Kelompok 3:
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................1
Bab 1 Pendahuluan...............................................................................2
A. Latar Belakang......................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
Bab II Pembahasan...............................................................................3
A. Al Ash’ath Bin Qais Al-Kindi..............................................................3
B. Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Ar-Razi.................4
C. Abu Nashr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Al Farabi.........5
D. Abu Zaid Ahmad Ibn Sahl Al-Balkhi...................................................7
E. Abu Ali al-Husayn Abdullah Ibn Sina..................................................8
F. Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yakub Ibn Miskawaih...............12
Daftar Pustaka.......................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Hellenisme
Setelah filsafat Yunani Klasik mencapai puncaknya dengan
munculnya Aristoteles, maka setelah Aristoteles meninggal dunia,
pemikiran filsafat Yunani merosot.Karena lima abad sepeninggal
Aristoteles terjadi kekosongan, sehingga tidak ada ahli pikir yang
menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau Aristoteles,
sampai munculnya filofos Plotinus (204-270).
Lima abad dari adanya kekosongan di atas diisi oleh aliran-aliran
besar (seperti: Epikurisme, Stoaisme, Skeptisisme, dan Neoplatonisme).
Sedangkan pokok permasalahan filsafat dipusatkan pada cara hidup
manusia, sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang
mengatur hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidupnya
inilah yang menjadi dasar dari Epikurisme, Stoaisme, dan Skeptisisme.
Menurut sejarah filsafat, masa ini (sesudah Aristoteles) disebut zaman
Hellenisme.1
Filsafat Hellenisme ini dimulai pada pemerintahan Alexander
Agung (356-23 SM) atau Iskandar Zulkanair raja Macedonia. Pada zaman
ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoretis menjadi
filsafat praktis.
1
Hellenisme adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yunani
seperti yang terdapat di Athena di zaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh
kebudayaan Yunani, atau setiap usaha menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman
modern.lihat, Pringgodigdo, (Ed.), Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogayakarta, 1972, hlm. 402.
Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan bernapas mistik, bahka tujuan
menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman mistik.
Pada 624-546 Thales diberi gelar filosof pertama karena telah
mengajukan pertanyaan dasar yang berupa apa bahan alam semesta ini?
Thales menjawab, air. Jawaban yang tidak memuaskan pertanyaan lebih
berbobot dari pada jawabannya. Plotinuslah, jadi kira-kira 800 tahun
kemudian, orang yang mula-mula menyusun jawaban yang lumayan
terhadap pertanyaan itu. Dan teori emanasi. Dan konsep inilah terutama
merupakan Plotinus cukup penting untuk dipelajari. Teori penciptaannya
yang berupa emanasi itu berpengaruh juga pada filsafat islam serta
pemikiran Plotinus hanya tentang rahasia penciptaan serta ia
mengemukakan pemikiran tentang etika, yang kelihatannya masih relevan
dipertimbangkan pada zaman sekarang. Serta secara umum ajaran Plotinus
disebut Plotinisme/Neo Plotinisme dan merupakan suatu sistem yang
teosentris, jadi dalam hal ini sama dengan Augustinus. Serta filosof pada
masa-masa ini pada umumnya teosentris. Plotinisme dilahirkan pada tahun
204 di Mesir.
1. Metafisika Plotinus
Sistem metafisika plotinus ditandai oleh konsep
transendens. Menurut pendapatnya, didalam pikiran terdapat tiga
realitis: The One, The Mind, dan The Soul.
The One (Yang Esa),Tuhan dalam pandangan
Philo(Avey:49)2, suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami
melalui metode sains dan logika. The One tidak dapat dipahami
lewat pemikiran logis. Kita hanya dapat menghayati adanya: ia itu
tidak dapat dipikirkan seperti tatkala kita memikirkan sesuatu yang
ada didefinisinya.
2
Avey, Albert E., 1960, Handbook in the History of Philosophy, New York: Barnes &
Noble, Inc.
Realitas ke dua ialah Nous (lihat Runes: 215)3, suatu istilah
yang dapat juga disebut Mind. Ini adalah gambaran tentang yang
Esa dan didalamnya mengandug idea-idea Plato. Idea-idea itu
merupakan bentuk asli objek-objek. kandungan Nous adalah benar-
benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita mesti melalui
permenungan.
The soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus.
Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, soul itu
mengandung satu jiwa dunia dan bayak dunia kecil. Jiwa
duniadapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi dibelakang
duni, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam
semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek: yang pertama
intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah
irasional. Pusat doktrin tentang Tuhan dalam agama Kristen adalah
bahwa Tuhan berada didalam Tiga pribadi, yaitu Bapak, Anak, dan
Roh Kudus.
2. Tentang ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju maju pada Plotinus; ia
menganggap sains lebih rendah dari pada keimanan. Surga lebih
berarti dari pada bumi sebab surga itu tempat peristirahatan jiwa
yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal dewa-dewa. Ia
juga mengakui adanya hantu hantu yang bertempat diantara bumi
dan bintang-bintang. Semuanya ini memperlihatkan rendahnya
mutu sains Plotinus.
Plotinus dapat disebut musuh naturalisme. Ia membedakan
dengan tegas tubuh dan jiwa; jiwa tidak dapat diterjemahkan
kedalam ukuran-ukuran badaniah; fakta alam harus dipahami
sesuai dengan tendensi spiritualnya.
3
Runes, Dagobert D., Ed., 1971, Dictionary of Philosophy, Totowa, New Jersey: Littlefield,
Adam & Co.
3. Tentang jiwa
Untuk memahami pemikiran Plotinus, kita harus
memahami filsafatnya tentang jiwa. Menurutnya jiwa adalah suatu
kegiatan ilahiah; jiwa merupakan sumber kekuatan. Alam semesta
berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak dapat dibagi secara
kuantitatif karena jiwa itu adalah sesuatu yang satu tanpa dapat
dibagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang juga tidak
dapat dibagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu diketahui dari
kenyataan bahwa jiwa itu ada disetiap tempat di badan, bukan
sebagian di sana dan sebagian di sini pada badan. Kita tidak dapat
mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa saya, berarti jiwa
hanya satu; jiwa itu individual.
6. Kedudukan Plotinus
Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang
filosof membangun sebuah sistem yang disebut neo-Platonisme.
Jelas ia adalah seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah
Plotinus. Nama ini sering tertukar dengan nama Plato, yang
ajarannya diperbaruinya dengan menggunakan nama neo-
Platonisme.
Pengaruhnya jelas besar. Pengaruh itu ada pada teologi
Kristen, juga pada renaissance. Mungkin semua filosof yang
mementingkan suara hati (iman) dapat dikatakan dipengaruhinya,
seperti Goethe, Kant, dll.
Kosmologi Plotinus termasuk tinggi, terutama dalam hal
kedalaman pspekulasinya dan daya imajinasinya. Pandangan mistis
merupakan ciri filsafatnya; usahanya untuk memahami realitas
spiritual cukup gigih.
7. Pengikut Plotinus
4
Mayer, Frederick, 1950, A History of Ancient & Medieval Philosophy, New York:
American Book Company
Sesudah Plotinus, neo-Platonisme hanya menghasilkan
sedikit saja filosof berbobot, antara lain ialah Parphyry (233-301).
Ia amat suci, bahkan sering dikatakan suka menyiksa diri. Dialah
yang mengumpulkan dan menyebarkan karya Plotinus dalam
bentuk inneaditu.
Prngikut Plotinus yang lain, yaitu Lamblichus yang
meninggal pada tahun 330, juga menekankan hal hal supernatural.
Menurut pendapatnya manusia tidak mungkin memahami Tuhan
dan ajaran Tuhan. Pengikuut lain ialah Procluc. Menurut
pendapatnya manusia tidak akan selamat tanpa iman. Agama
memainkan peranan amat penting dalam filsafatnya. Pada
Simplicius filsafat lama ditutup, Keimanan menang mutlak.
8. Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata latin pater atau bapak,
yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini
dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan
ahli pikir inilah yang menimbulkan sikap yang beragam
pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani, dan ada
yng menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan
bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan,
dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain
seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai
alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya
menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata
cara berpikir). Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran
manusia, akan tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi,
memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam
hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-
orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka
(orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik.
Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut
menyangkal, bahwa tuduhan tersbut dianggap fitnah. Dan
pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani
mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan
dengan Tuhan.
Akibatnya muncul upaya untuk membela agama Kristen,
yaitu para apologis (pembela iman kristen) dengan kesadarannya
membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani.
9. Masa Skolastik
Istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school,
yang berarti sekolah. Jadi Skolastik berarti aliran atau yang
berkaitan dengan sekolah. Perkataan Skolastik merupakan corak
khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Faktor Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena
beberapa faktor, yaitu:
1) Faktor Religius
Faktor Religius dapat mempengaruhi corak
pemikira filsaftanya. Yang dimaksud faktor religius adalah
keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupann
religius.
2) Faktor Pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga
pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja
ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambil
dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
a. Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200.
b. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-
1300.
c. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.
Filsafat Islam
Islam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam
perjalanan yang demikian panjang, terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan
dalam kegiatan pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke-7 hingga abad ke-12.
Dalam kurun waktu 5 abad itu para ahli fikir islam merenungkan tentang
kedudukan manusia didalam hubungannya dengan sesama, dengan alam, dan
dengan Tuhan, dengan menggunakan akal fikirnya. Mereka berfikir secara
sistematis dan analitis, serta kritis, sehingga lahirlah para filsuf islam yang
mempunyai kemampuan tinggi karena kebijaksanaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam
(kekuatan) pemikiran, yaitu:
1. Para ahli fikir Islam yang berusaha menyusun sebuah sistem yang
disesuaikan dengan ajaran islam.
2. Para ulama yang menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan
soal-soal ketauhidan.
Para ahli fikir islam dan para ulama tersebut menggunakan instrumen atau
alat filsafat untuk membela dan membentengi tauhidnya. Para ahli fikir mencoba
memberikan suatu kesimpulan yang tidak bertentangan dengan dasar ketauhidan.
Dari sekian banyak ulama islam ada yang keberatan terhadap pemikiran
filsafat islam (pemikiran filsafat yang berdasarkan ajaran islam), akan tetapi ada
juga yang menyetujuinya.
Beberapa perbedaan yang mendorong mengapa aliran pemikiran
filsafat timbul
1. Persoalan tentang zat tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan difikir.
2. Perbedaan cara berfikir.
3. Perbedaan orientasi dan tujuan hidup.
4. Perasaan “asabiyah”, keyakinan yang buta atas dasar suatu pendirian
yang walaupun diyakini tidak benar lagi.
Al-Khawarij
Pada mulanya kaum al-Khawarij ini timbul adalah karena soal politik,
kemudian berubah menjadi soal dogmatik-teologis. Mereka menuduh Khalifah
Ali bin Abi Thalib lebih percaya pada putusan manusia dan mengesampingkan
putusan allah. Karena itu Khalifah Ali dianggap bukan muslim lagi, maka kafirlah
ia, sehingga dari pendapat tersebut kemudian menjadi pendapat umum kaum
Khawarij, yaitu “setiap umat Muhammad yang berdosa besar hingga matinya
belum bertaubat, maka orang tersebut hukumnya mati kafir dan kekal dalam
neraka”.
Sejak masa al-Khawarij itu mulailah pemikiran kritis dikalangan umat
Islam tentang apakah Islam itu. Untuk menjadi seorang muslim apakah harus
berdasar keyakinan saja, dan apakah keyakinan seseorang dapat diangap hilang
dengan hanya melihat lahirnya saja
Murji’ah
Munculnya mazhab Murji’ah ini juga seperti al-Khawarij, yaitu tatkala
ibukota kerajaan Islam pindah ke Damaskus sebagai pangkal sebab-sebab politik.
Banyak tuduhan terhadap Khalifah Bani Umayyah dianggap oleh umat Islam
mengesampingkan ajaran Islam. Karena para Khalifah perilakunya berbeda
dengan perilaku Khulafa ar-Rasyidin. Mereka dianggap tidak berhak menjadi
Khalifah karena sangat kejam. Oleh karena itu kekuasaannya sangat besar maka
umat Islam tidak dapat berbuat apa-apa. Muncullah persoalan “bolehkah umat
Islam diam saja dan wajib taat kepada Khalifah yang bertindak kejam dan
berdosa?”. Kemudian kaum Murji’ah menjawab bahwa seorang Muslim boleh
saja bersalat dibelakang imam yang baik ataupun imam yang tidak baik (jahat).
Qodariyyah
Mazhab ini dipelopori oleh Ma’bad al-Juhani al-Basri, di Irak dalam
pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705).
Munculnya Mazhab ini dianggap sebagai sarana untuk menentang politik
Bani Umayyah yang kejam. Mazhab ini dengan cepat mendapatkan penganut
yang banyak, sehngga Khalifah mengambil tindakan yang keras, dengan alasan
apabila tidak ditindak maka akan sangat berbahaya bagi kepercayaan umat Islam.
Banyak yang dihukum mati dan akhirnya mazhab ini tidak ada lagi.
Jabariyyah
Mazhab ini muncul bersamaan dengan munculnya mazhab Qadariyyah.
Jabariyyah muncul di Khurasah, Persia. Pelopornya adalah al-Jahm bin Safwan.
Pendapatnya yang terkenal adalah hanya Allah sajalah yang menentukan
dan memutuskan segala amal perbuatan manusia.
Mu’tazilah
Mazhab ini muncul pada masa Bani Umayyah (Khalifah Hi-syam).
Mu’tazilah berarti pemisahan diri, Hasan al-Basri oleh Wasil bin Ata yang di
anggap sebagai pendirinya. Pemisahan ini bermula dari perbedaan pendapat.
Wasil bin Ata berpendapat bahwa seorang Muslim yang berdosa besar adalah
tidak mukmin dan tidak kafir, tetapi diatara keduanya. Dengan berbeda pendapat
dengan gurunya, ia kemudian mengasingkan diri dan melanjutkan teori-teorinya
secara filsafati. Menurutnya agama itu berakar pada dua pokok yaitu : al-Qur’an
dan akal manusia. Bagi mereka akal merupakan sumber pengetahuan.
Keberadaan Mu’tazilah sangat penting karena apabila mu’tazilah tidak
lahir maka tidak akanlahir pula Ilmu Kalam dan Filsafat Islam. Orientasi ajaran
Mu’tazilah adalah dalam menetapkan hukum pemakaian akal, pikir di dahulukan
kemudian baru dislaraskan dengan Al Qur’an al Hadits. Karena menurut mereka
Al Qur’an Al Hadits tidak mungkin bertentangan denganakal pikir.
Terdapat sebuah penilaian bahwa Mu’tazilah merupakan suatu kegiatan
besar untuk memasukkan islam kedalam orbit internasional. Sampai kini Mazhab
Mu’tazilah memungkinkan dapat memberikan inspirasi dan keberanian berfikir.
Dalam periode filsafat islam apabila dilihat dari sejarah peradaban
manusia, maka periode filsafat islam ini dianggap sebagai lanjutan dari periode
filsafat Yunani Klasik (Plato, Aristoteles) dan Plotinus. Karena pendapat-pendapat
para filosof Islam seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
Berdasarkan hubungan dengan sistem pemikiran yunani pembagian aliran
pemikiran filsafat Islam ada empat periode yaitu :
1. Periode Mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan mazhab atau aliran di Bagdad dan Basrah. Mu’tazilah
sangat penting dalam pemikiran filsafat Islam karena Orientasi pemikirannya
dalam menetapkan hukum, pemakaian akal, fikir didahulukan kemudian baru
diselaraskan dengan Al Qur’an Al Hadits. Karena menurut mereka al Qur’an
dan al Hadits tidak mungkin bertentangan dengan akal fikir.
Setelah Ibnu Rusyd meninggal dunia, sejarah dalam filsafat Islam terputus,
filsafat tidak dapat diperhatikan lagi hingga tahun 1870. Baru kemudian
Jamaluddin al-Afgani (1839-1897), menyerukan kepada umat islam untuk
berfilsafat lagi. Di susul oleh Muhammad Abduh (1849-1905), kemudian
Muhammad Iqbal (1873-1938). Tampaknya, sampai sekarang filsafat belum lagi
menyingsing sebagai ilmu yang otonom dalam lingkup islam.
KESIMPULAN