.1. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu
A. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Sinusoida
Disini kita mencoba membangkitkan sinyal sinusoida untuk itu coba anda
buat program seperti berikut:
Fs=100; t=(1:100)/Fs;
s1=sin(2*pi*t*5); plot(t,s1)

Sinyal yang terbangkit adalah sebuah sinus dengan amplitudo Amp = 1, frekuensi f
= 5Hz dan fase awal θ = 0.

Gambar 1.1. Tampilan sinyal sinus waktu kontinyu

Diharapkan anda sudah memahami tiga parameter dasar pada sinyal sinus ini.
Untuk lebih memahami coba lanjutkan dengan langkah berikut:
1. Lakukan perubahan pada nilai s1: s1=sin(2*pi*t*10);
Dan perhatikan apa yang terjadi, kemudian ulangi untuk mengganti angka 10
dengan 15, dan 20. Perhatikan apa yang terjadi, plot hasil percobaan anda.
2. Coba anda edit kembali program anda sehingga bentuknya persis seperti pada
langkah1, kemudian lanjutkan dengan melakukan perubahan pada nilai
amplitudo, sehingga bentuk perintah pada s1 menjadi:
s1=5*sin(2*pi*t*5);

Coba perhatikan apa yang terjadi? Lanjutkan dengan merubah nilai amplitudo
menjadi 10, 15 dan 20. Apa pengaruh perubahan amplitudo pada bentuk sinyal
sinus?

3. Kembalikan program anda sehingga menjadi seperti pada langkah pertama.


Sekarang coba anda lakukan sedikit perubahan sehingga perintah pada s1
menjadi:
s1=2*sin(2*pi*t*5 + pi/2);

Coba anda perhatikan, apa yang terjadi? Apa yang baru saja anda lakukan

adalah merubah nilai fase awal sebuah sinyal dalam hal ini nilai θ = π/ 2 = 90 o.
Sekarang lanjutkan langkah anda dengan

merubah nilai fase awal menjadi 45 o, 120o, 180o, dan 270o. Amati bentuk sinyal
sinus terbangkit, dan catat hasilnya. Plot semua gambar dalam satu figure dengan
perintah subplot.

B. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Persegi


Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal persegi dengan karakteristik
frekuensi dan amplitudo yang sama dengan sinyal sinus. Untuk melakukannya ikuti
langkah berikut ini:
1. Buat sebuah m file baru kemudian buat program seperti berikut ini. Fs=100;
t=(1:100)/Fs;

s1=SQUARE(2*pi*5*t); plot(t,s1,'linewidth',2) axis([0 1 -1.2 1.2])


2. Coba anda lakukan satu perubahan dalam hal ini nilai frekuensinya anda rubah
menjadi 10 Hz, 15 Hz, dan 20 Hz. Apa yang anda dapatkan? Plot semua
gambar dalam satu figure dengan perintah subplot.
3. Kembalikan bentuk program menjadi seperti pada langkah pertama, Sekarang
coba anda rubah

nilai fase awal menjadi menjadi 45 o, 120o, 180o, dan 225o. Amati dan catat
apa yang terjadi dengan sinyal persegi hasil pembangkitan. Plot semua gambar
dalam satu figure dengan perintah subplot.

C. Pembangkitan Sinyal Dengan memanfaatkan file *.wav


Kita mulai bermain dengan file *.wav. Dalam hal ini kita lakukan
pemanggilan sinyal audio yang ada dalam hardisk kita. Langkah yang kita lakukan
adalah seperti berikut :
1. Anda buat m file baru, kemudian buat program seperti berikut :
y1=wavread('namafile.wav');
Fs=10000;

wavplay(y1,Fs,'async') % Memainkan audio sinyal asli

2. Cobalah untuk menampilkan file audio yang telah anda panggil dalam bentuk
grafik sebagai fungsi waktu. Perhatikan bentuk tampilan yang anda lihat. Apa
yang anda catat dari hasil yang telah anda
dapatkan tsb?
D.Pembangkitan Sinyal Kontinyu Fungsi Ramp
Sebagai langkah awal kita mulai dengan membangkitkan sebuah fungsi ramp.
Sesuai dengan namanya, fungsi ramp berarti adalah tanjakan seperti yang telah
ditulis pada persamaan (3). Untuk itu anda ikuti langkah berikut ini. Buat program
baru dan anda ketikkan perintah seperti berikut:
%Pembangkitan Fungsi Ramp y(1:40)=1; x(1:50)=[1:0.1:5.9]; x(51:100)=5.9;
t1=[-39:1:0];

t=[0:1:99];

plot(t1,y,'b',t,x,'linewidt',4)

title('Fungsi Ramp')

xlabel('Waktu (s)')

ylabel('Amplitudo')

3.2. Pembangkitan Sinyal waktu Diskrit


A. Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen Step
Disini akan kita lakukan pembangkitan sinyal waktu diskrit. Sebagai langkah
awal kita mulai dengan membangkitkan sebuah sekuen unit step. Sesuai dengan
namanya, unit step berarti nilainya adalah satu satuan. Untuk itu anda ikuti langkah
berikut ini.
1. Buat program baru dan anda ketikkan perintah seperti berikut:

%File Name: sd_1.m

%Pembangkitan Sekuen Step L=input('Panjang Gelombang (=40) =' )


P=input('Panjang Sekuen (=5) =' )
for n=1:L if (n>=P)
step(n)=0;
end end x=1:L;
stem(x,step)

Berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan.

2. Anda ulangi langkah pertama dengan cara me-run program anda dan masukan
nilai untuk panjang gelombang dan panjang sekuen yang berbeda-beda yaitu
L=40, P= 15 ; L=40, P=25 ; L=40, P=35. Plot hasil percobaan anda pada salah
satu figure, dan catat apa yang terjadi?

B. Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen Pulsa


Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal waktu diskrit berbentuk sekuen
pulsa, untuk itu ikuti langkah berikut ini
1. Buat program baru dengan perintah berikut ini.

%File Name: Sd_2.m

%Pembangkitan Sekuen Pulsa L=input('Panjang Gelombang (=40) =' )


P=input('Posisi Pulsa (=5) =' )
for n=1:L

if (n==P) step(n)=1;
else

step(n)=0; end
end x=1:L;
stem(x,step) axis([0 L -.1 1.2])
Berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan.

2. Jalankan program diatas berulang-ulang dengan catatan nilai L dan P dirubah-


ubah sebagai berikut L=40, P= 15 ; L=40, P=25 ; L=40, P=35, perhatikan apa
yang terjadi? Catat apa yang anda lihat.

C. Pembentukan Sinyal Sinus waktu Diskrit


Pada bagian ini kita akan dicoba untuk membuat sebuah sinyal sinus diskrit.
Secara umum sifat dasarnya memiliki kemiripan dengan sinus waktu kontinyu.
Untuk itu ikuti langkah berikut
1. Buat program baru dengan perintah seperti berikut.

%File Name: Sd_4.m

Fs=20;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi

s1=sin(2*pi*t*2);
stem(t,s1)

axis([0 1 -1.2 1.2])

2. Lakukan perubahan pada nilai Fs, sehingga bernilai 40, 60 dan 80. Plot hasil
percobaan anda pada satu figure, dan catat apa yang terjadi.

Gambar 1.2. Sinyal sinus waktu diskrit

D. Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen konstan


Disini akan kita bangkitkan sebuah sinyal waktu diskrit berbentuk sekuen
pulsa, untuk itu ikuti langkah berikut ini
1. Buat program baru dengan perintah berikut ini.

%File Name: Sd_4.m

%Pembangkitan Sekuen Konstan

L=input('Panjang Gelombang (=20) =' )

sekuen(1:L)=1; % Besar Amlitudo

stem(sekuen)
xlabel(‘Jumlah Sekuen (n)’)
ylabel(‘Amplitudo sekuen’)
title(‘Sinyal Sekuen Konstan’)
Berikan penjelasan pada gambar yang dihasilkan.

3.3. Pengamatan Sifat Statistik Dasar Suatu Sinyal


A. Pengamatan nilai Mean, Var, Deviasi

1. Tampilkan sebuah sinyal noise yang memiliki nilai rerata sekitar 0 dan
variansnya adalah mendekati 1.
x=randn(1,1000); figure(1); plot(x);
mean(x) var(x)
2. Coba anda lakukan hal yang hampir sama, dalam hal ini anda tetapkan nilai
mean adalah 5, dan varians sinyal terbangkit adalah 0.1.

Gambar 1.3. Tampilan nilai acak dengan mean = 5 dan varians = 0.1.

3. Amati seperti apa gambar yang dihasilkan, dan coba anda jelaskan apa
pengaruh nilai-nilai mean dan variant pada tampilan sinyal anda.
4. Coba anda lakukan perekaman suara, atau anda melakukan pemanggilan
sebuah file suara. Anda tampilkan dalam bentuk grafik, yang dalam hal ini
sumbu x mewakili sekuen indek sampel, dan sumbu y mewakili nilai-nilai
sampel suara. Anda amati tampilan gambar yang dihsailkan, dan anda hitung
nilai mean dan variansnya.

B. Penyajian Sinyal Sinus Bernoise


1. Anda bangkitkan sebuah sinyal sinusoida dengan amplitude 1 Volt dan durasi
sekitar 1 detik. Dalam hal ini anda dapat menetapkan jumlah sampel sebanyak
12000. Anda dapat menampilkan sebagai sinyal waktu kontinyu atau sinyal
waktu diskrit.
t=1:12000;T=12000;

y=sin(2*pi*2.5*t/T); figure(1);plot(t/T,y) axis([0 1 -1.5 1.5])


2. Anda tambahkan sebuah noise Gaussian dengan nilai varians yang relative
kecil, misal 0.05.

3. Naikkan level sinyal sinus tersebut dengan menambahkan sinyal DC sebesar 5


Volt.

4. Jika anda melakukan perubahan pada nilai varians noise, misalnya menjadi 0.1,
kira-kira bagaimana tampilan sinyal yang dihasilkan? Demikian halnya jika
anda melakukan perubahan pada level DC menjadi 2.5 Volt, apa pengaruhnya
pada tampilan sinyal tersebut?
Coba anda cari nilai mean dari sinyal yang dihasilkan setelah langkah ke 3 dan
4.

3.4. Penyusunan Histogram dan Pdf


A. Histogram Sebuah Nilai Acak
1. Bangkitkan bilangan acak sebanyak 10000 dengan memanfaatkan salah satu
fungsi pembangkitan pada Matlab.
y = randn(1,10000); figure();
plot(y)

2. Buat menjadi beberapa kelompok berdasarkan rentang nilai-nilai tertentu,


(segmen-segmen).

3. Lakukan proses penghitungan frekuensi kemunculan pada segmen-segmen


tertentu

4. Tampilkan gambaran dari pola diagram batang yang menunjukkan frekuensi


kemunculannya xcenter=-4:0.25:4;
figure(); hist(y,xcenter);
5. Lakukan normalisasi nilai untuk mendapatkan gambaran probability density
function (pdf) sesuai segmen-segmen tersebut.
[y_nilai,xx]=hist(y,xcenter); figure();stem(xx,y_nilai/length(y))
B. Pengamatan Histogram dan Pdf pada Sinyal Wicara
1. Persiapkan file *.wav pada folder tempat anda membuat program Matlab

2. Manfaatkan fungsi audioread dengan frekuensi sampling sebesar 16000 Hz.

3. Gambarkan sinyal wicara, jika data tersusun dari array berukuran Nx2, maka
cukup ambil salah satu saja.
clc;clear all; Fs=16000;
[y,Fs]=audioread('file_a.wav'); y1=y(:,1);
figure(1);plot(y1)

4. Lakukan proses penghitungan histogram dan penggambaran pola distribusinya


(pdf) xcenter=-.4:.01:.4;
hist(y1,xcenter) figure(3)
[y_nilai,xx]=hist(y1,xcenter); figure(3);stem(xx,y_nilai/length(y1));

C. Pengamatan Histogram dan Pdf pada Sinyal Citra

1. Persiapkan file *.jpeg pada folder tempat anda membuat program Matlab

2. Manfaatkan fungsi imread untuk membaca file gambar, dan menampilkannya


dengan imshow. clc;clear all;close all;
I=imread('mulan.jpeg'); figure(1);imshow(I);
3. Rubah gambar ke dalam format greyscale, dan lihat tampilannya.

4. Lakukan proses pengamatan histogram pada format greyscale tersebut. Amati


frekuensi kemunculan level grey pada gambar yang anda miliki.
Ig=rgb2gray(I); figure(2);imshow(Ig); figure(3);imhist(Ig);

Gambar 1.4. Tampilan citra grey dan histogramnya

5. Lakukan ekualisasi pada histogram, dan coba amati hasilnya seperti apa
figure(4);
img_eq = histeq(Ig); imshow(img_eq); figure(5);imhist(img_eq);
Gambar 1.5. Efek ekualisasi histogram dan gambar yang dihasilkan

V.HASIL PRAKTIKUM

3.1. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu


A. Pembangkit Sinyal Waktu Kontinyu Sinusoida
1. Perubahan Frekuensi
Fs=100; 1

t=(1:100)/Fs; 0.8

s1=sin(2*pi*t*5); 0.6

plot(t,s1) 0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Fs=100; 1
sin(2*pi*t*10)

t=(1:100)/Fs; 0.8

s1=sin(2*pi*t*10); 0.6

plot(t,s1,'r'); 0.4

hold on; 0.2

title('sin(2*pi*t*10)');
Amplitudo Sinyal

xlabel('Sumbu Waktu'); -0.2

ylabel('Amplitudo Sinyal'); -0.4

-0.6

-0.8

-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu
Fs=100; 1
sin(2*pi*t*15)

t=(1:100)/Fs; 0.8

s1=sin(2*pi*t*15); 0.6

plot(t,s1,'g--'); 0.4

title ('sin(2*pi*t*15)'); 0.2

xlabel('Sumbu Waktu');

Amplitudo Sinyal
0

ylabel('Amplitudo Sinyal'); -0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu

Fs=100; 1
sin(2*pi*t*20)

t=(1:100)/Fs; 0.8

s3=sin(2*pi*t*20); 0.6

plot(t,s3); 0.4

title ('sin(2*pi*t*20)'); 0.2

xlabel('Sumbu Waktu');
Amplitudo Sinyal
0

ylabel('Amplitudo Sinyal'); -0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu

2. Perubahan Amplitudo
Fs=100; 5
5*sin(2*pi*t*5)

t=(1:100)/Fs; 4

s1=5*sin(2*pi*t*5); 3

plot(t,s1,'r'); 2

grid on 1

title('5*sin(2*pi*t*5)');
Amplitudo Sinyal

xlabel('Sumbu Waktu');
-1
ylabel('Amplitudo Sinyal');
-2

-3

-4

-5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu

Fs=100; 10
10*sin(2*pi*t*5)

t=(1:100)/Fs; 8

s2=10*sin(2*pi*t*5); 6

plot(t,s2,'g'); 4

grid on 2

title ('10*sin(2*pi*t*5)');
Amplitudo Sinyal

xlabel('Sumbu Waktu');
-2
ylabel('Amplitudo Sinyal');
-4

-6

-8

-10
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu
Fs=100; 15
15*sin(2*pi*t*5)

t=(1:100)/Fs;
s3=15*sin(2*pi*t*5); 10

plot(t,s3,'--');
grid on 5

title ('15*sin(2*pi*t*5)');

Amplitudo Sinyal
xlabel('Sumbu Waktu');
0

ylabel('Amplitudo Sinyal'); -5

-10

-15
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu

Fs=100; 20
20*sin(2*pi*t*5)

t=(1:100)/Fs;
s4=20*sin(2*pi*t*5);
15

plot(t,s4,'y'); 10

grid on 5

title ('20*sin(2*pi*t*5)');
Amplitudo Sinyal
0

xlabel('Sumbu Waktu');
ylabel('Amplitudo Sinyal'); -5

-10

-15

-20
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sumbu Waktu

3. Perubahan Fase Awal

Fs=100; s3=2*sin(2*pi*t*5+pi/1.5);
t=(1:100)/Fs; subplot(3,2,3);
s1=2*sin(2*pi*t*5+pi/2); plot(t,s3);
subplot(3,2,1); hold on;
plot(t,s1); title
hold on; ('2*sin(2*pi*t*5+pi/1.5)');
title('2*sin(2*pi*t*5+pi/2)'); xlabel('t');
xlabel('t'); ylabel('A');
ylabel('A');
s4=2*sin(2*pi*t*5+pi);
s2=2*sin(2*pi*t*5+pi/4); subplot(3,2,4);
subplot(3,2,2); plot(t,s4);
plot(t,s2); hold on;
hold on; title ('2*sin(2*pi*t*5+pi)');
title ('2*sin(2*pi*t*5+pi/4)'); xlabel('t');
xlabel('t'); ylabel('A');
ylabel('A');
s5=2*sin(2*pi*t*5+pi*1.5);
subplot(3,2,[5,6]); title
plot(t,s5); ('2*sin(2*pi*t*5+pi*1.5)');
hold on; xlabel('t');
ylabel('A');

2*sin(2*pi*t*5+pi/2) 2*sin(2*pi*t*5+pi/4)
2 2

0 0
A

A
-2 -2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

t t

2*sin(2*pi*t*5+pi/1.5) 2*sin(2*pi*t*5+pi)
2 2

0 0
A

A
-2 -2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

t t
2*sin(2*pi*t*5+pi*1.5)
2

0
A

-2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

B. Pembangkitan Sinyal Waktu Kontinyu Persegi


1. Perubahan Frekuensi
Fs=100; s3= square(2*pi*15*t);
t=(1:100)/Fs; subplot(2,2,3);
plot(t,s3,'y','linewidth',2)
s1= square(2*pi*5*t); axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,2,1); hold on;
plot(t,s1,'g','linewidth',2) title('F = 15 Hz');
axis([0 1 -1.2 1.2]) xlabel('t');
hold on; ylabel('A');
title('F = 5 Hz');
xlabel('t'); s4= square(2*pi*20*t);
ylabel('A'); subplot(2,2,4);
plot(t,s4,'linewidth',2)
s2= square(2*pi*10*t); axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,2,2); hold on;
plot(t,s2,'r','linewidth',2) title('F = 20 Hz');
axis([0 1 -1.2 1.2]) xlabel('t');
hold on; ylabel('A');
title('F = 10 Hz');
xlabel('t');
ylabel('A');
F = 5 Hz F = 10 Hz

1 1

0.5 0.5

0 0

A
-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

t t

F = 15 Hz F = 20 Hz

1 1

0.5 0.5

0 0
A

A
-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

t t

2. Perubahan Amplitudo
Fs=100; s3= square(2*pi*5*t+pi);
t=(1:100)/Fs; subplot(2,2,3);
plot(t,s3,'y','linewidth',2)
s1= square(2*pi*5*t+pi/4); axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,2,1); hold on;
plot(t,s1,'g','linewidth',2) title('Fase awal = 180°');
axis([0 1 -1.2 1.2]) xlabel('t');
hold on; ylabel('A');
title('Fase awal = 45°'); grid on
xlabel('t');
ylabel('A'); s4= square(2*pi*5*t+pi*1.25);
grid on subplot(2,2,4);
plot(t,s4,'linewidth',2)
s2= square(2*pi*5*t+pi/1.5); axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,2,2); hold on;
plot(t,s2,'r','linewidth',2) title('Fase awal = 225°');
axis([0 1 -1.2 1.2]) xlabel('t');
hold on; ylabel('A');
title('Fase awal = 120°'); grid on
xlabel('t');
ylabel('A');
grid on
Fase awal = 45° Fase awal = 120°

1 1

0.5 0.5

0 0

A
-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

t t

Fase awal = 180° Fase awal = 225°

1 1

0.5 0.5

0 0
A

A
-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

t t

C. Pembangkitan Sinyal dengan Memangdaatkan file *.wav


clc; 0.8
Pembangkit Sinyal dengan File wav

[y,Fs]=
audioread('123.wav'); 0.6

sound(y,Fs);
figure(1) 0.4

plot(y); 0.2

title ('Pembangkit Sinyal


dengan File wav') 0

-0.2

-0.4
0 2 4 6 8 10 12 14
4
10

D. Pembangkitan Sinyal Kontinyu Fungsi Ramp


y(1:40)=1; 6
Fungsi Ramp

x(1:50)=1:0.1:5.9; 5.5

x(51:100)=5.9; 5

t1=-39:1:0; 4.5

t=0:1:99; 4

plot(t1,y,'b',t,x,'linewidt',4)
Amplitudo

3.5

title('Fungsi Ramp') 3

xlabel('Waktu (s)') 2.5

ylabel('Amplitudo') 2

1.5

1
-40 -20 0 20 40 60 80 100

Waktu (s)

3.2. Pembagian Sinyal Waktu Diskrit

A. Pembentukan Sinyal Sinus Waktu Diskrit, sekuen step


%Pembangkitan Sekuen Step
L=input('Panjang Gelombang L=input('Panjang Gelombang
(=40) =' ); (=40) =' );
P=input('Panjang Sekuen (=5) =' P=input('Panjang Sekuen (=5) ='
); );
for n=1:L
for n=1:L if (n>=P)
if (n>=P) step(n)=1;
step(n)=1; else
else step(n)=0;
step(n)=0; end
end end
end x3=1:L;
x1=1:L; subplot (2,2,3)
subplot (2,2,1) stem (x3,step,'c')
stem (x1,step,'b')
title('L=40, P=5') title('L=40, P=25')
L=input('Panjang Gelombang L=input('Panjang Gelombang
(=40) =' ); (=40) =' );
P=input('Panjang Sekuen (=5) =' P=input('Panjang Sekuen (=5) ='
); );
for n=1:L
for n=1:L if (n>=P)
if (n>=P) step(n)=1;
step(n)=1; else
else step(n)=0;
step(n)=0; end
end end
end x4=1:L;
x2=1:L; subplot (2,2,4)
subplot (2,2,2) stem (x4,step,'r')
stem (x2,step,'m') title('L=40, P=35')
title('L=40, P=15')
Gambar Input

L=40, P=5 L=40, P=15


1 1

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0
0 10 20 30 40 0 10 20 30 40

L=40, P=25 L=40, P=35


1 1

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0
0 10 20 30 40 0 10 20 30 40

Gambar Hasil

B. Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit Sekuen Pulsa

%Pembangkitan Sekuen Pulsa subplot (2,2,1)


L=input('Panjang Gelombang stem(x1,step,'c')
(=40) =' ) axis([0 L -.1 1.2])
P=input('Posisi Pulsa (=5) =' ) title('L=40, P=5')
for n=1:L
if (n==P)
step(n)=1; L=input('Panjang Gelombang
else (=40) =' )
step(n)=0; P=input('Posisi Pulsa (=5) =' )
end for n=1:L
end if (n==P)
x1=1:L; step(n)=1;
else subplot (2,2,3)
step(n)=0; stem(x3,step,'k')
end axis([0 L -.1 1.2])
end title('L=40, P=25')
x2=1:L;
subplot (2,2,2)
stem(x2,step,'m') L=input('Panjang Gelombang
axis([0 L -.1 1.2]) (=40) =' )
title('L=40, P=15') P=input('Posisi Pulsa (=5) =' )
for n=1:L
if (n==P)
L=input('Panjang Gelombang step(n)=1;
(=40) =' ) else
P=input('Posisi Pulsa (=5) =' ) step(n)=0;
for n=1:L end
if (n==P) end
step(n)=1; x4=1:L;
else subplot (2,2,4)
step(n)=0; stem(x4,step,'b')
end axis([0 L -.1 1.2])
end title('L=40, P=35')
x3=1:L;
Gambar Input
L=40, P=5 L=40, P=15

1 1

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0

0 10 20 30 40 0 10 20 30 40

L=40, P=25 L=40, P=35

1 1

0.8 0.8

0.6 0.6

0.4 0.4

0.2 0.2

0 0

0 10 20 30 40 0 10 20 30 40

Gambar Hasil

C. Pembentukan Sinyal Sinus Waktu Diskrit

Fs1=20;%frekuensi sampling grid on


t1=(0:Fs1-1)/Fs1;%proses title('Fs = 40')
normalisasi
s1=sin(2*pi*t1*2); Fs3=60;%frekuensi sampling
subplot (2,2,1) t3=(0:Fs3-1)/Fs3;%proses
stem(t1,s1,'g') normalisasi
axis([0 1 -1.2 1.2]) s3=sin(2*pi*t3*2);
grid on subplot (2,2,3)
title('Fs = 20') stem(t3,s3,'y')
axis([0 1 -1.2 1.2])
grid on
Fs2=40;%frekuensi sampling title('Fs = 60')
t2=(0:Fs2-1)/Fs2;%proses
normalisasi Fs4=80;%frekuensi sampling
s2=sin(2*pi*t2*2); t4=(0:Fs4-1)/Fs4;%proses
subplot (2,2,2) normalisasi
stem(t2,s2,'b') s4=sin(2*pi*t4*2);
axis([0 1 -1.2 1.2]) subplot (2,2,4)
stem(t4,s4,'k') grid on
axis([0 1 -1.2 1.2]) title('Fs = 80')

Fs = 20 Fs = 40

1 1

0.5 0.5

0 0

-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

Fs = 60 Fs = 80

1 1

0.5 0.5

0 0

-0.5 -0.5

-1 -1

0 0.5 1 0 0.5 1

D. Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen konstan


%Pembangkitan Sekuen Konstan
L=input('Panjang Gelombang (=20) =' )
sekuen(1:L)=1; % Besar Amlitudo
stem(sekuen)
xlabel('Jumlah Sekuen (n)')
ylabel('Amplitudo sekuen')
title('Sinyal Sekuen Konstan')

Gambar Input
Sinyal Sekuen Konstan
1

0.9

0.8

0.7

0.6
Amplitudo sekuen

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 5 10 15 20

Jumlah Sekuen (n)

Gambar Hasil

3.3. Pengamatan Sifat Statistik Dasar Suatu Sinyal

A. Pengamatan nilai Mean, Var, Deviasi

1. Nilai rerata sekitar 0 dan variansinya mendekati 1.


4

-1

-2

-3

-4
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

2. Nilai rerata sekitar 5 dan variansi mendekati 0.1


a=5;
b=0.1;
c=sqrt(b);
x=c*randn(1,1000)+a;
figure(1);
plot(x);
axis ([0 1000 0 6])
grid on
d= mean(x)
e= var(x)
6

0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

3. Pada File Audio


[y,FS]=audioread('123.wav');
plot(y)
mean(y)
var(y)
0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4
0 2 4 6 8 10 12 14
4
10

B. Penyajian Sinyal Sinus Bernoise


1. Sinyal sinus dengan Amplitudo=1V dan t=0-1s

t=1:12000;
T=12000;
y=sin(2*pi*2.5*t/T);
figure(1);
plot(t/T,y)
axis([0 1 -1.5 1.5])

2. Ditambahkan noise Gaussian dengan nilai var=0,05:

clc; 1.5

t=1:12000;
1

T=12000;
y=sin(2*pi*2.5*t/T); 0.5

A=0; %mean 0

B=0.05; %var
C=sqrt(B); %standart
-0.5

deviation -1

var(x) -1.5

x=C*randn(1,12000)+A; 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

z=y+x;
figure(1);
plot(t/T,z)
axis([0 1 -1.5 1.5])
c. Menambahkan sinyal sinus beserta noise Gaussian tadi dengan sinyal DC sebesar
5Volt

clc; 10

t=1:12000; 8

T=12000; 6

y=sin(2*pi*2.5*t/T); 4

A=0; %mean 2

0
B=0.05; %var -2

C=sqrt(B); %standart -4

deviation -6

var(x) -8

x=C*randn(1,12000)+A; -10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

x1=5*sin(2*pi*50*t/T)
;
z=y+x+x1;
figure(1);
plot(t/T,z)
axis([0 1 -10 10])

d. Perubahan nilai var noise dan perubahan level sinyal DC

t=1:12000; z1 = y+x1+DC1;
T=12000; z2 = y+x2+DC1;
y= sin(2*pi*2.5*t/T); z3 = y+x2+DC2;
A1 = 0; %mean 1 mean(z1)
B1 = 0.05; %variance 1 mean(z2)
C1 = sqrt(B1); %standard deviation mean(z3)
1
A2 = 0; %mean 2 figure(1)
B2 = 0.1; %variance 2 subplot(221)
C2 = sqrt(B2); %standard deviation plot(t/T,z1)
2 axis([0 1 -10 10])
x1 = C1*randn(1,12000)+A1; title('Sinyal Asli + Noise var=0.05 +
%noise 1 Sinyal 5V DC')
x2 = C2*randn(1,12000)+A2;
%noise 2 subplot(222)
DC1 = 5*sin(2*pi*50*t/T); %5V plot(t/T,z2)
DC axis([0 1 -10 10])
DC2 = 2.5*sin(2*pi*50*t/T); title('Sinyal Asli + Noise var=0.1 +
%2.5V DC Sinyal 5V DC')
axis([0 1 -10 10])
subplot(223) title('Sinyal Asli + Noise var=0.1 +
plot(t/T,z3) Sinyal 2.5V DC')

Sinyal Asli + Noise var=0.05 + Sinyal 5V DC Sinyal Asli + Noise var=0.1 + Sinyal 5V DC
10 10

5 5

0 0

-5 -5

-10 -10
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sinyal Asli + Noise var=0.1 + Sinyal 2.5V DC


10

-5

-10
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

3.4. Penyusunan Histogram, dan Pdf

A. Histogram Sebuah Nilai Acak


1. Membuat bilangan acak sebanyak 10000 menggunakan fungsi randn:

y = randn(1,10000); 4

figure(); 3

plot(y)
2

-1

-2

-3

-4

-5
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

2. Pembagian menjadi 9 segmen yaitu -4 hingga 4 dan melihat frekuensi tiap segmen
menggunakan fungsi hist:
3. Membuat grafik hist:

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

4. Membuat pola diagram batang yang menunjukan frekuensi kemunculan dengan


menggunakan fungsi hist.

xcenter: -4:0.25:4 membagi data menjadi 33 segmen.


1000

900

800

700

600

500

400

300

200

100

0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

5. Menghitung Probability Density Function (PDF) dengan menjadikan segmen


menjadi sumbu x dan frekuensi kemunculuan/jumlah data sebagai sumbu y.

y = randn(1,10000);
xcenter=[-4:0.25:4]
a=hist (y,xcenter)
[y_nilai,xx]=hist(y,xcenter);
figure(1);
stem(xx,y_nilai/length(y))
>> coba34a4

xcenter =

Columns 1 through 13

-4.0000 -3.7500 -3.5000 -3.2500 -3.0000 -2.7500 -2.5000 -2.2500 -2.0000 -1.7500
-1.5000 -1.2500 -1.0000

Columns 14 through 26

-0.7500 -0.5000 -0.2500 0 0.2500 0.5000 0.7500 1.0000 1.2500 1.5000


1.7500 2.0000 2.2500

Columns 27 through 33
2.5000 2.7500 3.0000 3.2500 3.5000 3.7500 4.0000

a=

Columns 1 through 22

0 2 0 8 7 16 65 92 116 218 325 458 658 789 874 920 954 981
879 731 633 468

Columns 23 through 33

310 214 121 79 37 23 14 6 2 0 0

>> coba34a5

xcenter =

Columns 1 through 6

-4.0000 -3.7500 -3.5000 -3.2500 -3.0000 -2.7500

Columns 7 through 12

-2.5000 -2.2500 -2.0000 -1.7500 -1.5000 -1.2500

Columns 13 through 18

-1.0000 -0.7500 -0.5000 -0.2500 0 0.2500

Columns 19 through 24

0.5000 0.7500 1.0000 1.2500 1.5000 1.7500

Columns 25 through 30

2.0000 2.2500 2.5000 2.7500 3.0000 3.2500

Columns 31 through 33
3.5000 3.7500 4.0000

a=

Columns 1 through 5

1 1 5 4 6

Columns 6 through 10

24 63 86 132 213

Columns 11 through 15

347 447 580 730 887

Columns 16 through 20

1018 1016 954 833 748

Columns 21 through 25

610 441 331 220 143

Columns 26 through 30

68 46 24 16 5

Columns 31 through 33

0 1 0

>>
0.12

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

B. Pengamatan Histogram dan PDF Pada Sinyal Wicara


1. Menggambar sinyal audio (bila menghasilkan 2 sinyal, ambil salah satu
menggunakan fungsi y1=y(:,1);

2. Melakukan proses penghitungan histogram dan menggambar pola distribusinya (pdf)

clc;
clear all;
Fs=16000;
[y,Fs]=audioread('lemon.wav');
y1=y(:,1);
xcenter=-4:.01:4;
hist(y1,xcenter)
figure(3);
[y_nilai,xx]=hist(y1,xcenter);
stem(xx,y_nilai/length(y1))

5
10
4.5

3.5

2.5

1.5

0.5

0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

0.04

0.035

0.03

0.025

0.02

0.015

0.01

0.005

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

C. Pengamatan Histogram dan Pdf pada Sinyal Citra

1. Menampilkan gambar
clc;
clear all;
close all;
I=imread('liu.jpg');
figure(1);
imshow(I);

2. Mengubah format gambar dari berwarna menjadi grayscale

clc;
clear all;
close all;
I=imread('liu.jpg');
Ig=rgb2gray(I);
figure(1);
imshow(Ig);

3. Menampilkan histogram sinyal gambar yang telah diformat greyscale,


menunjukkan frekuensi kemunculan level grey pada gambar.

clc;
clear all; 2500

close all; 2000

I=imread('liu.jpg'); 1500

Ig=rgb2gray(I);
figure(1); 1000

imshow(I); 500

figure(2);
imshow(Ig);
0

0 50 100 150 200 250

figure(3);
imhist(Ig);

4. Melakukan ekualisasi pada histogram menggunakan fungsi histeq:


clc;
clear all;
close all;
I=imread('liu.jpg')
;
Ig=rgb2gray(I);
figure(1);
imshow(I);
figure(2);
imshow(Ig);
figure(3);
imhist(Ig); 2500

figure(4); 2000

img_eq=histeq(Ig);
imshow(img_eq); 1500

figure(5); 1000

imhist(img_eq);
500

0 50 100 150 200 250

VI. ANALISA
Pada 3.1 percobaan pertama yaitu melakukan pembangkitan sinyal waktu
kontinyu sinusoida. Kita dapat mengatur frekuensi sesuai yang kita inginkan, misal
yang kita inginkan adalah frekuensi 20 Hz (absen saya) maka cukup ubah angka 5
pada rumus s1=sin(2*pi*t*5) menjadi angka 20. Besar frekuensi mempengaruhi
rapat renggangnya gelombang. Kita juga dapat mengatur nilai amplitudo sesuai yang
kita inginkan. Cukup tambahkan angka di depan sin, misal kita menginginkan
amplitudo bernilai 20. Maka rumusnya menjadi s1=20*sin(2*pi*t*5). Besar
amplitudo mempengaruhi tingginya gelombang yang dihasilkan. Kemudian kita juga
dapat mengatur nilai fase awal dari sebuah sinyal. Misalnya kita ingin agar fase awal
o
dari sinyal adalah 120 , cukup

tambahkan rumus berikut s1=2*sin(2*pi*t*5+pi*2/3). Maka sinyal yang


o
dihasilkan dimulai dari 120 yaitu dari bawah.

Percobaan kedua yaitu pembangkitan sinyal waktu kontinyu persegi.


Seperti pada sinyal sinusoida, kita juga dapat mengatur frekuensi yang kita
inginkan. Misalnya kita ingin frekuensinya 20 Hz, cukup tambahkan rumus
s1=square(2*pi*20*t). Maka muncul gelombang persegi dengan frekuensi
tersebut. Semakin besar frekuensi maka gelombang yang dihasilkan semakin
rapat. Kita juga dapat mengatur nilai fase awal pada sinyal. Misalnya kita ingin
o
agar fase awal dari sinyal adalah 225 , cukup tambahkan rumus berikut
s1=square(2*pi*5*t+pi*5/4). Maka muncul gelombang persegi dengan nilai
o
fase awal 225 yaitu dari bawah.

Percobaan ketiga yaitu pembangkitan sinyal dengan memanfaatkan file


*.wav. kita dapat memanggil file audio dengan format wav yang ada di harddisk
menggunakan matlab dengan perintah wavread dan wavplay. Dengan syarat file
perintah dan file audio tersebut harus berada dalam folder yang sama. Kemudian
untuk menampilkan grafik dari sinyal tersebut, gunakan perintah plot.

Percobaan keempat yaitu pembangkitan sinyal kontinyu fungsi ramp. Sinyal


yang dihasilkan dari fungsi ramp berbentuk menanjak. Kita dapat mengatur tebal
sinyal yang dihasilkan dengan mengubah angka 4 pada rumus
plot(t1,y,'b',t,x,'linewidt',4) sesuai yang diinginkan. Semakin besar angkanya maka
semakin tebal garis sinyalnya.
Bentuk sinyal waktu diskrit adalah sinyal yang berderet. Sinyal waktu
diskrit tersusun dari fungsi dasar sinyal seperti sinyal impulse diskrit,
sekuen step, sekuen ramp, sekuen rectangular, sinusoida diskrit dan exponensial
diskrit.
Percobaan 3.2 , berdasarkan percobaan pertama yaitu Pembangkitan
Sinyal Waktu Diskrit Sekuen Step, dapat diketahui bahwa panjang sekuen
merupakan panjang delay atau mempunyai nilai 0 yang diambil dari panjang
gelombang yang di inputkan pada program. Semakin besar panjang sekuen yang
dimasukan ke dalam panjang gelombang, maka akan semakin besar delay yang
diambil dari panjang gelombang tersebut.
Pada percobaan kedua yaitu Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit, Sekuen
Pulsa.Dapat diketahui bahwa panjang gelombang yang di inputkan akan konstan
di nilai 0 kecuali akan mempunyai nilai 1 hanya di titik dimana input posisi
pulsa dimasukkan. Misalnya posisi pulsa adalah 15 maka pada titik 15, pulsa
bernilai 1 sedangkan yang lain 0.
Berdasarkan percobaan ketiga yaitu Pembentukan Sinyal Sinus waktu
Diskrit, terlihat deretan pulsa-pulsan wakilkan dengan deretan pulsa-pulsa
tersebut sedikit. Kemudian saat Fs dinaikkan hingga Fs 80 dan 99, terlihat
deretan pulsa yang semakin banyak.
Pada percobaan keempat yaitu Pembangkitan Sinyal Waktu Diskrit
Sekuen konstan,dapat dilihat bahwa banyaknya sinyal yang dihasilkan
berdasarkan input panjang gelombang. Semakin besar input panjang gelombang
maka semakin banyak pula sinyal yang muncul. Sebaliknya semakin kecil input
panjang gelombang maka semakin sedikit pula sinyal yang dihasilkan. Misalnya
kita menginputkan panjang gelombang 2, maka sinyal yang muncul hanya ada 2.
Percobaan 3.3 dapat kita Analisa dari table dibawah ini

Pengamatan nilai Mean, Var, Deviasi

A. Nilai rerata sekitar 0 dan variansinya mendekati 1.

-1

-2

-3

-4
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Grafik (a)

B. Nilai rerata sekitar 5 dan variansi mendekati 0.1


a=5;
b=0.1;
c=sqrt(b);
x=c*randn(1,1000)+a;
figure(1);
plot(x);
axis ([0 1000 0 6])
grid on
d= mean(x)
e= var(x)

0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

Grafik (b)
Semakin besar nilai variasi dapat dilihat bahwa data lebih beragam dilihat
dari lebarnya penyebaran data dari nilai-rata rata seluruh data yang dapat
dilihat pada Grafik (a) dan (b)
Grafik a data beragam dari -4<x<4 dengan nilai rata-rata 0
Grafik b data beragam dari 3<x<6 dengan nilai rata-rata 5
Nilai rata-rata menjadi pusat untuk mengukur penyebaran dan menjadi titik
normal sinyal.

C. Pada File Audio


[y,FS]=audioread('123.wav');
plot(y)
mean(y)
var(y)

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4
0 2 4 6 8 10 12 14
4
10

Penyajian Sinyal Sinus Bernoise


A. Sinyal sinus dengan Amplitudo=1V dan t=0-1s

t=1:12000;
T=12000;
y=sin(2*pi*2.5*t/T);
figure(1);
plot(t/T,y)
axis([0 1 -1.5 1.5])

3. Ditambahkan noise Gaussian dengan nilai var=0,05:


clc; 1.5

t=1:12000;
1

T=12000;
y=sin(2*pi*2.5*t/T); 0.5

A=0; %mean 0

B=0.05; %var
C=sqrt(B); %standart
-0.5

deviation -1

var(x) -1.5

x=C*randn(1,12000)+A; 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

z=y+x;
figure(1);
plot(t/T,z)
axis([0 1 -1.5 1.5])

c. Menambahkan sinyal sinus beserta noise Gaussian tadi dengan sinyal DC sebesar
5Volt

clc; 10

t=1:12000; 8

T=12000; 6

y=sin(2*pi*2.5*t/T); 4

A=0; %mean 2

0
B=0.05; %var -2

C=sqrt(B); %standart -4

deviation -6

var(x) -8

x=C*randn(1,12000)+A; -10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

x1=5*sin(2*pi*50*t/T)
;
z=y+x+x1;
figure(1);
plot(t/T,z)
axis([0 1 -10 10])

d. Perubahan nilai var noise dan perubahan level sinyal DC

t=1:12000; A2 = 0; %mean 2
T=12000; B2 = 0.1; %variance 2
y= sin(2*pi*2.5*t/T); C2 = sqrt(B2); %standard deviation
A1 = 0; %mean 1 2
B1 = 0.05; %variance 1 x1 = C1*randn(1,12000)+A1;
C1 = sqrt(B1); %standard deviation %noise 1
1
x2 = C2*randn(1,12000)+A2; axis([0 1 -10 10])
%noise 2 title('Sinyal Asli + Noise var=0.05 +
DC1 = 5*sin(2*pi*50*t/T); %5V Sinyal 5V DC')
DC
DC2 = 2.5*sin(2*pi*50*t/T); subplot(222)
%2.5V DC plot(t/T,z2)
z1 = y+x1+DC1; axis([0 1 -10 10])
z2 = y+x2+DC1; title('Sinyal Asli + Noise var=0.1 +
z3 = y+x2+DC2; Sinyal 5V DC')
mean(z1)
mean(z2) subplot(223)
mean(z3) plot(t/T,z3)
axis([0 1 -10 10])
figure(1) title('Sinyal Asli + Noise var=0.1 +
subplot(221) Sinyal 2.5V DC')
plot(t/T,z1)

Sinyal Asli + Noise var=0.05 + Sinyal 5V DC Sinyal Asli + Noise var=0.1 + Sinyal 5V DC
10 10

5 5

0 0

-5 -5

-10 -10
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Sinyal Asli + Noise var=0.1 + Sinyal 2.5V DC


10

-5

-10
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Dari hasil tersebut memberikan kesimpulan bahwa nilai var pada noise
mempengaruhi hasil nilai mean sinyal secara keseluruhan karena perbedaan
penyebaran data, sedangkan perubahan level sinyal DC menentukan
perubahan amplitudo sinyal, tidak memperngaruhi nilai rata-rata sinyal.
Pada percobaan 3.4 kita dapat melihat gambaar untuk menampilkan
histogram sinyal gambar yang telah diformat greyscale, menunjukkan frekuensi
kemunculan level grey pada gambar sebagai berikut :
2500

2000

1500

1000

500

0 50 100 150 200 250

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa warna hitam lebih mendominasi gambar
daripada warna putih sehingga keberagaman/variasi tingkatan level grey
kurang.
Pada percobaan 3.4 dalam melakukan ekualisasi pada histogram menggunakan
fungsi histeq menghasilkan gambar sebagai berikut :

2500

2000

1500

1000

500

0 50 100 150 200 250

Tingakatan level grey menjadi lebih beragam(kontras). Kontras adalah penekanan


pada daerah-daerah tertentu untuk memberikan traksi dan beragam variasi desain. Fungsi
histeq dapat digunakan untuk kontras warna gambar greyscale Mulan tersebut.

VII. TUGAS DAN HASIL TUGAS


1. Jawablah setiap pertanyaan yang ada pada setiap langkah percobaan tersebut
diatas.

2. Buatlah program untuk menggambarkan “fungsi unit step” dalam m-file (beri
nama tugas_1.m).

3. Anda buat pembangkitan sinyal eksponensial dengan suatu kondisi frekuensi


realnya adalah nol, dan satu progam lain dimana frekuensi imajinernya nol.
4. Buat pembangkitan sinyal impuls dengan suatu kondisi sinyal terbangkit bukan
pada waktu t = 0. Dalam hal ini anda bisa membangkitkan pada waktu t =1 atau
2, atau yang lainnya.
5. Coba anda buat program pada m-file untuk membangkitkan sebuah sinyal
sekuen rectanguler (persegi) yang berada pada posisi 1-4 , 2-6, 4-8 dan 6-10
dengan amplitudo sebesar 5. Plot hasil perconaan dalam 1 figure. Beri
komentar bagaimana pengaruh perubahan posisi sinyal rectanguler yang telah
anda coba?

Hasil Tugas
1. Jawaban sudah terdapat pada hasil praktikum diatas
Jawaban Tugas Nomer 2.3.4
N Program Hasil
o
2 clc; 1.2
Unit Step Signal

. t=(-2:0.01:2)';
y= t>=0; %generate 1

unit step signal


plot(t,y, 'c', 0.8

'linewidth',3);
0.6
axis([-2 2 -0.2 1.2])

Amplitudo
grid on 0.4

ylabel('Amplitudo');
xlabel('Waktu(t)'); 0.2

title('Unit Step
Signal');
0

-0.2
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2

Waktu(t)

3 clc; Exponensial dengan frekuensi real = 0

. t=[-2:0.01:4]; 1

x=(cos(-2*t)) 0.8

+(1i*sin(-2*t)); 0.6

plot(t, 0.4

imag(x),'linewidth',2) 0.2

axis ([-2 2.3 -1.07 0


x(t)

1.07]) -0.2
grid on
xlabel ('t')
-0.4

ylabel ('x(t)') -0.6

title('Exponensial -0.8

dengan frekuensi real -1

= 0') -2 -1.5 -1 -0.5 0

t
0.5 1 1.5 2
clc; 10
Exponensial dengan frekuensi imajiner = 0

t=[-1:0.01:1]; 9
x=-2*t;
y=exp(x);
8

plot(t, 7

real(y),'r','linewidth',2 6

) 5

x(t)
axis ([-1 1 -1 10]) 4

grid on 3

xlabel ('t') 2

ylabel ('x(t)') 1

title('Exponensial 0

dengan frekuensi -1

imajiner = 0') -1 -0.5 0

t
0.5 1

4 %implus 2

. clc;
t=(-3:0.01:3)';
1.8

x1 = t==1; %generate 1.6

implus signal 1.4

x2 = t==2; 1.2

plot(t,x1,t,x2); 1

axis([-3 3 0 2]) 0.8

0.6

0.4

0.2

0
-3 -2 -1 0 1 2 3

5. Sinyal sekuen rectanguler (persegi)

clc axis([0 11 0 8]);


Fs1=3; hold on;
t1=(1:2)*Fs1-2; grid on;
y1=5*square(2*pi*5*t1); subplot (2,2,2)
axis([0 11 0 8]); plot(t2,y2,'m','linewidth',1);
hold on; p2=stem(t2,y2,'m','linewidth',1);
grid on; title('Posisi 2-6')
subplot (2,2,1)
plot(t1,y1,'r','linewidth',1); Fs3=4;
p1=stem(t1,y1,'r','linewidth',1); t3=(1:2)*Fs3;
title('Posisi 1-4') y3=5*square(2*pi*5*t3);
axis([0 11 0 8]);
Fs2=4; hold on;
t2=(1:2)*Fs2-2; grid on;
y2=5*square(2*pi*5*t2); subplot (2,2,3)
plot(t3,y3,'b','linewidth',1); hold on;
p3=stem(t3,y3,'b','linewidth',1); grid on;
title('Posisi 4-8') subplot (2,2,4)
plot(t4,y4,'k','linewidth',1);
Fs4=4; p4=stem(t4,y4,'k','linewidth',1);
t4=(1:2)*Fs4+2; title('Posisi 6-10')
y4=5*square(2*pi*5*t4);
axis([0 11 0 8]);

Posisi 1-4 Posisi 2-6


8 8

6 6

4 4

2 2

0 0
0 5 10 0 5 10

Posisi 4-8 Posisi 6-10


8 8

6 6

4 4

2 2

0 0
0 5 10 0 5 10

VIII.KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum di atas, dapat disimpulkan bahwa :
a. Besar frekuensi mempengaruhi rapat renggangnya sinyal. Semakin besar
frekuensi maka semakin rapat sinyal yang dihasilkan, sebaliknya semakin
kecil frekuensi maka semakin renggang sinyal yang dihasilkan.
b. Besar amplitudo mempengaruhi tingginya sinyal. Semakin besar
amplitudo maka semakin tinggi sinyal yang dihasilkan, sebaliknya
semakin kecil amplitudo maka semakin pendek sinyal yang dihasilkan.
c. Nilai fase awal mempengaruhi darimana sinyal awal muncul.
d. Sinyal waktu diskrit memiliki bentuk sinyal yang berderet. Tersusun
dari fungsi dasar sinyal seperti sinyal impulse diskrit, sekuen step,
sekuen ramp, sekuen rectangular, sinusoida diskrit dan exponensial
diskrit.
e. Semakin rapat sampling (semakin besar nilai Fs) maka bentuk sinyal
yang dibangkitkanpun akan semakin jelas dan mendekati bentuk sinyal
analognya. Sebaliknya, semakin kecil nilai Fs, interval antara suatu sinyal
sampling dengan sinyal yang lain akan semakin jauh dan bentuk asli dari
sinyal tersebut akan menjadi tidak jelas (berbeda).
f. Tingakatan level grey menjadi lebih beragam(kontras). Kontras adalah
penekanan pada daerah-daerah tertentu untuk memberikan traksi dan beragam
variasi desain. Fungsi histeq dapat digunakan untuk kontras warna gambar
greyscale Mulan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai