Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi neonatal masih merupakan masalah di bidang pelayanan
perinatologi dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi dengan
berbagai latar belakang penyebab. Air ketuban keruh bercampur mekonium
(selanjutnya disebut AKK) dapat menyebabkan sindrom aspirasi mekonium
(SAM) yang mengakibatkan asfiksia neonatorum yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi infeksi neonatal.
Diagnosis berdasarkan atas penemuan pemeriksaan radiologis. Penyebab
SAM belum jelas mungkin terjadi intra uterin atau segera sesudah lahir akibat
hipoksia janin kronik dan asidosis serta kejadian kronik intra uterin. Faktor risiko
SAM adalah skor Apgar <5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut
jantung yang tidak teratur atau tidak jelas, dan berat lahir.
Diagnosis infeksi neonatal sulit, didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan
klinis, dan pemeriksaan penunjang. Banyak panduan atau sistem skor untuk
menegakkan diagnosis infeksi neonatal. Salah satu panduan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis infeksi neonatal adalah panduan WHO yang
sudah diadaptasi di Indonesia. Diagnosis pasti ditegakkan dengan biakan darah,
cairan serebrospinal, urin, dan infeksi lokal. Petanda diagnostik sangat berguna
sebagai indikator sepsis neonatal karena dapat meningkatkan sensitivitas dan
ketelitian diagnosis serta berguna untuk memberikan menghentikan secara dini
terapi antibiotik. Namun tidak ada satupun uji diagnostik terbaru tunggal yang
cukup sensitif dan spesifik. (Sari Pediatri 2009).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
mendapatkan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, 35 bayi per 1000
kelahiran hidup. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi
per hari. Beberapa penyebab kematian bayi disebabkan berat badan lahir rendah,
asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum.
Penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematuritas
dan berat badan lahir rendah/low birth weight (LBW) 35%, diikuti oleh asfiksia
lahir 33,6%. Sedangkan penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari
adalah infeksi 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah
minum 14,3%.2 Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental,
didapat intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau

1
pascapartum akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum
dapat terjadi pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus
lama dan ketuban pecah dini (Kemenkes RI, 2008).
Angka kematian anak dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan
AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup,
dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018).
Ketuban dnyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung, ketuban pecah dini merupaka masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan mordibitas dan mortalitas
perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu (Prawihardjo, 2014).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis selaku mahasiswa D IV Alih
Jenjang semester VII telah melakukan penelusuran kasus berkaitan dengan
neonatal di ruang bayi RS Aura Syifa dengan kasus yang didapat pada tanggal 17
september 2019. Berdasarkan uraian diatas penyusun membuat laporan asuhan
kebidanan mengenai penatalaksanaan asuhan neonatal dengan judul laporan
“Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny. T Usia 1 Hari dengan Neonatus Infeksi
Tahun 2019”.

1.1 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada dengan Infeksi Neonatus di
RS Aura Syifa.
b. Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada bayi
dengan infeksi neonatus.
2) Mampu menganalisis secara kritis diagnosa dan masalah potensial pada
bayi dengan infeksi neonatus.
3) Mampu melakukan penatalaksanaan asuhan yang dibutuhkan bayi dengan
infeksi neonatus.
4) Mampu melakukan pendokumentasian asuhan yang telah diberikan kepada
bayi dengan infeksi neonatus.

1.2 METODE PENGUMPULAN DATA

2
Manejemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut :
a. Observasi : melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi, perkusi
maupun aulkutasi.
b. Studi dokumentasi : dengan melihat data dan riwayat ibu direkam medik.
c. Studi kepustakaan : menggunakan buku untuk sumber teori dan berdasarkan
jurnal.
d. Pemeriksaan : pemeriksaan umum (tanda-tanda vital), pemeriksaan fisik,
pemeriksaan khusus, pemeriksaan penunjang.

1.3 SISTEMATIKA PENULISAN


a. Laporan asuhan kebidanan ini memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Cover
2) Kata Pengantar
3) Daftar Isi
4) Daftar Lampiran
b. Bagian Utama
1) BAB I PENDAHULUAN
a) Latar Belakang
b) Tujuan
c) Metode Pengumpulan Data
d) Sistematika Penulisan
2) BAB II TINJAUAN TEORI
a) Membuat teori-teori berdasarkan literatur yang sesuai dengan asuhan
kebidanan pada bayi dengan infeksi neonatus.
b) Konsep Manajemen Kebidanan Pada Bayi dengan infeksi neonatus.
3) BAB III TINJAUAN KASUS
Berisi dokumentasi asuhan kebidananyang diberikan pada bayi dalam
bentuk SOAP.
4) BAB IV PEMBAHASAN
Berisi pembahasan secara menyeluruh tentang asuhan kebidanan yang
diberikan pada bayi tersebut dengan tinjauan teori yang ada.
5) BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan berdasarkan tujuan penyusunan laporan dan
saran berdasarkan kesimpulan.

3
c. Bagian Akhir
1) Daftar pustaka
2) Lampiran

4
BAB II

TINJAUAN MATERI

2.1 Bayi Baru Lahir


2.1.1 Definisi
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta
harus dapat melakukan penyesuaian diri darikehidupan intrauterin ke
kehidupan ekstrauterin.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram (Dewi, 2013).

2.1.2 Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal


Ciri-ciri bayi baru lahir normal (Dewi,2013).
a. Lahir aterm antara 37-42 minggu.
b. Berat badan 2.500-4.000 gram.
c. Panjang badan 48-52 cm.
d. Lingkar dada 30-38 cm.
e. Lingkar kepala 33-35cm.
f. Lingkar lengan 11-12 cm.
g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit.
h. Pernapasan t 40-60 x/menit.
i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna.
k. Kuku agak panjang dan lemas.
l. Nilai APGAR 7.
m. Gerak aktif.
n. Bayi lahir langsung menangis kuat.
o. Refleks rooting (mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi
dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
p. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
q. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk
dengan baik.
r. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik.
s. Genitalia.

5
Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang. Pada perempuan kematangan
ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia
minora dan mayora.
t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam
pertama dan berwarna hitam kecokelatan.

2.1.3 Tahapan Bayi Baru Lahir


Dewi (2013) mengungkapkan bahwa ada beberapa tahapan pada bayi baru
lahir, yaitu:
a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama
kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik
dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.
b. Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.
c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam
pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.

2.1.4 Klasifikasi Neonatus


Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi yaitu
(Dewi, 2013):
a. Neonatus menurut masa gestasinya:
1) Kurang bulan (preterm infant) : <259 hari (37 minggu)
2) Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu)
3) Lebih bulan (postterm infant) : >294 hari (42 minggu atau
lebih)
b. Neonatus menurut berat badan lahir:
1) Berat lahir rendah : <2500 gram
2) Berat lahir cukup : 2500-4000 gram
3) Berat lahir lebih : >4000 gram
c. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan
ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan):
1) Nenonatus cukup/ kurang/ lebih bulan (NCB/NKB/NLB)
2) Sesuai/ kecil/ besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

6
2.1.5 Kunjungan Neonatal
Terdapat minimal tiga kali kunjungan ulang bayi baru lahir (Dewi, 2013):
a. Pada usia 6 – 48 jam ( kunjungan neonatal 1 )
b. Pada usia 3 – 7 hari ( kunjungan neonatal 2 )
c. Pada usia 8 – 28 hari ( kunjungan neonatal 3 )
Lakukan pemeriksaan fisik, timbang berat badan, periksa suhu, dan
kebiasaan makan bayi. Periksa tanda bahaya: tidak mau minum atau
memuntahkan semua makanan, kejang, bergerak hanya jika dirangsang,
atau nafas cepat/nafas lambat, tarikan dinding dada kedalam yang sangat
kuat atau merintih, demam, teraba dingin, nanah yang banyak di mata,
pusar kemerahan meluas ke dinding perut atau diare, tampak kuning pada
telapak tangan atau perdarahan.

2.1.6 Pentalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal


Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk
membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat,
mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi
(Sarwono, 2014). Asuhan bayi baru lahir meliputi:
a. Pencegahan Infeksi (PI)
b. Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi
Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak
dilakukan penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga
pertanyaan:
1) Apakah kehamilan cukup bulan?
2) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
3) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia
sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada
jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin.

c. Pemotongan dan perawatan tali pusat


Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi,
dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan bayi
mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas

7
dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan
pemotongan tali Pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi.
Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat atau
mengoleskan cairan/ bahan apa pun pada tali pusat. Perawatan rutin
untuk tali pusat adalah selalu cuci tangan sebelum memegangnya,
menjaga tali pusat tetap kering dan terpapar udara, membersihkan
dengan air, menghindari dengan alkohol karena menghambat pelepasan
tali pusat, dan melipat popok di bawah umbilicus.

d. Jagalah bayi agar tetap hangat


1) Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibu.
2) Gantilah handuk atau kain yang basah, dan bungkus bayi tersebut
dengan selimut dan jangan lupa memastikan bahwa kepala dan
telapak tangan terlindung dengan baik untuk mencegah keluarnya
panas tubuh.
3) Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi setiap 15
menit:
a) Apabila bayi terasa dingin, periksalah suhu aksila bayi,
b) Apabila suhu bayi kurang dari 36,50C, segera hangatkan bayi
tersebut.

e. Pengaturan suhu:
1) Konduksi: melalui benda-benda padat yang berkontak dengan kulit
bayi.
2) Konveksi: pendinginan melalui aliran udara disekitar bayi.
3) Evaporasi: kehilangan panas melalui penguapan air pada kulit bayi
yang basah.
4) Radiasi: melalui benda padat dekat bayi yang tidak berkontak secara
langsung dengan kulit bayi.

f. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi
tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk
melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari,

8
menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan
berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama
biasanya berlangsung pada menit ke-45-60 dan berlangsung selama 10-
20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara.
Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit
dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum
melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan
neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep
mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi
kepada ibu untuk belajar menyusu.

g. Pencegahan kehilangan panas melalui tunda mandi selama 6 jam,


kontak kulit bayi dan ibu serta menyelimuti kepala dan tubuh bayi.

h. Pemberian salep mata/ tetes mata


Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan
infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis
(tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau 11 antibiotika lain). Pemberian
salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya
pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam
setelah kelahiran.

i. Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal


di paha kiri.

j. Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1


(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah
perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh
sebagian bayi baru lahir. Pemberian vitamin K sebagai profilaksis
melawan hemorragic disease of the newborn dapat diberikan dalam
suntikan yang memberikan pencegahan lebih terpercaya, atau secara
oral yang membutuhkan beberapa dosis untuk mengatasi absorbsi yang
bervariasi dan proteksi yang kurang pasti pada bayi. Vitamin K dapat
diberikan dalam waktu 6 jam setelah lahir.

9
k. Pemberian imunisasi Hepatitis (HB 0) dosis tunggal di paha kanan.
Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah
penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan
Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan
kerusakan hati..
l. Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan
tetap berada di fasilitas tersebut selama24 jam karena risiko terbesar
kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan
tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7
hari dan 1kali pada umur 8-28 hari.

m. Pemberian ASI Eksklusif


ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan
dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai
usia 2 tahun. Setiap bayi mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhan
dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini (IMD), ASI Ekslusif, dan
imunisasi serta pengamanan dan perlindungan bayi baru lahir dari upaya
penculikan dan perdagangan bayi.
Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk
membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat,
mempertahankan suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi
(Saifuddin, 2010).
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin
kelainan pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan
tetap berada di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar
kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan
tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7
hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari.
Pemberian ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI
tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan
dan jika memungkinkan dilanjutkan dengan pemberian ASI dan
makanan pendamping sampai usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif

10
mempunyai dasar hukum yang diatur dalam PP ASI Nomor 33 tahun
2012 tentang pemberian ASI Ekslusif memposisikan Ibu dan
Keluargasebagai aktor utama keberhasilan pemberian ASI Ekslusif. Ibu
berhak untuk menyusui bayinya kapanpun dimanapununtuk dapat
memenuhi hak bayi untukmenyusu kapanpun dimanapundemi tumbuh
kembang bayi yang optimal. Pasal 128 UU 36/2009 mengatakan Setiap
bayi memiliki dan harus dipenuhi haknya untuk mendapatkan ASI
secara eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan.
Komposisi zat utama dalam ASI menurut Saifuddin (2010):
1) Laktosa- 7gr/100ml. (Glukosa dan galaktosa)
2) Lemak- 3,7-4,8gr/100ml. ( Lipase dan asam lemak essensial)
3) Oligosakarida- 10-12 gr/ltr. (Karbohidrat)
4) Protein- 1.2 - 1.3 gr/ 100 ml. (Asam Amino)
Hal tersebut telah sesuai dengan teori menurut Primadi (2013)
yang menyatakan bahwa bayi cukup ASI bisa dilihat dari tanda-tanda
seperti.
1) kenaikan berat badan bayi minimal 400 gram hingga 1 kg setiap
bulannya.
2) Sering BAK untuk bayi baru lahir minimal 6 kali per hari.
3) BAB kurang lebih 4 kali per hari
4) ASI terlihat di sekitar bibir bayi
5) Payudara yang melunak
6) Bayi kenyang akan tidur pulas dan ia akan bangun dan menangis 2-3
jam sekali.

2.2 INFEKSI
2.2.1. Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban dnyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung, ketuban pecah dini merupaka masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan mordibitas dan
mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran dan meningatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor

11
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia
gestasi: adanya infeksi dan komplikasi ibu dan janin (Prawihardjo, 2014).

2.2.2. Definisi Infeksi Neonatal


Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah neonatus
selama bulan pertama kehidupan. Sepsis bakterial pada neonatus adalah
sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan
bakteremia pada bulan pertama kehidupan (usia 0 sampai 28 hari).
Terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis dalam
sepuluh tahun terakhir. Menurut The International Sepsis Definition
Conferences (ISDC, 2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis
merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi (Sari Pediatri,
2009).

2.2.3. Fisiologi dasar infeksi neonata


Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi
dari flora mikroba ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan
faktor antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang
mengganggu integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage,
pengambilan contoh vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh
darah perkutaneus, dapat memudahkan organisme normal kulit atau vagina
masuk sehingga menyebabkan amnionitis dan infeksi sekunder pada janin.
Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik
dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali
pusat, dan plasenta.
Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang
bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering ditemukan dari
air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus
kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital. Infeksi pada
ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur utama
transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi

12
neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum
persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walau infeksi
lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir.
Banyak komplikasi penyakit dan gangguan kandungan yang terjadi
sebelum dan sesudah proses persalinan yang berkaitan dengan peningkatan
risiko infeksi pada neonatus baru lahir. Komplikasi ini meliputi persalinan
kurang bulan, ketuban pecah dini yang berkepanjangan, inersia uterin
dengan ekstraksi forseps tinggi, dan demam pada ibu. Saat bakteri
mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan
organisme tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan
komplemen sehingga bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia
tergantung dari usia pasien, virulensi dan jumlah bakteri dalam darah,
status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal intervensi terapi,
menyebabkan respon inflamasi sistemik dari sumber infeksi berkembang
luas (Sari Pediatri, 2009).

2.2.4. Klasifkasi Infeksi

Menurut (Prawihardjo, 2014)

Variabel klinis

a. Suhu tubuh yang tidak stabil


b. Laju nadi > 180 x/menit atau < 100 x/menit
c. Laju nafas > 60 x/menit dengan retraksi/desaturasi oksigen
d. Letargi
e. Intoleransi glukosa (plasma glukosa > 10 mmol/L)
f. Intoleransi minum

Variabel hemodinamik

a. Tekanan darah < 2SD menurut usia bayi


b. Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari)
c. Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1 bulan)

Variabel perfusi jaringan

a. Pengisian kembali kapiler/capillary refill > 3 detik

13
b. Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel inflamasi

a. Leukositosis (> 34.000 /ml3)


b. Leukopenia (< 5000/ml3)
c. Netrofil muda > 10%
d. Imatur neotrofil : total neutrofil (I:T ratio) > 0,2
e. Trombositopenia < 100.000/ml
f. CRP > 10 mg/dl atau > 2 SD atas nilai normal
g. Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2SD dari nilai normal
h. IL -6 atau IL -8 > 70 pg/ml
i. 16 S rRNA gene PCR :
positif

Variabel fisiologis dan laboratorium pada konsep SIRS akan berbeda


menurut umur pasien sesuai dengan proses tumbuh kembang anak.
International Concensus Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, telah
sepakat mengenai definisi SIRS, sepsis, sepsis berat, dan syok septik.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, definisi sepsis neonatorum ditegakkan
bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi, baik tersangka infeksi
(suspected) maupun terbukti infeksi (proven) (Depkes, 2014).

Catatan: Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari


4 kriteria dalam tabel (salah satu di antaranya kelainan suhu atau
leukosit)

2.2.5. Sindrom aspirasi meconium


Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan,
terjadi baik secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat
janin. Faktor patologis yang berhubungan dengan AKK termasuk
hipertensi maternal, penyakit kardiorespiratori maternal, eklampsia, dan
berbagai sebab gawat janin. Keadaan AKK menempati posisi penting
sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab signifikan morbiditas dan
mortalitas janin.

14
Definisi SAM adalah sindrom atau kumpulan berbagai gejala klinis
dan radiologis akibat janin atau neonatus menghirup atau mengaspirasi
mekonium. Sindrom aspirasi mekonium dapat terjadi sebelum, selama, dan
setelah proses persalinan. Mekonium yang terhirup dapat menutup
sebagian atau seluruh jalan napas neonatus. Udara dapat melewati
mekonium yang terperangkap dalam jalan napas neonatus saat inspirasi.
Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas neonatus saat
ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan kesulitan
bernapas. Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium yang
terhirup, ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat
bulan (usia kehamilan lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin
banyak mekonium yang terhirup, semakin berat kondisi klinis neonatus
(Sari Pediatri, 2009).

2.2.6. Diagnosis
Menurut (Sari Pediatri, 2009).
Diagnosis infeksi neonatal
Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis,
dan pemeriksaan penunjang (laboratorium)

Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah,
cairan serebrospinal, urin, dan infeksi lokal.
b. Diagnosis tidak langsung:
1) Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3.
2) Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3).
3) Rasio I:T ( >0,18 )
4) Trombositopenia (<100,000/mm3)
5) C-reactive protein positif (>6 mg/L).
6) ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau microESR pada dua minggu
pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga).
7) Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay
8) Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5
neutrophils/LPB) atau ditemukan bakteri.

15
9) Pemeriksaan fibonektin.
10) Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,
interleukin-6, dan tumour necrosis factor –α, dan deteksi kuman
patogen GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle
agglutination dan countercurrent immunoelectrophoresis.
11) Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA
bakteri.
12) Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan
lambat, memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko
tinggi.
13) Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan
petanda infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan
jumlah leukosit. Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat
berguna untuk membedakan penyakit infeksi bakterial dari virus
pada neonatus dan anak.

16
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Neonatus

1. Manajemen Asuhan Kebidanan


Varney (1997) menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses
pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat bidan pada awal 1970-an.
Proses ini memperkenalkan sebuah metode pengorganisasian pemikiran dan
tindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan, baik bagi klien maupun
bagi tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana perilaku yang
diharapkan dari pemberi asuhan. Proses manajemen harus mengikuti urutan
yang logis dan memberi pengertian yang menyatukan pengetahuan, hasil
temuan, dan penilaian yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang berfokus
pada manajemen klien.
Proses manajemen terdiri atas tujuh langkah yang berurutan, dan setiap
langkah disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dengan pengumpulan
data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk
suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan
tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih
detail dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien (Saminem. 2010:39)
1.1 Langkah 1 : Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan pada pengkajian asuhan bayi baru lahir adalah
sebagai berikut : adaptasi bayi baru lahir melalui penilaian APGAR score;
pengkajian keadaan fisik mulai kepala seperti ubun-ubun, sutura, moulage,
caput succedaneum atau cephal hematoma, lingkar kepala, pemeriksaan
telinga (untuk menentukan hubungan letak mata dan kepala); tanda infeksi
pada mata, hidung dan mulut seperti pada bibir dan benjolan pada leher;
bentuk dada; puting susu; bunyi napas dan jantung; gerakan bahu; lengan
dan tangan; jumlah jari; refleks moro; bentuk penonjolan sekitar tali puat
pada saat menangis; perdarahan tali pusat; jumlah pembuluh pada tali
pusat; adanya benjolan pada perut, testis (dalam skrotum), penis, ujung
penis, pemeriksaan kaki dan tungkai terhadap gerakan normal; ada
tidaknya spina bifida, spincter ani, verniks pada kulit; warna kulit,
pembekakan atau bercak hitam (tanda lahir); pengkajian faktor genetik;
riwayat ibu mulai antenatal, intranatal sampai postpartum, dan lain-lain
(Wildan, Moh, dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008:74).
1.2 Langkah 2 : Melakukan interpretasi data dasar

17
Interpretasi data dasar yang akan dilakukan adalah beberapa data yang
ditemukan pada saat pengkajian bayi baru lahir seperti:
Diagnosis : Bayi kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan
Masalah : Ibu kurang informasi, ibu tidak pernah melakukan ANC
Kebutuhan : Perawatan rutin bayi baru lahir (Wildan, Moh, dan A. Aziz
Alimul Hidayat. 2008:74)
1.3 Langkah 3 : Melakukan identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan
mengantisipasi penanganannya
Beberapa hasil dari interpretasi data dasar dapat digunakan untuk
mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial sehingga akan
ditemukan beberapa diagnosis atau masalah potensial pada bayi baru lahir
serta antisipasi terhadap masalah yang timbul (Wildan, Moh, dan A. Aziz
Alimul Hidayat. 2008:74)
1.4 Langkah 4 : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau masalah
pada bayi baru lahir
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dan melakukan konsultasi dan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain berdasarkan kondisi pasien (Wildan,
Moh, dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008:74)
1.5 Langkah 5 : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh
Penyusunan rencana asuhan secara menyeluruh pada bayi baru lahir
umumnya adalah sebagai berikut.
a. Merencanakan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap
hangat dengan melaksanakan kontak antara kulit ibu dan bayi, periksa
setiap 15 menit telapak kaki dan pastikan dengan periksa suhu aksila
bayi
b. Merencanakan perawatan mata dengan menggunakan obat mata
eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% untuk pencegahan penyakit
menular seksual
c. Merencanakan untuk memberikan identitas bayi dengan memberikan
gelang yang tertulis nama bayi/ibunya, tanggal lahir, nomor, jenis
kelamin, ruang/unit.
d. Menunjukkan bayi kepada orang tua
e. Segera kontak dengan ibu kemudian dorong untuk melakukan
pemberian ASI.

18
f. Memberikan vitamin K1 per oral 1 mg/hari selama tiga hari untuk
mencegah perdarahan pada bayi normal, bagi bayi berisiko tinggi
berikan melalui parenteral dengan dosis 0,5-1 mg intramuskular.
g. Melakukan perawatan tali pusat.
h. Memberikan konseling tentang menjaga kehangatan bayi, pemberian
ASI, perawatan tali pusat, dan tanda bahaya umum.
i. Memberikan imunisasi seperti BCG, polio, dan hepatitis B.
j. Memberikan perawatan rutin dan ajarkan pada ibu (Wildan, Moh, dan
A. Aziz Alimul Hidayat. 2008:75)
1.6 Langkah 6 : Melaksanakan perencanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan rencana asuhan kebidanan yang
menyeluruh dan dibatasi oleh standar asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir (Wildan, Moh, dan A. Aziz Alimul Hidayat. 2008:75)
1.7 Langkah 7 ; Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencaan maupun pelaksanaan yang dilakuan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-
menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu
berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien (Wildan, Moh, dan A.
Aziz Alimul Hidayat. 2008:39)
2. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan dengan Metode SOAP
Pendokumentasian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir mencakup
asuhan kebidanan yang dilakukan secara menyeluruh. Metode
pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah metode
SOAP, yang merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan
singkat.
2.1 S (subyektif)
Data yang diambil dari anamnesis atau alo-anamnesis. Catatan ini
berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien yaitu, apa yang
dikatakan/dirasakan klien yang diperoleh melalui anamnesis. Data yang
dikaji meliputi:
a. Identitas bayi
Identitas bayi yang dikumpulkan adalah usia, tanggal dan jam lahir serta
jenis kelamin (Wahyuni, Sari. 2011:144).
b. Identitas keluarga

19
Identitas keluarga adalah nama ayah, nama ibu, usia ayah, usia ibu, suku
bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat rumah (Wahyuni,
Sari. 2011:144).
c. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan adalah Paritas, HPHT, taksiran persalinan, riwayat
ANC, dan riwayat imunisasi TT (Wahyuni, Sari. 2011:144).
d. Riwayat kelahiran/persalinan
Riwayat kelahiran/persalinan adalah tanggal persalinan, jenis persalinan,
lama persalinan, penolong, ketuban, plasenta dan komplikasi persalinan
(Wahyuni, Sari. 2011:144).
e. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi adalah imunisasi apa saja yang telah diberikan (BCG,
DPT-HB, polio, dan campak) (Wahyuni, Sari. 2011:144).
f. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit mencakup penyakit keturunan dan penyakit yang
pernah diderita (Wahyuni, Sari. 2011:144).
2.2 O (Obyektif)
Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosa,yaitu apa yang dilihat dan di rasakan oleh bidan pada saat
pemeriksaan fisik dan observasi, hasil laboratorium, dan tes diagnostik lain
yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung pengkajian. Data
yang dikaji meliputi:
a. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum meliputi ukuran berat badan, ukuran panjang badan,
ukuran lingkar dada, ukuran kepala, pemeriksaan tonus otot dan tingkat
aktivitas, observasi warna kulit dan kuku serta observasi tangisan bayi
(Pengurus Daerah IBI DKI, 2003:28).
b. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Berikut adalah tanda-tanda vital dan pengukuran pada bayi baru lahir
normal:
a) Memeriksa laju napas dengan melihat tarikan napas pada dada dan
gunakan petunjuk waktu. Status pernapasan yang baik adalah napas
dengan laju normal 40-60 kali per menit, tidak ada wheezing, dan
ronki (Dewi, Vivian Nanny Lia, 2013:24)

20
b) Detak jantung bayi baru lahir normalnya berdetak antara 120-160
kali per menit yang dapat didengar dengan menggunakan stetoskop,
perhitungan dilakukan selama satu menit penuh (Rochmah,dkk,
2011:36)
c) Memeriksa suhu dengan menggunakan termometer aksila. Suhu
normal adalah 36,50C-37,50C (Dewi, Vivian Nanny Lia, 2013:24)
c. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
Melakukan penilaian secara sistematis (dari kepala sampai ujung
kaki) untuk menilai adanya kelainan atau cacat bawaan. Waktu
pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan sesaat sesudah bayi lahir,
saat kondisi atau suhu tubuh bayi sudah stabil, dan setelah dilakukan
pembersihan jalan napas/resusitasi, pembersihan badan bayi, perawatan
tali pusat, 24 jam setelah lahir, dan akan pulang dari rumah sakit
(Wahyuni, Sari. 2011:39). Selain itu, pemeriksaan fisik juga dilakukan
saat kunjungan tindak lanjut (KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali
pada umur 4-7 hari dan 1 kali pada umur 8-28 hari (JNPK-KR.
2014:140).
a) Kepala : Ubun-ubun (titik lembut pada bagian atas kepala bayi di
tempat tulang tengkorak yang sepenuhnya bertemu), sutura, ukuran
lingkar kepala (frontal oksipitalis) (Wahyuni, Sari. 2011:34)
b) Telinga : saluran telinganya elastis. Bayi berespons dengan bunyi
suara yang keras dengan refleks kejut (startle). Telinga yang
tumbuh rambutnya terlihat pada bayi dari ibu yang menderita
diabetes melitus (Maryunani,Anik. 2011:134).
c) Mata : lihat kedua mata bayi, perhatikan apakah kedua matanya
tampak normal dan apakah bergerak bersamaan. Lakukan
pemeriksaan dengan melakukan penyinaran pada pupil bayi. Jika
ketika disinari pupil mengecil, berarti mata dalam keadaan normal.
Perhatikan pula tanda-tanda infeksi, misalnya adanya pus
(Rochmah, dkk. 2011:37)
d) Hidung : bayi bernapas melalui hidung dan dapat bersin serta
menangis dengan keras. Nafas cupingnya menunjukkan adanya
distres pernafasan (gawat nafas)
e) Mulut bayi : mulut seharusnya simetris dan posisinya terletak tepat
di garis merah. Mulut diinspeksi adanya kelengkapan strukturnya.

21
Bibir bayi baru lahir normalnya berwarna merah muda dan lidahnya
rata dan simetris. Dilihat apakah ada labiognatoskhizis (celah
bibir/sumbing) (Maryunani,Anik. 2011:135).
f) Leher : periksa leher bayi untuk mengetahui adakah pembengkakan
dan benjolan. Pastikan untuk melihat adanya tiroid (gumpalan di
bagian depan tenggorok bengkak), hal ini merupakan suatu masalah
pada bayi baru lahir
g) Dada : hal yang diperiksa pada bagian ini adalah bentuk dada,
putting, bunyi napas, dan bunyi jantung (pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan stetoskop)
h) Bahu, lengan, dan tangan : pada pemeriksaan ini, yang dilakukan
adalah melihat gerakan bayi apakah aktif atau tidak, kemudian
menghitung jumlah jari pada bayi.
i) Abdomen : pada pemeriksaan abdomen, hal yang perlu diperhatikan
adalah bentuk abdomen bayi, lingkar abdomen, penonjolan sekitar
tali pusat pada saat bayi menangis, perdarahan tali pusat, dinding
abdomen lembek (pada saat tidak menangis) dan ada/tidaknya
benjolan pada perut bayi
j) Alat kelamin : pada bayi laki-laki normalnya terdapat dua testis
yang berada di dalam skrotum, dan pada ujung penis terdapat
lubang. Pada bayi perempuan, normalnya terdapat labia mayora
yang menutupi labia minora disekitarnya terdapat vagina,uretra, dan
klitoris
k) Tungkai dan kaki : hal yang perlu diperhatikan adalah gerakan,
kesimetrisan dan panjang kedua kaki harus sama. Selain itu,
perhatikan pula jumlah jari.
l) Punggung dan anus : pada pemeriksaan ini, hal yang diperiksa
adalah adanya pembengkakan atau cekungan pada punggung bayi,
dengan cara membalikkan badan bayi untuk merasakan adanya
benjolan pada tulang punggungnya. Pada anus, hal yang akan
diperiksa adalah ada/tidaknya lubang dan apakah bayi telah
mengeluarkan mekonium/cairan
m) Kulit : hal yang perlu diperhatikan adalah warna kulit, adanya
verniks, pembengkakan, bercak hitam, atau tanda lahir (Rochmah,
dkk. 2011:37-38)

22
n) Neurologis : refleks rooting baik, refleks sucking baik, refleks
morro baik, refleks grasping baik (Nanny Lia Dewi, Vivian.
2013:2)
2.3 A (Analisa)
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari data
subyektif dan obyektif dalam suatu kesimpulan diagnosis, antisipasi
diagnosis/masalah potensial, dan perlunya tindakan segera.

23
2.4 P (Penatalaksanaan)
Membuat rencana tindakan saat ini atau yang akan datang sesuai
dengan kebutuhan pasien berupa perencanaan, apa yang dilakukan dan
evaluasi. Evaluasi rencana di dalamnya termasuk asuhan mandiri,
kolaborasi, tes diagnostik/laboratorium, konseling maupun follow up
(Wahyuni, Sari. 2011:146).
a. Bayi Baru Lahir
a) Melakukan pencegahan infeksi
Evaluasi : sudah dilakukan dengan cara
i. Mencuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah
bersentuhan dengan bayi
ii. Memakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang
belum dimandikan
iii. Memastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan,
terutama klem, gunting, pengisap lendir DeLee, alat resusitasi
dan benang tali pusat telah di Disinfeksi Tingakat Tinggi (DTT)
atau sterilisasi. Gunakan bola karet yang baru dan bersih jika
akan melakukan pengisapan lendir. Jangan menggunakan bola
karet pengisap yang sama untuk lebih dari satu bayi
iv. Memastikan semua pakaian, handuk, selimut, dan kain yang
digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikian
pula halnya timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop
dan benda-benda lain yang akan bersentuhan dengan bayi.
Dekontaminasi dan mencuci bersih semua peralatan, setiap kali
setelah digunakan (JNPK-KR.2014:124)
b) Melakukan penilaian bayi baru lahir
Evaluasi : sudah dilakukan dengan hasil
i. Bayi menangis kuat dan bergerak aktif (JNPK-KR.2014:124)
ii. Bayi normal dengan hasil skor APGAR menit pertama, yaitu 7-
10 dan menit kelima yaitu 7-10 (Nurbaeti, Irma, dkk. 2013.:98)

c) Mencegah kehilangan panas


Evaluasi : sudah dilakukan dengan cara
i. Mengeringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
ii. Meletakkan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi
iii. Menyelimuti ibu dan bayi dan memakaikan topi di kepala bayi

24
iv. Tidak segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
v. Menempatkan bayi di lingkungan yang hangat (JNPK-
KR.2014:127)
d). Membersihkan jalan napas
Evaluasi : sudah dilakukan dengan cara
i. Meletakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan
hangat
ii. Menggulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga
leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala
diatur lurus sedikit tengadah ke belakang
iii. Membersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi
dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril (Saifuddin, Abul
Bahri, dkk. 2009:133-134)
e). Memotong dan mengikat tali pusat
Evaluasi : sudah dilkukan dengan cara
i. Mencuci tangan dengan langkah yang baik dan benar dengan
menggunakan air bersih dan sabun, serta mengenakan sarung
tangan yang bersih. Ganti sarung tangan bila sudah kotor
(tercemar)
ii. Meletakkan bayi yang telah dibungkus diatas permukaan
yang bersih dan hangat (Maryunani, Anik. 2010:130). Tali pusat
dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari dinding perut
(pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan
dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah
tidak terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat).
Kemudian jepit (dengan klem kedua) tali pusat pada bagian yang
isinya sudah dikosongkan (sisi ibu), berjarak 2 cm dari tempat
jepitan pertama.
iii. Memegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu
tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi,
tangan yang lain memotong tali pusat di antara kedua klem
tersebut dengan menggunakan gunting DTT atau steril.
iv. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu
sisi kemudian melingkar kembali benang tersebut dengan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

25
v. Melepaskan klem logam penjepit tali pusat dan masukkan ke
dalam larutan klorin 0,5%.
vi. Kemudian, meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada
ibu untuk Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan melakukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu (minimal) dalam 1 jam pertama setelah
lahir (JNPK-KR. 2014:130)
f) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Evaluasi : sudah dilakukan dengan cara
i. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya
segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam
ii. Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan
inisiasi menyusu dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap
untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan
iii. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada
bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu dini selesai dilakukan,
prosedur tersebut seperti menimbang, pemberian antibiotika
salep mata, vitamin K1, dan lain-lain (JNPK-KR. 2014:131)
g). Pencegahan infeksi mata
Evaluasi: sudah dilakukan dengan cara
i. Mencuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
ii. Menjelaskan apa yang akan dilakukan dan tujuan pemberian obat
tersebut
iii. Memberikan salep mata dalam satu garis lurus mulai dari bagian
mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian
luar mata
iv. Ujung tabung salep mata tidak menyentuh mata bayi
v. Tidak menghapus salep mata dari mata bayi dan menganjurkan
keluarga untuk tidak menghapus obat-obatan tersebut (JNPK-
KR. 2014:139)
h) Memberikan vitamin K1
Evaluasi : sudah diberikan 1 mg intramuskular di paha kiri dan
tidak ada perdarahan aktif setelah penyuntikan (JNPK-KR.
2014:139)
i) Memberikan imunisasi Hepatitis B

26
Evaluasi : sudah dilakukan setelah 1 jam pemberian vitamin K1
untuk mencegah infeksi Hepatitis B dengan dosis 0,5 mg secara
intramuskular di paha kanan anterolateral (Wibowo, Tunjung.
2010:14)

Sistem Pendokumentasian SOAP


Alur pikir bidan Pencatatan dari asuhan
Kebidanan

Proses Manajemen Dokumentasi Kebidanan

27
Kebidanan

No 7 Langkah Varney 5 langkah SOAP NOTES


(kompetensi
bidan)
1 Pengumpulan Data Data Subyektif
Obyektif
2 Masalah/diagnosis Analisis/ Analisis/Diagnosa
3 Antisipasi masalah Diagnosa
potensi/diagnosa
lain
4 Menetapkan
kebutuhan segera
untuk konsultasi,
kolaborasi
5 Perencanaan Perencanaan Penatalaksanaan
6 Implementasi Implementas 1. Konsul
2. Tes diagnostik lab
i
3. Rujukan
7 Evaluasi Evaluasi 4. Pendidikan/konseling
5. Follow up

Gambar 2.2. Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem


Pendokumentasian SOAP

28
BAB IV
KESIMPULAN

Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan


berlangsung, ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai
sepsis, yang meningkatkan mordibitas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan
infeksi ibu (Prawirohardjo, 2014).
Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi Ny “MR” usia 1 hari, jenis
kelamin laki-laki. Dari hasil pemeriksaan pada tanggal 24 September 2019 pada
pukul 10.13 WIB pada Bayi Ny. “MR” lahir pada usia kehamilan 40-41 minggu lahir
spontan dengan BB : 3340 gram, PB : 50 cm, LK : 34 cm,, Anus (+), Vit K (+), BAB
(+), BAK (+), Bayi menangis kuat, kulit kemerahan, gerakan aktif, kelainan
congenital (-), sianosis (-) dan dari hasil pemeriksaan TTV pada bayi didapatkan S :
36,8 0 C dan Pernapasan : 102x/menit, dan nadi 132x/menit. Pada saat ini bayi sudah
diberikan imunisasi Hb 0, namun potensial terjadi infeksi yang disebabkan oleh
riwayat ketuban ibu keruh hijau kental.
Intervensi yang diberikan pada Bayi Ny. “MR”, usia 1 hari adalah
melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dengan hasil: dilakukan cek
darah lengkap, differential count, serta diberikan injeksi antibiotic criax 1x125 mg
per IM. Penanganan pada kasus bayi Ny. “MR” adalah menjaga suhu tubuh bayi
stabil dan memberikan injeksi antibiotik per 24 jam selama 3x per IM sesuai anjuran
dokter. Bayi yang lahir dengan riwayat ketuban hujau keruh kental potensial
terinfeksi saat sebelum proses persalinan.
Menurut Abidin (2009), antisipasi merupakan tindakan segera untuk
mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan
komplikasi, yaitu dengan memberikan terapi antibiotik untuk mencegah terjadinya
infeksi pada bayi baru lahir.
Menurut Varney (2004), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh
seperti yang diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman.
Pelaksanaan asuhan kebidanan dengan bayi baru lahir potensial infeksi sesuai
dengan perencanaan yang telah dibuat. Sehingga dalam langkah ini antara teori dan
kasus tidak terdapat kesenjangan.

29
BAB V
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi Ny. “MR” usia
1 hari dengan potensial infeksi maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada pengkajian Bayi Ny. “MR” dengan gangguan potensial infeksi


neonatorum didapatkan data subyektif dan obyektif. Data subyektif diperoleh
dari hasil wawancara pada orangtua pasien, dimana keluhan utama adalah ibu
datang dengan kehamilan post date serta ketuban pecah hijau keruh kental saat
persalinan, sedangkan data obyektif diperoleh dari pemeriksaan fisik yaitu
keadaan umum baik, nadi 132 x/menit, respirasi 102 x/menit, suhu 36,8°C,
hasil pemeriksaan lab didapatkan Hb : 17 g/dl, Leukosit: 17.500 sel/cmm,
Hematokrit: 44,0 %, Trombosit: 198.000 sel/cmm, Eosinofil: 0% Basofil: 0%,
Neutrofil stab : 1%, Neutofil Segmen: 53 %, Limfosit: 33 %, Monosit : 13 %.
2. Dalam interpretasi data didapatkan diagnosa pada Bayi Ny. MR usia 1 hari
dengan bayi baru lahir dengan infeksi.
3. Antisipasi pada kasus Bayi Ny. MR dengan infeksi yaitu dengan memberikan
terapi antibiotik (criax 1 x 125 mg per IM) serta pemasangan oksigen.
4. Perencanaan kasus Bayi Ny. MR dengan infeksi adalah melakukan perawatan
bayi dalam box bayi berlampu untuk menjaga suhu bayi tetap hangat,
memantau tanda-tanda vital bayi, dan menjaga personal hygiene bayi.
5. Pelaksanaan dalam asuhan kebidanan pada kasus Bayi Ny. MR dengan
infeksi ini dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan.

5.2. SARAN
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan laporan ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa
untuk melakukan penanganan asuhan kegawatdaruratan. Selain itu diharapkan
pula mahasiswa agar dapat mengaplikasikan asuhan kebidanan sesuai standar
yang telah didapatkan selama perkuliahan.

2. Bagi Petugas Kesehatan


Diharapkan dengan laporan ini dapat meningkatkan pelayanan
kebidanan khususnya pada pemeriksaan neonatus infeksi. Selain itu laporan

30
ini dapat dijadikan referensi yang berguna untuk meningkatkan penanganan
dan pengetahuan bagi petugas kesehatan khususnya bidan agar dapat
memberikan asuhan yang berkualitas sesuai standar.
3. Bagi Lahan Praktik
Semoga dapat meningkatkan sarana dan prasarana bagi pasien serta
melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan standar operasional (SOP) yang
ada, serta melakukan kalaborasi dengan tenaga kesehatan lain apabila
diperlukan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Kemenkes RI . 2013.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obsetri. Jakarta: EGC
Maryunani A, Eka PS 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: CV. Trans Info Media
Saifuddin, AB 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan Kebidanan : Konsep dan Praktik. Jakarta :


EGC

Varney, Helen,dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta:EGC

32

Anda mungkin juga menyukai