Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AGAMA

HAKIKAT, MARTABAT, DAN TANGGUNG JAWAB


MANUSIA

DISUSUN OLEH :
Andri Ode Pataalamu : F202101157
Desi Kaddrina : F202101133
Herwidayati Nur Rahmadani : F202101162
Nur Ainun Asri : F202101119
Nur Safitri Rahmadani : F202101155
Seftika Jayanti : F202101147
Wa Ode Nurul Umri Aghmaitia : F202101126
Waode Zulmianti : F202101140

S-1 FARMASI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
karuniah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama
islam dengan judul " Hakikat, Martabat, dan Tanggung Jawab Manusia " tepat pada
waktunya.Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Kendari, 2 Oktober 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5
1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.1. Hakikat Manusia ......................................................................................................... 6
2.1.1. Manusia Sebagai Hamba Allah ............................................................................... 8
2.1.2. Sebagai al-Nas ......................................................................................................... 8
2.1.3. Sebagai Khalifah di Bumi........................................................................................ 9
2.1.4. Manusia Sebagai Bani Adam .................................................................................. 9
2.1.5. Sebagai al-Insan ....................................................................................................... 9
2.1.6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis ...................................................................... 11
2.2. Martabat Manusia....................................................................................................... 12
2.2.1. Pengertian Martabat Manusia ................................................................................ 12
2.2.2. Martabat Manusia Menurut Kitab Suci ................................................................. 12
2.2.3. Dasar Martabat Manusia ........................................................................................ 13
2.3. Tanggung Jawab Manusia ......................................................................................... 16
BAB III .................................................................................................................................... 18
PENUTUP................................................................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 18
3.2 Saran ......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pandangan orang yang beriman, manusia itu makhluk yang mulia dan
terhormat pada sisi Tuhan. Manusia diciptakan Tuhan dalam bentuk yang amat baik,
sesudah itu ditiup Roh ke dalam tubuhnya, para malaikat disuruh sujud (memberi
hormat) kepadanya. Tuhan memberi manusia ilmu pengetahuan dan kemauan,
dijadikan khalifah (penguasa) di bumi dan menjadi pusat kegiatan di alam ini. Segala
apa yang ada di langit dan di bumi, semuanya bekerja untuk kepentingan manusia,
dan kepadanya di berikan nikmat lahir dan batin manusia merupakan makhluk yang
paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat
terbuka, dan mempunyai potensi yang agung.
Serta merupakan makluk Tuhan yang paling muliah yang mempunyai harkat
dan martabat yang melekat di dalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan
dijujung tinggi oleh Negara dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan kata lain setiap
orang berhak dan wajib diperlakukan sebaigai seorang yang memiliki derajat yang
sama dengan orang lain.
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tecermin dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 194 yang berkaitan dengan persamaan krdudukan warga
negara dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk
menegluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan
kepercayaannya, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Al-Qur'an memberi keterangan tentang manusia dari banyak seginya, dari
ayat-ayat Al-Qur‟an, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk fungsional
yang bertanggung jawab, seperti yang dijelaskan pada surat al-Mu'minun ayat 115.
Dari ayat ini, menurut Ahmad Azhar Basyir, terdapat tiga penegasan Allah
yaitu [1] manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, [2] manusia diciptakan tidak sia-sia,
tetapi berfungsi, dan [3] manusia akhirnya akan dikembalikan kepada Tuhan, untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup di
dunia ini, dan perbuatan itu tidak lain adalah realisasi daripada fungsi manusia itu
sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa Yang Dimaksud Dengan Hakikat Manusia?
1.2.2. Apa Yang Dimaksud Dengan Martabat Manusia?
1.2.3. Apa Yang Dimaksud Tanggung Jawab Manusia?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk Mengetahui Lebih Jelas Tentang Hakikat Manusia
1.3.2. Untuk Mempelajari Tentang Martabat Manusia
1.3.3. Untuk Memahami Maksud dari Tanggungb Jawab Manusia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Manusia


Hakikat Manusia adalah makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat
menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Individu yang
memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial.
Dalam konsepsi Islam, manusia merupakan satu hakikat yang mempunyai dua
dimensi, yaitu dimensi material (jasad) dan dimensi immaterial (ruh, jiwa, akal dan
sebagainya). Unsur jasad akan hancur dengan kematian, sedangkan unsur jiwa akan
tetap dan bangkit kembali pada hari kiamat. Seperti yang di jelakan dalam Al-Quran
yang berbunyi:

Artinya : “ Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab
(Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga (Al-
Baqarah: 78)

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk
memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan”. (Al-
Baqarah : 79)
Manusia adalah makhluk yang mulia, kemulian ini bahkan diatakan di beberapa
ayat ayat Al-Quran karena hal tersebut manusia lebih mulia dari malaikat seperti
bagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran yang berbunyi :
Artinya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku
telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud.” (QS. al-Hijr, 15: 29).

Tafsiran dari ayat ini menjelakan bahwa ketika Allah SWT telah
menyempurnakan bentuknya dengan cara meniupkan ruh kedalam tubuhnya sehingga
ia menjadi hidup; diidhafatkannya lafal ruuh kepada-Nya sebagai penghormatan
kepada Adam yaitu sujud penghormatan dengan cara membungkuk.
Bahkan manusia adalah satu-satunya mahluk yang mendapat perhatian besar dari
Al-Qur‟an, terbukti dengan begitu banyaknya ayat al-Qur‟an yang membicarakan hal
ikhwal manusia dalam berbagai aspek-nya, termasuk pula dengan nama-nama yang
diberikan al-Qur‟an untuk menyebut manusia, setidaknya terdapat lima kata yang
sering digunakan Al-Qur‟an untuk merujuk kepada arti manusia, yaitu insan atau ins
atau al-nas atau unas, dan kata basyar serta kata bani adam atau durriyat adam.
Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak
pernah selesai. Selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Para ahli telah
mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai saat ini pun belum
ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya, bahkan oleh para filsuf
sejak ratusan tahun lalu juga berusaha mendapatkan deskripsi yang betul tentang
hakikat manusia. Mengutip jurnal Hakikat Manusia dalam Perspektif Al-quran tulisan
Afrida (2018), menurut pandangan Plato, hakikat manusia adalah rasio (akal) dengan
hasrat utamanya adalah memperoleh ilmu pengetahuan dan bertugas mengontrol roh
dan nafs, roh yang hasrat pertamanya adalah meraih prestasi, dan kesenangan (nafsu)
yang hasrat utamanya adalah materi.
Pendapat para filsuf Barat seperti Plato-lah yang banyak dikaji. Padahal Alquran
juga memberikan informasi jelas mengenai kemanusiaan. Berikut ini juga adalah
penjabarannya mengutip dari jurnal Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan
Barat karya Siti Khasinah (2013):
2.1.1. Manusia Sebagai Hamba Allah
Allah menciptakan manusia dengan misi agar mereka menyembah dan tunduk
pada hukum-hukum Allah. Hal ini tercantum dalam surat adz-Dzariyat ayat 56

Artinya : “ Aku tidak menciptakan jin dan manusia melaikan agar mereka
beribah kepada-ku”.
Sebagai hamba Allah, manusia wajib menjalankan segala perintah dan
menjauhi larangan-Nya, baik yang menyangkut hubungan dengan Allah atau
hubungan dengan sesama manusia.

2.1.2. Sebagai al-Nas


Al-nas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
manusia lainnya untuk mengembangkan potensi dalam dirinya. Hal ini dijelaskan
dalam firman Allah berikut ini:

Artinya : “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujurat
ayat 13).
2.1.3. Sebagai Khalifah di Bumi
Manusia diberi amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Artinya
manusia memiliki wewenang untuk memanfaatkan alam guna memenuhi
kebutuhan hidup, namun juga bertanggung jawab terhadap kelestariannya.
Hakikat manusia sebagai khalifah ini salah satunya dijelaskan dalam surat Al
Baqarah ayat 30 yang berbunyi:

“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:


“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”

2.1.4. Manusia Sebagai Bani Adam


Alquran menerangkan dengan jelas bahwa semua manusia merupakan
keturunan Nabi Adam AS dan bukan berasal dari hasil evolusi makhluk lain
seperti yang dikemukakan oleh Charles Darwin.
Sebagai Bani Adam, semua manusia berasal dari keturunan yang sama
sehingga saling bersaudara, terlepas dari latar belakang agama, bangsa, dan
bahasa yang berbeda.

2.1.5. Sebagai al-Insan


Konsep al-Insan merujuk pada potensi yang dimiliki manusia, antara lain
kemampuan berbicara dan menguasai ilmu pengetahuan. Selain potensi positif,
manusia juga memiliki kecenderungan berperilaku negatif, misalnya cenderung
zalim dan kafir seperti yang di jelakan dalam Al-Quran yang berbunyi :
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan
kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak
akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)." (Q.S. Ibrahim (14): 34,

Bahkan bersikap atau berperilaku dengan tergesa-gesa Allah SWT juga


menjelakan didalam Al-Quran yang berbunyi :

"Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang
(biasa) kamu seru, kecuali Dia. Tetapi ketika Dia menyelamatkan kamu ke
daratan kamu berpaling (dari-Nya). Dan manusia memang selalu ingkar (tidak
bersyukur)." (Q.S. al-Isra (17):67),

Bersikap bakhil serta bodoh Allah sampaikan juga melalui di dalam


kitab suci agama islam yang berbunyi :

"Katakanlah (Muhammad), "Sekiranya kamu menguasai


perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya (perbendaharaan) itu kamu tahan,
karena takut membelanjakannya." Dan manusia itu memang sangat kikir."
(Q.S.al-Isra (17):100),
"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat
itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh," (Q.S.
al-Ahzab(33):72),

Bagitu pula perbuatan dosa yang tidak pernah luput dari jangkauan
manusia,yang berbunyi:

"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas,"


(Q.S.al-„Alaq (96):6) dan lain-lain.

2.1.6. Manusia Sebagai Makhluk Biologis


Sebagai makhluk biologis, manusia berkembang biak, mengalami fase
pertumbuhan dan perkembangan, memerlukan nutrisi untuk bertahan hidup, dan
pada akhirnya akan mengalami kematian.
Apabila malaikat dicipatakan dari nur atau cahaya dan iblis berasal dari nyala
api, dalam surat Al-Mu‟minun ayat 12-14, Allah menerangkan proses penciptaan
manusia yang berasal dari saripati tanah hingga menjadi makhluk yang mulia.

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
2.2. Martabat Manusia

2.2.1. Pengertian Martabat Manusia


Kata martabat memiliki arti pangkat atau derajat yang dimiliki manusia
sebagai manusia. Dengan memiliki martabat ini maka manusia menjadi beda
dengan makhluk lain. Kata martabat juga memiliki arti tingkat, derajat, pangkat,
dan harga diri, sedangkan kata manusia sendiri memiliki arti, manusia yang
berakal budi. Martabat manusia adalah dasar dan hak asasi yang dimiliki oleh
setiap orang yang berasal secara kodrati dari Allah. Martabat manusia tersebut
tidak dapat dirampas oleh siapapun sampai kapanpun.
Martabat manusia bukan dilihat hanya berasal dari sisi tertentu saja,
melainkan pada seluruh diri manusia. Tubuh dan jiwa manusia adalah dua hal
yang membentuk pribadi manusia yang utuh. Keberadaan manusia yang
intelektual, sensitif, afektif, dan biologis menyandang gelar “Persona” manusia
adalah seorang pribadi yang utuh. Ia adalah sebuah realitas yang personal.
Persona berarti manusia adalah pribadi yang utuh, pesona juga berarti manusia
adalah seorang individu yang tidak ada duanya. Persona juga dapat berarti
“personeita” yang berarti seorang pribadi yang mampu untuk merefleksikan
dirinya sendiri. Ia mempunyai kemampuan yang memungkinkan ia mampu
melihat dirinya sendiri.

2.2.2. Martabat Manusia Menurut Kitab Suci


Manusia diunggulkan dari antara semua ciptaan sebab manusia menjadi
puncak Karya Penciptaan Allah yang diciptakannya pada hari yang keenam.
Amanat hakiki dari alkitab memaklumkan bahwa pribadi manusia adalah sebuah
makhluk ciptaan Allah (bdk. Mzr 139:14-18), dan melihat di dalam dirinya, yang
diciptakan seturut gambar Allah, unsur yang menjadi ciri khasnya dan yang
membedakannya : “Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia laki-laki dan perempuan di ciptakan-
Nya mereka. Allah menempatkan makhluk insan itu pada pusat dan puncak
tatanan Penciptaan. Manusia dibentuk dari tanah dan Allah menghembuskan ke
dalam mulutnya nafas kehidupan. Maka, karena ia diciptakan menurut gambar
Allah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan hanya sesuatu
melainkan seseorang. Ia mampu mengenali dirinya sendiri, menjadi tuan atas
dirinya, mengabdikan dirinya dalam kebebasan dan hidup dalam kebersamaan
dengan orang lain, dan karena rahmat ia sudah dipanggil ke dalam perjanjian
dengan Penciptaannya untuk kepada-Nya jawaban iman dan cinta kasih, sesuatu
yang tidak dapat diberikan oleh makhluk lain sebagai penggantinya.
Keserupaan dengan Allah memperlihatkan bahwa esensi dan eksistensi
manusia secara konstitutif berkaitan dengan Allah secara sangat mendasar. Inilah
relasi yang berada dalam dirinya sendiri, dan karena bukan sesuatu yang datang
sesudah dan juga tidak ditambahkan dari luar. Seluruh kehidupan manusia adalah
sebuah ikhtiar dan pencarian akan Allah. Relasi dengan Allah ini bisa saja
diabaikan atau malah dilupakan dan sirna, namun tidak pernah lenyap. Bahkan di
antara semua mahkluk ciptaan yang kelihatan di dunia ini hanya manusia sajalah
yang memiliki “kesanggupan untuk menemukan Allah”. Manusia adalah
mahkluk yang diciptakan Allah untuk menjalin relasi dengan-Nya; manusia
menemukan kehidupan dan ungkapan dirinya hanya dalam relasi, dan secara
kodrati cenderung kepada Allah. Dengan panggilan khusus seperti ini terhadap
kehidupan, manusia menemukan dirinya juga berada di hadapan mahkluk-
mahkluk ciptaan lainnya. Manusia dapat dan harus diwajibkan untuk
mendayagunakan mahkluk-mahkluk ciptaan lainnya itu demi mengabdi mereka
dan memiliki mereka, namun penguasaan manusia atas dunia menuntut
pelaksanaan tanggung jawab, itu bukan suatu kebebasan yang semena-mena dan
eksploitasi egoistik. Semua ciptaan sesungguhnya memiliki nilai dan baik adanya
(bdk. Kej 1:4,10,12,18,21,25) di mata Allah, yang adalah Pencipta.

2.2.3. Dasar Martabat Manusia


2.2.3.1. Manusia Sebagai Gambar dan Citra Allah
Allah menciptakan manusia menurut gambaran-Nya agar manusia
dapat mengenal-Nya secara lebih mendalam dan berbalik untuk memuji dan
menyembah-Nya. Dalam Kitab Suci, dinyatakan bahwa manusia diciptakan
oleh Allah maka di sini Allah bertindak sebagai sumber kehidupan yang
pertama dan utama bagi manusia (bdk. Kej 1: 27). Seluruh diri dan pribadi
manusia adalah berasal dari Allah dan manusia tetap berada pada eksistensinya
sebagai makhluk ciptaan Allah. Sehingga tugas utama manusia dan seluruh
hidupnya adalah mengembangkan diri sebagai citra Allah.11 Manusia
diciptakan berbeda dengan mahkluk lain, ia memiliki keistimewaan karena
diciptakan memiliki akal budi, kehendak, suara hati dan kebebasan. Demi
kehidupan yang semakin penuh manusia secara nyata ikut berusaha bersama
Allah untuk menciptakan dan memelihara segala ciptaan Allah yang telah ada
di dunia. Pribadi manusia yang luhur merupakan penampilan diri Allah sebagai
pribadi yang mengadakan.
Manusia diciptakan Allah menurut gambar dan citra-Nya. Oleh karena
itu ia mempunyai nilai dan martabat dalam dirinya sebagai pribadi yang
dicintai dan dihargai oleh Allah, terlepas dari semua kualifikasi dan
keterampilan serta pelbagai unsur lahiria yang melekat pada manusia. Manusia
sebagai gambar dan ctra Allah pada hakekatnya bersumber pada Allah, Sang
Penciptanya. Karena itu martabat manusia merupakan suatu yang kudus, suci,
menghormati martabat seseorang sebagai manusia adalah juga menghormati
kedaulatan Allah yang berdaulat. Dengan perkataan lain, tak mungkin seorang
Allah yang berdaulat kalau ia tidak menghormati martabat seorang sebagai
manusia.
Manusia sebagai gambar dan citra Allah bukan dalam arti bahwa
manusia adalah foto Allah melainkan dalam arti pembagian dan pelaksanaan
tugas kepada manusia. Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa kita, supaya berkuasa atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara, atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala
binatang melata yang merayap di bumi” (kej 1: 26). Di sini keinginan Allah
yaitu agar manusia semakin sanggup menjalankan tugasnya secara baik dan
efisien sebagai penguasa dunia dan rekan kerja Allah. Dengan menguasai dan
mengerjakan segala sesuatu, manusia menunjukkan hakekat diri sebagai
gambar Allah, sehingga ketika manusia menjalankan tugasnya, ia sebenarnya
menjalankannya atas nama Allah (bdk. Kol 3: 17).
Meskipun demikian kenyataan sering berbicara lain, bahwa manusia
dalam sejarahnya tidak mau dibawah kontrol Allah, ia lebih suka bebas
menurut pikirannya, kehendaknya, sehingga penguasa, pengatur dan
pembangunan dunia dilaksanakan menurut wewenangnya sendiri, dan
akibatnya adalah bukan kebahagian tetapi penderitaan. Dengan demikian
gambar Allah dalam diri manusia dinodai oleh dosannya. Dengan kata lain,
ketika manusia menjalankan tugasnya atas namanya sendiri ketika itulah ia
menolak gambaran Allah yang ada dalam dirinya
2.2.3.2. Manusia Sebagai Patner Allah Dalam Karya Penciptanya (Co-
Creator)
Menurut teologi antropologi, ada tiga aspek dasariah dalam hidup
manusia yaitu manusia pembangun, pencinta dan pendosa.14 Dalam konteks
manusia pembangun kita ditemukan dalam Kitab Suci, bahwa manusia
diciptakan untuk bekerja demi membangun hidupnya.(bdk. Kej 2:15; 3:17),
dengan menaklukan bumi dan megolahnya dan memelihara kepada Allah.
Karena itu manusia merupakan citra Allah, maka segala perkembangan yang
diusahakan manusia, sejauh sungguh bersifat manusiawi membawa dunia lebih
dekat kepada tujuannya yaitu Allah Pencipta. Karena itu setiap tindakan kerja
dan keputusan untuk mengambil jalan hidup harus secara benar sesuai dengan
kehendak Allah yang mencipta dan mencintai.
2.2.3.3. Manusia Memiliki Akal Budi dan Suara Hati
Manusia merupakan mahkluk yang berakal budi. Melalui akal budi dan
suara hati yang dimiliki manusia menjadi tanda yang menbedakan manusia
dengan mahkluk lain. Akal budi dan suara hati yang dimiliki oleh setiap
manusia membuat manusia mampu dengan sadar untuk melakukan sesuatu
yang ia kehendaki dan siap untuk dipertanggungjawabkannya. Dalam
kesadarannya sebagai manusia, ia tentu tidak bisa lari dari realitas keputusan
yang telah diambil.15 Hal ini berarti manusia secara sadar
mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya. Dengan demikian kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa manusia adalah mahkluk istimewa yang
diciptakan Allah.
Sebagai mahkluk ciptaan Allah yang istimewa manusia tentu memiliki
perbedaan yang paling mendasar. Dengan demikian hal ini menjadikan kita
untuk yakin dan percaya secara penuh rahmat yang paling berharga bagi
seorang manusia. Dengan akal dan budi manusia mampu mengatasi segala
keterbatasan menuju kepada suatu yang tak terbatas.16 Manusia berhadapan
langgsung dengan realitas alam dan sesamanya. Di sana ia berkomunikasi dan
membuka dirinya bagi objek di luar dirinya. Semua ini terjadi dalam taraf
kebebasan sebgai pribadi yang otonom yang memiliki akal budi dan suara hati.
2.2.3.4. Manusia Memiliki Kebebasan
Manusia diciptakan Allah masing-masing dilengkapi dengan kehendak
bebas sebagai pribadi yang otonom. Pribadi yang bebas dan otonom bukan
merupakan sebuah pemberian dari manusia lain kepada pribadi tertentu,
melainkan sebagai suatu yang berasal dari Allah dan berada secara kodrati
dalam setiap manusia. Sebagai pribadi yang bebas tentu didasarkan pada
kemampuan pribadinya untuk menentukan, memutuskan sesuatu yang ia
kehendaki. Manusia memiliki kebebasan untuk melakukan kebaikan dan
mengelakkan kejahatan. Kitab Suci dan ajaraan moral Gereja Katolik
mengajarkan bahwa segala yang manusia lakukan mempunyai konsekuensi
pada hari penghakiman (Bdk. Kej:3).17Dengan seluruh kemampuan akal dan
budi yang dimiliki manusia diharapkan agar ia senantiaa melakukan yang baik
dan megelakan yang jahat demi ketaatan kepada Allah dan demi kebaikan bagi
orang lain
Manusia dalam perjalanan hidupnya setiap hari secara langsung
maupun secara tidak langsung tentu menyadari dirinya sebagai pribadi yang
bebas. Dasar dari hal tersebut karena manusia memiliki akal budi yang dapat
mengatasi seluruh ruang dan waktu secara tak terbatas yang terbuka terhadap
dunia realitas dirinya.
Dalam realitas kesadarannya tersebut manusia dimampukan untuk
memiliki dan memutuskan sesuatu secara bebas dan tidak terikat oleh realitas
di luar dirinya dan di dalam manusia ingin memperoleh kebaikan dan
memenuhi keinginan pribadinya.18 Dengan demikian kebebasan adalah dasar
yang menghantar manusia untuk melakukan kehendak-Nya sebagai pribadi
yang bebas.

2.3. Tanggung Jawab Manusia


Tanggung jawab adalah „keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya).
Demikian makna tanggung jawab dalam kamus Bahasa Indonesia. Tanggung jawab
adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun
yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan
kesadaran akan kewajibannya
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia
bertanggung jawab karena menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya. Ia
menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya.
Apabila ditelaah lebih lanjut, tanggung jawab merupakan kewajiban atau beban
yang harus dipikul atau dipenuhi, sebagai akibat perbuatan kita kepada orang lain,
atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain kepada kita.
Tanggung jawab bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan
manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia
tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksa tanggung jawab
itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi
yang berbuat dan dari sisi yang memiliki kepentingan dari pihak lain. Dari sisi si
pembuat ia harus menyadari akibat perbuatannya itu dengan demikian ia sendiri
pula yang harus memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain apabila si
pembuat tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik
dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan
Berbicara tentang tanggung jawab manusia menurut al-Qur‟an,
memperhatikan surat al-Mukminun ayat 115 ditemukan bahwa manusia adalah
makhluk fungsional dan bertanggungjawab atau dengan kata lain penciptaan
manusia bukanlah sebuah kesia-siaan. Tanggung jawab manusia tersebut meliputi
tanggung jawab terhadap Allah Sang Pencipta, diri pribadi, keluaga, masyarakat,
bangsa dan Negara, serta tanggung jawab terhadap alam.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah,
akal, kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan)
kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan
kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah
dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna (beriman,
berilmu dan beramal) manakala manusia memiliki kemaunan serta kemampuan
menggunakan dan mengembangkan segenap kemampuan karunia Allah tersebut.
Martabat manusia adalah harga diri/kedudukan manusia di muka bumi yaitu
sebagai makhuk ciptaan Allah yang paling sempurna dan derajatnya lebih tinggi
daripada makhluk yang lain. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih tinggi
disebabkan karena manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT.
Tanggung jawab manusia adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh
manusia karena kemampuannya dan martabat manusia sebagai makhluk yang paling
sempurna dan lebih tinggi adalah sebagai hamba/abdi Allah dan khalifah di muka
bumi. Sebagai hamba Allah, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah)
kepada Allah, menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai
khalifah Allah manusia memiliki tugas sebagai pemimpin, wakil Allah di muka bumi
untuk mengelola dan memelihara alam.

3.2 Saran
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan dibandingan
dengan makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan
berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada diri
kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam rangka
mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan khalifah di
bumi. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih tinggi disebabkan karena
manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT. Sebagai hamba Allah, tugas
utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Allah, menaati perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai khalifah Allah manusia memiliki tugas
sebagai pemimpin, wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/3603/2/1HK09713.pdf
https://pdfcoffee.com/makalah-hakikat-martabat-dan-tanggung-jawab-manusia-pdf-free.html
https://binus.ac.id/character-building/2020/05/makna-tanggung-jawab-dalam-islam/
1 Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks, (Jakarta: Gramedia, 1991), Hal. 95 2
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Hal. 917- 920
3 A. Heuken, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Cakra, 2005), Hal. 20
1Konfrensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik, (Jogyakarta: Kanisius-Obor,1996), Hal.25
12Alex Lanur, “Tata Keselamatan Dalam Paradigma Pembangunan”, Dalam Frans M. Parera
dan Gregor Neonbasu SVD, (Penyuting), Sinar Hari Esok-Spektrum SDM Pembangunan
Kawasan Timur Indonesia Dari Propinsi NTT, (Jakarta: Funisia, 1997), Hal.331 13J.Riberu
dan Jusman A. Putra, (Penyuting), Pendidikan Kebudayaan,(Jakarta: KWI Bekerja Sama
Dengan BKKBN, 1987), Hal. 206
14George Kirchberger SVD, Antropologi Teologi (Manuskrip), (Maumere: STFK Ledalero,
1997), Hal. 25
15Ibid., Hal. 13 16Frans Magnis-Suseno, Berfilsafat dari Konteks,Op.Cit., Hal.96
7Karl. Heinz Peschke, Etika Kristiani Jilid I (Ledalero: Maumere, 2003), Hal. 269 18Ibid.,
Hal. 264

Anda mungkin juga menyukai