Anda di halaman 1dari 68

HUBUNGAN SUBTIPE STROKE DENGAN KEJADIAN

DEMENSIA PADA PASIEN PO ST STROKE


DI RSUD DR. MO EWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Mem enuhi Persyaratan


Memperoleh Ge lar Sarjana Kedokte ran

ARDH ANARI W ULANSIH


G 0003055

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERS ITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENG ESAH AN SKRIPSI

Skri psi dengan judul: H ubungan Subtipe Stroke Dengan Kejadian Demensia
Pada Pasien Post Stroke Di RSUD dr. Moewardi Surakarta

Ardhanari Wulansih, NIM/ Sem ester : G0003055/ XIV, Tahun : 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Kamis, Tanggal 14 Januari 2010

Pembimbing Utama
Nam a : Prof. DR. OS. Hartanto., dr., Sp. S (K)

NIP : 19470318 197609 1001 ( …………………………….)

Pembimbing Pedamping
Nam a : Suparman., dr., M. Kes., M S

NIP : 19541018 198503 1001 ( …………………………….)

Penguji Utam a
Nam a : Agus Soedomo., dr., Sp. S (K)

NIP : 19490516 197602 1002 ( …………………………….)


Anggota Penguji
Nam a : Bagus Wicaksono., drs., M. Si

NIP : 19620901 198903 1003 ( ……………. ………………)

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., M.Kes. Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS.


NIP : 19450824 197310 1001 NIP : 10481107 197310 1003

ii
PERNYATAAN

Dengan ini m enyatakan dalam sripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
disajikan untuk m em peroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, …………….…….

Nam a Ardhanari Wulansih


NIM . G 0003055

iii
ABSTRACT

Ardhanari Wulansih , G 0003055, 2010, Stroke Subtypes in Relation to Dementia


Occurrence on Post-Stroke Patient at dr. Moewardi Public Hospital.

Stroke is a serious healthy issue for people. Nowadays, mortality rate for stroke in
dr. Moewardi public hospital is quite increasing. For those who survive, m ost
likely that experiencing physical disability with various stages. One of functional
defect which due to stroke is dem ent ia. Aim for this study was to understand the
relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post-stroke
patient in dr. Moewardi Public Hospital.
This study was observational analytic with Cross Sectional approaches. This study
was held in ward and polyclinic of Departm ent Neurology in dr. Moewardi Public
Hospital on April to May 2009. Sampling was done by random technique using
interview instrum ent that is MMSE questionnaire and Hechinsky's Ischemic
Score. Tot al sample was 60 patient s consist of 30 post-stroke ischemic patient s
and 30 post-stroke hemorrhagic patient s. All data was analyzed with Chi-Square
test.
After the study on 30 samples of post-stroke ischemic patient s we found that 11
patients (18.33 %) with dementia and 19 patient s (31.67 %) which not
experiencing dem ent ia. W hereas am ong those 30 samples post-stroke
hem orrhagic patients, we found 21 patients (35 %) with dementia and 9 patient s
(15 %) did not have dementia.
2
Result calculation with Chi-Square method (X ) count = 6.696. W hereas Chi-
2 2
Square (X ) table (0.05:1) = 3.841. Therefore, Chi-Square (X ) count > Chi-
2
Square (X ) table and p: 0.05<p<0.01. The data showed there are statistically
significant relationship between stroke subtypes and dem ent ia occurrence on post-
stroke patients in dr. Moewardi Public Hospital.

Keywords : stroke subtypes - dem ent ia

v
ABSTRAK

Ardhanari W ulansih, G0003055, 2010, Hubungan Subtipe Stroke dengan


Kejadian Demensia pada Pasien Post Stroke di RSUD dr. Moewardi.

Stroke merupakan m asalah kesehatan masyarakat yang serius. Saat ini tingkat
kem atian akibat stroke di RSUD Moewardi cukup tinggi. Untuk yang selamat,
ham pir dapat dipastikan akan m engalam i kecacatan fisik dengan berbagai
tingkatan. Salah satu gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke adalah
dem ensia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan subtipe
stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan m enggunakan


pendekatan Cross Sectional. Penelitian dilakukan di bangsal dan poliklinik Unit
Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April sampai Mei
2009. Pengam bilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik random
sam pling menggunakan instrum en wawancara berupa kuesioner MMSE dan
Hechinsky Iskemik Skor. Jum lah sampel yang diambil sebanyak 60 pasien yang
terdiri dari 30 pasien post stroke iskemik dan 30 sampel pasien post stroke
hem oragik. Data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-
Square.

Setelah dilakukan penelitian pada 30 sampel pasien post stroke iskemik


didapatkan 11 pasien (18,33 %) dengan gangguan demensia dan 19 pasien (31,67
%) yang tidak mengalami demensia. Sedangkan dari 30 sam pel pasien post stroke
hem oragik, didapatkan 21 pasien (35 %) dengan gangguan dem ensia dan 9 pasien
(15 %) yang tidak mengalami dem ensia.
Hasil perhitungan dengan metode Kai Kuadrat (X2) hitung = 6,696. Sedangkan
2 2
Kai Kuadrat (X ) tabel (0,05:1) = 3,841. Jadi Kai Kuadrat (X ) hitung > Kai
2
Kuadrat (X ) tabel dengan nilai p: 0,05<p<0,01. Dari data tersebut m enunjukkan
terdapat hubungan yang berm akna secara statistik ant ara subtipe stroke dengan
kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

Kata kunci : subtipe stroke – dem ensia

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SW T atas segala karunia-


Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
Subtipe Stroke Dengan Kejadian Demensia Pada Pasien Post Stroke di RSUD dr.
Moewardi Surakarta”.
Penulis m engucapkan banyak terima kasih atas dukungan baik m oril
maupun m ateriil yang telah diberikan selam a pelaksanaan dan penyusunan
laporan penelitian ini kepada :
1. Prof. Dr. A. A. Subijant o., dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokt eran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah banyak membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini.
3. Prof. DR. OS. Hartanto., dr., Sp.S(K) selaku pembimbing utama yang
telah berkenan m eluangkan wakt u untuk m engarahkan serta mem berikan
masukan kepada penulis.
4. Suparman., dr., M.Kes., MS selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan arahan, kritik dan saran demi sem purnanya penulisan skripsi
ini.
5. Agus Soedomo., dr., Sp.S(K) selaku penguji utama yang telah berkenan
menguji dan m em berikan masukan kepada penulis.
6. Bagus Wicaksono., drs., M.Si selaku anggot a penguji yang telah berkenan
menguji dan m em beri masukan kepada penulis.
7. Staf Poliklinik dan Bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi
Surakarta yang telah banyak m em bant u dalam proses pengambilan data.
8. Orang tua penulis Bapak Ir. Soekotjo., M.Eng dan Ibu Hariyani Ristantina
yang senantiasa m endoakan dan m em beri dukungan serta kasih sayang
kepada penulis.
9. Adik penulis Muhamm ad Daffa R. Ariobimo yang penulis sayangi.
10. Sahabat-sahabat penulis Ajeng, Astri, Astria, Havina, Int an, Sari, m bak
Martha, m as Adit, m bak Jenny, mbak Indras, m bak Salma serta Pupu yang
senantiasa memberi sem angat serta dukungan kepada penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
11. Sem ua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta
menjadi sumbangan bagi pengembangan teori dan penelitian dalam ilmu
kedokteran selanjutnya
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
penyem purnaan skripsi ini di masa m endatang.
Surakarta, Januari 2010

vi
Ardhanari Wulansih

vii
DAFTAR ISI

PRAKATA …………………………………………………………………… vi

DAFTAR I SI …………………………………………………………………. vii


DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. ix

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xi


BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….... 1

A. Latar Belak ang Masalah ……….………………………………… 1

B. Perumusan Masalah …………………………………………… 3


C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 3

D. Manfaat Penelitian……….………………………………………. 3
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………….. 4

A. Tinjauan Pustaka ………………………………………………… 4


1. Stroke ……………………………………………………… 4

a. Defin isi…………………………………………………… 4

b. Klasifika si…………………………………………………
5
c. Etiologi ………………………………………………… 9

d. Patofisiologi……………………………………………… 11

e. Faktor Risiko …………………………………………….. 16


f. Manifesta si Klinik ……………………………………… 16
g. Gejala Stroke….…………………………………………. 19

h. Diagnosis Stroke ………………………………………… 21

i. Prognosa …………………………………………………. 23
2. Dem ensia…………………………………………………….. 23

a. Defin isi…………………………………………………… 23

vii
b. Klasifika si…………………………………………………
25
c. Etiologi ………………………………………………… 26

d. Patofisiologi……………………………………………… 27
e. Faktor Risiko …………………………………………….. 29

f. Manifesta si Klinik ……………………………………… 30

g. Gejala Demensia…………………………………………. 31
h. Diagnosis Demensia …………………………………… 32

i. Prognosa …………………………………………………. 36

3. Hubungan Stroke dengan Demensia ……………………… 36


B. Keran gk a Pikiran ………………………………………………… 38

C. Hipot esis…………………………………………………………. 38
BAB III METODOLOGI PE NELITIAN ………………………………….. 39

A. Jenis Penelitian ………………………………………………… 39


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………. 39

C. Subjek Penelitian………………………………………………… 39

D. Teknik Samplin g………………………………………………… 39


E. Jalan Penelitian …….……………………………………………. 40

F. Ident ifik asi Variabel …………………………………………… 40

G. Defin isi Op erasional …………………………………………… 41


H. Instrumentasi Penelitian ……………………………………… 42

I. Teknik Analisis Data …………………………………………….. 42


BAB IV HASIL PENELITIAN ……………………………………………… 44
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………………….. 47

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 51

A. Simpulan ………………………………………………………. 51
B. Saran …………………………………………………………… 51

viii
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 53

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangk a Pem ikiran ………………………………………. …. 38

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Distribusi ………………………………………………...... 43

Tabel 2. Distribusi sampel dem ensia berdasark an usia …………………… 44


Tabel 3. Distribusi sampel dem ensia berdasark an jen is k elam in …………. 45
Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan subtipe stroke yang diderita

pasien terhadap kejadian dem ensia ………………………………. 45

ix
BAB I

PENDAH ULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stroke m erupakan masalah kesehatan m asyarakat yang serius di

seluruh dunia karena m ortalitas dan morbiditasnya sangat tinggi. Stroke

merupakan penyakit neurologik yang paling sering dijumpai dan menjadi

salah satu penyakit yang masuk ke dalam kelompok kegawatan medis. Oleh

karena itu perlu penanganan dalam suatu sistem perawatan intensif (Unit

Stroke) atau Instalasi Perawatan Intensif Stroke dalam suatu rum ah sakit

(Hadi, 2004).

Di Indonesia angka kejadian stroke meningkat dengan tajam. Bahkan,

saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita stroke terbesar

di Asia (Syamsuddin, 2007). Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang

terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kem bali,

sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sam pai sedang dan

sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat (Misbach, 2007).

Sem ent ara itu, m enurut Kepala Bagian Saraf RSUD Moewardi, Prof.

Dr. dr. Suroto., Sp.S(K), saat ini tingkat kem atian akibat stroke di RSUD

Moewardi cukup tinggi. “Mencapai 20% akibat pendarahan dan 7% akibat

penyum batan pem buluh darah,” katanya. Untuk yang selamat, hampir dapat

1
2

dipastikan akan m engalami kecacatan fisik dengan berbagai tingkatan. Untuk

itu pihak rum ah sakit berinisiatif membentuk Stroke Unit sebagai tempat

perawatan int ensif bagi pasien stroke. Dengan dibukanya bangsal khusus

penderita stroke diharapkan tingkat kecacatan dapat ditekan hingga 50 persen

(Rafiq, 2008).

Gangguan fungsional yang diakibatkan oleh stroke sangat beragam .

Salah satunya adalah demensia yang dalam istilah awam disebut pikun/

pelupa. Dalam aspek m edis, demensia merupakan m asalah yang tak kalah

rum itnya dengan m asalah yang terdapat pada penyakit kronis lainnya.

Seseorang yang mengalami demensia pasti akan mengalami penurunan

kualitas hidup (Harsono, 2007).

Demensia yang terjadi pasca serangan stroke diklasifikasikan ke dalam

dem ensia vaskular. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya

pada m ereka dengan hipertensi yang telah ada sebelum nya atau faktor risiko

kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama m engenai pembuluh darah

serebral berukuran kecil dan sedang, yang m engalam i infark dan

menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah ot ak yang

luas. Penyebab infark m ungkin termasuk oklusi pem buluh darah oleh plak

aterioklerotik atau tromboem boli dari tempat asal yang jauh (Kaplan, 1997).

Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut, peneliti

bermaksud m elakukan penelitian lebih lanjut unt uk m engetahui hubungan


3

subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr.

Moewardi.

B. Perum usan Masalah

Adakah hubungan ant ara subtipe stroke dengan kejadian dem ensia

pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi?

C. Tujuan Pe nelitian

Penelitian ini bertujuan unt uk mengetahui hubungan subtipe stroke

dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

D. Manfaat Pen elitian

1. Manfaat T eoritis

a. Sebagai simpul penguat teori yang sudah ada.

b. Dapat memberikan m asukan berupa hubungan subtipe stroke dengan

kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.

2. Manfaat Aplikatif

a. Mengantisipasi timbulnya demensia akibat terjadinya stroke.

b. Memberi masukan dan sumbangan pemikiran bagi masyarakat

mengenai dam pak stroke terhadap kejadian dem ensia.


4

c. Sebagai acuan bagi peneliti lain.


BAB II

LANDASAN TEO RI

A. Tinjauan Pustaka

1. Stroke

a. Definisi

Stroke berasal dari kata to strike yang artinya pukulan. Dari

kata ini dapat disimpulkan bahwa timbulnya stroke bersifat mendadak.

Stoke juga m erupakan gangguan peredaran darah di otak yang

mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila berat dapat

menyebabkan kem atian sebagian sel-sel otak atau biasa disebut dengan

infark (Lumbantobing, 2007). Yang disebut dengan gangguan aliran

darah otak ialah gangguan yang disebabkan oleh penyumbatan

pem buluh darah baik oleh trombus, em boli, stenosis maupun spasme

pem buluh darah dan perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah.

Definisi W HO: stroke adalah m anifestasi klinik dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun m enyeluruh (global), yang berlangsung

dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan

maut, tanpa dikemukakan penyebabnya selain gangguan vaskular

(Aliah et al., 2007).

4
5

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang m asih dapat

sem buh secara sem purna asalkan ditangani dalam jangka wakt u 6 jam

atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalam i

kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau

berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disem buhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rum ah sakit

48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang

perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pem ulihan ini pent ing

untuk m engurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya

mengem balikan keadaan penderita kem bali norm al seperti sebelum

serangan stroke (M isbach, 2007).

b. Klasifikasi

Secara um um , stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2

kelompok, yaitu :

1). Sroke He moragik (Perdarahan)

Perdarahan di otak dapat terjadi bila ada sebagian

pem buluh darah ot ak yang m enjadi rapuh kemudian pecah.

Darah yang keluar dari pem buluh darah yang pecah itu

tidak saja merusak jaringan saraf tetapi dapat m engham bat

aliran darah yang normal lalu darah m erembes ke dalam


6

suatu daerah di otak dan merusaknya. Penderita yang

mendapat stroke jenis ini biasanya diatas 45 tahun dan

terdapat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes melitus

dan hiperkolesterolem i. Awal kejadian ini adalah sewaktu

penderita sedang aktif, m isalnya sedang bekerja di sawah,

sedang marah-marah dan lain-lain (Hadi, 2004).

Menurut W HO stroke hem oragik terbagi atas:

a). Stroke Hem oragik Intraserebral

Perdarahan primer dari pembuluh darah di

parenkim ot ak dan bukan dari trauma.

b). Stroke Hem oragik Sub arakhnoidal

(1) Primer: spont an non trauma dan non

hipertensif.

(2) Sekunder: karena traum a di luar sub

arakhnoidal, misalnya hem atoma,

intraserebral atau tumor otak.

2). Stoke Non He moragik (Iskemik)

Stroke non hemoragik atau iskem ik didefinisikan

secara patofisiologis sebagai kem atian jaringan otak karena

pasokan darah yang tidak adekuat. Definisi klinis stroke


7

iskemik ialah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan

berlangsung lebih lam a dari 24 jam dan tidak disebabkan

oleh perdarahan (Lum bant obing, 2004). Bila terjadi

sum batan pem buluh darah maka daerah sentral yang

dirusak akan mengalami iskem ia berat sam pai infark,

sedangkan daerah marginal sel-selnya belum mati karena

adanya sirkulasi kolateral dan gejala klinisnya bersifat

reversibel. Daerah ini disebut penumbra iskem ik, dimana

bila perfusi normal kembali m aka sel-selnya dapat

berfungsi lagi. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

pem buluh darah arteri yang m enuju ke ot ak. Darah ke otak

disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri

vertebralis. Stroke iskemik banyak diderita oleh kelom pok

usia di atas 50 tahun. Gejala utamanya adalah timbul defisit

neurologis secara mendadak atau subakut, yang didahului

oleh gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau

bangun pagi dan kesadaran biasanya tak m enurun kecuali

bila embolus cukup besar. Lesi terjadi karena adanya

sum batan dalam arteri yang disebabkan oleh trombus atau

embolus. Perdarahan atau infark seringkali terjadi di

kapsula int erna (Hadi, 2004).

Berdasarkan diagnosa klinisnya, stroke iskemik

dapat dibedakan m enjadi:


8

a). Serangan Iskemik Sepint as/ Transient Ischemik Attack

(TIA)

TIA adalah kelainan neurologik fokal yang

tim bulnya mendadak dan kemudian m enghilang lagi

dengan cepat dalam wakt u kurang dari 24 jam yang

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak di

daerah tertentu di otak.

b). Defisit Neurologik Iskem ik Sepint as/ Reversible

Ischem ik Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang

dalam wakt u lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih

dari sem inggu.

c). Stroke Progresif (Stroke in Evolution atau Progresive

Stroke)

Terjadi defisit neurologik yang terus-menerus

bertambah berat dan belum stabil. Hal ini dapat

disebabkan oleh:

(1) Iskemia serebri yang menjadi infark karena

perfusi darah ke ot ak tidak mencukupi

kebutuhan metaboliknya.
9

(2) Trombus yang menyumbat arteri meluas dan

menyumbat cabang-caban g arteri lainnya.

(3) Infark hem oragik karena trombus di daerah

kolateral sampai terjadi nekrosis.

(4) Edema pada infark serebri atau edema

vasogenik akibat gangguan blood brain

barrier.

d). Stroke Komplet (Com pleted Stroke atau Permanent

Stroke)

Merupakan kelainan neurologis yang timbul

selama beberapa m enit sampai beberapa jam dan tidak

berubah dalam waktu 6 jam setelah serangan. Hal ini

disebabkan berkurangnya atau tidak adanya aliran darah

pada salah satu arteri di ot ak atau cabang-cabangnya

secara mendadak. Dari awal penderita sudah terlihat

lum puh total.

c. Etiologi

Penyebab terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi 3,

yaitu:
10

1). Perdarahan

Perdarahan di otak terjadi bila ada bagian pembuluh

darah di ot ak yang m engalam i kerapuhan dan pecah. Darah

yang keluar akan merusak jaringan saraf atau secara

langsung m erusak daerah dekat pembuluh darah yang pecah

tersebut.

2). Em bolik

Bekuan darah atau embolus yang berasal dari bilik

jantung atau katup jant ung m aupun plak aterosklerotik

yang menem pel pada dinding pem buluh darah yang

kemudian terlepas dan terbawa hanyut ke dalan aliran

darah. Apabila bekuan darah atau plak melewati pembuluh

darah halus di otak m aka aliran darah akan terhent i akibat

penyumbatan tersebut.

3). Trombosis

Trombosis mirip dengan em bolus, yakni

penyum batan dalam pem buluh darah halus di ot ak. Hanya

saja bahan penyum batannya adalah darah beku yang

disebut trombus yang disebabkan oleh kerusakan atau iritasi

pada permukaan dalam pem buluh darah. Jika trom bus itu

pecah dan lepas lalu menjadi em bolus, maka arteri serebri


11

besar akan m engalami oklusi. Gejala neurologis yang

terjadi sesuai dengan lesi fokal atau global daerah ot ak yang

yang terganggu

d. Patofisiologi

Otak m em butuhkan banyak oksigen yang diperoleh dari darah

sehingga ot ak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat

karena di ot ak sendiri ham pir tidak ada cadangan oksigen

(Lumbantobing, 2007). Dalam keadaan fisiologis, jum lah darah yang

mengalir ke ot ak atau yang disebut Cerebral Blood Flow (CBF) adalah

50-55 ml per 100 gram otak per m enit. Bila sel neuron terpapar pada

tingkat CBF yang kurang, maka sel neuron tersebut tidak dapat

berfungsi secara normal, nam un masih m em punyai pot ensi unt uk pulih

sem purna. Am bang bagi gagalnya pompa mem bran terjadi bila CBF

berkurang sam pai sekitar 8 ml per 100 gram otak per menit. Pada

tingkat ini kematian sel dapat terjadi. Daerah di otak dengan tingkat

CBF ant ara 8-18 ml per 1oo gram otak per m enit merupakan daerah

yang dapat kembali normal atau dapat melanjutkan ke kemat ian

neuronal. Daerah ini dinam ai penum bra iskem ik (Lumbantobing,

2004).

Jika Cerebral Blood Flow (CBF) regional tersumbat secara

partial, maka pada daerah yang bersangkutan akan didapati tekanan


12

perfusi yang rendah, PO2 menurun, PCO2 m eningkat dan tertimbunnya

asam lakt at (Sidharta, 2008). Hal-hal tersebut mengakibatkan

terjadinya edema serebral regional, dimana bila tidak terdapat

perubahan yang dapat meningkatkan CBF regional, maka pusat daerah

yang sembab itu akan m enjadi infark. Neuron-neuron di daerah infark

tidak berfungsi karena sudah m usnah, sedangkan neuron-neuron di

daerah yang sem bab masih dalam keadaan hidup walaupun sedang

menderita (Sidharta, 2008). Bila jatah oksigen terputus 8-10 detik akan

terjadi gangguan fungsi ot ak dan bila lebih dari 6-8 menit akan terjadi

lesi atau kerusakan pada sebagian jaringan ot ak yang tidak dapat pulih

kem bali (Lumbant obing, 2007).

Patofisiologi daripada stroke iskemik yaitu:

Aterosklerosis pembuluh darah yang besar merupakan

penyebab yang paling sering dari iskemia serebri fokal pada orang

dewasa. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya iskemia m elalui oklusi

trombot ik dari arteria pada tempat terjadinya aterosklerosis atau oleh

embolus pada pem buluh darah yang lebih kecil di hilir (Lumbantobing,

2004). Iskemia inilah yang m engakibatkan terjadinya infark serebri.

Manifestasiklinik daripada aterosklerotik ialah:

1). Lum en arteri menyempit dan m engakibatkan berkurangnya

aliran darah.
13

2). Oklusi m endadak pem buluh darah karena terjadi

thrombosis atau perdarahan pada ateroma.

3). Merupakan tempat bagi terbent uknya trombus, dan

kem udian dapat m elepaskan kepingan trombus (embolus).

4). Menyebabkan dinding arteri m enjadi lem ah dan terjadi

aneurisma yang kemudian dapat robek dan terjadi

perdarahan.

(Lumbantobing, 2007).

Selain daripada itu iskemia ot ak juga dapat terjadi oleh karena

vasospasmus yang diakibatkan oleh lonjakan tekanan darah sistemik,

sebagai suatu reaksi vasokonstriksi yang berlebihan. Pada tekanan

intralum en yang m embahayakan, m emang autoregulasi vaskular

sewajarnya mengadakan vasokonstriksi. Pada orang sehat,

vasokonstriksi itu berlangsung sejenak, karena lonjakan tekanan

darahnya pun tidak berlangsung lam a. Tetapi pada orang hipertensif,

lonjakan hipertensi m elewati batas kritis atas dan bisa berlangsung

lam a. Bahwasanya vasospasmus terjadi pada salah satu arteri, dapat

diartikan bahwa m ekanism e autoregulasi setem pat sudah tidak

sem purna lagi. Gangguan m ekanisme tersebut terdapat pada arteri

yang mengandung plak sklerotik. Bila proses sklerosis sudah

menyeluruh seperti halnya pada kebanyakan orang dengan hipertensi


14

maligna yang kronik, maka apabila terjadi vasospasmus, m aka

terjadilah vasokostriksi yang menyeluruh (Sidharta, 2008).

Patofisiologi daripada stroke hem oragik yaitu:

Timbulnya infark serebral regional dapat disebabkan oleh

pecahnya arteri serebralyang kem udian menimbulkan perdarahan.

Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi m endapat

suplai darah, sehingga wilayah tersebut m enjadi iskemik dan kemudian

menjadi infark yang biasanya tersiram darah ekstravasal hasil

perdarahan tersebut. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi, sehingga

menim bulkan defisit neurologik yang biasanya berupa hemiparalisis.

Dan darah ekstravasal yang tertimbun intra serebral merupakan

hepatoma yang cepat m enimbulkan kompresi terhadap seluruh isi

tengkorak berikut bagian terdepan dari batang ot ak. Apa yang

digambarkan di atas dikenal sebagai perdarahan int raserebral yang

dalam klinik dikenal sebagai apopleksia atau stroke hem oragik.

Dinding arteri yang pecah selalu m enunjukkan tanda – tanda

bahwa di daerah itu terdapat aneurism a kecil – kecil yang dikenal

sebagai aneurisma dari Charcot-Bouchard. Aneurisma tersebut timbul

pada orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif

pada ot ot dan unsur elastik dari dinding arteri. Karena perubahan

degeneratif tersebut dan bertam bahnya beban tekanan darah tinggi,

maka terjadilah pengembungan - pengembungan kecil setempat yang


15

dinamakan aneurismata dari Charcot -Bouchard. Pada lonjakan tekanan

darah sistemik, yang dapat terjadi sewakt u orang m arah, m engeluarkan

tenaga banyak, m engejan dan sebagainya, aneurisma kecil tersebut

dapat pecah. Pada saat itu juga orang tersebut jatuh pingsan, nafasnya

mendengkur dalam sekali dan mem perlihat kan tanda asimetri

(hemiparalisis) (Sidharta, 2008).

Selain daripada itu, perdarahan otak dapat juga disebabkan

oleh:

1). Trauma

2). Non traum a:

a) Serebral angiopati

b) Vaskular m alformasi

c) Arteripati yang lain: moya – moya, dural sinus

thrombosis

d) Neoplasma

e) Diskrasia darah: leukem ia, kekurangan faktor

pem bekuan darah, kelainan platelet, sikle sel

f) Pengobatan: ant ikoagulan terapi trombolitik agents

g) Penyalahgunaan obat: am phetam ine, penggunaan

kokain secara kronis


16

h) Toksik: arsen

(Suroto, 2004).

e. Faktor Resiko

Menurut Lumbant obing faktor risiko bagi stroke ialah kelainan

atau penyakit yang m em buat seseorang lebih rentan terhadap serangan

stroke.

Macam faktor risiko yaitu hipertensi, penyakit jantung, diabetes

melitus, dislipidem ia, hiperurisemia, obesitas, merokok, inaktivitas

fisik, hiperkoagulabilitas, hemat okrit tinggi (Lum bant obing, 2007).

Adapun faktor-fakt or lain yang juga m erupakan fakt or risiko tinggi

adalah pertam bahan usia, riwayat keluarga dengan stroke, jenis

kelamin dan kontrasepsi oral.

f. Manife stasi Klinik

Pada stroke non hem oragik (iskemik) gejala utam anya adalah

tim bulnya defisit neurologis secara mendadak atau subakut didahului


17

gejala prodromal, terjadi pada wakt u istirahat atau bangun pagi dan

kesadaran biasanya tak m enurun, kecuali bila em bolus cukup besar.

Menurut W HO, dalam International Stastical Classtification of


th
Desease and Related Health Problem 10 Revision, stroke hemoragik

dibagi atas perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subaraknoid

(PSA).

Stroke akibat PIS m em punyai gejala prodrom al yang tidak

jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan sering kali siang

hari, saat aktivitas, atau em osi/ marah. Sifat nyeri kepalanya hebat

sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan.

Hem iparesis atau hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan.

Kesadaran biasanya m enurun dan cepat m asuk koma (65% terjadi

kurang dari setengah jam , 23% antara ½ s.d. 2 jam, dan 12% terjadi

setelah 2 jam, sam pai 19 hari).

Pada pasien dengan PSA didapat kan gejala prodromal berupa

nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat

bervariasi. Ada gejala atau tanda rangsangan m eningeal. Edem a pupil

dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya

aneurisma pada arteri komunikans anterior dan arteri karotis int erna

(Mansjoer, 2000).

Harsono (2007) m engatakan bahwa penderita stroke,

manifestasi kliniknya tidak hanya terbatas pada masalah neurologik


18

saja tetapi juga berkaitan dengan masalah pada organ tubuh yang lain,

yaitu:

1). Perubahan fungsi neurologik akibat lesi serebral dan

perluasan serta edema otak.

2). Gangguan fungsi berbahasa berupa afasia, disartria,

disfasia, dan disleksia.

3). Gangguan perseptif karena hemianopsia, gangguan persepsi

ruangan, gangguan mengidentifikasi benda dan tidak

mampu melakukan gerakan tertentu.

4). Gangguan kardiovaskular berupa penyakit jant ung,

pem bekuan thrombus, akibat sampingan terapi

medikament osa.

5). Gangguan respirasi akibat obstruksi jalan nafas, lendir atau

sekresi yang sulit keluar, aspirasi, hambatan pertukaran gas

atau udara atau kerusakan pada pusat pengatur respirasi,

pneumonia atau atelekt asis aspirasi atau imm obilitas.

6). Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit karena

ketidakmam puan makan dan minum , penurunan kesadaran,

sedangkan penurunan kemam puan mem buka mulut serta

turunnya refleks menelan akan m enimbulkan kesulitan

mengunyah dan m enelan.


19

7). Integritas kulit dan m ukosa terganggu oleh berbagai

keadaan antara lain: imm obilitas, gangguan sensorik,

hygiene mulut dan gigi yang buruk.

8). Gangguan fungsi usus dan vesica urinaria karena

inkontinensia dan retensi urin serta infeksi traktus urinarius.

9). Fungsi neuromuskular dapat terganggu karena terbatasnya

gerakan sendi secara aktif dan pasif, deform itas kontraktur,

kelemahan anggot a gerak yang terkena kelumpuhan

maupun yang tidak terkena.

g. Ge jala Stroke

Gejala utama daripada stroke ialah timbulnya gangguan

neurologi secara m endadak. Dan gangguan ini berasal dari jejas (lesi)

di otak (Lum bant obing, 2007). Usaha m engenali tanda-tanda atau

gejala stroke sangat pent ing unt uk memastikan penderita m endapat

perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari kefatalan

(Wiryanto, 2004).

Berikut ini beberapa gejala stroke:

1). Stroke Sem entara (sem buh dalam beberapa menit/ jam).

a) Tiba-tiba sakit kepala.


20

b) Pusing dan bingung.

c) Penglihatan kabur atau kehilangan ketajaman, bisa

terjadi pada satu atau dua mata.

d) Kehilangan keseimbangan, lemah.

e) Rasa tebal atau kesem utan pada satu sisi tubuh.

2). Stroke Ringan (sembuh dalam beberapa minggu).

a) Beberapa atau sem ua gejala di atas.

b) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

c) Bicara tidak jelas.

3). Stroke Berat (sem buh dalam beberapa bulan atau tahun,

tidak bisa sembuh total).

a) Sem ua atau beberapa gejala stroke sem ent ara dan

ringan.

b) Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran).

c) Kelemahan atau kelum puhan tangan atau kaki.

d) Bicara tidak jelas atau hilangnya kem am puan bicara.

e) Sukar m enelan.
21

f) Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan

feses.

g) Kehilangan daya ingat dan konsentrasi, perubahan

perilaku

h. Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke berdasar atas:

1). Anamnesis:

a). Terutam a terjadinya keluhan atau gejala neurologik

yang mendadak.

b). Adanya fakt or risiko Gangguan Peredaran Darah Otak.

c). Tanpa trauma kepala.

2). Pemeriksaan Internus:

a). Nadi, tensi.

b). Pemeriksaan organ dalam.

c). Ditemukan fakt or risiko.


22

d). Adanya defisit neurologis fokal.

3). Pemeriksaan Neuroradiologik

a). Dimulai dari kepala, leher, dan kaku kuduk.

b). Saraf ot ak, sistem sensorik, sistem m otorik.

c). Reflek fisiologis dan patologis.

d). Scan tomografi, m em bant u diagnosis dan

membedakannya dengan perdarahan terutam a pada fase

akut.

e). Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk

mendapatkan gam baran yang jelas tentang pembuluh

darah yang terganggu atau bila scan tidak jelas.

f). Pemeriksaan liquor serebrospinalis, dapat membantu

membedakan infark, perdarahan ot ak, baik PIS

(Perdarahan Intra Serebral) maupun PSA (Perdarahan

Sub Araknoidal).

4). Pemeriksaan Tam bahan

a). Pemeriksaan laboratorium .

b). Fungsi lum bal bila dicurigai perdarahan intraserebral.

c). Komponen kimia darah, gas, elekt rolit.


23

d). Angiografi, EKG, CT-Scan.

Pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah 24 jam

serangan, karena iskemik atau infark baru terlihat CT-

scan setelah 24 jam, juga pada stroke perdarahan. CT-

scan ini merupakan Gold Standart dalam penentuan

jenis stroke.

i. Prognosa

Out come yang mengikuti stroke dipengaruhi oleh beberapa

fakt or. Usia pasien, penyebab stroke, dan kelainan yang lain berkaitan

dengan akibat dari stroke juga mempengaruhi prognosisnya. Tidak

kurang dari 80% pasien stroke bertahan paling tidak satu bulan. Dan

survival rate 10 tahun di masyarakat tercatat 35%. Pada pasien yang


1 2
selamat setelah serangan akut sekitar /2 sampai dengan /3

memperoleh kem bali fungsi normal (berdiri sendiri) dan sekitar 15%

memerlukan perawatan lebih lanjut.

Pasien yang selam at setelah mendapat serangan stroke akut,

memerlukan pengawasan dalam pengobatan, pengendalian berbagai

fakt or resiko dan perawatan pada waktu selanjutnya baik oleh keluarga

pasien sendiri m aupun pengobatnya supaya tidak terjadi serangan

stroke ulang yang berakibat fatal.


24

2. Demensia

a. Definisi

Dem ensia adalah hilangnya fungsi intelektual yang sebelum nya

telah berkembang, yang meliputi daya ingat, kem am puan berbahasa,

berorientasi, berpikir abstrak, pemecahan masalah dan praktis

(Laksm iasanti, 1999). Ada sejum lah definisi tentang demensia, tetapi

sem uanya harus m engandung tiga hal pokok: (a) gangguan kognitif,

(b) gangguan tadi harus m elibatkan berbagai aspek fungsi kognitif dan

bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan (c) pada

penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula delirium ,

yang merupakan gambaran yang menonjol (Harsono, 2007).

Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah

intelegensia um um , belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah,

orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, pertimbangan dan

kem am puan sosial. Jika pasien m em punyai suatu gangguan kesadaran,

maka pasien kemungkinan m em enuhi kriteria diagnostik untuk

delirium . Di sam ping itu, suatu diagnosis menurut Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder edisi keem pat (DSM-IV)

mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau

pekerjaan yang berat dan m erupakan suatu penurunan dari tingkat

fungsi sebelum nya (Kaplan, 1997).


25

Pada tahun 1970 Tomlinson dkk m elalui penelitian klinis

patologis m endapat kan bahwa bila demensia disebabkan oleh penyakit

vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di ot ak. Hal ini

melahirkan konsep demensia multi-infark. Saat ini demensia vaskular

sering diidentikkan dengan demensia m ulti-infark. Demensia vaskular

adalah sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi ot ak yang

diakibatkan oleh penyakit serebrovaskular atau stroke. Ini merupakan

penyebab kedua paling sering daripada dem ensia pada lansia, setelah

penyakit Alzheimer (Lum bant obing, 2004).

b. Klasifikasi

Dari segi perjalanan penyakit dan etiologinya, dem ensia dapat

dibagi dalam dimensia yang reversibel dan yang tak reversibel. Pada

dem ensia yang reversibel, daya kognitif global dan fungsi luhur

lainnya terganggu oleh karena m etabolisme neuron-neuron kedua

belah hem isfer tertekan atau dilumpuhkan oleh berbagai sebab.

Apabila sebab ini dihilangkan, m aka m etabolisme kortikal akan

berjalan sempurna kembali. Dengan dem ikian fungsi luhur dalam

keseluruhannya akan pulih kembali. Apabila sebab ini sudah

menim bulkan kerusakan infrastrukt ur neuron-neuron kortikal, tentu

fungsi kortikal tidak akan pulih kem bali dan dem ensia menetap

(Sidharta, 2008).
26

Selain itu berdasarkan anatominya demensia dibedakan atas

dem ensia kortikal dan dem ensia subkortikal. Dem ensia kortikal,

seperti yang dijum pai pada penyakit Alzheimer dan Pick, ditandai oleh

defisit memori yang dini dan biasanya penderita menunjukkan gejala

defisit visiospasial, gangguan berbahasa (afasia), apraksia, dan

agnosia. Pada dem ensia subkortikal didapatkan gejala proses berfikir

lam bat. Di sam ping proses berfikir yang lam bat didapatkan pelupa dan

gangguan kem am puan mem anipulasi pengetahuan yang diperoleh.

Juga didapatkan gangguan system ektrapiramidal, misalnya tremor,

diskinesia, festinasi (Lumbant obing, 2004).

c. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, dem ensia dapat diklasifikasikan

menjadi:

1). Dem ensia jenis Alzheimer

a). Dengan awitan dini (usia 65 tahun)

b). Dengan awitan lam bat (usia di atas 65 tahun)

c). Dengan delirium

d). Dengan waham

e). Dengan perasaan depresif


27

f). Tanpa penyulit

2). Demensia vaskular

a). Dengan delirium

b). Dengan waham

c). Dengan perasaan depresif

d). Tanpa penyulit

3). Dem ensia karena kondisi medik umum lainnya

a). Dem ensia infeksi HIV

b). Dem ensia karena trauma kepala

c). Dem ensia karena penyakit Parkinson

d). Dem ent ia karena penyakit Hungtington

e). Dem ensia karena penyakit Pick

f). Dem ensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob

g). Dem ensia karena penyakit lainnya

4). Dem ensia karena penggunaan substansi tertentu dalam

jangka lam a

5). Dem ensia karena etiologi multipleks

6). Dem ensia yang tidak terspesifikasi


28

(Harsono, 2007).

d. Patofisiologi

Gen Apo E pada khrom osom 19 dikemukakan m ungkin ada

perannya dalam pathogenesis penyakit Alzheimer. ApoE terlibat dalam

transportasi kholesterol dan mempunyai tiga alele : e2, e3, dan e4.

Alele e4 ApoE menunjukkan asosiasi yang kuat dengan penyakit

Alzheimer pada populasi um um , term asuk kasus sporadis dan yang

mulai pada usia lanjut (late onset).

Sedangkan mekanisme demensia vaskular dapat terjadi melalui

berbagai m ekanisme. Lesi vaskular pada parenkim otak dapat terjadi

melalui iskem ia, hem oragi atau edem a atau gabungan fakt or ini.

Terjadinya demensia pada infark di ot ak bergant ung pada beberapa

fakt or, misalnya:

1). Lokasi infark. Infark di lobus temporal dapat

mengakibatkan defisit memori; lesi di lobus parietal dapat

mengakibatkan gangguan orientasi spasial, apraksia,

agnosia serta gangguan fungsi luhur lain. Depresi lebih

sering terjadi pada lesi di hem isfer kiri daripada di hem isfer

kanan. Gangguan depresi lebih berat bila lesi lebih

mendekati lobus frontal kiri. Lesi yang kecil di tempat yang


29

strategis dapat mengakibatkan banyak gangguan. infark di

girus angularis kiri dapat m engakibatkan suatu sindrom

Gerstman (agrafia, akalkuia, disorientasi kiri-kanan,

agnosia), anomia, gangguan m emori verbal dan defisit

konstruksional.

2). Jum lah lesi. Bila seseorang telah m em punyai lesi di otak

dan kemudian lesinya bertambah karena ia mengalam i

stroke berulang maka defisit yang timbul bukan aditif,

melainkan berlipat ganda. Umumnya defisit yang

diakibatkan oleh tam bahan lesi pada lesi yang sudah ada

akan m elipatgandakan jenis serta beratnya defisit.

3). Ukuran lesi. Gangguan m ental cenderung terjadi bila volum

infark melebihi 50 ml. T omlison et al (1970) m endapat kan

volum rata-rata dari infark ialah 48,9 ml pada demensia

vaskular. Pada demensia dengan infark yang letaknya

strategis, lesi yang kecil dapat m engakibatkan gangguan

kognitif yang berat. Letak infark lebih penting daripada

volumenya.

(Lumbantobing, 2004).

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua

belah hem isferium , yang mencakup daerah presepsi prim er dan

sekunder, korteks motorik, dan semua daerah yang mengandung satuan


30

fungsional tingkat ke 2 dan ke 3, akan m enimbulkan demensia

(Harsono, 2007).

e. Faktor Risiko

Fakt or risiko unt uk perkem bangan demensia tipe Alzheimer

adalah wanita, m empunyai sanak saudara tingkat pertama dengan

gangguan tersebut, dan m em punyai riwayat cedera kepala. Sindrom

Down juga secara karakt eristik berhubungan dengan perkem bangan

dem ent ia tipe Alzheim er (Kaplan, 1997).

Sedangkan unt uk faktor risiko terjadinya dem ensia tipe

vaskular adalah adanya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan

diabetes m elitus, bising di arteri karotis, polisitemia, hiperlipidemia,

merokok, obesitas, hiperurisemia, kurang berolahraga (Lumbantobing,

2004). Demensia vaskular paling sering ditem ukan pada orang yang

berusia 61-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dibandingkan

wanita (Kaplan, 1997).

f. Manife stasi Klinik

Pada stadium awal, pasien m enunjukkan kesulitan untuk

mempertahankan kinerja mental, fatig, dan cenderung gagal bila diberi

suatu tugas baru atau kompleks. Ketidakmampuan melaksanakan tugas


31

sem akin bertambah berat dan meluas ke tugas-tugas harian, kadang

perlu dibant u.

Orientasi, daya ingat, persepsi, dan fungsi intelektual pasien

memburuk sejalan dengan m emberatnya stadium penyakit. Perubahan

pada afek dan tingkah laku sering ditemukan. Pasien tampak introvert

dan kurang peduli terhadap akibat tingkah lakunya. Bila daerah frontal

dan temporal ot ak terkena, pasien tampak iritabel dan eksplosif.

Terdapat depresi dan ansietas pada sebagian besar pasien.

Pasien dapat m engalam i afasia, apraksia, dan agnosia. Kejang

merupakan satu gejala yang dapat timbul. Pasien sulit

menggeneralisasi suatu hal, mem buat konsep, serta m em buat

persam aan dan perbedaan suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik.

Selain itu, terdapat sindrom sundrowner, berupa mengant uk,

kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-tiba (Mansjoer, 2000).

g. Ge jala Demensia

Gejala klinik daripada dem ensia adalah:

1). Gangguan mem ori, dalam bentuk ketidakm am puan untuk

belajar tent ang hal-hal baru, atau lupa akan hal-hal yang

baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari.


32

2). Afasia, dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nam a orang

atau benda. Penderita afasia berbicara secara samar-samar

atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang

panjang, dan m enggunakan istilah-istilah yang tak m enentu.

3). Apraksia, ialah ket idakmampuan unt uk melakukan gerakan

meskipun kemam puan motorik, fungsi sensorik, dan

pengertian yang diperlukan tetap baik.

4). Agnosia, ialah ketidakm am puan untuk mengenali atau

mengidentifikasi benda m eskipun fungsi sensoriknya utuh.

5). Gangguan fungsi eksekutif, merupakan gejala yang sering

dijumpai pada demensia. Fungsi eksekutif melibatkan

kem am puan berpikir abstrak, m erencanakan, mengambil

inisiatif, m em buat urutan, m em ant au, dan m enghent ikan

kegiatan yang kompleks.

(Harsono, 2007)

6). Gejala yang lain, sangat bervariasi. Penderita demensia

dapat mengalami gangguan orientasi ruang, wawasannya

menjadi sempit dan sulit untuk menyatakan pendapat,

kejang. Penderita sulit menggeneralisasi suatu hal,

membuat konsep, serta m em buat persam aan dan perbedaan

suatu konsep. Mungkin terdapat katastropik. Selain itu,


33

terdapat sindrom sundrowner, berupa mengant uk,

kebingungan, ataksia, dan jatuh tiba-tiba (Mansjoer, 2000).

h. Diagnosis Demensia

Sebagai pedom an, kriteria diagnosis dari tiap-tiap etiologi

dem ensia tercantum dalam DSM-IV. Satu hal pent ing yang perlu

diperhatikan adalah bahwa diagnosis demensia tidak boleh ditegakkan

apabila defisit kognitif muncul secara eksekutif pada saat terjadi

delirium .

Kriteria diagnosis demensia vaskular yang tercant um dalam

DSM-IV adalah:

1). Adanya defisit kognitif m ultipel yang dicirikan oleh kedua

keadaan berikut ini:

a). Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk

mempelajari hal baru atau m enyebut kembali informasi

yang baru saja diperolehnya).

b). Satu (atau lebih) dari gangguan kognitif berikut ini:

(1). Afasia (gangguan berbahasa)


34

(2). Apraksia (gangguan kem am puan untuk

mengerjakan aktivitas m otorik, sementara fungsi

motorik normal)

(3). Agnosia (tak dapat mengenal atau

mengidentifikasikan benda walaupun fungsi

sensoriknya normal)

(4). Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang,

mengorganisasikan, daya abstraksi, m em buat

urutan)

2). Defisit kognitif pada A1 dan A2 masing-masing

menyebabkan gangguan fungsi sosial dan okupasional yang

jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kem ampuan

fungsional sebelum nya secara jelas.

3). Tanda dan gejala neurologik fokal (reflek fisiologik

meningkat, reflek patologik positif, paralisis pseudobulbar,

gangguan langkah, kelum puhan anggota gerak) atau bukt i

radiologik yang menunjukkan adanya GPDO (infark

multiple yang m elibatkan korteks dan subkorteks) yang

dapat m enjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.

4). Defisit yang tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.


35

Sedangkan unt uk pemeriksaan klinik daripada demensia

meliputi:

1). Pemeriksaan m em ori

Secara formal pem eriksaan m em ori dapat dilakukan

dengan m inta pasien unt uk m encatat, m enyim pan,

mengingat, dan mengenal informasi. Kem am puan untuk

mempelajari inform asi baru dapat diperiksa dengan

meminta penderita untuk m em pelajari suatu daftar kata.

Penderita dim inta unt uk mengulang kat a-kata, m engingat

kem bali informasi setelah istirahat beberapa m enit.

Sedangkan memori jangka lam a dapat diperiksa dengan

meminta penderita unt uk mengingat orang-orang lain atau

bahan-bahan lama yang dahulu pernah diminatinya.

2). Pemeriksaan kemampuan berbahasa

Penderita diminta unt uk menyebut nam a benda di

dalam ruangan atau bagian dari tubuh, mengikuti aba-aba/

perintah, atau mengulang ungkapan.

3). Pemeriksaan apraksia

Keteram pilan motorik dapat diperiksa dengan cara

meminta penderita unt uk melakukan gerakan tertent u.

4). Pemeriksaan daya abstraksi


36

Daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai

cara, misalnya menyuruh penderita untuk menghitung

sam pai sepuluh, menyebut seluruh alfabet, menghitung

dengan kelipatan tujuh, m enyebut nama binatang sebanyak-

banyaknya dalam wakt u satu menit, atau m enulis huruf m

dan n secara bergantian.

5). Mini Mental State Examination (MM SE)

Pemeriksaan ini diciptakan oleh Folstein et al pada

tahun 1975 yang kem udian digunakan secara luas di klinik

psikiatri m aupun geriatri. MMSE m eliputi 30 pertanyaan

sederhana untuk memperkirakan kognisi utama.

Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dalam wakt u 10-15 m enit.

Skor MMSE berkisar ant ara 0-30. Orang normal

menunjukkan skor 24-30. Secara keseluruhan jika skor

kurang dari 24, maka dikatakan telah ada gejala dem ensia.

(Harsono, 2007)

i. Prognosa

Istilah dem ensia m em ang menunjuk pada m akna progresif atau

sesuatu yang tidak kem bali lagi (irreversible). Namun demikian,

definisi demensia didasarkan atas pola defisit kognitif dan tidak


37

membawa konotasi prognosis. Demensia dapat bersifat progresif,

statik, atau mengalami rem isi. Reversibilitas demensia merupakan

fungsi patologi yang mendasarinya serta bergantung pula pada

ketersediaan dan kecepatan t erapi yang efekt if (Harsono, 2007).

3. Hubungan Stroke dengan Dem ensia

Stroke telah dikenal sebagai gangguan fungsi ot ak yang disebabkan

karena gangguan fungsi aliran darah ke ot ak yang timbul secara m endadak

dalam beberapa detik atau secara cepat (dalam beberapa jam)

(Laksm iasanti, 1999). Kurangnya suplai darah ke suatu area di otak

disebut iskemik. Iskemik ini akan menimbulkan kem atian suatu daerah

atau jaringan di otak apabila tidak ditangani dengan cepat. Kematian

daripada area di otak inilah yang m enyebabkan terjadinya demensia

(Suroto, 2004). Sroke akan menimbulkan demensia apabila jaringan otak

yang rusak meliputi 50-100 gram , dengan dem ikian disebut sebagai m ulti-

infark dem ensia atau kita sebut demensia vaskular. Sebagian besar

penderita dengan kerusakan otak ant ara 50-100 gram mengalam i stroke

berulang kali, dan mengenai kedua hem isperium serebri. Lesi otak m ana

saja m ampu menimbulkan dem ensia. Sem entara itu, perubahan mental

pada lesi ot ak tunggal bergant ung pada arteri yang terganggu, antara lain :

a. serebri media, a. serebri ant erior, a. serebri posterior, dan infark

subkortikal (Harsono, 2007).


38

B. Kerangka Pikiran

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:


39

Hipertensi
Tidak Terkontrol/ Kronik
Vasospasmus Akibat
á Tekanan Darah
Aterosklerosis / Perubahan M orfologi
Plaque Sklerosis Arteriol Otak
Vasokonstriksi ++

Berry Aneurisma
Trombus

ž Trauma
ž Non Trauna :
tx antikoagulan
Obstruksi
neoplasma
cerebral angiopati
diskrasia darah

Iskhemik Jaringan Otak Perdarahan Arteri


(intraserebral/ subarakhnoid)

Stroke Iskemik Stroke Hemoragik

Demensia

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipote sis

Ada hubungan subtipe stroke dengan kejadian dem ensia pada

penderita post stroke di RSUD dr. Moewardi Surakarta.


BAB III

METO DOLO G I PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini m enggunakan jenis penelitian analitik observasional

dengan pendekatan Cross Sectional.

B. Lokasi dan W aktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf

RSUD dr. Moewardi Surakarta pada bulan April hingga Mei 2009.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pasien post stroke iskemik dan pasien post

stroke hem oragik yang berada di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf

RSUD dr. Moewardi Surakarta.

D. Teknik Sampling

39
40

Teknik pengambilan sam pel yang digunakan adalah teknik random

sam pling. Dengan jumlah sampel sebanyak 60 pasien dengan rincian 30

pasien post stroke iskemik dan 30 pesien post stroke hemoragik (Murti, 1996).

E. Jal an Penelitian

Sebelum m elakukan penelitian, peneliti mengajukan surat ijin untuk


pengam bilan data di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf di RSUD. dr.
Moewardi. Setelah m endapatkan ijin, peneliti m em buat kuesioner berupa
kuesioner MMSE dan Hechinsky Iskemik Skor. Setelah kuesioner selesai
dibuat barulah peneliti dapat m elakukan penelitian. Penelitian dilakukan di
poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi dengan
dibantu oleh tem an – tem an yang telah m enempuh pendidikan sarjana
kedokteran. Pertama – tama penelitian dilakukan dengan cara melihat rekam
medis pasien. Apabila terdapat pasien post stroke, maka peneliti melakukan
wawancara dengan panduan kueioner Hechinsky Iskem ik Skor. Apabila skor
yang dicapai pasien ≥ 7, m aka selanjutnya peneliti melanjutkan wawancara
dengan panduan kuesioner MMSE. Setelah data terkumpul, peneliti
melakukan tabulasi data. Data yang telah ditabulasi selanjutnya dianalisa
dengan menggunakan perhitungan Kai Kuadrat (X2).

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : Subtipe stroke (pasien post stroke iskemik dan pasien

post stroke hem oragik).

2. Variabel terikat : Demensia.


41

G. Definisi O perasional

1. Subtipe Stroke

a. Definisi : Penderita dengan stroke iskemik adalah penderita dengan

tanda gangguan neurologik fokal yang m endadak, yang disebabkan

karena obstruksi atau penyempit an pembuluh darah arteri ot ak dan

menunjukkan gam baran infark pada CT-scan kepala. Pada stroke

iskemik, terjadi kekurangan suplai darah ke suatu area di jaringan otak.

Sedangkan stroke hemoragik adalah terjadi perdarahan cerebral dan

mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya

pem buluh darah ot ak. Um um nya terjadi pada saat m elakukan aktifitas,

nam un juga dapat terjadi pada saat istirahat (Suroto, 2004).

b. Alat ukur : 1. Ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarga yang

menem ani.

2. Rekam medik.

c. Skala pengukuran : Nom inal (post stroke iskemik dan post stroke

hem oragik).

2. Dem ensia

a. Definisi : Dem ensia adalah hilangnya fungsi intelektual yang

sebelum nya telah berkem bang, yang meliputi daya ingat, kem ampuan
42

berbahasa, berorientasi, berpikir abstrak, pem ecahan m asalah dan

praktis (Laksmiasanti, 1999). Ada sejum lah definisi tentang demensia,

tetapi sem uanya harus mengandung tiga hal pokok: (a) gangguan

kognitif, (b) gangguan tadi harus melibatkan berbagai aspek fungsi

kognitif dan bukannya sekedar penjelasan defisit neuropsikologik, dan

(c) pada penderita tidak terdapat gangguan kesadaran, demikian pula

delirium , yang merupakan gambaran yang menonjol (Harsono, 2007).

b. Alat ukur : 1. MMSE

2. Hechinsky Iskemik Skor

c. Skala pengukuran : Nominal (dem ensia dan tidak demensia).

H. Instrumentasi Penelitian

Sum ber data diperoleh dari responden secara langsung dengan

wawancara berdasarkan panduan kuesioner unt uk m engumpulkan data

ident itas dan m elalui status medis pasien sebagai data pelengkap.

I. Teknik Analisis Data

2
Penelitian ini menggunakan teknik analisis uji Kai Kuadrat (X ) untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel. Dengan batas

kem aknaan yang dipakai adalah 5% (p < 0,05) (Taufiqurohman, 2003).


43

Persam aan yang digunakan adalah :

2 2
X = n (ad – bc)

(a + b)(c + d)(a + c)(b + d)

Keterangan :

X2 = Kai Kuadrat

N = Jum lah sampel/ subjek penelitian

a, b, c, d = Frekuensi dalam tiap-tiap tabel

Tabel 1. T abel Distribusi :

Tidak
Kriteria Dem ensia Jumlah
Demensia

Post Stroke
a b a+ b
Subtipe Iskemik

Stroke Post Stroke


c d c+ d
Hemoragik

Jumlah a+c b+d n


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pengam bilan sampel dilakukan di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit

Saraf RSUD dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April hingga Mei 2009. Sampel

penelitian berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 pasien post stroke iskemik dan

30 pasien post stroke hemoragik. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai

berikut :

Tabel 2. Distribusi sampel demensia berdasarkan usia

Jumlah
Usia
n %
≤ 39 1 3,12
40 - 44 1 3,12
45 - 49 6 18,7
50 - 54 5 15,6
55 - 59 4 12,5
60 - 64 4 12,5
65 - 69 7 21,8
≥ 70 4 12,5
Jum lah 32 100
Sum ber : Data Primer, April - Mei 2009

44
45

Tabel 3. Distribusi sampel demensia berdasarkan jenis kelamin

Jumlah
Jenis Kelam in
n %
Pria 19 59,37
Wanita 13 40,62
Jum lah 32 100
Sum ber : Data Primer, April - Mei 2009

Tabel 4. Distribusi sam pel berdasarkan subtipe stroke yang diderita pasien
terhadap kejadian dem ensia

Kriteria Dem ensia Tidak Dem ensia Jum lah

Post Stroke
11 18,33% 19 31,67% 30
Subtipe Iskemik
Stroke Post Stroke
21 35% 9 15% 30
Hemoragik
Jumlah 32 53,33% 28 46,67% 60
Sum ber : Data Primer, April - Mei 2009
2 =
X 3,841 p = 0,05<p<0,01

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 30 sampel pasien post stroke

iskemik didapatkan 11 pasien (18,33 %) dengan gangguan demensia dan 19

pasien (31,67 %) yang tidak m engalami dem ensia. Sedangkan dari 30 sampel

pasien post stroke hemoragik, didapatkan 21 pasien (35 %) dengan gangguan

dem ensia dan 9 pasien (15 %) yang tidak mengalam i demensia. Jumlah pasien

yang mengalami demensia lebih banyak pada sam pel pasien post stroke

hem oragik daripada sampel pasien post stroke iskem ik.


46

Hasil perhitungan dengan m etode Kai Kuadrat (X2) hitung = 6,696.


2 2
Sedangkan Kai Kuadrat (X ) tabel (0,05:1) = 3,841. Jadi Kai Kuadrat (X ) hitung
2
> Kai Kuadrat (X ) tabel dengan nilai p : 0,05<p<0,01. Dari data tersebut

menunjukkan terdapat hubungan yang berm akna secara statistik ant ara subtipe

stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD dr. Moewardi.
BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan dengan m elakukan wawancara pada pasien post

stroke di poliklinik dan bangsal Unit Penyakit Saraf RSUD dr. Moewardi

Surakarta. Dari 30 sam pel pasien post stroke iskem ik didapatkan 11 pasien (18,33

%) dengan gangguan dem ensia dan 19 pasien (31,67 %) yang tidak mengalam i

dem ensia, sedangkan dari 30 sam pel pasien post stroke hemoragik, didapat kan 21

pasien (35 %) dengan gangguan demensia dan 9 pasien (15 %) yang tidak
2
mengalami demensia. Hasil perhitungan menggunakan metode Kai Kuadrat (X )

hitung = 6,696 sedangkan Kai Kuadrat (X2) tabel (0,05:1) = 3,841. Jadi Kai
2 2
Kuadrat (X ) hitung > Kai Kuadrat (X ) tabel dengan nilai p<0,01. Dari data

tersebut m enunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

subtipe stroke dengan kejadian dem ensia pada pasien post stroke di RSUD dr.

Moewardi.

Dari tabel 2, distribusi sampel demensia berdasarkan usia, dapat diketahui

bahwa penderita demensia yang berusia ≤ 39 tahun sebanyak 1 pasien (3,12 %),

40 – 44 tahun sebanyak 1 orang (3,12 %), 45 – 49 tahun sebanyak 6 orang (18,7

%), 50 – 54 tahun sebanyak 5 pasien (15,6 %), 55 – 59 tahun sebanyak 4 pasien

(12,5 %), 60 – 64 tahun sebanyak 4 pasien (12,5 %), 65 – 69 tahun sebanyak 7

pasien (21,8 %), dan ≥ 70 tahun sebanyak 4 pasien (12,5 %). Dari data tersebut

didapatkan bahwa dengan bertam bahnya usia, m aka kemungkinan untuk

47
48

terjadinya dem ensia m enjadi lebih besar. Kejadian tersebut m encapai puncaknya

pada pasien yang berusia 60 – 69 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kaplan

(1997) yang m engatakan bahwa dem ensia vaskular paling sering ditemukan pada

orang yang berusia 60 – 70 tahun.

Dari tabel 3, distribusi sampel demensia berdasarkan jenis kelamin,

memperlihatkan bahwa demensia vaskular lebih banyak terjadi pada pria daripada

wanita. Pada 32 pasien yang menderita dem ensia, didapatkan 19 pasien (59,37 %)

berjenis kelamin pria sedangkan 13 pasien (40,62 %) berjenis kelamin wanita. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Lum bant obing (2004) yang mengatakan bahwa

prevalensi Alzheimer lebih tinggi pada wanita dan demensia multi-infark lebih

banyak dijumpai pada pria.

Dari tabel 4, distribusi sampel berdasarkan subtipe stroke yang diderita

pasien terhadap kejadian dem ensia, dapat diket ahui bahwa dem ensia yang

disebabkan oleh post stroke iskemik sebanyak 11 pasien (18,33 %). Sedangkan,

dem ensia yang diakibatkan oleh post stroke hemoragik sebanyak 21 pasien (35

%). Hal ini menunjukkan bahwa penderita post stroke hemoragik m em iliki

kecenderungan lebih besar unt uk menjadi demensia daripada penderita post stroke

iskemik. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh De

Koning (2000) ataupun penelitian yang dilakukan oleh Henon (1999), dimana

dalam penelitiannya menem ukan bahwa pasien dengan stroke hemoragik

intraserebral mem iliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi demensia

vaskular dibandingkan pasien dengan stroke iskemik


49

Tetapi ada beberapa jurnal yang menyatakan bahwa prevalensi terjadinya

dem ensia vaskular lebih banyak diderita oleh pasien post stroke iskhemik

dibandingkan dengan pasien post stroke hemoragik (Barba et al., 2000).

Berbedanya hasil yang didapat kan oleh peneliti dengan penelitian yang dilakukan

oleh Barba et al (2000) dapat diakibatkan oleh karena adanya:

A. Perbedaan status pendidikan

Status pendidikan mem pengaruhi hasil skor MMSE, sehingga

dim ungkinkan terdapat pasien demensia post stroke iskemik yang hasil

MMSEnya mencapai ≥ 24 dikarenakan m em iliki status pendidikan

yang tinggi.

B. Usia

Usia mem pengaruhi kejadian demensia, sehingga dimungkinkan

sebaran sampel yang didapatkan pada pasien post stroke iskemik

relative lebih muda usianya dibandingkan dengan pasien post stroke

hem oragik.

C. Jenis kelam in

Dimana pada penelitian tersebut jum lah sampel pasien pria penderita

stroke hem oragik lebih banyak daripada jumlah sam pel pasien pria

penderita stroke iskemik, dimana sudah dikemukakan sebelum nya

bahwa prevalensi dem ensia multi-infark lebih banyak dijumpai pada

pria.
50

D. Fakt or resiko demensia

Hasil penelitian ini tidak turut m em perhitungkan variabel luar lainnya

yang mungkin mempengaruhi hasil daripada penelitian seperti

obesitas, hipertensi, penyakit jantung (infark miokard, gagal jant ung,

fibrilasi atrial, EKG yang abnormal), diabetes melitus, bising di arteri

karotis, polisitem ia, hiperlipidem ia, merokok, hiperurisemia, depresi

psikologis, dan nephropati.


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Sim pulan

1. Dem ensia vaskular paling sering ditemukan pada orang berusia 61 – 70

tahun dan lebih sering terdapat pada pria.

2. Fakt or risiko dem ensia vaskular adalah tekanan darah tinggi, obesitas,

penyakit jantung (infark miokard, gagal jant ung, fibrilasi atrial, EKG yang

abnorm al), diabetes m elitus, bising di arteri karotis, polisitemia,

hiperlipidem ia, merokok, hiperurisemia, depresi psikologis, dan

nephropati.

3. Dem ensia lebih banyak terjadi pada pasien post stroke hemoragik

dibandingkan dengan pasien post stroke iskemik.

4. Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

subtipe stroke dengan kejadian demensia pada pasien post stroke di RSUD

dr. Moewardi 0,05<p<0,01.

B. Saran

1. Jika telah didiagnosis dem ensia vaskular, maka fakt or risiko yang berperan

pada terjadinya demensia vaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi.

51
52

Mendeteksi serta menanggulangi faktor risiko ini penting, karena dapat

mencegah stroke serta bertam bah buruknya dem ensia.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan m em perhatikan berbagai

variabel yang tidak t erkendali dengan jum lah sampel yang lebih besar.
Daftar Pustaka

Aliah A., Kuswara F.F., Limoa R.A., Wuysan G. 2007. Gam baran Um um Tent ang
Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam Harsono (ed). Kapita
Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, pp: 81-101.

Barba R., Espinosa S.M., Garcia E.R., Pondal M., Vivancos J., Del Ser T. 2000.
Poststroke Dem entia: Clinical Features and Risk Factors.
http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint/31/7/1494?maxtoshow=& HIT S=1
0& hits=10&RESULTFORMAT=& fulltext=dementia+in+stroke+hem orrh
agic+and+stroke+ischemic&searchid=1& FIRSTINDEX=0& res
ourcetype=HW CIT . (2 November 2009).

De Koning I., Van Kooten F., Dippel D.W .J., Van Harskamp F., Grobbee D.E.,
Kluft C., Koudstaal P.J. 2000. The CAMCOG: A Useful Screening
Instrum ent for Dem entia in Stroke Patients.
http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint/29/10/2080?m axt oshow=&HHIT =
10& hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dem entia+in+stroke+hemorr
hagic+and+stroke+isch emic&sear chid=1& FI RSTINDEX=0&r
resourcetyp=HWCIT. (2 November 2009).

Hadi S. 2004. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). Dalam: Buku Ajar
Ilm u
Penyakit Saraf. Surakarta: BEM FK UNS Press, pp: 119-124.

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press, pp: 25-48.

Henon H., Pasquier F., Durieu, Godefroy O., Lucas, Lebert F., Leys D. 1999.
Preexisting Dementia in Stroke Patients: Baseline Frequency, Associated
Factors, and Outcome.
http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/28/12/2429?maxt oshow=&HI
TS=10& hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dem entia+in+stroke+he
morrhagic+and+stroke+ischem ic& searchi d=1&FIRSTINDEX=
0& resourcetype=HWCIT#T1. (2 Novem ber 2009).

Kaplan H.I., Sadock B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta, Binarupa Aksara, pp:
515-532.

Laksmiasant i L. 1999. Demensia Pasca Stroke. Sem inar Kiat Menghadapi Stroke.
Yogyakarta: RS Bethesda, pp: 7-9.

Lum bantobing S.M. 2004. Neurogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokt eran


Universitas Indonesia, pp: 62-89.

53
54

Lum bantobing S.M. 2007. Stroke. Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 1-30.

Mansjoer A.M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 1 st ed. Jakarta: Fakultas


Kedokt eran Universitas Indonesia, pp: 193-194.
nd
Mansjoer A.M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 2 ed. Jakarta: Fakultas
Kedokt eran Universitas Indonesia, pp: 17-26.

Misbach J., Kalim H. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif.


http://www.medicastore.com/stroke/# sat u. (11 Desember 2008).

Murti B. 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametik Dalam Ilmu – Ilmu
Kesehatan. Jakarta: Gramedia, pp:85:90.

Rafiq A. 2008. RSUD Moewardi Membuka Bangsal Khusus Stroke.


http://www.tem pointeractive.com/hg/n usa/jawam adur a/2008/07/15/ b
rk,20080715-128242,id.ht ml. (5 Januari 2009).

Syamsuddin H. 2007. Angka Kejadian Stroke Meningkat Tajam .


http://www.yastroki.or.id/read.php?id=317 . (7 Oktober 2008).

Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis dalam Prektek Um um . Jakarta: Dian Rakyat,


pp:
260-294.

Sidharta P., Mardjono M. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, pp:
209-211.

Suroto. 2004. Gangguan Pem buluh Darah Otak. Dalam : Buku Ajar Ilm u Penyakit
Saraf. Surakarta: BEM FK UNS Press, pp: 87-95.

Taufiqurohman M A. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.


Klaten: CSGF, pp: 19-65.

Wiryanto. 2004. Awas, Stroke Bisa Mengenai Siapa Saja.


http:/www.glorianet .org/k eluar ga/kesehatan/kesestro.htm l. (11
Desember 2008).

Anda mungkin juga menyukai