Anda di halaman 1dari 8

ADAPTASI PERSALINAN

1. Adaptasi Maternal Selama Persalinan


Varney (2008) menyatakan beberapa perubahan fisiologis selama
proses persalinan yaitu sebagai berikut,
a. Tekanan darah Meningkat selama kontraksi disertai peningkatan sistolik
rata-rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Pada
waktu-waktu diantara kontraksi tekanan darah kembali ke tingkat sebelum
persalinan. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin
meningkatkan tekanan darah.
b. Metabolisme Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob
maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini
terutama disebabkan oleh ansietas dan aktivitas otot rangka. Peningkatan
aktivitas metabolik terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi,
pernafasan, curah jantung, dan cairan yang hilang.
c. Suhu Suhu sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan
segera setelah melahirkan. Yang dianggap normal ialah peningkatan suhu
yang tidak lebih dari 0,5 sampai 10C, yang mencerminkan peningkatan
metabolisme selama persalinan.
d. Denyut Nadi (Frekuensi Jantung) Perubahan yang mencolok selama
kontraksi disertai peningkatan selama fase akselerasi, penurunan pada titik
puncak sampai frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi di antara
kontraksi, dan peningkatan selama fase deselerasi hingga mencapai
frekuensi lazim di antara kontraksi.
e. Pernafasan Adanya sedikit peningkatan frekuensi pernafasan masih
normal selama persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme
yang terjadi. Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan
dapat menyebabkan alkalosis.
f. Perubahan pada Ginjal Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi
ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus dan
aliran plasma ginjal.
g. Perubahan pada Saluran Cerna Motilitas dan absorpsi lambung terhadap
makanan padat jauh berkurang. Apabila kondisi ini diperburuk oleh
penurunan lebih lanjut sekresi asam lambung selama persalinan, maka
saluran cerna bekerja dengan lambat sehingga waktu pengosongan
lambung menjadi lebih lama. Mual dan muntah umum terjadi selama fase
transisi, yang menandai akhir fase pertama persalinan.
h. Perubahan hematologi Hematologi meningkat rata-rata 1,2 gm/100 mL
selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari
pertama pascapartum jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal.
Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen
plasma lebih lanjut selama persalinan. Jumlah sel darah putih secara
progresif meningkat selama kala satu persalinan sebesar kurang lebih 5000
hingga jumlah rata-rata 15000 pada saat pembukaan lengkap. Tidak ada
peningkatan lebih lanjut setelah ini (Varney, 2008).
2. Adaptasi Neonatal
Bobak (2005) menyatakan adaptasi neonatal selama proses persalinan
meliputi:
a. Denyut Jantung Janin (DJJ) Laju denyut jantung akan menurun secara
progresif dengan semakin matangnya janin saat mencapai aterm. Akan
tetapi, percepatan sementara dan deselerasi DJJ yang sedikit dini dapat
terjadi sebagai respons terhadap gerakan janin yang spontan, periksa
dalam, tekanan fundus, kontraksi uterus, dan palpasi abdomen.
b. Sirkulasi janin Kontraksi uterus selama persalinan cenderung mengurangi
sirkulasi perfusi melalui ruang intervilosa. Kebanyakan janin sehat mampu
mengompensasi stress ini. Biasanya aliran darah tali pusat tidak terganggu
oleh kontraksi uterus atau posisi janin.
c. Pernafasan dan Perilaku Janin Pe r u b a h a n - p e r u ba h a n tertentu
menstimulasi kemoreseptor pada aorta dan badan karotid guna
mempersiapkan janin untuk memulai pernafasan setelah lahir. Perubahan-
perubahan ini meliputi tekanan oksigen janin menurun, tekanan karbon
disoksida meningkat, pH arteri menurun, 7 sampai 42 ml air ketuban
diperas keluar dari paru-paru (selama persalinan pervaginam). Gerakan
janin masih sama seperti pada masa hamil, tetapi menurun setelah ketuban
pecah (Bobak, 2005).

PERUBAHAN FISIOLOGIS SELAMA MASA NIFAS

A. Uterus
1. Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan.
Melalui proses katabolisme jaringan berat uterus cepat menurun dari 1000
gram saat persalina menjadi 100 – 200 g 3 minggu pasca persalinan. Pada
akhir kala III, besar uterus setara dengan ukuran kehamilan 20 minggu
dengan berat 1000 gram.. Servik kehilangan elastisitasnya dan segera
memperoleh konsistensi normal, dinding vagina edematous, kebiruan serta
kendor dan tonus kembali kearah normal setelah 1 – 2 minggu. Selama
masa nifas, tinggi fundus uteri terus mengalami perubahan sebagai respon
terhadap terjadinya involusi uterus. Berikut perubahan tinggi fundus uteri
dan berat uterus menurut masa involusi. Pada hari ke 12, uterus sudah
tidak dapat diraba melalui palpasi abdomen, “placental site” mengecil dan
dalam waktu 10 hari diameternya kira-kira 2.5 cm (Bobak, 2005).
2. Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur (Bobak, 2005).
3. Tempat Plasenta. Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan,
konstriksi vaskular dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu
area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Regenerasi endometrium
selesai pada akhir minggu ketiga masa pascapartum, kecuali pada bekas
tempat plasenta (Bobak, 2005).
4. Lokia Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir pada umumnya disebut
lokia, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua
atau merah coklat (Bobak, 2005).
Saleha (2009) menyatakan Lokhia mengalami perubahan sebagai akibat
kemajuan involusi :
a. Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan
sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan
mekoneum selama 2 hari pascapersalinan.
b. Lokia sanguilenta berwarna merah kecoklatan berisi darah dan lendir
yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pascapersalinan. Sumber:
Saleha, S., Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, 2009.
c. Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Dimulai dengan versi yang lebih
pucat dari lokia rubra. Cairan tidak berdarah lagi coklat kekuningan
pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pascapersalinan.
d. Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari ke-14
kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti
sampai satu atau dua minggu berikutnya. Bentuknya seperti cairan
putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua
(Saleha, 2009).
B. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Dua jari mungkin masih
dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai hari ke-6
pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada
akhir minggu ke-2 (Bobak, 2005).
C. Vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai 8 minggu
setelah bayi lahir (Bobak, 2005).
D. Sistem Endokrin
1. Hormon Plasenta
Kadar estrogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah
plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu
pascapartum. Pada perempuan yang tidak menyusui kadar estrogen
mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih
tinggi daripada perempuan yang menyusui pada pascapartum hari ke-
17 {Bowes,1991 dalam (Bobak, 2005).
2. Hormon Hipofisis dan Fungsi
a. Ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada perempuan
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Pada perempuan
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu
ke enam setelah melahirkan. Pada perempuan menyusui,
waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190 hari. Pada
perempuan tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam
27 hari setelah melahirkan dengan waktu rata-rata 70 sampai
75 hari. {Bowes,1991 dalam (Bobak, 2005).
E. Abdomen
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah
kecil striae menetap (Bobak, 2005).
F. Sistem Urinarius Pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama
kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan.
Diuresis yang normal dimulai segera setelah bersalin sampai hari kelima
setelah persalinan. Jumlah urine yang keluar dapat melebihi 3.000 ml per
harinya (Saleha, 2009).
G. Sistem Cerna Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara
spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan
(Bobak, 2005).
H. Payudara Waktu yang dibutuhkan hormon estrogen, progesteron, human
chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin untuk kembali ke
kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak
(Bobak, 2005).
1. Ibu Tidak Menyusui Apabila perempuan memilih untuk tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat anti laktogenik, kadar
prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga atau keempat
pascapartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara
teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba.
Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman
biasanya berkurang dalam 24 sampai 36 jam.
2. Ibu yang Menyusui Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa
(benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke
hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah
laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh.
Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan
(tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari putting susu.
3. Kolostrum Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi
oleh kelenjar payudara Kolostrum mengandung sel darah putih dan
antibodi yang paling tinggi khususnya immunoglobulin A.
4. Air Susu Masa Peralihan Air susu ini merupakan ASI peralihan dari
kolostrum sampai menjadi ASI yang matur. Kadar proteinnya makin
rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi.
5. Air Susu Matur Asi yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya,
komposisi relatif konstan. Berupa cairan berwarna putih kekuning-
kuningan dan tidak menggumpal jika dipanaskan (Bobak, 2005).
I. Perubahan Psikologis
Saleha (2009) menyatakan periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang
terjadi pada tiga tahap berikut ini:
1. Taking in. Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan
sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya,
ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang
dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan meningkat.
2. Taking hold. Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayi.
3. Letting go. Masa ini dialami setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu
mulai secara penuh menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu dan
menyadari atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya
(Saleha, 2009).
J. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Kebutuhan dasar ibu nifas menurut Wiknjosastro (2008) antara lain :
1. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Ibu menyusui harus mengonsumsi
tambahan 500 kalori tiap hari, pil zat besi harus diminum untuk
menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, serta
minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI.
2. Ambulasi dan Mobilisasi Dini . Ambulasi sedini mungkin sangat
dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi. Ambulasi ini akan
meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis,
meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih sehingga
mencegah ketegangan perut dan sembelit.
3. Eliminasi. Anjurkan ibu untuk minum banyak cairan dan ambulasi
sehingga rangsangan berkemih dapat terjadi.
4. Kebersihan Diri. Langkah-langkah yang dapat dilakukan ibu nifas
dalam menjaga kebersihan diri antara lain menjaga kebersihan seluruh
tubuh dengan mandi sedikitnya dua kali sehari, membersihkan daerah
kelamin dengan air, mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari, mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya, serta
menghindari menyentuh daerah luka jika memiliki laserasi perineum.
5. Seksualitas masa nifas. Pada minggu pertama pasca persalinan hormon
estrogen menurun yang memengaruhi sel-sel pelumas vagina yang
menimbulkan rasa sakit bila berhubungan seksual, ibu mengalami let
down ASI, sehingga respons terhadap orgasme yang dirasakan sebagai
rangsangan seksual pada saat menyusui.
6. Latihan dan senam nifas. Tujuan latihan pasca melahirkan adalah
menguatkan otot-otot perut sehingga menghasilkan bentuk tubuh yang
baik, mengencangkan dasar panggul sehingga mencegah atau
memperbaiki inkontinensia stress, dan membantu memperbaiki
sirkulasi darah di seluruh tubuh.
7. Istirahat. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal
seperti mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat
proses involusi uterus, menyebabkan depresi serta ketidakmampuan
untuk merawat bayi dan diri sendiri (Wiknjosastro, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/persalinan-dan-nifas di akses
pada tanggal 8, oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai