Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF

BIOASSAY GUIDED FRACTINATION DARI STREPTOMYCES SP

Nama : Nurunnisa Fitri Amalia


NIM : F1F118006

Dosen Pengampu :
Diah Tri Utami, S. Si., M. Sc.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
PRAKTIKUM II
BIOASSAY GUIDED FRACTINATION DARI STREPTOMYCES SP
I. LANDASAN TEORI
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair denga zat cair.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu dari
non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut
dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar dan
yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar. Fraksinasi pada prinsipnya
adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak dengan menggunakan dua
macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umumnya dipakai untuk
fraksinasi adalah n-heksan, etil asetat, dan metanol. Untuk menarik lemak dan
senyawa non polar digunakan n-heksan, etil asetat untuk menarik senyawa semi
polar, sedangkan metanol untuk menarik senyawa senyawa polar (Harborne,
1987).
Penyebab infeksi malaria ialah parasit plasmodium, suatu parasit yang
termasuk dalam dalam filum apicomplexa. Seperti halnya parasit toksoplasma.
Sekitar 100 spesies plasmodium telah diidentifikasi tetapi hanya ada lima spesies
yang dilaporkan menginfeksi manusia, yaitu:
- Plasmodium falciparum.
- Plasmodium vivax.
- Plasmodium ovale.
- Plasmodium malariae.
- Plasmodium knowlesi.
Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan
P. vivax. Plasmodium falciparum adalah penyebab utama malaria berat, termasuk
malaria serebral (Harijanto et al., 2008).
II. MANFAAT PAKTIKUM
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat
memahami isolasi dan identifikasi bioassay guided fractionation antispasmodial
III. PROSEDUR PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
- Alat : Inkubator, evaporator, flash kromatografi, kromatografi kolom,
glassware, timbangan, spektrofotometri massa/LCMS
- Bahan : Streptomyces sp GMY01, plasmodium falcifarum, kaldu kedelai
tryptic, medium SNB, kolom c-18, air, asetonitril, etil asetat, methanol,
kloroform, n-heksan, sorbitol 5%, DMSO, pewarna giemsa, larutan MTT,
natrium dodesil sulfat
III.2 Prosedur Percobaan
a. Fermentasi dan ekstraksi
Bakteri GMY01
Dikultur dalam media kaldu kedelai tryptic pada 28 C
180 rpm selama 3 hari
Dipindahkan kultur kedalam medium SNB
Diinkubasi 11 hari pada 28 C dalam incubator
pengocok 180 rpm
Disentrifugasi pada 4 C selama 15 menit
Diekstraksi dengan etil asetat dua kali
Dipekatkan dengan evaporator
Dilarutkan dalam methanol
Difraksinasi dengan n-heksan
Fraksi aktif

b. Fraksinasi
Fraksi aktif
Difraksinasi menggunakan flash kromatografi dan
kolom c-18 dengan air-asetonitril
Dilarutkan fraksi etil asetat-metanol yang dikombinasi
celite (1:3)
Ditimbang fraksi
Direfraksionasi dengan kromatografi kolom Si 60
eluen methanol : kloroform (4:1)
Fraksi
c. Uji antispasmodial
p.falcifarum dan fraksi
Dikultur p. falcifarum
Diinkubasi dalam CO2 dengan 50% CO2 pada 37C
Disinkronkan kulturs dengan sorbitol 5%
Ditambhakan 0,1% DMSO
Dilakukan uji dengan plat mikro 96 yang berisi 100ml
ekstrak dan 100ml larutan plasmodium inoculum
Diinkubasi 3 hari pada 37 C
Diwarnai dengan pewarna giemsa dan diamati
dibawah mikroskop
Dihitung parasitemia
Dilakukan analisiis flow cytometer dengan SYBR
Green
Hasil

d. Uji Toksisitas
Sel Vero
Dibiarkan sel vero menempel semalaman dalam
incubator yang dilembabkan
Ditambahkan 100 mikroliter ekstrak
Diinkubasi 24 jam
Ditambahkan larutan MTT ke tiap sumur
Diinkubasi 4 jam pada 37 C
Ditambahkan SDS
Ditentukan absorbansi dan nilai IC50
Hasil
e. LCMS
GMY01
Dianalisis dengan spektrofotometri massa
Dianalisis dengan UPLC
Dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom
pada 40 C
Digunakan fase gerakpelarut A (0,1% asam format
dalam air, v / v) dan pelarut B (0,1% asam format
dalam asetonitril), dengan polaritas gradien (A: B) 95:
0,5 hingga 0,5: 95. Laju aliran ditetapkan pada
0,3mL / mnt. Kolom dan auto-sampler dipertahankan
pada suhu 40 ° C dan 20 ° C
Dihitung waktu retensi
Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan fraksinasi dengan bioassay
guided fractionation terhadap Streptomyces sp GMY01. Percobaan tidak
dilakukan secara langsung oleh praktikan, melainkan data yang diperoleh dari
literatur. Menurut Harborne (1987), fraksinasi merupakan proses pemisahan
antara zat cair denga zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan
tingkat kepolaran, yaitu dari non polar, semi polar dan polar.
Pada penelitian ini disebutkan bahwa fraksinasi dari GMY01 dilakukan
untuk memperoleh fraksi aktif yang diduga memiliki aktivitas antiplasmodial
terhadap p. falcifarum. Menurtu Harijanto et al (2008), penyebab infeksi malaria
ialah parasit plasmodium, suatu parasit yang termasuk dalam dalam filum
apicomplexa. Dimana jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah P. falciparum dan P. vivax. Plasmodium falciparum adalah penyebab
utama malaria berat, termasuk malaria serebral.
Streptomyces sp GMY01 yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
isolasi dari sampel sedimen laut krakal gunungkidul, Yogyakarta, yang disimpan
di LIPI. Dimana bakteri GMY01 yang diperoleh difermentasi dan diekstraksi
terlebih dahulu untuk memperoleh ekstrak kasar. Hasil ekstrak inilah yang akan
difraksinasi untuk memisahkan fraksi polar dengan fraksi non polar.
Hasil yang diperoleh dari fraksinasi awal ini ada 4 fraksi yaitu 322mg
fraksi n-heksana, 37mg fraksi etil asetat– metanol– n- heksana, 378 mg fraksi etil
asetat-metanol, dan 7 mg fraksi tak larut. Dimana dari ketiga fraksi tersebut hanya
ada 2 fraksi yang memiliki aktivitas terhadap P. falcifarum yaitu fraksi etil
asetat– metanol– n- heksana dan fraksi etil asetat-metanol. Untuk fraksi n-heksan
tidak memiliki pengaruh terhadap P. falcifarum dan toksisitasnya tinggi.
Untuk fraksinasi selanjutnya dilakukan pada fraksi yang aktif atau
memiliki aktivitas terhadap P. falcifarum dengan menggunakan kromatografi
flash. Hasil yang diperoleh yaitu :
Dimana dapat diketahui bahwa dari sepuluh fraksi F2, F3, F4 dan F7 memiliki
aktivitas antispasmodial tinggi yaitu diatas 70%, dengan nilai tertinggi pada F4.
Sehingga F4 dijadikan sampel untuk fraksinasi selanjutnya menggunakan
kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel 60. Dan F4 terbagi lagi menjadi
10 fraksi dengan aktivitas tertinggi dari F4.6 dan F4.7 yaitu diatas 80%. Dimana
F4.7 memiliki aktivitas tertinggi mencapai 94,3%

Selanjutnya F4.7 dilakukan konfirmasi terhadap aktivitas


antispamosdialnya dengan metode flow cytometry dengan pewarna giemsa dan
SYBR Green. Dan didapatkan hasil bahwa nilai aktivitas anti spasmodial yang
dihasilkan dari pengujian secara mikroskopis memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan menggunakan metode flow cytometry. Perbedaan tersebut
ditunjukkan pada table berikut:

Terlihat pada table diatas bahwa terdapat perbedaan baik pada nilai RMPI, DMSO
0,1% maupun pada F4.7 dan pada kolom diff terlihat bahwa hasil ini
menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena tiap metode
memiliki kelebihan dan keterbatasannya tersendiri. Dimana metode flow cytoetry
dianggap lebih sederhana, cepat dan valid karena pada pengujian mikroskopis
masih dapat terjadi kesalahan perhitungan oleh peneliti.

Pengujian akhir dilakukan menggunakan spektrofotometer massa pada


fraksi F4.7 dan diperoleh hasil bahwa F$.7 diprediksi sebagai senyawa
isobutyranilide dengan rumus molekul C10H15NO. senyawa lain yang diperoleh
diduga sebagai efedrin dengan rumus molekul C10H15NO.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Bioassay guided fraksination dilakukan agar dalam pengujian suatu


senyawa dapat dipastikan bahwa senyawa tersebut memiliki aktivitas yang ingi
diujikan dan dapat menjadi calon obat selanjutnya. Fraksi yang memiliki aktivitas
dari GMY01 adalah fraksi F4.7 dengan kandungan senyawa isobutyranilide dan
efedrin

6.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini, sebaiknya dilakukan langsung di


laboratorium untuk dapat lebih memahami cara melakukan fraksinasi dengan
bioassay guided fractination
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, E., J. Widada., P. Dewi., Lotulung., A. Dinoto dan Mustofa. 2020.
Bioassay Guided Fractionation of Marine Streptomyces sp. GMY01 and
Antiplasmodial Assay using Microscopic and Flow Cytometry Method.
Indonesian Journal of Pharmacy. Vol 31(4) : 281-289.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.
Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Editor. Malaria: dari mokeluler ke
klinis. Edisi ke-2. Jakarta. EGC:2008.

Anda mungkin juga menyukai