Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KHALIFAH BANI ABBASIYAH


Dosen pengampu : Abdullah Mahmud Drs.M.Ag

Disusun Oleh:

1. Ririn Wulandari (I000180062)

2. Tri Nuralfifa (I000180080)

3. Tiana Atika Sari (I000180076)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


SURAKARTA
2021
KHALIFAH BANI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad (750-1258) secara umum


dibagi atas empat periode. Keempat periode tersebut adalah Periode Awal (750-847), Periode
Lanjutan (847-945), Periode Buwaihi (945-1055), dan Periode Seljuk (1055-1258).
Pada masa bani Abbasiyah ini, umat Islam telah memiliki sebuah peradaban yang
maju pesat jika dibanding peradaban yang lain. Kemajuan peradaban Islam ini jauh
meninggalkan peradaban Eropa yang tenggelam dan mulai berkiblat kepada 3 Srijayanti,
dkk., Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, Yogyakarta, 2007, Graha Ilmu hal. 47 4
M. Abdurrahman, Islam Pribumi, Jakarta, 2003, Erlangga hal. 51 4 Islam. Terdapat beberapa
aspek yang menjadi menunjang adanya kemajuan ini, seperti tradisi keilmuan, membaca, dan
menganalisis suatu hal yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sehingga, pada masa itu
perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat dan mengakibatkan lompatan kemajuan di
bidang keilmuan yang menghasilkan berbagai karya ilmiah.
Selama lima abad pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah ini, tercatat sejumlah nama
khalifah yang berhasil menegakkan sistem pemerintahan Islam dengan adil dan makmur.
Mereka itu adalah Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (721-754). Ia adalah
pendiri Dinasti Abbasiyah dan menjadi khalifah pertama.
Berikutnya dipimpin oleh penerusnya, seperti khalifah Abu Ja'far al-Manshur (750-
775), Al-Mahdi (775-785), Musa al-Hadi (785-786), Harun ar-Rasyid (786-809), Al-Amin
(809-813), Al-Ma'mun (813-833), Al-Mu'tasim (833-842), Al-Mutawakkil (847-861), Al-
Muntasir (861-862), Al-Musta'in (862-866), dan Al-Mu'tazz (866-869).
Kemudian, dilanjutkan oleh Al-Muhtadi (869-870), Al-Mu'tamid (870-892), Al-
Mu'tadid (892-902), Al-Muktafi (902-908), Al-Muqtadir (908-932), Al-Qahir (932-934), Ar-
Radi (934-940), Al-Muttaqi (940-944), Al-Mustakfi (944-946), Al-Muti (946-974), At-Ta'i
(974-991), dan Al-Qadir (991-1031).
Selanjutnya, Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh Al-Qa'im (1031-1075), Al-Muqtadi
(1075-1094), Al-Mustazhir (1094-1118), Al-Mustarsyid (1118-1135), Ar-Rasyid (1135-
1136), Al-Muqtafi (1136-1160), Al-Mustanjid (1160-1170), Al-Mustadi (1170-1180), An-
Nasir (1180-1225), Az-Zahir (1225-1226), Al-Mustansir (1226-1242), dan terakhir Al-
Musta'sim (1242-1258).

Kemajuan peradaban pada masa bani Abbasiyah terjadi melalui beberapa cara dan
metode yang diterapkan oleh para cendekiawan serta para khalifah. Berbagai proses yang
tejadi seperti penerjemahan, pengkajian teks yang disertai komentar, memodifikasi dan
mengasimilasiknnya dengan ajaran Islam. Menurut Thomas Brown, proses asimilasi terjadii
saat peradaban Islam sudah kuat dan mengakar, sains, filsafat dan kedokteran Yunani
diadopsi, dan melebur menjadi satu dengan lingkungan pandangan hidup Islam (Islamic
Worldview) 5 . Proses ini menunjukkan bahwa kreativitas ilmuwan muslim pada masa itu
sangatlah tinggi, dan akhirnya dapat melahirkan pemikiran yang berbeda dengan pemikiran
Yunani.
Di antara khalifah-khalifah itu tercatat beberapa nama yang berhasil membawa
Dinasti Abbasiyah mengalami kejayaannya.
1. Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah
Abu al-Abbas adalah pendiri Dinasti Abbasiyah. Ia merupakan sosok pemimpin yang
tegas. Ia pula yang mematahkan kekuasaan Dinasti Umayyah yang didirikan Muawiyah. Pada
masanya (721-750), ia mengonsolidasikan berbagai kekuatan untuk kejayaan Dinasti
Abbasiyah.

2. Abu Ja'far al-Manshur


Abu Ja'far al-Manshur memimpin Dinasti Abbasiyah selama 25 tahun (750-775). Ia
adalah saudara Abu al-Abbas. Selama pemerintahannya, ia mendirikan ibu kota baru dengan
istananya bernama Madinat as-Salam yang kemudian bernama Baghdad. Selama masa
pemerintahannya, ia berhasil memunculkan ghirah dunia Muslim terhadap ilmu pengetahuan.
Pada zamannya, telah tumbuh karya sastra.

3. Harun ar-Rasyid
Kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncaknya (the golden age of Islam) pada masa
Khalifah Harun Ar-Rasyid. Ia adalah khalifah kelima yang memerintah dari tahun 786
sampai 809. Ia mendirikan Bayt al-Hikmah, sebuah perpustakaan terbesar pada zamannya.
Banyak sarjana Muslim dan Barat yang belajar di Kota Baghdad.
Beberapa proyek besar yang dihasilkan selama pemerintahannya adalah keamanan
dan kesejahteraan seluruh rakyat, pembangunan Kota Baghdad, pembangunan sejumlah
tempat ibadah, sarana pendidikan, hingga pendirian Bayt al-Hikmah. Bayt al-Hikmah ini
berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penerjemahan karya-karya intelektual Persia dan
Yunani.
4. Al-Ma'mun ar-Rasyid
Khalifah Al-Ma'mun adalah anak dari Harun ar-Rasyid. Ia memerintah Dinasti
Abbasiyah setelah saudaranya Al-Amin, dari tahun 813-833. Al-Ma'mun merupakan khalifah
yang ketujuh.

5. Al-Mu'tasim
Ia memerintah Bani Abbasiyah setelah Khalifah Al-Ma'mun. Selama
pemerintahannya, yakni 833-842, ia berhasil menumbuhkan minat para pelajar Muslim dan
Barat untuk mendalami ilmu pengetahuan di Kota Baghdad. Pada masa inilah, lahir seorang
ahli matematika Muslim terkenal, yakni Al-Kindi. Sepeninggal al-Mu'tasim, secara perlahan-
lahan, kejayaan Bani Abbasiyah mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh pergolakan politik.
Tak heran bila kemudian lahir Dinasti Buwaihi, Mamluk, dan Seljuk.  

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas , puncak perkembangan kebudayaan dan


pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti
seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya
sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal
Islam, lembaga pendidikan sudah dimulai berkembang. Di samping itu, kemajuan itu
ditentukan oleh dua hal, yaitu:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa
pemerintahan Bani Abbas banyak bangsa non arab yang masuk Islam. Maka
asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna, bangsa-bangsa tersebut
kemudian memberikan saham tertentu untuk perkembangan ilmu pengetahuan
dalam Islam. Persia memberikan pengaruh yang kuat dibidang pemerintahan juga
banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Sedangkan india
member pengaruh terhadap ilmu medis, matematika, dan astronomi, sedangkan
yunani masuk untuk memberikan pengaruh terhadap terjemahan dalam bidang
ilmu yaitu filsafat.

2. Gerakan terjemahan terjadi dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-
manshur hingga Harun al-Raysid. Fase kedua, mulai masa khalifah al-Ma’mun
hingga tahun 300 H. Fase ketiga, setelah tahun 300 H. Pengaruh dari kebuddayaan
bangsa yang sudah maju tersebut, melalui gerakan terjemahan, bukan saja
membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu
pengetahuan agama.

Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah kenal dua metode yaitu :
1. Penafsiran pertama tafsir bi al-ma’tsur, yaitu interprestasi dari nabi dan para
sahabat.
2. Tafsir bi al ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu pada
pendapat dan pikiran daripada hadis dan pendapat sahabat.

Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas
akan tetapi, jelas sekali bahwa tafsir bi al ra’yi atau tafsir rasional sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal
yang sama dapat dilihat dalam ilmu fiqh dan ilmu teologi.

Dalam perkembangan pemikiran keilmuan keislaman. kita mengenal


imam-imam mazdhab hukum yang empat, mereka semua hidup pada masa
pemerintahan Abbasiyah yaitu; Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik
(713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) Imam Ahmad Ibnu Hanbal (780-855 M).
Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan Hadits, juga
berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan
oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan
penulis hadits bekerja.

Tradisi berdiskusi juga telah berkembang, adanya Bayt al Hikmah sebagai


tempat berkumpul untuk bertukar pikiran dan berdebat masalah keilmuan
membantu dalam menciptakan suasana keilmuan yang kondusif. Dari diskusi,
maka munculah berbagai pemikiran kreatif sampai kepada aliran-aliran pemikiran.

Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij,
Murjiah dan Mu’tazilah. Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas.
Teologi rasional Mu’tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah.
Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru
dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi
kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam.

Berkembanganya pemikiran intelektual dan keagamaan pada periode ini


(Abbasiyah) antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan
khazanah peradaban besar dan mengembangkannya secara kreatif, ditambah
dengan dukungan dari khalifah pada waktu itu dengan memfasilitasi terciptanya
iklim intelektual yang kondusi. Sumbangsih pada era ini, didukung sikap umat
Islam yang terbuka terhadap seluruh umat manusia yang datang berinteraksi
dengan mereka, hal inilah menimbulkan simpati dan mendorong orang-orang non
arab (mawali) untuk masuk Islam. Kelompok ini ikut memberi sumbangan besar
bagi kemajuan paradaban pada masa ini. Para ilmuan pada masa ini menduduki
posisi penting.

Kesimpulan
Pada masa bani Abbasiyah, umat Islam telah memiliki sebuah peradaban yang
maju pesat jika dibanding peradaban yang lain. Kemajuan peradaban Islam ini
jauh meninggalkan peradaban Eropa. Selama lima abad pemerintahan
Islam Dinasti Abbasiyah ini, tercatat sejumlah nama khalifah yang berhasil
menegakkan sistem pemerintahan Islam dengan adil dan makmur.
Kemajuan peradaban pada masa bani Abbasiyah terjadi melalui beberapa cara
dan metode yang diterapkan oleh para cendekiawan serta para khalifah. Berbagai
proses yang tejadi seperti penerjemahan, pengkajian teks yang disertai komentar,
memodifikasi dan mengasimilasiknnya dengan ajaran Islam. puncak
perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam terjadi pada masa pemerintahan
Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas
penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal
kebangkitan Islam.

Anda mungkin juga menyukai