Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
2
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal Tugas Akhir dengan
judul “Geologi dan Analisis Kontrol Longsoran Daerah Butuh dan
sekitarnya, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah”,
yang merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman untuk menyelesaikan studi strata
1 (S1). Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang membantu dalam
penyusunan proposal ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kepada Allah SWT yang selalu memberikan perlindungan, kesehatan dan
kemudahan selama melaksanakan tugas akhir ini.
2. Orang tua penulis, Bapak Dedi serta kakak dan adik tercinta yang selalu
memberikan doa, semangat serta bantuan matei sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal Tugas Akhir
3. Bapak Akhmad Khahlil Gibran, S.T., M.T.. selaku dosen pembimbing
lapangan yang telah membimbing dari awal pembuatan proposal hingga
proposal ini selesai.
4. Dosen Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman yang telah
mengajar dan memberi ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.
5. Keluarga MAGMA ( Teknik Geologi UNSOED Angkatan 2015) yang
selalu mengispirasi semangat juang serta kebersamaanya.
Proposal yang dibuat ini mengharap saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca. Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan
referensi bagi kegiatan yang berkaitan dengan ilmu geologi lainnya.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
PRAKATA .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 5
1.1............................................................................................................. Latar
Belakang ........................................................................................... 5
1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................... 5
1.3. Lokasi Penelitian........................................................................... 6
1.4. Pencapaian Lokasi........................................................................ 7
1.5. Batasan Masalah .......................................................................... 8
1.6. Manfaat Penelitian......................................................................... 9
BAB II GEOLOGI REGIONAL.................................................................. 10
1. 2.1. Fisigrafi Regional Jawa Tengah....................................................... 10
2. 2.2. Stratigrafi Regional.......................................................................... 13
3. 2.3. Struktur Geologi Regional............................................................... 16
4. 2.4. Dasar Teori....................................................................................... 19
5. BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 36
6. 3.1. Metode Penelitian............................................................................. 36
7. 3.2. Langkah Penelitian........................................................................... 37
8. 3.3. Metode Alir...................................................................................... 39
BAB IV RENCANA KEGIATAN.............................................................. 40
4.1. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 41
4
1. BAB I
PENDAHULUAN
5
6. Bagaimana kemiringan lereng didaerah penelitian?
6
Keadaan geografis pada lokasi penelitian terdiri dari perhutanan,
perbukitan dan pemukiman. Masyarakat yang dijumpai di daerah penelitian
sebagian besar melakukan kegiatan sebagai bercocok tanam, biasanya
masyarakat sekitar dapat dijadikan referensi untuk dapat mencapai lokasi
penelitian jika memang lokasi sulit ditemukan atau nama lokasi tidak ada
dalam peta. Terdiri dari topografi yang beragam seperti perbukitan yang
merupakan Kawasan perbukitan dan gunung api.
Gambar 1.1. Lokasi Kapling Daerah Penelitian berdasarkan peta administrasi Jawa Tengah dan
Kabupaten Magelang. Kotak kuning menunjukkan lokasi daerah penelitian.
7
Gambar 1.2. Pencapaian Lokasi
(sumber : http://maps.google.co.id/)
8
1.7. Manfaat Penelitian
Pemetaan geologi dalam rangka melaksanakan tugas akhir ini
diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut ini :
1. Memperoleh pengalaman kerja mandiri khususnya di bidang pemetaan
geologi.
2. Memberikan informasi geologi pada daerah penelitian. Informasi tersebut
berupa peta dan laporan geologi, peta geomorfologi daerah penelitian
dengan skala 1:25000, dan kolom stratigrafi daerah penelitian.
3. Menjadi sumber referensi di perpustakaan jurusan teknik khususnya
program studi Teknik Geologi.
4. Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pemetaan geologi
untuk mahasiswa Teknik Geologi Universitas Jendral Soedirman.
5. Memberikan sumber referensi kepada institusi kampus program studi
Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman yang ingin melakukan
riset lanjutan mengenai pemetaan geologi beserta kegunaannya sebagai
acuan eksplorasi sumber daya geologi, tataguna lahan, kondisi geologi
daerah Kaliangkrik, dan lain sebagainya.
2. BAB II
GEOLOGI REGIONAL
9
2.1. Fisiografi Regional
Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi
Daerah Penelitian
Keterangan
Quaternary Volcanoes Domes and ridges in the central
depression zones
Alluvial plains of northern Java Central depression zone of Java,
and Randublatung zones
Rembang-Madura Southern Mountains
Anticlinorium
Bogor, North-Seraju, and
Kendeng-anticlinorium
fisiografi. Zona fisiografi daerah Jawa Tengah dibagi menjadi tujuh bagian
10
3. Antiklinorium Rembang-Madura (Rembang-Madura Anticlinorium)
5. Pematang dan Dome pada Pusat Depresi (Domes and ridges in the
Gunungapi Kuarter
Jalur gunungapi ini muncul pada jalur depresi tengah jawa (Pusat Depresi
Jawa)
Jalur ini tidak begitu luas karena sepanjang Cirebon sampai Semarang,
Laut Jawa menjorok kearah darat, daerah paling luas pada jalur ini adalah
Antiklinorium Rembang-Madura
Jalur ini merupakan hasil pengangkatan dari geosinklin Jawa bagian Utara.
Jalur Bogor Serayu Utara dan Kendeng ini dipisahkan oleh sebuah kuarter
11
Jalur ini disebut juga jalur Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan
Laut dengan diameter panjang kurang lebih 32 km dan kearah selatan barat
daya dengan diameter panjang kurang lebih 20 km. Bagian utara timur
pegunungan ini dibatasi oleh lembah Progo sedangkan bagian selatan dan
barat daya dibatasi oleh dataran pantai jawa tengah, dibagian barat laut
Pegunungan Selatan
Jalur ini juga disebut sebagai dataran pantai selatan, jalur ini merupakan
tertutup oleh endapan alluvial, tetapi sisa-sisa plato ini masih dapat
nusakambangan.
12
Banyumas (S.Asikin dkk, 1992) dari yang paling muda ke tua adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.2 – Peta Geologi Regional daerah Magelang – Semarang yang termasuk
a. Endapan Permukaan
Endapan sungai dan danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan
13
b. Batuan Gunung Api
Tuf halus sangat lapuk, breksi dan andesit porfiri. Tuf banyak
dan aliran gunung api muda. Endapan lahar ini terdiri dari
c. Batuan Sedimen
a. Formasi Damar
14
ini tersingkap disekitar sungai Damar dan di bagian baratlaut
daerah telitian.
b. Formasi Kaligetas
Breksi aliran dan lahar dengan sisipan lava dan tuf halus sampai
dengan 200m
c. Formasi Payung
d. Batuan Terobosan
a. Basal
15
Tatanan tektonik Pulau Jawa dipengaruhi oleh aktivitas tektonik
Pola Sunda yang berarah utara–selatan, dan Pola Jawa yang berarah barat–
a. Pola Meratus
tertua dan terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-
Cimandiri.
b. Pola Sunda
Oligosen Akhir. Pola ini ditandai oleh sesar utara-selatan baik sesar
Jawa.
c. Pola Jawa
16
Pola Jawa berarah barat-timur merupakan pola termuda yang
Gambar 2.3 Pola struktur geologi Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
cukup unik dan berbeda bila dibandingkan dengan Jawa Barat dan Jawa
Timur. Bentuk dan morfologi dari Jawa Tengah yang unik dan berbeda ini
17
tenggara, pola struktur berarah Timurlaut - Baratdaya, dan pola struktur
Gambar 2.4 Pola Struktur Jawa Tengah (Sujanto, 1975) dan Daerah Penelitian
1975), yaitu:
Barat.
selatan Jawa.
18
2.4. DASAR TEORI
2.4.1 Geomorfologi
2.4.1.1 Morfografi
Morfografi, berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi. Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta
topografi, berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan
kerapatan kontur, ketinggian absolut sehingga dapat menentukan perbukitan
atau pedataran. Sedangkan perubahan pola punggungan dan pola aliran bisa
mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di daerah penelitian.
Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran
yang dibentuk oleh anak sungai terhadap induknya. Pola pengaliran sangat
mudah dikenal dari peta topografi atau foto udara, pola pengaliran
berhubungan erat dengan jenis batuan, struktur geologi, kondisi erosi dan
sejarah bentuk bumi. (Howard, 1967), membagi pola pengaliran menjadi
dua yaitu, pola pengaliran dasar (Gambar dan tabel 2.1) dan pola pengaliran
modifikasi.
Pola dasar merupakan pola yang terbaca dan dapat di pisahkan
dengan pola lain. Pola pengaliran modifikasi ialah pola dengan
memperlihatkan ciri pola dasar. Sungai dapat dibagi berdasarkan tingkatan
orde sungai tersebut. Menurut Strahler (1964), pada saat dua order pertama
bertemu, maka bagian bawah dari pertemuan orde pertama tersebut menjadi
orde kedua.
Tabel 2.2. Klasifikasi morfografi menurut van Zuidam (1985)
19
Gambar 2. 5. Tipe pola pengaliran menurut Zenith, 1932 (A) dan Pola Pengaliran Modifikasi
Sungai menurut A. D. Howard, 1967 (B dan C)
20
rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola
pengalirannya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, sedangkan anak-anak
sungainya mengalir sesuai diping dari sayap-sayap synclinal dan
anticlinal-nya. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus
terhadap induk sungainya.
Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan
(folded mountains).
Rektangular Induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ± 900, arah anak-anak
sungai terhadap sungai induknya berpotongan tegak lurus. Induk
sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah lengkungan
menganan, pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut
kemiringan, tidak memiliki perulangan perlapisan batuan dan sering
memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus. Biasanya
ditemukan di daerah pegunungan patahan (block mountains). Pola
seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-bidang
dan/atau retakan patahan escarp atau graben-graben yang saling
berpotongan.
Radial Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah
intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta
sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan arah
penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan sentripetal
dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Pola Radial Sentrifugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana
daerah hulu sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat
pada satu “titik” tetapi muaranya menyebar, masing-masing ke
segala arah. Pola pengaliran radial terdapat di daerah gunungapi
atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang
berstadia muda, hulu sungai-sungai berada di bagian puncak,
tetapi muaranya masing-masing menyebar ke arah yang lain, ke
segala arah.
Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang
menyebar dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari
21
banyak arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan (basin), dan
biasanya bermuara pada satu danau.
Anular Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,
sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus.
Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau terkikis
dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak. Juga berupa
cekungan dan kemungkinan stocks. Terdapat pada daerah
berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah berada pada
stadium dewasa.
Multibasinal Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan
daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta lelehan
salju atau permafrost.
Kontorted Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang
menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, anak sungai yang
lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen, umumnya
menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf dan merupakan
pembeda antara penunjaman antiklin dan sinklin.
2.4.1.2 Morfometri
Morfometri, merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan
sebagai aspek pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehinga
klasifikasi kualitatif akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas.
Variasi nilai kemiringan lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan
berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam
(1985), sehingga diperoleh penamaan kelas lerengnya (tabel 3.2).
Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik grid cell berukuran 3x4 cm pada peta topografi skala 1 :
25.000. Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung
kemiringan lerengnya dengan menggunakan persamaan berikut:
22
Dimana,
n = jumlah kontur yang memotong diagonal
jaring
Ci= interval kontur (meter)
D = diagonal grid, Skala 1 : 25.000
Tabel 2.4. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE
23
kekuatan / tenaga dari dalam kerak bumi, sehingga merubah bentuk
permukaan bumi. Proses dari dalam kerak bumi tersebut antara lain
kegiatan tektonik yang menghasilkan patahan (sesar), pengangkatan
(lipatan) dan kekar. Selain kegiatan tektonik, proses kegiatan magma dan
gunungapi (vulkanik) sangat berperan merubah bentuk permukaan bumi,
sehingga membentuk perbukitan intrusi dan gunungapi. Sehingga
morfogenesa sangat mempengaruhi dalam penamaan satuan
geomorfologi yang dapat menjelaskan proses-proses yang berkembang di
suatu daerah. Apakah suatu daerah lebih berkembang struktur-struktur
yang diakibatkan kegiatan endogen yang berasal dari dalam bumi atau
proses eksogen yang dicirikan dengan adanya pelapukan, erosi yang
justru mampu merubah morfologi satu daerah yang didasarkan pada
keresistenan batuan. Hal itu berpengaruh pada bentang alam yang akan
terbentuk berdasarkan dua hal yaitu proses endogenik atau proses
eksogenik.
Dilihat dari genesis kontrol utama pembentukannya (Tabel 3.3),
bentuk lahan dapat di bedakan menjadi bentuk asal struktural, vulkanik,
fluvial, marine, karst, aeolian, dan denudasi (Van Zuidam, 1983).
Pembagian lembah dan bukit adalah batas atau titik belok dari bentuk
gelombang sinusoidal ideal. Di alam, batas lembah dicirikan oleh tekuk
lereng yang umumnya merupakan titik-titik tertinggi endapan koluvial
dan/atau aluvial.
Tabel 2.5. Warna yang direkomendasikan untuk dijadikan simbol satuan geomorfologi
berdasarkan aspek genetik (Van Zuidam, 1983)
24
2.4.2 Analisis Stratigrafi
Di lapangan, dilakukan analisis stratigrafi secara
megaskopis. Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan
litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan didasarkan pada
ciri fisik batuan yang dapat diamati dilapangan, meliputi jenis batuan,
keseragaman gejala litologi dan posisi stratigrafinya (Komisi Sandi
Stratigrafi Indonesia 1996, pasal 15).
Sedangkan penentuan batas penyebaran satuannya harus memenuhi
persyaratan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 : pasal 17, yaitu :
1. Batas satuan litostratigrafi adalah sentuhan antara dua satuan yang
berlainan ciri litologinya yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan
tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya
atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan
bidang yang diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari peralihannya
dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan
sandi.
4. Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batasan cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan. Berdasarkan pasal
25
tersebut, kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi dapat bersifat
tajam ataupun berangsur. Ada tiga macam sentuh stratigrafi, yaitu :
a. Selaras, yaitu sedimentasi berlangsung menerus tanpa gangguan dari
satuan stratigrafi yang berada di bawah lapisan tersebut.
b. Tidak selaras, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh
pengangkatan.
c. Diasterm, yaitu siklus sedimentasi tidak menerus, disebabkan oleh erosi
atau tidak adanya pengendapan. Penamaan satuan litostratigrafi
didasarkan atas jenis litologi yang paling dominan dalam satuan tersebut.
Pengamatan terhadap litologi di lapangan dilakukan secara megaskopis
yang meliputi warna batuan baik warna segar maupun warna lapuknya,
ukuran butir, bentuk butir, kemas, pemilahan, kekerasan, mineral
tambahan, struktur sedimen, kandungan fosil dan lain-lain.
2.4.4 Analisis Data Petrografi
Analisis data karakter batuan dilakukan dengan cara
mendeskripsikan batuan secara mikroskopis dari sayatan tipis.
Analisis data petrografi dilakukan untuk mendeskripsi batuan secara
mikroskopis mencakup butiran, jenis butiran, bentuk butir, besar butir,
matriks, semen, jenis mineral dan kandungan fosilnya berdasarkan
sumber bacaan buku panduan praktikum petrografi oleh ITB.
Data petrografi ini diambil dari data batuan pada tempat tertentu
yang mewakili batuan tersebut yang kemudian dijadikan sayatan tipis
sehingga lebih mudah diamati di bawah mikroskop.
Hal ini dilakukan untuk batuan yang padu kemudian diteliti di
bawah mikroskop polarisasi di Laboratorium Teknik Geologi Purbalingga
untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral dari setiap batuan
sehingga dapat ditentukan jenis batuannya. Adapun klasifikasi
batuan yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.6.. serta penamaan
ilmiah batuan secara petrografi menurut Pettijohn (1975).
26
Gambar 2.6. Klasifikasi batupasir dan batulempung menurut Pettijohn (1975)
27
Gambar 2.8 Klasifikasi batuan beku plutonik, (IUGS,1978)
2.4.5 Analisis Struktur Geologi
Perlu dilakukan interpretasi topografi untuk melihat indikasi
struktur geologi yang meliputi interpretasi Citra Landsat, kerapatan garis
kontur, kelurusan sungai, kelurusan punggungan, pola pengaliran
sungai dan sebagainya. Semua indikasi yang telah ditemukan
direkonstruksikan bersamaan dengan rekonstruksi pola jurus batuan
yang akan menghasilkan jenis, arah dan pola struktur geologi yang
berkembang di daerah tersebut yang kemudian dituangkan dalam Peta
Pola Jurus. Untuk umurnya ditarik berdasarkan kesebandingan regional
atau berdasarkan umur satuan litologi yang dilaluinya.
2.4.5.1 Kekar
Kekar didefinisikan sebagai suatu rekahan pada kerak bumi
yang belum atau sedikit sekali mengalami pergeseran sepanjang bidangnya,
akibat tekanan yang lebih lanjut. Kekar memecahkan batuan dengan
rekahan yang relative halus dengan panjang yang bervariasi mulai dari
beberapa sentimeter sampai ratusan meter. Secara genetik, kekar dapat
dibedakan menjadi dua jenis (Haryanto, 2003) yaitu :
28
1. Kekar gerus (shear joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk sal ing bergeser (shearing)
searah bidang rekahan.
2. Kekar tarik (Extensional joint), adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk kadanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang) atau
bergeser tegak lurus terhadap bidang rekahannya. Kekar tarikan dapat
dibedakan sebagai :
a) Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah
dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan
hidrothermal yang kemudian berubah menjadi vein.
b) Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat
hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegaklurus
terhadap gaya utama. Struktur ini biasa disebut dengan “stylolite”.
Kekar merupakan salah satu struktur yang sulit untuk diamati,
sebab kekar dapat terbentuk pada setiap waktu kejadian geologi,
misalnya sebelum terjadinya suatu lipatan. Kesulitan lainnya
adalah tidak adanya atau relatif kecil pergeseran dari kekar,
sehingga tidak dapat ditentukan kelompok mana yang terbentuk
sebelum atau sesudahnya. Walaupun demikian, di dalam analisis,
kekar dapat dipakai untuk membantu menentukan pola tegasan,
dengan anggapan bahwa kekar-kekar tersebut pada keseluruhan
daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan sesar.
Analisa kekar digunakan dalam penentuan jenis sesar, hal
ini dapat diterapkan dengan menggunakan pemodelan
Anderson (gambar 3.6) dengan patokan sebagai berikut :
1. a1 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate
Shear yang mempunyai sudut sempit.
2. a2 berada pada titik perpotongan antara 2 bidang
Conjugate Shear
3. a3 berada pada titik tengah perpotongan 2 bidang Conjugate
Shear yang mempunyai sudut tumpul.
4. a1 a2 a3.
5. Orientasi tensional joint searah dengan orientasi a1.
6. Orientasi stylolites I dengan orientasi a1 atau searah dengan
orientasi a3.
7. Bidang shear dan tensional akan membentuk sudut sempit.
29
8. Bidang shear dengan release joint akan membentuk sudut
tumpul.
2.4.5.2 Sesar
Untuk mengamati keberadaan arah dan jenis sesar di lapangan
dapat diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti adanya
dragfold (lipatan seret), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar,
slicken side, breksiasi, zona-zona hancuran, kelurusan mata air panas
dan air terjun. Klasifikasi sesar telah banyak dikemukakan oleh para
ahli terdahulu, mengingat struktur sesar adalah rekahan kekar di
dalam bumi yang ditimbulkan karena pergeseran sehingga untuk membuat
analisis strukturnya diusahakan untuk dapat mengetahui arah dan besarnya
pergeseran tersebut. Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk
ditemukan untuk itu pengolahan data kekar untuk mengetahui
tegasan utamanya dapat dilasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan
orientasi tegasan utama (Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003) dan
dinyatakan dalam a1 (tegasan terbesar), a2 (tegasan menengah), dan a3.
(tegasan terkecil) yang saling tegak lurus satu sama lain secara triaksial.
Sesar tersebut secara dinamik diklasifikasikan menjadi (gambar 3.5) :
1. Sesar normal, dimana a1 vertikal dan a2 serta a3 horizontal.
Besarnya sudut kemiringan (dip) bidang sesar mendekati 60º.
2. Sesar mendatar, dimana a2 vertikal dan a1 serta a3 horizontal.
3. Sesar naik, dimana a3 vertikal dan a1 dan a2 horizontal.
30
Kemiringan bidang sesar mendekati 30º . Dalam hal ini, bidang
sesar vertikal dan bergerak secara horizontal.
Gambar 2.9. Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yang
terbentuk (Anderson, 1951 dalam Haryanto, 2003)
Untuk klasifikasi Struktur Sesar, menggukan klasifikasi Rickard,1971
dalam Haryanto, 2003 yang mengkombinasikan besar kemiringan bidang
sesar dengan besar sudut pitch . Berdasarkan kombinasi tersebut yang
kemudian di plot pada diagram, menghasilkan penamaan sesar dengan
ketentuan sebagai berikut:
Apabila pitch kurang atau sama dengan 10°, maka sesar dinamakan sesar
mendatar, baik Dextral (menganan) atau Sinistral (mengiri). Dalam
klasifikasi ini dinamakan sebagai Right Slip Fault atau Left Sli[ Fault.
Apabila Pitch 80° sampai 90°, dengan memperhatikan pergerakan sesar
(naik atau turun) maka akan diberi nama Normal Fault atau Reverse
Fault. Namun apabila kemiringan bidang sesar kurang dari 45° dengan
pitch yang sama dengan ketentuan tersebut makan untuk sesar normal
akan dinamakan Lag Normal Fault (Low Angel Normal Fault) atau sesar
normal bersudut kecil dan untuk sesar naik dinamakan Thrust Fault atau
sesar anjak.
Apabila pitch pada sesar mendatar lebih besar daripada 10° dan kurang
atau sama dengan 45°, maka sesar merupakan sesar mendatar yang
31
memiliki pergerakan naik atau turun. Dalam penamaan, pergerakan naik
atau turun menjadi keterangan pergerakan sesar mendata tersebut,
misalnya sesar mendatar mengiri (sinistral) normal dengan ciri pitch
lebih besar dari 10° dan kurang dari 45° serta kemiringan bidang sesar
50° maka dinamakan Normal left Slip Fault. Apabila kemiringan sesar
kurang dari 45° dengan pergerakan yang sama, maka disebut dengan Lag
Left Slip Fault. Hal tersebut juga berlaku untuk pergerakan naik.
Apabila Pitch lebih dari 45°dan kurang dari 80°, dengan pergerakan
turun atau naik, maka sesar tersebut juga memiliki kinematika
pergeseran mendatar (menganan atau mengiri). Apabila bidang lebih dari
45°, maka dapat dinamakan Right Slip Normal Fault, Right Slip Reverse
Fault, Left Slip Normal Fault atau Left Slip Reverse Fault. Hal tersebut
juga berlaku untuk Lag Fault dan Reverse Fault.
32
Analisis sejarah geologi bertujuan untuk menguraikan suatu
Secara umum, analisis stabilitas lereng dilakukan dengan menghitung nilai faktor
keamanan (Safety Factor, SF) daripada lereng (Das, 1998). Faktor keamanan
SF = Tf/Td
*dengan
SF : faktor keamanan
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi enam macam sebagai
berikut ini.
dengan
cepat termasuk batu jatuh bebas, lompatan, dan bergulir ke bawah pada
33
permukaan lereng, atau batu menggelinding atau pecahan batu bergerak ke bawah
di permukaan lereng.
3) Robohan (topples): terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas., yang umumnya terjadi pada lereng
4) Sebaran (spreads): kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa
merupakan gerakan tanah yang umumnya terjadi kearah samping karena terjadi
seperti cairan kental dan sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
35
geologi, dan stratigrafi yang berkembang di daerah penelitian. Untuk
mendapatkan informasi tentang komposisi mineral batuan, lingkungan
pengendapan, dan umur relatif dari satuan batuan yang menjadi objek
penelitian, metode yang penulis gunakan adalah dengan melakukan analisis
mikropalentologi untuk fosil dan analisis petrografi untuk litologi pada
contoh batuan di daerah penelitian tersebut. Maka dari itu, penulis
melakukan pengambilan contoh batuan (permukaan) dari daerah penelitian
guna mendapatkan informasi tersebut.
Cara pengambilan sampel batuan (permukaan) untuk keperluan
analisis mikropaleontologi dan analisis petrografi tersebut yaitu dengan
sistem/metode pengambilan sampel yang dilakukan secara Stratified
Random Sampling, metode tersebut memiliki pengertian berupa metode
pengambilan sampel dari populasi awalnya, dimana populasi tersebut
dibagi-bagi terlebih dahulu menjadi suatu kelompok yang relatif homogen
(stratum), untuk menjamin keterwakilan dari masing-masing stratum.
Metodologi penelitian tersebut diharapkan penulis dapat mengetahui
tentang lingkungan pengendapan yang berkembang di daerah tersebut dari
perbandingan mikrofosil yang terkandung di dalam contoh batuan yang
penulis teliti (dalam hal ini perbandingan Foraminifera Bentik dan
Planktonik) serta mengetahui waktu (umur) satuan batuan tersebut
terendapkan di daerah tersebut dengan metode penentuan umur dengan
menggunakan zona kisaran dari keberadaan mikrofosil yang terkandung di
dalam contoh batuan yang penulis teliti (dalam hal ini analisis zona kisaran
dari foraminifera planktonik), serta dapat mengetahui (secara mikroskopis)
tentang komposisi dari masing-masing contoh batuan yang terdapat di
daerah penelitian penulis.
3.2. Tahap Penelitian
Metoda yang dilakukan dalam praktek kerja lapangan ini diantaranya
adalah metoda kompas dan langkah, metoda kompas dan meteran. Metode
yang dipakai dalam melakukan penelitian ini terdiri dari 4 tahapan , yaitu :
1. Studi literatur
2. Penelitian lapangan
36
3. Analisis dan pengolahan data
4. Tahap penulisan laporan
37
3.2.3 Tahap Analisis dan Pengolahan Data
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang
dilakukan di laboratorium maupun di ruangan.Dalam analisis dan
pengolahan data ini meliputi laboratorium dan studio pengolahan data.
Adapun analisis yang dilakukan pada tahap ini melipuit analisis analisis
petrografi, analisis stratigrafi, analisis sedimentologi, analisis kestabilan
lereng, analisis struktur, dan analisis geomorfologi
3.2.4. Tahap Penulisan Laporan
Pada tahap ini dilakukan setelah seluruh tahapan diatas telah selesai
dengan bimbingan dari pembimbing terkait. Pekerjaan yang dilakukan
adalah pembuatan peta lintasan dan pengamatan, peta geomorfologi, peta
geologi, penampang sayatan geologi, kolom stratigrafi daerah penelitian,
dan peta potensi sumberdaya dan rawan bencana di daerah penelitian.
CITRA SRTM
PETA GEOLOGI REGIONAL
PETA TOPOGRAFI
DATA LAPANGAN
PENGAMATAN GEOMORFOLOGI
DATA LITOLOGI DAN PENYEBARANNYA
PENGAMATAN DAN PENGUKURAN DATA STRUKTUR GEOLOGI
PENGAMBILAN SAMPEL BATUAN
PENGAMATAN POTENSI GEOLOGI
PENGAMATAN GEOLOGI TEKNIK
PENELITIAN LABORATORIUM
PENYAJIAN DATA
PETA DAN KOLOM GEOMORFOLOGI
PETA DAN SAYATAN GEOLOGI
KOLOM STRATIGRAFI
PETA POTENSI GEOLOGI
DIGRAMA DATA PETROGRAFI
DIAGRAM ROSET DAN ANALISIS STRUKTUR
HASIL ANALISIS KESTABILAN LERENG
SINTESIS GEOLOGI
GEOLOGI DAN ANALISIS KONTROL LONGSORAN DAERAH BUTUH DAN SEKITARNYA KECAMATAN
KALIANGKRIK KABUPATEN MAGELANG JAWA TENGAH
39
1. BAB IV
RENCANA KEGIATAN
Penentuan Basecamp
Orientasi Lapangan
Penyusunan Laporan
Seminar
40
DAFTAR PUSTAKA
Djuri dkk. 1996. Peta Geologi Lembar Purwokerto - Tegal Skala 1 : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung.
Kertanegara, L., Uneputty, H., dan Asikin, S., 1987. Tatanan Stratigrafi dan
Posisi Tektonik Cekungan Jawa Tengah Utara Selama Jaman Tersier.
Proceeding Ikatan Ahli Geologi Indonesia XVI, 1987, Bandung.
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia : Indonesia.
Pettijohn, F.J. 1975. Sedimentary Rock.Third Edition. Harper & Row Publishers,
New York-Evanston-San Fransisco-London.
41