Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FILSAFAT UMUM

“Helenisme dan Filsafat Abad Pertengahan (Filsafat, Ilmu, dan Agama)“


Makalahinidisusununtukmemenuhitugasmatakuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu:Gesit Yudha, M.IP.

Kelompok 3:

1. Atha Larissa Putri Wijaya 2131060011


2. Rifqi Ramadhani 2131060067
3 Ade Tiara 2131060094
4 Rona Badya Asnandari 2131060207

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirahmanirahim. Puji dan syukur kami haturkan kepada Allah
SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Helenisme dan Filsafat Abad Pertengahan (Filsafat, Ilmu dan Agama)
’’ dengan baik. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari tidak sedikit yang
kami hadapi. Akan tetapi, berkat kerjasama kelompok yang baik kami bisa
menyelesaikan makalah ini sesuai yang kami harapkan.
Makalah ini bermaksud mengajak pembaca untuk mengetahui tentang
penggunaan kata apostrof, titik dua, petik tunggal, petik ganda, elipsis, tanda
kurung.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, segala yang baik hadirnya makalah
ini adalah dari Allah SWT, sedangkan segala kekurangannya adalah dari kami.
Hanya ridha Allah SWT semata yang kami harapkan. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 03 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................1
Bab 1 Pendahuluan...............................................................................2
A. Latar Belakang......................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2

Bab II Pembahasan...............................................................................3
A. Al Ash’ath Bin Qais Al-Kindi..............................................................3
B. Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Ar-Razi.................4
C. Abu Nashr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Al Farabi.........5
D. Abu Zaid Ahmad Ibn Sahl Al-Balkhi...................................................7
E. Abu Ali al-Husayn Abdullah Ibn Sina..................................................8
F. Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yakub Ibn Miskawaih...............12

Bab III Penutup.....................................................................................15


A. Kesimpulan...........................................................................................15

Daftar Pustaka.......................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Hellenisme
Setelah filsafat Yunani Klasik mencapai puncaknya dengan
munculnya Aristoteles, maka setelah Aristoteles meninggal dunia,
pemikiran filsafat Yunani merosot.Karena lima abad sepeninggal
Aristoteles terjadi kekosongan, sehingga tidak ada ahli pikir yang
menghasilkan buah pemikiran filsafatnya seperti Plato atau Aristoteles,
sampai munculnya filofos Plotinus (204-270).
Lima abad dari adanya kekosongan di atas diisi oleh aliran-aliran
besar (seperti: Epikurisme, Stoaisme, Skeptisisme, dan Neoplatonisme).
Sedangkan pokok permasalahan filsafat dipusatkan pada cara hidup
manusia, sehingga orang yang dikatakan bijaksana adalah orang yang
mengatur hidupnya menurut budinya. Cara untuk mengatur hidupnya
inilah yang menjadi dasar dari Epikurisme, Stoaisme, dan Skeptisisme.
Menurut sejarah filsafat, masa ini (sesudah Aristoteles) disebut zaman
Hellenisme.1
Filsafat Hellenisme ini dimulai pada pemerintahan Alexander
Agung (356-23 SM) atau Iskandar Zulkanair raja Macedonia. Pada zaman
ini terjadi pergeseran pemikiran filsafat, dari filsafat teoretis menjadi
filsafat praktis.

B. Plotinus, filsafat patristik dan skolastik di barat kristen


Plotinus secara singkat merupakan filosof pertama yang
mengajukan teori penciptaan alam semesta dan mengajukan teori emanasi
yang terkenal itu. Teori ini diikuti oleh banyak filosof islam. Teori itu
merupakan jawaban terhadap pertanyaan Thales kira-kira delapan abad
sebelumnya. Apa bahan alam semesta ini Plotinus menjawab: bahannya

1
Hellenisme adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yunani
seperti yang terdapat di Athena di zaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh
kebudayaan Yunani, atau setiap usaha menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman
modern.lihat, Pringgodigdo, (Ed.), Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogayakarta, 1972, hlm. 402.
Tuhan. Filsafat Plotinus kebanyakan bernapas mistik, bahka tujuan
menurut pendapatnya adalah mencapai pemahaman mistik.
Pada 624-546 Thales diberi gelar filosof pertama karena telah
mengajukan pertanyaan dasar yang berupa apa bahan alam semesta ini?
Thales menjawab, air. Jawaban yang tidak memuaskan pertanyaan lebih
berbobot dari pada jawabannya. Plotinuslah, jadi kira-kira 800 tahun
kemudian, orang yang mula-mula menyusun jawaban yang lumayan
terhadap pertanyaan itu. Dan teori emanasi. Dan konsep inilah terutama
merupakan Plotinus cukup penting untuk dipelajari. Teori penciptaannya
yang berupa emanasi itu berpengaruh juga pada filsafat islam serta
pemikiran Plotinus hanya tentang rahasia penciptaan serta ia
mengemukakan pemikiran tentang etika, yang kelihatannya masih relevan
dipertimbangkan pada zaman sekarang. Serta secara umum ajaran Plotinus
disebut Plotinisme/Neo Plotinisme dan merupakan suatu sistem yang
teosentris, jadi dalam hal ini sama dengan Augustinus. Serta filosof pada
masa-masa ini pada umumnya teosentris. Plotinisme dilahirkan pada tahun
204 di Mesir.

1. Metafisika Plotinus
Sistem metafisika plotinus ditandai oleh konsep
transendens. Menurut pendapatnya, didalam pikiran terdapat tiga
realitis: The One, The Mind, dan The Soul.
The One (Yang Esa),Tuhan dalam pandangan
Philo(Avey:49)2, suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami
melalui metode sains dan logika. The One tidak dapat dipahami
lewat pemikiran logis. Kita hanya dapat menghayati adanya: ia itu
tidak dapat dipikirkan seperti tatkala kita memikirkan sesuatu yang
ada didefinisinya.

2
Avey, Albert E., 1960, Handbook in the History of Philosophy, New York: Barnes &
Noble, Inc.
Realitas ke dua ialah Nous (lihat Runes: 215)3, suatu istilah
yang dapat juga disebut Mind. Ini adalah gambaran tentang yang
Esa dan didalamnya mengandug idea-idea Plato. Idea-idea itu
merupakan bentuk asli objek-objek. kandungan Nous adalah benar-
benar kesatuan. Untuk menghayatinya kita mesti melalui
permenungan.
The soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus.
Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alam ini, soul itu
mengandung satu jiwa dunia dan bayak dunia kecil. Jiwa
duniadapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi dibelakang
duni, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam
semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek: yang pertama
intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah
irasional. Pusat doktrin tentang Tuhan dalam agama Kristen adalah
bahwa Tuhan berada didalam Tiga pribadi, yaitu Bapak, Anak, dan
Roh Kudus.

2. Tentang ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju maju pada Plotinus; ia
menganggap sains lebih rendah dari pada keimanan. Surga lebih
berarti dari pada bumi sebab surga itu tempat peristirahatan jiwa
yang mulia. Bintang-bintang adalah tempat tinggal dewa-dewa. Ia
juga mengakui adanya hantu hantu yang bertempat diantara bumi
dan bintang-bintang. Semuanya ini memperlihatkan rendahnya
mutu sains Plotinus.
Plotinus dapat disebut musuh naturalisme. Ia membedakan
dengan tegas tubuh dan jiwa; jiwa tidak dapat diterjemahkan
kedalam ukuran-ukuran badaniah; fakta alam harus dipahami
sesuai dengan tendensi spiritualnya.

3
Runes, Dagobert D., Ed., 1971, Dictionary of Philosophy, Totowa, New Jersey: Littlefield,
Adam & Co.
3. Tentang jiwa
Untuk memahami pemikiran Plotinus, kita harus
memahami filsafatnya tentang jiwa. Menurutnya jiwa adalah suatu
kegiatan ilahiah; jiwa merupakan sumber kekuatan. Alam semesta
berada didalam jiwa dunia. Jiwa tidak dapat dibagi secara
kuantitatif karena jiwa itu adalah sesuatu yang satu tanpa dapat
dibagi. Alam semesta ini merupakan unit-unit yang juga tidak
dapat dibagi. Jiwa setiap individu adalah satu, itu diketahui dari
kenyataan bahwa jiwa itu ada disetiap tempat di badan, bukan
sebagian di sana dan sebagian di sini pada badan. Kita tidak dapat
mengatakan bahwa jiwa anda sama dengan jiwa saya, berarti jiwa
hanya satu; jiwa itu individual.

4. Etika dan Estetika Plotinus


Etika Plotinus dimulai dengan pandangannya tentang
politik. Ia mengatakan bahwa seseorang adalah wajar memenuhi
tugas-tugasnya sebagai warga negara sekalipun ia tidak tertarik
pada masalah politik.
Dalam persoalan ini ia membahas masalah kebebasan
kehendak. Manusia mempunyai kebebasan, tetapi itu tidak dapat
dipahami secara lahiriah.
Keindahan memiliki pengertian spiritual, karena itu
Estetika dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan
tidak terletak pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan
keintiman dengan Tuhan yang maha sempurna. Ada semacam
skala menarik tentang keindahan, mulai dari keindahan yang
bersifat indrawi, naik ke emosi, kemudian kesusunan alam semesta
yang imaterial (bandingkan dengan Liang Gie: 41-51). Jadi,
keindahan itu bertingkat, mulai dari keindahan inderawi sampai
kepada keindahan ilahiah.
5. Bersatu dengan Tuhan
Tujuan filsafat Plotinus ialah tercapainya kebersatuan
dengan Tuhan. Caranya ialah pertama-tamadengan mengenal alam
melalui alat indera, dengan ini kita mengenal keagungan Tuhan,
kemudian kita menuju jiwa dunia, setelah itu menuju jiwa Ilahi.
Jadi, perenungan itu dimulai dari perenungan tentang alam menuju
jiwa Ilahi, objeknya dari yang jamak kemudian kepada yang Satu.
Dalam perenungan terakhir itu terjadi keintiman, tidak terpisah lagi
antara yang merenung dengan yang direnungkan (Meyer: 332)4.

6. Kedudukan Plotinus
Sebelum filsafat kuno mengakhiri zamannya, seorang
filosof membangun sebuah sistem yang disebut neo-Platonisme.
Jelas ia adalah seorang metafisikawan yang besar. Orang itu adalah
Plotinus. Nama ini sering tertukar dengan nama Plato, yang
ajarannya diperbaruinya dengan menggunakan nama neo-
Platonisme.
Pengaruhnya jelas besar. Pengaruh itu ada pada teologi
Kristen, juga pada renaissance. Mungkin semua filosof yang
mementingkan suara hati (iman) dapat dikatakan dipengaruhinya,
seperti Goethe, Kant, dll.
Kosmologi Plotinus termasuk tinggi, terutama dalam hal
kedalaman pspekulasinya dan daya imajinasinya. Pandangan mistis
merupakan ciri filsafatnya; usahanya untuk memahami realitas
spiritual cukup gigih.

7. Pengikut Plotinus

4
Mayer, Frederick, 1950, A History of Ancient & Medieval Philosophy, New York:
American Book Company
Sesudah Plotinus, neo-Platonisme hanya menghasilkan
sedikit saja filosof berbobot, antara lain ialah Parphyry (233-301).
Ia amat suci, bahkan sering dikatakan suka menyiksa diri. Dialah
yang mengumpulkan dan menyebarkan karya Plotinus dalam
bentuk inneaditu.
Prngikut Plotinus yang lain, yaitu Lamblichus yang
meninggal pada tahun 330, juga menekankan hal hal supernatural.
Menurut pendapatnya manusia tidak mungkin memahami Tuhan
dan ajaran Tuhan. Pengikuut lain ialah Procluc. Menurut
pendapatnya manusia tidak akan selamat tanpa iman. Agama
memainkan peranan amat penting dalam filsafatnya. Pada
Simplicius filsafat lama ditutup, Keimanan menang mutlak.

8. Masa Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata latin pater atau bapak,
yang artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini
dipilih dari golongan atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan
ahli pikir inilah yang menimbulkan sikap yang beragam
pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani, dan ada
yng menerimanya.
Bagi mereka yang menolak, alasannya karena beranggapan
bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan,
dan tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain
seperti dari filsafat Yunani. Bagi mereka yang menerima sebagai
alasannya beranggapan bahwa walaupun telah ada sumber
kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya
menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata
cara berpikir). Juga, walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran
manusia, akan tetapi manusia juga sebagai ciptaan Tuhan. Jadi,
memakai/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam
hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-
orang yang menerima filsafat Yunani menuduh bahwa mereka
(orang-orang Kristen yang menolak filsafat Yunani) itu munafik.
Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut
menyangkal, bahwa tuduhan tersbut dianggap fitnah. Dan
pembelaan dari orang-orang yang menolak filsafat Yunani
mengatakan bahwa dirinyalah yang benar-benar hidup sejalan
dengan Tuhan.
Akibatnya muncul upaya untuk membela agama Kristen,
yaitu para apologis (pembela iman kristen) dengan kesadarannya
membela iman Kristen dari serangan filsafat Yunani.

9. Masa Skolastik
Istilah Skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata school,
yang berarti sekolah. Jadi Skolastik berarti aliran atau yang
berkaitan dengan sekolah. Perkataan Skolastik merupakan corak
khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Faktor Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena
beberapa faktor, yaitu:
1) Faktor Religius
Faktor Religius dapat mempengaruhi corak
pemikira filsaftanya. Yang dimaksud faktor religius adalah
keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupann
religius.

2) Faktor Pengetahuan
Pada saat itu telah banyak didirikan lembaga
pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara, gereja
ataupun dari keluarga istana, dan kepustakaannya diambil
dari para penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu:
a. Skolastik awal, berlangsung dari tahun 800-1200.
b. Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200-
1300.
c. Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450.

Pemikiran Filsafat di Timur


Filsafat dibagian timur pertama kali diawali dibagian India karena india
merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh pegunungan yang terjal. Karena
wilayah tersebut dibatasi pegunungan yang terjal dan tidak ada jalan kecuali
melalui lintasan Kaibar. Pada zaman kuno daerah india sulit untuk dimasuki oleh
musuh sehingga pendudukannya dapat menikmati kehidupan yang tenang. Pada
masa Filsafat Indah berkembang dan menjadi satu dengan agama sehingga
pemikiran filsafat bersifat religius dan tujuan akhinya adalah mencari keselamatan
akhirat. Dan Filsafat india terbagi menjadi lima zaman, yaitu :
a. Zaman Weda (1500-600 SM). Zaman yang di isi dengan bangsa Arya dan saat
itu baru muncul benih pemikiran filsafat yang berup mantera-mantera, pujian
keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad.
b. Zaman Wiracarita (600-200 SM). Zaman yang diisi oleh perkembangan sistem
oemikiran filsafat yang disebut Upanishad yang dimana berisi ide pemikiran
filsafat yang berisi tentang kepahlawanan dan tentang hubungan antar manusia
dan dewa.
c. Zaman Sastra Sutra (1400-1800 M). Zaman yang berisikan bahan-bahan
pemikiran filsfat (sutra) dengan ditandai dengan kelahiran tokoh-tokoh seperti
Sankara,Ramanuja, Madhwa, dan lainnya.
d. Zaman kemunduran (1400-1800 M). Zaman yang dimana pemikiran filsafat
yang mandul karena para ahli pikir hanya menirukan pemikiran filsafat yang telah
berlalu dikarenakan pertemun antara kebudayaan barat dengan pemikiran india
sehingga menmbulkan reaksi hebat dari para pemikir india.
e. Zaman Pembaharuan (1800-1950 M). Zaman yang diisi oleh kebangkitkan
pemikirzn filsafat india.
Zaman Weda (1500-600 SM)
Di atas air samudra mengapung telur dunia, kemudian pecah menjadi wisma
karman sebagia anak pertama alam semesta dan Dunia tersusun menjadi tiga
bagian : surga, bumi, langit yang disebut mempunyai dewa sendiri-sendiri. “jiwa
manusia tidak dapat mati dan Mereka yang masuk surga adalah orang-orang yang
soleh dan hidup baik”.
Dewa-Dewa yang disembah orang arya ialah matahari, bulan, bintang dll. Dewa
menurut bahasa terang, sedangkan menurut istilah dewa ialah benda yang terang
yang dianggap sebagai kekuatan alam yang mempunyai person. Dewa indra
dianggap sebagai dewa nasional karena dewa indra merupakan bangsa Dasyu.
Dewa waruna ialah dewa yang dianggap penting karena ia dewa yang menguasai
alam semesta sekaligus sebagai dewa moral dan dewa segala dewa.
Pada sastra Brahman juga bahwa bangsa Atya telah menetap dilembah gangga,
benih pemikiran filsafat berupa “korban”. Dan ia penting dalam kehidupan
manusia yang dipersembahkan kepada imam. Serta korban diadakan agar
matahari tetap bersinar sehingga denganadanya korban ini kehidupa masyarakat
bersifat ritualistis.
Pada 700 SM pemikiran filsafat pembahasannya lebih mendalam lagi bersumber
pada sastra Upanishad. Keadaan yang demikian ini muncul tatkala kaum Ksatria
memberontak kepada kaum Brahman. Pemberontakan ini karena ajaran
Upanishad banyak yang diselewengkan. Dan dianggap sebagai asas pertama alam
semesta. Tetapi sekarang dewa Brahman dianggap sebagai dewa yang transeden
dan immane.

Zaman Wiracarita (600SM-200M)


Zaman ini terdapat krisis politik, kemerosotan moral para dewa,
akibat dari kaum penjajah kemudia banyak orag mencari ketenangan dan
muncullah para ahli pikir untuk menuangkan pemikiriannya, sehingga
terjadilah pertentangan antar pemikiran. Timbullah aliran yang bertuhan,
aliran yang tidak bertuhan dan juga aliran yang spekulatif. Jainisme timbul
sebagai reaksi zaman Brahma pelopornya adalah Wardhamana (abad ke-6
SM). Sedangkan Buddhisme sebagai sebutan untuk tokoh rohani yang
menjelma pada seseorang dan Jelmaan terakhir Buddisme adalah Sidharta
yang lahir tahun 567 SM di Kapilawastu.
Baghawadgita ialah sebuah kitab yang ditulis pada abad ke- 3 SM,
pusat penyebarannya di Gangga Barat dan Isi nya adalah uraian ajaran
Kresnapada Arjuna tentang bhakti (penyerahan diri).

Zaman Sastra Sutra ( 200-Sekarang)


Zaman sastra sutra juga disebut dengan zaman skolastik. Kitab wedengga
adalah kitab pertama yang muncul.
Sistem filsafat india terbagi menjadi enam sistem, yaitu:
1. Nyala
2. Weisesika
3. Sakha
4. Yoga
5. Purwa Wimansa
6. Wedanta
Tokoh-tokoh yang mengemukakan sistem filsafat india adalah:
1. Sankara (788-820)
2. Ramanuja (1017-1137)
3. Madwa (1199-1278)
Filsafat india pada akhir abad ke-20
Mulai abad ke-7 sampai abad ke-14, karena jasa Sankara ajaran Wedanta
mendominasi pemikiran filsafat India. Akan tetapi setelah abad ke-14
pemikiran filsafat mengalami kemunduran hingga abad ke-18.
Kemunduran ini sebenarnya telah muncul mulai abad ke-12 saat
kedatangan agama Islam di India. Tokoh nya Kabir (1440-1518); yang
berupaya untuk menyingkirkan unsur-unsur yang melemahkan perjuangan
Islam, dan mencoba membuat suatu sintesis antara Islam dengan Hindu.
Kemudian diteruskan oleh anaknya Nanak (1469-...) yang mempunyai
sifat lebih ekstrem.
Setelah abad ke-19, pemikiran filsafat India bangkit, berkat
sentuhan kebudayaan Barat. Pelopornya, Ram Mohan Ray (177-1833). Ia
seorang Hindu yang memperoleh pemikiran Barat. Gerakannya disebut
Brahma Samaj, yang mempunyai sikap keras terhadap Kristen.
Penggantinya Rabindranath Tagore (1861-1941), seorang pujangga, ahli
filsafat, dan pendidik India, kemudian disusul Kesab Chandra Sen (1838-
1884), akhirnya Brahman Samaj pecah karena terpengaruh Kristen.
Tahun 1875 muncul gerakan pembaharu pemikiran filsafat India,
yaitu Arya Samaj sebagai pendirinya Awami D. Saraswati (1824-1884).
Gerakan ini bertujuan untuk mengadakan pembaharuan terhadap agama
Hindu, dan mencari sintesis yang kuno dengan yang baru, antara Barat dan
Timur. Seorang pembaharu yang lain adalah Sri Ramakresna (1834-1886),
ia seorang imam kuil di Calcutta. Ajaranya berpangkal pada bermacam-
macam kepercayaan yang ada, yang sebenarnya menuju pada satu tujuan
perealisasian Tuhan.
Seorang pembaharu lain adalah Mahatma Gandhi (1869-1948).
Ajarannya untuk mencari kemenangan harus dengan Satyagraha (kekuatan
kebenaran). Artinya, orang harus memegang teguh kebenaran walaupun
pada saat-saat membahayakan. Kejahatan harus dilawan dengan kebaikan.
Ajarannya itu diberikan karena ia terjun di dunia politik.
Terdapat dua orang pembaharu, yaitu Sri Aurobindo (1872-1950),
dan Sri Rama Maharsi (1870-1950).

Filsafat Islam
Islam dengan kebudayaannya telah berjalan selama 15 abad. Dalam
perjalanan yang demikian panjang, terdapat 5 abad perjalanan yang menakjubkan
dalam kegiatan pemikiran filsafat, yaitu antara abad ke-7 hingga abad ke-12.
Dalam kurun waktu 5 abad itu para ahli fikir islam merenungkan tentang
kedudukan manusia didalam hubungannya dengan sesama, dengan alam, dan
dengan Tuhan, dengan menggunakan akal fikirnya. Mereka berfikir secara
sistematis dan analitis, serta kritis, sehingga lahirlah para filsuf islam yang
mempunyai kemampuan tinggi karena kebijaksanaannya.
Dalam kegiatan pemikiran filsafat tersebut, terdapat dua macam
(kekuatan) pemikiran, yaitu:
1. Para ahli fikir Islam yang berusaha menyusun sebuah sistem yang
disesuaikan dengan ajaran islam.
2. Para ulama yang menggunakan metode rasional dalam menyelesaikan
soal-soal ketauhidan.
Para ahli fikir islam dan para ulama tersebut menggunakan instrumen atau
alat filsafat untuk membela dan membentengi tauhidnya. Para ahli fikir mencoba
memberikan suatu kesimpulan yang tidak bertentangan dengan dasar ketauhidan.
Dari sekian banyak ulama islam ada yang keberatan terhadap pemikiran
filsafat islam (pemikiran filsafat yang berdasarkan ajaran islam), akan tetapi ada
juga yang menyetujuinya.
 Beberapa perbedaan yang mendorong mengapa aliran pemikiran
filsafat timbul
1. Persoalan tentang zat tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan difikir.
2. Perbedaan cara berfikir.
3. Perbedaan orientasi dan tujuan hidup.
4. Perasaan “asabiyah”, keyakinan yang buta atas dasar suatu pendirian
yang walaupun diyakini tidak benar lagi.

Lahirnya Filsafat Islam


Setelah kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena,
beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang kemudian disambut oleh
Kaisar Khusraw tahun 529. Setelah itu ditempat yang baru mengadakan kegiatan
mengajar filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di samping mengajarkan filsafat,
juga mempengaruhi lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti
di Alexandria, Anthipia, Beirut.
Oleh karena sifat khas orang-orang arab saat itu yang hidup mengembara
(kafilah) yang kemudian bergeser kepada proses urbanisasi, diikuti pula pudarnya
dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab. Dahulu orang arab
mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena
terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir). Maka setelah proses
urbanisasi, mereka terikat oleh birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam
bidang sosial dan agama (dari pola mengembara ke pola ketertiban).
Setelah mendapatkan kemapanan, kemudian mengalami proses akulturasi
penguasaan ilmu. Maka mulailah mengadakan kontrak intelektual yang pada saat
itu tersedia warisan Yunani.
Proses akulturasi tersebut lewat dua jalur, yaitu Via Diffusa (kontak
pergaulan sehari hari), dan Via Bruditorum (kehendak mencari karya-karya
Yunani).
Proses akulturasi ini mencapai puncaknya dengan didirikannya lembaga-
lembaga pengajaran, penterjemahan, dan perpustakaan. Misalnya, tahun 833
Khalifah al-Ma’mun (Baghdad) mendirikan Bait al-Hikma, tahun 972 Khalifah
Hakam (Qahirah) mendirikan Jami’at al-Azhar. Pusat-pusat ilmu pengetahuan
tersebut didirikan di Kufah, Fustat, Basrah, Samarra, dan Nishapur. Kenyataaan
ini lah yang membuktikan bahwa filsafat Yunani berperan sebagai alat integrasi
sosial baru.

Pembagian Aliran Pemikiran Filsafat Islam


Pembagian ini berdasarkan pada hubungan dengan sistem pemikiran Yunani,
sebagai berikut:
1. Periode Mu’tazillah. periode ini berlangsung mulai abad kedelapan
sampai abad ke-12, yang merupakan sebuah teologi rasional yang mulai
berkembang di Bagdad dan Basrah. Golongan ini memisahkan diri dari
jumhur ulama yang dikatakan menyeleweng dari ajaran islam.
2. Periode Filsafat Pertama. Periode ini berlangsung mulai dari abad ke-8
sampai abad ke-11, memakai sistem pemikiran yang dipakai para ahli fikir
Islam yang bersandar pada pemikiran Helenisme, seperti al-Kindi, al-Razi,
al-Farabi, dan Ibnu Sina.
3. Periode Kalam Asy’ari. Periode ini berlangsung mulai abad ke-9 sampai
abad ke-11, pusatnya di Bagdad. Aliran pemikiran ini mengacu pada
sistem Elia (Atomistis). Sistem ini mempunyai dominasi besar, sejajar
dengan Sunnisme dan Ahli Sunnah wal Jama’ah.
4. Periode Filsafat Kedua. Periode ini berlangsung mulai abad ke-11 sampai
abad ke-12, yang berkembang di Spanyol dan Magrib. Aliran ini mengacu
pada sistem peripatetis. Tokohnya Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu
Rusyd.
Dalam Periode Mutakallimin (700-900), muncul mazhab-mazhab al-Khawaril,
Murji’ah, Qadariyyah, Jabariyyah, Mu’tazillah, Ahli Sunnah wal jama’ah.

Al-Khawarij
Pada mulanya kaum al-Khawarij ini timbul adalah karena soal politik,
kemudian berubah menjadi soal dogmatik-teologis. Mereka menuduh Khalifah
Ali bin Abi Thalib lebih percaya pada putusan manusia dan mengesampingkan
putusan allah. Karena itu Khalifah Ali dianggap bukan muslim lagi, maka kafirlah
ia, sehingga dari pendapat tersebut kemudian menjadi pendapat umum kaum
Khawarij, yaitu “setiap umat Muhammad yang berdosa besar hingga matinya
belum bertaubat, maka orang tersebut hukumnya mati kafir dan kekal dalam
neraka”.
Sejak masa al-Khawarij itu mulailah pemikiran kritis dikalangan umat
Islam tentang apakah Islam itu. Untuk menjadi seorang muslim apakah harus
berdasar keyakinan saja, dan apakah keyakinan seseorang dapat diangap hilang
dengan hanya melihat lahirnya saja

Murji’ah
Munculnya mazhab Murji’ah ini juga seperti al-Khawarij, yaitu tatkala
ibukota kerajaan Islam pindah ke Damaskus sebagai pangkal sebab-sebab politik.
Banyak tuduhan terhadap Khalifah Bani Umayyah dianggap oleh umat Islam
mengesampingkan ajaran Islam. Karena para Khalifah perilakunya berbeda
dengan perilaku Khulafa ar-Rasyidin. Mereka dianggap tidak berhak menjadi
Khalifah karena sangat kejam. Oleh karena itu kekuasaannya sangat besar maka
umat Islam tidak dapat berbuat apa-apa. Muncullah persoalan “bolehkah umat
Islam diam saja dan wajib taat kepada Khalifah yang bertindak kejam dan
berdosa?”. Kemudian kaum Murji’ah menjawab bahwa seorang Muslim boleh
saja bersalat dibelakang imam yang baik ataupun imam yang tidak baik (jahat).

Qodariyyah
Mazhab ini dipelopori oleh Ma’bad al-Juhani al-Basri, di Irak dalam
pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705).
Munculnya Mazhab ini dianggap sebagai sarana untuk menentang politik
Bani Umayyah yang kejam. Mazhab ini dengan cepat mendapatkan penganut
yang banyak, sehngga Khalifah mengambil tindakan yang keras, dengan alasan
apabila tidak ditindak maka akan sangat berbahaya bagi kepercayaan umat Islam.
Banyak yang dihukum mati dan akhirnya mazhab ini tidak ada lagi.

Jabariyyah
Mazhab ini muncul bersamaan dengan munculnya mazhab Qadariyyah.
Jabariyyah muncul di Khurasah, Persia. Pelopornya adalah al-Jahm bin Safwan.
Pendapatnya yang terkenal adalah hanya Allah sajalah yang menentukan
dan memutuskan segala amal perbuatan manusia.

Mu’tazilah
Mazhab ini muncul pada masa Bani Umayyah (Khalifah Hi-syam).
Mu’tazilah berarti pemisahan diri, Hasan al-Basri oleh Wasil bin Ata yang di
anggap sebagai pendirinya. Pemisahan ini bermula dari perbedaan pendapat.
Wasil bin Ata berpendapat bahwa seorang Muslim yang berdosa besar adalah
tidak mukmin dan tidak kafir, tetapi diatara keduanya. Dengan berbeda pendapat
dengan gurunya, ia kemudian mengasingkan diri dan melanjutkan teori-teorinya
secara filsafati. Menurutnya agama itu berakar pada dua pokok yaitu : al-Qur’an
dan akal manusia. Bagi mereka akal merupakan sumber pengetahuan.
Keberadaan Mu’tazilah sangat penting karena apabila mu’tazilah tidak
lahir maka tidak akanlahir pula Ilmu Kalam dan Filsafat Islam. Orientasi ajaran
Mu’tazilah adalah dalam menetapkan hukum pemakaian akal, pikir di dahulukan
kemudian baru dislaraskan dengan Al Qur’an al Hadits. Karena menurut mereka
Al Qur’an Al Hadits tidak mungkin bertentangan denganakal pikir.
Terdapat sebuah penilaian bahwa Mu’tazilah merupakan suatu kegiatan
besar untuk memasukkan islam kedalam orbit internasional. Sampai kini Mazhab
Mu’tazilah memungkinkan dapat memberikan inspirasi dan keberanian berfikir.
Dalam periode filsafat islam apabila dilihat dari sejarah peradaban
manusia, maka periode filsafat islam ini dianggap sebagai lanjutan dari periode
filsafat Yunani Klasik (Plato, Aristoteles) dan Plotinus. Karena pendapat-pendapat
para filosof Islam seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
Berdasarkan hubungan dengan sistem pemikiran yunani pembagian aliran
pemikiran filsafat Islam ada empat periode yaitu :
1. Periode Mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan mazhab atau aliran di Bagdad dan Basrah. Mu’tazilah
sangat penting dalam pemikiran filsafat Islam karena Orientasi pemikirannya
dalam menetapkan hukum, pemakaian akal, fikir didahulukan kemudian baru
diselaraskan dengan Al Qur’an Al Hadits. Karena menurut mereka al Qur’an
dan al Hadits tidak mungkin bertentangan dengan akal fikir.

2. Periode Filsafat pertama


Terdapat dua bagian dalam periode filsafat pertama yaitu:
 Bercorak Neoplatonic yang berkembang di Irak, Iran, dan Turkestan.
 Bercorak peripatetis yang berkembang di Spanyol dan Magrib (Maroko).
Sebagai upaya pendahuluannya adalah diadakan pengumpulan naskah-
naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan hampir seluruh karya Plato dan
Aristoteles dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab (abad ke-9). Sedangkan
banyak yang menerjemahkan adalah al-Kindi dan Ibnu Sina.
Al-Kindi (800-870) dialah satu-satunya orang Arab asli yang menjadi
filsuf (ahli fikir). Ia berhasil menerjemahkan kurang lebih 260 buah buku Yunani,
juga berhasil mengarang lebih dari 200 buah buku atau risalah. Orientasi
pemikirannya kepada Mu’tazilah, dan ketika aliran Mu’tazilah dilarang sebagian
bukunya hilang. Corak pemikirannya mengacu kepada sistem Yunani yang bebas,
diselingi dengan pemikirannya sendiri, dan mengecam pemikiran yang tidak
sesuai dengan ketauhidan.
Menurutnya, kegiatan manusia yang paling tinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan yang bener, tentang hakikat segala yang ada sejauh
mungkin bagi manusia.
Ibnu Sina (980-1037), dalam umur 18 tahun ia telah menjadi ahli dalam
bidang filsafat, astronomi, fiqih, matematika, biologi, ilmu bahasa dan lain lain.
Karya ilmiah berjumlah 267 buah buku dari berbagai bidang ilmu pengetahua. Ia
dianggap sebagai filosof yang hebat dalam sejarah Islam, karena ia telah berhasil
membuat sintesis filsafat yang lebih luas. Tahun 1150 banyak karyanya yang di
bakar di Bagdad. Ia mendapatkan kritik yang tajam dari al-Ghazali. Thomas
Aquinas (filsuf Kristen) memuji nya sebagai ahli fikir besar, dan Thomas sendiri
banyak mengutip dari karyanya.

3. Periode Kalam Asy’Ari


Timbulnya aliran ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu:
- Perlunya mempertahankan kemurnian tauhid, dari keragaman sistem
pemikiran dalam islam
- Untuk menangkis hal-hal yang melemahlan tauhid dari serangan luar
- Terdapat gerakan yang membahayakan ketauhidan, al-Hallaj (858-9220).
Atas pertimbangan di atas, maka perlu adanya upaya memperkokoh akidah
islam. Seperti al-Asy’ari (873-935) ia membuat sintesis teologis sebagai
alternatifnya. Ia memilih atomisme Democritos. Sebelumnya atomisme
(materialisme). Democritos ini banyak yang tidak setuju, tetapi terdapat
keistimewaannya yaitu: kesimpulannya bercorak kausalitas-kontradiktif,
yang kemudian oleh al-Asy’ari diperkokoh dengan ayat-ayat al Qur’an.
4. Periode Filsafat Kedua
Periode ini pusatnya di Spanyol (Andalusia). Berkat jasa seorang
pahlawan Islam Tariq bin Ziyat yang meluaskan islam sampai ke Spanyol, Tahun
710. Cordoba dan Toledo ditaklukan kemudian Dinasti Abdul Rahman berkuasa
hingga 3 Abad. Puncak ke emasannya pada pemerintahan: Abdul Rahman III
(912-916), Al-Hakam II (961-976), Al-Najib Al-Mansyur (977-1002), berhasil
menjadikan Cordoba, Konstatinopel, dan Bagdad sebagai kota-kota penting yang
berpengaruh sampai ke eropa.
Kota-kota penting tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan. Kegiatan
ilmu pengetahuan (terutama filsafat) merupakan prestasi besar dan sebagai
matarantai hubungan islam dari timur ke eropa. Inilah sumbangan islam terhadap
eropa yang dapat membawa kebebasan berfikir untuk mendorong perkembangan
intelektual.
Selanjutnya, pada tahun 1031 Khalifah Umayyah jatuh karena perang
Salib, bersamaan juga berturut-turut Toledo, Cordoba, Soweto, Kaum Muslimin
dikejar-kejar dan dibunuh, terdapat kaum Muslimin 3.000.000 terbunuh dan buku-
buku pengetahuan dibakar di Granada.
Dalam waktu 2 abad telah lahir beberapa ahli fikir islam, yaitu Ibnu
Masarah (883-931), Ibnu Tufail (1110-1185), Ibnu Bajah (1100-1138), dan Ibnu
Rusyd (1126-1198).
Suatu karya penting dari Ibnu Tufail adalah Hayy bin Yaqzan, buku ini
telah berabad-abad menarik perhatian peminat filsafat.

Setelah Ibnu Rusyd meninggal dunia, sejarah dalam filsafat Islam terputus,
filsafat tidak dapat diperhatikan lagi hingga tahun 1870. Baru kemudian
Jamaluddin al-Afgani (1839-1897), menyerukan kepada umat islam untuk
berfilsafat lagi. Di susul oleh Muhammad Abduh (1849-1905), kemudian
Muhammad Iqbal (1873-1938). Tampaknya, sampai sekarang filsafat belum lagi
menyingsing sebagai ilmu yang otonom dalam lingkup islam.

KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai