Anda di halaman 1dari 19

AL – MUNASABAH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu : Dr. Fitriana, MA

Disusun oleh : Kelompok 2

Abdullah Azzam Lahadji (11200340000008)

Muhammad Amin Husaini (11200340000031)

Dani jauharil wafi (11200340000131)

Salsabila (11200340000182)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan
judul “Al munasabah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
ulumul qur’an. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan makalah ini, dalam penyusunannya, kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena
pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya makalah
yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah
wawasan kita dalam mempelajari Al Munasabah.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Ciputat, 12 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan Pembahasan ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................
A. Pengertian Munasabah......................................................................................
B. Macam-macam Munasabah dalam Al Qur’an...................................................
C. Pendapat ulama tentang Munasabah................................................................
D. Kegunaan mengetahui Munasabah ..................................................................

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat
kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah untuk memberi petunjuk kepada
manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus agar manusia beriman
kepada Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta sehingga mustahil untuk
meyakini tuhan selain-Nya.
Setelah wahyu Allah turun ke bumi maka kewajiban manusia tidak lain
hanyalah ingat (Dzikr) bahwa penciptaan mereka tidaklah sia-sia, tetapi telah
di-skenario-i langsung oleh sang maha pencipta yaitu Allah SWT yang mengatur
segala urusan di langit dan di bumi, mewajibkan taat terhadap segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan ditauladani langsung oleh Nabi
Muhammad SAW. Setiap ayat yang turun Nabi SAW langsung menjelaskan
kandungannya, dan setiap peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu yang
turun kepadanya. tetapi untuk masa setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi
penjelasan oleh nabi, hanya tinggal Hadits, khabar, Atsar yang diyakini asli dari
Nabi yang dapat dijadikan rujukan. Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-
Qur’an dengan Hadits yang menerangkan Asbabun Nuzul mengenai turunnya
ayat tersebut, akan tetapi permasalahan selanjutnya timbul, bagaimana
dengan ayat yang tidak ada Asbabun Nuzulnya? Sebagian ulama memasukkan
sebuah ilmu yang termasuk dalam kategori ulumul qur’an yaitu Munasabah Al-
qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian munasabah?
2. Ada berapa macam munasabah alquran?
3. Bagaimana pendapat ulama tentang munasabah?
4. Apa urgensi dan kegunaan dari mempelajari munasabah alquran?
C. Tujuan pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang
Munasabah Al-Qur’an, macam-macam munasabah dalam Al-Qur’an,
bagaimana pendapat ulama tentang Munasabah Al-Qur’an, dan kegunaan
mengetahui munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah
Kata Munasabah secara etimologi, menurut Manna’ Khalil Al-Qattan
ialah Al-Muqabarah artinya kedekatan. Dalam pengertian ini As-Suyuthi
menambahkan al-Musyakalah dan Al-Muqabarah artinya kedekatan dan
keserupaan. Istilah munasabah digunakan dalam ‘iIlat hukum dalam bab Qiyas
yang berarti Al-Wasf Al-Muqarib Li Al-Hukm (gambaran/sifat yang berdekatan
atau berhubungan dengan hukum.
Secara terminologi, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai berikut
menurut berbagai tokoh, yaitu:
1. Menurut Az-Zarkasyi, adalah : “Munasabah adalah suatu hal yang dapat
dipahami, tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.
2. Menurut Ibn Al-Arabi : “Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al
Qur’an sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang
mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah
merupakan ilmu yang sangat agung”
3. Menurut Manna’ Khalil Qattan : “Munasabah adalah sisi keterikatan
antara beberapa ungkapan dalam satu ayat, atau antar ayat pada
beberapa ayat atau antar surat didalam Al-Qur’an”.
4. Menurut Al-Biqa’i: “Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba
mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-
Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat”.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi
(hubungan) makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum
atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau
korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.
Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungan antara ayat-
ayat itu bukan tauqifi (tak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan
Rasul), tetapi didasarkan pada ijtihadi seorang mufassir dan tingkat
penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi
keterangannya yang mandiri.
Dengan kata lain ilmu munasabah al-Qur’an adalah suatu ilmu yang
mempelajari hubungan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau suatu surat
dengan surat lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan umum dengan
khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan konsekuensi logis seperti
hubungan sebab dengan akibat, hubungan dua hal yang sebanding atau
berlawanan.

Cara Mengetahui Munasabah


Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang
munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu
sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian
ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetap
sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat relatif,
mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya
dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif
(Zhanniy).
Sungguh pun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun
dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada
prinsip yang bersifat absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-
ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni
suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari
Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah, maka
sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan
yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat
tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis tentulah dalam susunan ayat-ayat
al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat
dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula,
sebagaimana ulama menamakan ilmu munasabah ini dengan ilmu tentang
rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung
banyak masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya
mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan
pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan
maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau
sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat.
Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu
dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah
yang bersangkutan.
Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bisa mengetahui adanya
relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul
masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat
dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya.
Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan
pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat
atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu
ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu
sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan
antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan
antara suatu surat dengan surat lainnya.
Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara
satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan
antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan
surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam
Alquran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan
munasabah ini, yaitu:
1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek
pencarian.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas
dalam surat.
3. Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memerhatikan ungkapan-
ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
B. Macam-Macam Munasabah al-Qur’an
1. Munasabah antara surah dengan surah
Keserasian hubungan atau munasabah antar surah ini pada hakikatnya
memperlihatkan kaitan yang erat dari suatu surah dengan surah lainnya.
Bentuk munasabah yang tercermin pada masing-masing surah, kelihatannya
memperlihatkan kesatuan tema. Salah satunya memuat tema sentral,
sedangkan surah-surah yang lainnya menguraikan sub-sub tema berikut
perinciannya baik secara umum maupun secara parsial. salah satu contoh yang
dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada tiga surah
beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah. (1), Q. S al-baqarah dan Q. S Al-
Imran.
Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya, misalnya di dalam surah
al-Fatihah:
Artinya: “Tunjukan kami ke jalan yang lurus”
Lalu dijelaskan di dalam surah al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah
mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan:
Artinya: “Kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertakwa”.
2. Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya
Untuk mencari munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya, as-
Suyuthi menyimpulkan bahwa satu surat berfungsi menerangkan atau
menyempurkan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat
Al-Baqarah [2] ayat 152 dan 182:
‫ل تكفرون‬
‫فاذكروني أذكركم واشكروا لي و ا‬
Ayat-ayat dari surat ini menerangkan dan menyempurnakan dari surat
sebelumnya al-fatihah [1] ayat 2:
‫ب ا ْل َعالَمَ ينَا‬ ‫ا ْل َح ْم ُد َ َّا‬
‫لِل َر َا‬
Begitu juga ayat 21-22 surat al-Baqarah [2]:
‫ض ف ََراشًا‬ ‫ل لَكُ ُام األَ ْر َا‬ ‫ }الّذَي َج َع َا‬21{ ‫خلَقَكُ ْام َوالّذَينَا مَن قَ ْب َلكُ ْام لَ َعلّكُ ْام تَتّقُونَا‬ ‫اس ا ْع ُبدُوا َربّكُ ُام الّذَي َا‬ ‫َياأَيُّ َها النّ ُا‬
‫لِل أَن َدادًا َوأَنت ُْام تَ ْعلَ ُمونَا‬
‫لَ تَجْ َعلُوا َ َّا‬ ‫ج بَ َاه مَنَا الث ّ َم َرا َا‬
‫ت َر ْزقًا لَكُ ْام فَ ا‬ ‫س َمآءَا َمآ ًاء فَأ َ ْخ َر َا‬
ّ ‫ل مَنَا ال‬ ‫س َمآ َاء بَنَآ ًء َوأَنزَ َا‬
ّ ‫َوال‬
Merupakan penyempurnaan dari ungkapan (‫ب ا ْل َعالَمَ ينَا َار‬
‫) َا‬dalam surat al-fatihah.
3. Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya
Nama suatu surah pada dasarnya bersifat tauqifi. Namun beberapa bukti
menunjukkan bahwa suatu surah terkadang memiliki satu nama dan terkadang
dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut. Para ahli
tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya
keterkaitan antara nama-nama surah dengan isi atau uraian yang dimuat
dalam suatu surah. Kaitan antara nama surah dengan isi ini dapat di
identifikasikan sebagai berikut :
a. Nama diambil dari urgensi isi serta kedudukan surah. Nama surah al-Fatihah
disebut dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah
karena kedudukannya.
b. Nama diambil dari perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran yang
menonjol, yang dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam
perumpamaan, peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat
disebut nama-nama surah : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan
sebagainya.
c. Nama sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-ikhlas karena mengandung
ide pokok keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan ; al-Mulk
mengandung ide pokok hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain
yang tersebar diberbagai surah. Contoh al-Hajj ( dengan spesifik tema haji ), al-
Nisa ( dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata
Nisa yang berarti kaum wanita adalah lambang keharmonisan rumah tangga.
e. Nama diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surah,
sekaligus untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya
yang memakai huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad dan Qaf.
4. Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat
dapat dilihat dari dua segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat
secara konkrit yang jika hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak
isi ayat. Identifikasi munasabah dalam tipe ini memperlihatkan ciri-ciri ta’kid /
tasydid ( penguat / penegasan ) dan tafsir / I’tiradh ( interfretasi / penjelasan
dan ciri-cirinya). Contoh sederhana ta’kid :
“‫ “ فإن لم تفعلوا‬, dikuti “ ‫ ( ”ولن تفعلوا‬Q.S al-Baqarah / 2 : 24 ).

Contoh tafsir :
‫ى المسج اد األقصى‬
‫سبحان الذى اسرى بعبداه ليل من المسج اد الحرام ال ا‬
Kemudian diikuti dengan
17/ ‫ى باركنا حوله لنريه من اياتنا (اإلسراء‬
‫الذ ا‬
Kedua masing-masing kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak
langsung secara konkrit, terkadang ada penghubung huruf ‘ athaf ‘ dan
terkadang tidak ada. Dalam konteks ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan
atau larangan yang tak dapat diputus dengan fashilah.
Salah satu contoh :
) 25: ‫لل (لقمان‬
‫ض __ليقولون هللا __قل الحمد ا‬
‫ولئن سألتهم من خلق السماوات واألر ا‬
b. Munasabah berbentuk istishrad ( penjelasan lebih lanjut ). Contoh :
189: 2/ ‫يسألونك عن األهلة ___قل هى ( ___البقرة‬
c. Munasabah berbentuk nazhir / matsil ( hubungan sebanding ) atau
mudhaddah / ta’kis ( hubungan kontradiksi ). Contoh :
177: 2/ ‫ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ___ولكن البر ( …البقراة‬
5. Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya
Al-Biqai menjelaskan bahwa nama-nama surat al-Qur’an merupakan “inti
pembahasan surat tersebut serta penjelasan menyangkut tujuan”. Setiap surat
mempunyai tema pembicaraan yang sangat menonjol, dan itu tercermin dalam
nama-nama masing-masing surat, seperti surat al-Baqarah, surat yusuf, surat
an-Naml, dan surat al-Jinn. Cerita tentang sapi betina dalam surat al-Baqarah
umpamanya merupakan inti pembicaraan surat tersebut, yaitu kekuasaan
Allah membangkitkan orang mati. Surat Yusuf mengisahkan Nabi Yusuf a.s.
yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, kemudian setelah menjadi
orang istana ia difitnah memperkosa Zulaekha, permasuri penguasa Mesir,
padahal justru wanita itu yang berusaha memaksa Yusuf melakukan
pembuatan tidak terpuji. Surat al-Jinn yang mengisahkan bahwa Jin adalah
mahluk yang juga sering mendengarkan bacaan al-Qur’an, dsb. Singkat cerita
semua nama surat mencerminkan isi dari surat itu.
6. Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah
Untuk melihat munasabah semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan
pada pandangan datar yaitu meskipun dalam satu surah tersebar sejumlah
ayat, namun pada hakikatnya semua ayat itu tersusun dengan tertib dengan
ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran serta jalinan informasi yang
sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh, ayat-ayat diawal Q.S al-Baqarah 1
– 20 memberikan sistematika informasi tentang keimanan, kekufuran, serta
kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq,
dapat ditarik hubungan ayat-ayat tersebut.
Misalnya surah al-Mu’minun dimulai dengan :
‫“ قد أفلح المؤمنون‬Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir surah ini ditemukan kalimat :
‫ل يفلح الكافرون‬
‫انه ا‬

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.

7. Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri


Munasabah pada bagian ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-
Tamkin ( mengukuhkan isi ayat ), al-Tashdir ( memberikan sandaran isi ayat
pada sumbernya ), al-Tausyih ( mempertajam relevansi makna ) dan al-Ighal (
tambahan penjelasan ).
Sebagai contoh :
‫ فتبارك هللا احسن الخالقين‬mengukuhkan ‫ ثم خلقنا النطفة علقة‬bahkan mengukuhkan
hubungan dengan dua ayat sebelumnya ( al-Mukminun : 12 – 14 ). Kalimat-
kalimat : ‫لقوم يفقهون‬, ‫لقوم يعقلون‬, ‫يتفكرون‬ ‫ لقوم‬selalu menjadi
sandaran isi ayat. Kata “halim” sangat erat hubungannya dengan ‘ibadat,
sementara “rasyid” kuat hubungannya dengan al-amwal seperti bunyi ayat Q.S
Hud : 87 berikut :
‫قالوا يا شعيب أصلتك تأمرك أن نترك مايعبد اباؤنا أو أن نفعل فى أموالنا مانشاؤا إنك ألنت الحليم الرشياد‬
Sedangkan bentuk al-Ighal dapat dijumpai pada Q.S al-Naml ( 27 ) : 80 :
‫ن‬
‫انك لتسمع الموتى ولتسمع الصم الدعاء إذا ولوا مد بري ا‬
Kata “Wallaw” yang artinya ‘bila mereka berpaling’ berfungsi sebagai
penjelasan terhadap arti ( orang tuli ).
8. Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah
Salah satu rahasia keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta
hubungan yang erat antara awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya.
Sebagai contoh, dikemukakan oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kirmani
bahwa Q.S al-Mu’minun diawali dengan “‫ ( “ قد افلح المؤمنون‬respek Tuhan kepada
orang-orang Mukmin ) dan diakhiri dengan “‫ ( “ انه ليفلح الكافرين‬sama sekali Allah
tidak menaruh respek terhadap orang-orang Kafir ). Dalam Q.S al-Qashas, al-
Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan
Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surah dengan
Nabi Muhammad Saw yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar
pada situasi yang dihadapi oleh Musa As dan Muhammad Saw, serta jaminan
Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan.
9. Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya
Misalnya akhir surah al-Waqi’ah / 96 :
‫فسبح باس ام ربك العظي ام‬

“Maka bertasbihlah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.

Lalu surah berikutnya, yakni surah al-Hadid / 57 ayat 1 :


‫ض وهو العزيز الحكي ام‬
‫ت واألر ا‬
‫سبح هللا مافى السموا ا‬

“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (


menyatakan kebesaran Allah ). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
10. Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema
Munasabah antar ayat tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-
Sayuthi, pertama-tama dirintis oleh al-Kisa’I dan al-Sakhawi. Sementara al-
Kirmani menggunakan metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih
al-Qur’an dengan karyanya yang berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an.
Karya yang dinilainya paling bagus adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil
oleh Abu ‘Abd Allah al-Razi dan Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah
(tegaknya suatu kepemimpinan). Paling tidak terdapat dua ayat yang saling
bermunasabah, yakni Q.S al-Nisa ( 4 ) : 34 :
‫ض و بما أنفقوا من أمواله ام‬
‫الرجال قوامون على النساء بما فضل هللا بعضهم على بع ا‬
Dan Q.S al-Mujadalah ( 58 ) : 11 :
‫يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين أوتوا العل ام درجات وهللا بما تعملون خبير‬
Tegaknya qiwamah ( konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa ) erat sekali
kaitannya dengan faktor Ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi.
Q.S al-Nisa menunjuk kata kunci “Bima Fadhdhala” dan “al-Ilm” . Antara “Bima
fadhdhala” dengan “yarfa’” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata
kunci nilai lebih yang muncul karena faktor ‘Ilmu.
Munasabah al-Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk
Nabi ( tauqifi ). Setiap orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai
hal dalam Kitab al-Qur’an.

C. Pendapat ulama tentang munasabah


Sebagaimana cabang ulumul quran yang lain, ilmu munasabah juga ada
pro dan kontra. Sebagian ulama tidak mengakui eksistnsi ilmu munasabah
dengan alasan bahwa ayat alquran merupakan unit-unit yang berdiri sendiri
(mustaqillah), dan diantara ayat-ayat quran yang diletakkan berurutan
didalami mushaf, banyak yang turun dengan interval waktu yang sangat
panjang, maka bukan suatu keharusan adanya keterkaitan antara satu ayat
dengan ayat lain (mahmud syaltut dan ma’ruf ad-dualibi).
Pendapat ulama tentang keberadaan munasabah, secara garis besar,
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menampung dan
mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedang kelompok lain
tidak memperhatikan munasabah dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-razi
adalah orang yang menaruh perhatian terhadap munasabah penafsiran, baik
hubungan antar ayat maupun antar surat. Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu
Hayyan al-Andalusi, hanya munasabah antar ayat. Az-Zarqani, ulama yang
hidup abad 14 H, kitab tafsir banyak melakukan pembahasan munasabah.
Tokoh yang memelopori keberadaan ilmu munasabah, abu bakar an-
naysaburi (w.324 H), selalu mempertanyakan, mengapa ayat ini diletakkan
disamping ayat ini dan apa rahasia diletakkan disamping surat ini. Burhanuddin
al-Biqai, memandang ayat-ayat `al-quran saling terkait, tidak penghentian yang
sempurna dalam al-quran, setiap ujung frasa,ujung ayat, dan ujung surat,
mempunyai keterkaitan dengan bagian berikutnya; tafsirnya nadzem ad-durar
fi tanabasub al-ayatwa as-suwaholistik.
Imam Fakhruddin ar-Razi(w. 606), menyatakan bahwa umumnya
perbendaharaan alquran terletak pada rangkaian tata urutan dan pertalian
nya, dalam kitabnya, mafatihul-ghaib fi-tafsiril quran (kunci keajaiban dalam
menafsirkan alquran). Al-Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi(468-543 H) dengan
kitabnya, sirajul-muridin-wa- sirajul-muhtadin(lentera orang-orang yang
berkehendak dan lentera orang-orang yang meraih petunjuk), mengatakan
bahwa hubungan pertalian ayat-ayat quran antara bagian dengan bagian
lainnya laksana kalimat yang sangat teratur dan tersusun rapi penjelasannya.
Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi, al munasabah,
bersifat rasional, terjangkau oleh akal. Berbagai hubungan antara pembuka
surat dan penutup surat maknanya berdasarkan pendekatan penalaran seperti
sabab-musabab, illat dan ma’lul, dan lain-lain; dapat mengukur kecerdasan
seseorang. Izuddin bin Abdus-salam(577-660 H), mewakili ahli ilmu alquran
klasik, berpendapat tidak semua ayat alquran bermunasabah. Sementara ahli
ulumul quran kontemporer yang sependapat dengan izuddin, yaitu Manna’al-
Qaththan dan Shubhi as-Shahih, tidak setuju pemaksaan ilmu munasabah,
tidak pada tempatnya memaksakan munasabah/korelasi/keterkaitan untuk
seluruh ayat alquran, ayat alquran diturunkan dalam rangka menjawab
berbagai pertanyaan dan kasus berbeda, pewahyuan alquran selama 22 tahun,
2 bulan, 22 hari, bagaimana merangkai seluruh ayat alquran yang sedemikian
banyak dan sedemikian panjang waktu penurunannya
Salah seorang mufassir kontemporer yang kurang setuju dengan
munasabah adalah Syekh Mahmud Syaltut, mantan rektor Al-azhar Kairo,
dalam penafsiran Al-quran. Tokoh lainnya, Ma’ruf Dualibi, usaha sia-sia
mencari hubungan antar ayat dalam surat, hanya satu hal saja, akidah,
kewajiban, ahlak, atau hak. Menurut Ma’ruf Dualibi, dalam berbagai ayat,Al-
quran hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda) dan
normatif yang bersifat umum (kaidah). Oleh karena itu, tidak tepat
mengharuskan adanya keterkaitan antar-ayat yang bersifat tafsil. Pendapat ini
ditulis dalam kitab, Al-muwafaqat, oleh As-Syatibi
D. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah al-Qur’an
Kajian ilmu munasabah mendapatkan kedudukan dan penghargaan yang
cukup tinggi dalam bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan sekaligus memiliki fungsi
atau peran yang cukup signifikan dalam memahami, mentadabburi dan
menafsirkan Al-Qura’an. Tidak hanya itu Ilmu Munasabah menjadi salah satu
tolak ukur dalam mengetahui kualitas kecerdasan dan kepiawan seorang
mufassir, terlebih lagi ketika seseorang menggunakan metode maudhu’i
(Tematik) atau muqaran (komparasi).
Al-Qur’an adalah kitab Allah SWT yang memancarkan cahaya indah yang
berbeda-beda, sesuai dengan sudut pandang masing-masing dalam
memahaminya atau mengkajinya. Artinya dari sisi manapun Al-Qur’an selalu
melahirkan cabang Ilmu pengetahuan, termasuk dari segi hubungan antara
ayat dengan ayat atau antara surah dengan surah.
Perlu kita pahami secara bahasa, munasabah berarti musyakalah (keserupaan)
dan muraqabah (kedekatan), sedangkan menurut istilah, munasabah berarti
Ilmu tentang berbagai hubungan di dalam Al-Qur’an, baik antar ayat maupun
antar surah. Al-Zarkasyi menilai ilmu ini didasarkan kepada keyakinan bahwa
Al-Quran ibarat bangunan yang bagian-bagiannya saling menguatkan. Ilmu ini
menjadikan setiap bagian kalimat yang berkaitan dan saling menyempurnakan
satu sama lain sedangkan menurut Muhlis M. Hanafi mengumpamakannya
seperti bangunan yang berdiri tegak di atas fondasi yang kokoh.
Gambaran bangunan yang diumpamakan di atas, bukanlah sebuah kebetulan
melainkan sebaliknya, yang memiliki makna dan rahasia tersendiri yang
membutuhkan kajian dan penelitian mendalam. Oleh sebab itu, para pengakaji
Al-Qur’an tidak akan bisa membongkar pasang tanpa mengetahui dasar dan
pola bangunan yang telah tersusun rapi dan menawan. Begitu pula dengan
susunan ayat dan surah, upaya untuk memahami keterkaitan serta hubungan
antara satu ayat dan ayat lainnya atau satu surah dengan surah lainnya
melahirkan disiplin Ilmu Munasabah.
Tanpa adanya Ilmu Munasabah, seseorang (Muafassir) akan kesulitan dalam
memahami Al-Qur’an dan ada kemungkinan keliru dalam memahami dan
menafsirkan. Ilmu munasabah ini dapat bereperan mengganti ilmu Asbabul
Nuzul, apabila seseorang tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat,
tapi seseorang dapat mengetahui relevansinya dengan ayat atau surah lain.
Sementara ulama yang lain berpendapat bahwa hubungan itu tidak selalu ada,
hanya memang sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya
satu sama lain.
Selain itu adapula yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara
suatu ayat dengan dengan ayat lain akan tetapi sukar sekali mencari hubungan
antara suatu surah dengan lainnya. Perlu kita ketahui, bahwasanya hal seperti
ini tidak berarti bahwa seorang mufassir harus mencari kesesuaian bagi setiap
ayat, karena Al-Qur’an turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa atau
peringatan yang terjadi. Oleh karena itu seorang mufassir menemukan
keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang pula tidak
menemukannya. Hal ini sesuai dengan kemampuan memahami atau
menafsirkan Al-Qur’an.
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai berikut:
1. Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap
bahwa tema-tema Alquran kehilangan relevansi antara satu bagian dengan
bagian lainnya.
2. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Alquran, baik
antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu
dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan
terhadap Alquran dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan
kemukjizatannya.
3. Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan bahasa Alquran dan konteks
kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian
ayat/surat yang satu dengan yang lainnya.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan
suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi
(hubungan) makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum
atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali) ; atau
korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.
Macam-Macam Munasabah al-Qur’an:
(1) Munasabah antara surah dengan surah
(2) Munasabah antara satu surat dengan surat sebelumnya
(3) Munasabah Antara Nama Surah Dengan Kandungan Isinya
(4) Munasabah Antara Satu Kalimat Lainnya Dalam Satu Ayat
(5) Munasabah Antara Nama Surat Dengan Tujuan Turunnya
(6) Munasabah Antara Ayat Dengan Ayat Dalam Satu Surah
(7) Munasabah Antara Penutup Ayat Dengan Isi Ayat Itu Sendiri
(8) Munasabah Antara Awal Uraian Surah Dengan Akhir Uraian Surah
(9) Munasabah Antara Penutup Suatu Surah Dengan Awal Surah Berikutnya
(10) Munasabah Antar Ayat Tentang Satu Tema.
Sebagaimana cabang ulumul quran yang lain, ilmu munasabah juga ada pro
dan kontra. Sebagian ulama tidak mengakui eksistnsi ilmu munasabah dengan
alasan bahwa ayat alquran merupakan unit-unit yang berdiri sendiri
(mustaqillah), dan diantara ayat-ayat quran yang diletakkan berurutan
didalami mushaf, banyak yang turun dengan interval waktu yang sangat
panjang, maka bukan suatu keharusan adanya keterkaitan antara satu ayat
dengan ayat lain (mahmud syaltut dan ma’ruf ad-dualibi).
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sangat banyak, diantaranya: Dapat
membantu dalam menafsirkan Alquran setelah diketahui hubungan suatu
kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Ulum al-Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2008


Ahsin W, Kamus Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Amzah, 2005
Al-Qathan, Manna Khalil, Studi Ilmu Qur’an, Jakarta: pustaka Islamiyah, 1998
Badr al-Din al-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut : Dar al-Ma’rifah li
al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1972
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, Ahsin
Mohammad (penterjemah), Bandung : Penerbit Pustaka, 1995
Hasbi, Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Pustaka rizki Putra, 2002
Imad al-Din Abu al-Fida’ Islamil Ib Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Beirut : Dar
al-Fikr, 1966
Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an, Damaskus : Dar al-Fikr, 1979,
Juz I
Manna’ al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh : Mansyurat al-Ashr al-
Hadits, t.th
Muhammad Syahrur, Al-Kitâb wa al-Qur’an : Qira’ah Muashirah, Kairo : Sina
Publisher, cet. I
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an,
Yogyakarta : LkiS, 2001
Shihab, Quraish, dkk, Sejarah dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka
Firdaus,2001
Saefuddin Buchori, Didin, Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an, Granada
Sarana Pustaka, 2005
Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta : Forum Kajian
Agama dan Budaya, 2001
W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, Taufiq Adnan Amal
(Penterjemah), Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1995

Anda mungkin juga menyukai