Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ISLAM DAN ILMU HUKUM

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM

KELOMPOK 2
FADLI HASDIN I011191289
FAHRIAL ASWAR I011191257
RARA MUFLIHA I011191267
MAGFIRAH I011191317
RENDI SAPUTRA I011191312

PETERNAKAN E
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas awal dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan judul
“Islam dan Ilmu Hukum ”.

Kami penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pendidikan Agama Islam kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 1 september 2019

Penulis: KELOMPOK 2
Daftar isi

KATA PENGANTAR ……………………………………..………………………………………………………………..i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………..………………………...........................................................1

 1.1 Latar Belakang ………………….……………………………………………………………………………….1


 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………….1
 1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………………………………………….2

 A. Ilmu Hukum dalam Perspektif Islam dan prinsip hukum Islam………………………...…..2


 B. Prinsip Hukum Islam……………………………………………………………………………………..…….6
 C. Ruang Lingkup Hukum Islam Sebagai Bagian dari Agama di Indonesia…………….7

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………………………………………………………8

 A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………………….8
 B. Saran ……………………………………………………………………………………………………………………8

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................................9


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan ilmu hukum di dunia, berawal dan berlangsung tidak
terlepas dari eksistensi kehidupan manusia itu sendiri. tidak mengherankan ketika individu-
individu dalam suatu kelompok masyarakat selalu berkeinginan untuk hidup bermasyarakat dan
dengan sifat ketergantungan baik antara individu, yang satu dengan yang lain maupun antara
kelompok dengan individu dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Sifat-sifat keinginan
manusia untuk bermasyarakat dimana, sebagai mahkluk sosial yang saling membutuhkan yang
bersifat alamiah.
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-
peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat,
yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia itu sendiri seperti hukum adat, hukum
pidana dan sebagainya.
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya merupakan hasil
pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu massa tetapi
dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui wahyunya yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan
oleh Nabi Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam kitab
hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum yang
lain. 
B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
A. Bagaimana ilmu hukum dalam perspektif Islam ?
B. Bagaimana prinsip hukum Islam ?
C. Bagaimana lingkup hukum islam sebagai bagian dari Agama di Indonesia?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
A. Untuk mengetahui perspektif Islam terhadap ilmu hukum
B. Untuk mengetahui prinsip hukum islam
C. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum Islam sebagai bagian dari Agama di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ilmu Hukum dalam Perspektif Islam

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab (‘ilm), bahasa Latin (science) yang berarti tahu atau
mengetahui atau memahami. Ditinjau dari sudut istilah ilmu (science), menyandang dua
makna, yaitu sebagai produk dan sebagai proses. Sebagai produk, ilmu adalah pengetahuan
yang sudah terkaji kebenarannya dalam bidang tertentu dan tersusun dalam suatu sistem.

Sebagai proses, ilmu memiliki dua pengertian, yaitu pertama memperoleh pengetahuan
dalam bidang tertentu secara bertatanan (stelselmatig) atau sistematis dengan menggunakan
seperangkat pengertian yang secara khusus diciptakan untuk itu; kedua, mengamati gejala-
gejala (gegevens) yang relevan pada bidang tersebut, yang hasilnya berupa putusan-putusan
yang keberlakuan-nya terbuka untuk dikaji oleh orang lain berdasarkan kriteria yang sama
dan sudah disepakati atau yang dilazimkan dalam lingkungan komunitas keahlian dalam
bidang yang bersangkutan.

Sedangkan kata “hukum” berasal dari kata Arab hukm (kata jamaknya ahkaam) yang berarti
“putusan” (judgement, verdict, decision), “ketetapan” (provision), “perintah” (command),
“pemerintahan” (government), “kekuasaan” (authority, power), “hukuman” (sentence) dan
lain-lain (Wehr, 1980). Kata kerjanya, hakama, yahkumu, berarti “memutuskan”,
“mengadili”, “menetapkan”, “memerintahkan”, “memerintah”, “menghukum”, dan
“mengendalikan”. Asal usul kata hakama berarti “mengendalikan dengan satu pengendalian”
(Al-Ashfahani, tt.). Jadi ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya ilmu hukum.

Pembahasan berikutnya diarahkan tentang hukum Islam dalam perspektif Islam. Kata
“hukum Islam” tidak ditemukan di dalam Al-Qur’an dan literatur hukum dalam Islam, yang
ada dalam Al-Qur’an adalah istilah syariat, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengan
dengannya atau yang biasa digunakan dalam literatur hukum dalam Islam adalah syariat
Islam, fiqh Islam, dan hukum syara’. Dengan demikian, hukum Islam adalah istilah khas
Indonesia yang agaknya diterjemahkan secara harfiah dari terma Islamic law dari literatur
Barat. Istilah hukum Islam bukan merupakan terjemahan dari syariat, sebab Islamic law
sangat berbeda dengan syariat, baik filosofis, sumber pengambilan, dan tujuan (Ismatullah,
2011).

Kata hukm dalam Al-Qur’an sebagai “putusan” atau “ketetapan” terhadap permasalahan
yang “diputuskan” atau “ditetapkan” (hukima), di samping berhubungan dengan perbuatan
Allah, juga berhubungan dengan perbuatan manusia. Dengan kata lain, hukum ada yang
berasal dari ketentuan Allah dan ada yang berhubungan dengan ketentuan manusia (Ka’bah,
1998).

Selanjutnya Rifyal Ka’bah menjelaskan, bahwa hukum menyangkut perbuatan Allah adalah
keputusan yang akan diberikan di hari akhirat terhadap permasalahan yang diperdebatkan di
kalangan manusia (Ka’bah, 1998). Misalnya, keputusan menyangkut perselisihan antara
ummat Kristen dengan Yahudi (Q.S. Al-Baqarah [2]: 113), antara pengikut Nabi Isa tentang
status kematian beliau (Q.S. Ali Imran [3]: 55), antara orang-orang munafik dan umat Islam
(Q.S. An-Nisaa’ [4]: 141), dan antara sesama manusia (Q.S. al-Hajj [22]: 56). Keputusan
atau ketetapan hukum Allah tersebut juga berlaku di dunia (Q.S. ar-Ra’d [13]: 41). Di sini
dapat dilihat hubungan erat antara hukum dengan konsep jaza’ (pembalasan, sanksi) dari satu
sisi, dan antara hukum dan keadilan dari sisi lain.

Sedangkan hukum yang menyangkut perbuatan manusia adalah hukum sebagai perintah dari
Allah supaya manusia memutuskan perkara atau urusan (di dalam atau di luar pengadilan,
dan dalam masyarakat pada tingkat kehidupan orang perorang atau pemerintahan pada
tingkat kehidupan bernegara) berdasarkan keadilan (Q.S. al-Maidah [5]: 5, an-Nisaa’ [4]: 58)
dan sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah (Q.S. an-Nisaa’ [4]: 105).

Jadi, hukum dalam perspektif Islam adalah ketetapan, keputusan dan perintah yang berasal
dari Allah dan legislasi manusia yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dalam
kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. Sebagai ketetapan yang berasal dari perintah
Allah yang Maha Tahu kemaslahatan hambaNya, maka hukum ilahi berisikan keadilan
seluruhnya. Sebagai ketetapan yang berasal dari legislasi manusia, hukum manusia harus
berdasarkan kepada hukum ilahi dan rasa keadilan yang paling tinggi (Ka’bah, 1998).

Sementara itu, Amir Syarifuddin memberikan penjelasan bahwa apabila kata “hukum”
dihubungkan dengan “Islam”, hakikat hukum Islam adalah “Seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan
diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Secara sederhana,
dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu” (Syarifuddin,
1990).

Definisi hukum Islam pun berbeda di kalangan para ulama dan ahli hukum Islam di
Indonesia. Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan definisi dengan , “Koleksi daya upaya fuqaha
dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat” (As-Shiddieqy,
1982). Pengertian hukum Islam dalam definisi ini sama dengan atau sekurang-kurangnya
mendekati pada makna fiqh.

Dengan demikian, hukum Islam menurut beberapa pengertian di atas, mencakup hukum
syariat dan hukum fiqh. Dengan kata lain, hukum Islam lebih luas meliputi syariat dan fiqh.
Akan tetapi, jika istilah hukum Islam merupakan adopsi dari istilah Islamic law, hukum
Islam istilah yang sangat berbeda dengan syariat dan fiqh. Sebab dalam Islam, baik syariat,
fiqh, maupun hukum Islam merupakan bagian dari ajaran Islam.

Sekalipun demikian, perbedaan definisi hukum Islam yang telah dikemukakan oleh kedua
ahli hukum tersebut di atas, hanya terletak pada cakupan yang dlingkupinya. Pendapat
pertama, hukum Islam dimaksudnya pada makna syariat dan kadang dapat juga digunakan
untuk makna fiqh. Sedangkan dalam pendapat kedua, membatasi pengertian hukum Islam
hanya pada makna fiqh. Jadi, perbedaan itu bukan subtansinya, apalagi ketika dikaitkan
dengan kemungkinan dapat tidaknya hukum Islam itu berubah dan diubah.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah ada yang mengatakan bahwa hukum Islam itu tidak
berubah dan tetap, maksud kata “hukum Islam” di sini adalah syariat atau hukum syara’,
yaitu ajaran Allah yang kebenarannya bersifat mutlak yang telah lengkap serta sempurna.
Jika dikatakan bahwa hukum Islam itu berubah dan dapat dikontekstualisasikan sesuai
dengan perkembangan dan perubahan zaman, itu merupakan hukum Islam bermakna fiqh,
sebagai hasil ijtihad dan interpretasi manusia (mujtahid) terhadap syariat.

Keabadian hukum Islam yang yang bermakna syariat dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an
terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW pada masa haji wada’
(perpisahan), yaitu sebagai berikut:

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 3)

Kesempurnaan dan kelengkapan yang mendapat restu ilahi itu termasuk hukum yang
merupakan bagian yang tidak terpisah dari agama secara keseluruhan. Dalam Al-Qur’an, kata
“syariat” senantiasa dihubungkan dengan Allah sehingga ulama ushul fiqh memahami
konsep syariat sebagai teks-teks kalamullah yang bersifat syar’i, yakni sebagai an-Nashush
al-muqaddasah yang tertuang dalam bacaan Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang sifatnya tetap
atau tidak mengalami perubahan (Ismatullah, 2011).

Dalam al-Qur’an pun terdapat kata “syariat” yang sepadan dengan kata ad-din (agama)
sebagaimana dalam firman Allah berikut:

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (Q.S.
Al-Maidah [5]: 48).
Pada ayat di atas, kata “syariat” artinya aturan atau hukum. Oleh karena itu, ayat di atas
berhubungan (munasabah ayat) dengan ayat sebelumnya, yakni dalam Al-Maidah ayat 45
berikut:

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas)
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S.
Al-Maidah [5]: 45)

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hukum Islam bermakna syariat yang di dalamnya
terdapat berbagai aturan yang diperuntukkan bagi manusia. Hukum atau syariat berkaitan
dengan kehidupan ritual atau sosial. Al-Maududi (1990), mengatakan bahwa syariat sebagai
ketetapan Allah dan RasulNya yang berisi ketentuan-ketentuan hukum dasar yang bersifat
global, kekal, dan universal, yang diberlakukan bagi semua hambaNya berkaitan dengan
masalah akidah, ibadah, dan muamalat.

Dalam surat Al-Jaatsiyah, Allah SWT juga berfirman:

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.” (Q.S Al-Jaatsiyah [45]: 18)

Ayat tersebut di atas, memaparkan pengertian syariat yang identik dengan seluruh ajaran
Islam. Semua diseru untuk mengikuti syariat-syariatNya dan melarang mengikuti hukum di
luar syariat yang disebut dengan “hawa nafsu”. Syariat merupaka konsep subtansial dari
seluruh ajaran Islam.

Dengan demikian, berdasarkan uraian penjelaskan tentang hakikat hukum Islam di atas,
dapat dipahami bahwa hakikat ilmu hukum Islam dalam perspektif Islam adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji syariat atau sering disamakan dengan istilah fiqh sebagai ilmu
yang memahami tentang hukum-hukum syara’ (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang berisi
ketentuan-ketentuan hukum dasar yang bersifat amaliah atau praktis yang digali dari dalil-
dalil yang terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari kedua
sumber tersebut.
B. Prinsip Hukum Islam

Prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan landasan ideal dalam hukum Islam
menurut Juhaya S. Pradja (1998: 37), yaitu:

a) Prinsip Tauhidullah, bahwa semua paradigma berpikir yang  termuat dalam Al-qur’an
dan Al-hadits, dalam konteks ritual maupun sosial, harus bertitik tolak dari nilai-nilai
ketauhidan, yakni tentang segala yang ada dan yang mungkin ada, bahkan mushtahil ada
adalah diciptakan oleh Allah s.w.t., maka kata Rabbul’alamin dapat dikatakan bahwa
Allah Maha Intelektual yang memiliki iradah atas segala sesuatu.
b) Prinsip Insaniyah, (prinsip kemanusiaan), bahwa produk akal manusia dijadikan rujukan
dalam perilaku sosial maupun sistem budaya harus bertitik tolah dari nilai-nilai
kemanusiaan, memuliakan mansia dan memberikan manfa’at serta menghilangkan
kemudharatan bagi manusia.
c) Prinsip Tasamuh, (prinsip toleransi), sebagai titik tolak pengalaman hukum Islam,
karena cara berpikir manusia yang berbeda-beda, satu sama lain harus saling menghargai
dan mengakui bahwa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
d) Prinsip Ta’awun, (prinsip tolong-menolong), sebagai titik tolak kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
e) Prinsip Silaturrahmi Baina An-Nas, sebagai titik tolak bahwa setiap individu dengan
individu lainnya akan melakukan interaksi, karena manusia adalah human relation yang
secara fitrahnya menjadikan silaturrahmi sebagai embiro terciptanya masyarakat, prinsip
ini bisa juga disebut prinsip Ta’aruf, sebagaimana dalam surah Al-hujuraat ayat 13, Allah
berfirman yang artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al-hujuraat: 13).
f) Prinsip keadilan atau Al-mizan, (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Sebagai titik
tolak kesadaran setiap manusia terhadap hak-hak orang lain dan kewajiban dirinya. Jika
ia berkewajiban melakukan sesuatu, ia berhak menerima sesuatu. Keduanya harus
berjalan seimbang dan dirasakan adil untuk dirinya dan orang lain.
g) Prinsip Kemashlahatan, yaitu yang bertitik tolak dari kaidah penyusunan argumentasi
dalam berprilaku, bahwa  meninggalkan kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil
manfa’atnya. Operasi rasionalisasi kaidah ini berhubungan dengan kaidah yang
menyatakan bahwa kemashlahatan umum lebih didahulukan daripada kemashlahatan
khusus.
C. Ruang lingkup hukum islam sebagai bagian dari Agama di Indonesia

Hukum islam baik dalam pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua
bagian besar, yaitu:
a. Ibadah (mahdhah)
Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim
dalam menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan
ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi.
Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya.
Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan
secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang mungkin berubah
hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.

b. Muamalah (ghairu mahdhah)


Adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia
walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka
untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha
itu.
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Hukum islam adalah ilmu tentang hukum dalam agama islam. Secara etimologis, hukum adalah
sebuah kumpulan aturan, baik berupa hasil pengundangan formal maupun dari kebiasaan, yang mana
sebuah Negara atau masyarakat mengaku terikat  sebagai anggota atau subjeknya. Secara terminologis,
M. Hasbi ash-Shiddeqy menyebutkan bahwa hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum
untuk menerapkan syari’ah atas kebutuhan masyarakat.
Secara umum hukum Islam berorientasi pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Artinya hukum Islam bertujuan pada pemeliharaan agama, menjamin,
menjaga dan memelihara kehidupan dan jiwa, memelihara kemurnian akal sehat dan menjaga
ketertiban keturunan manusia serta menjaga hak milik harta kekayaan untuk kemaslahatan hidup
umat manusia.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

 https://mahdininovita.wordpress.com/2017/01/11/makalah-hukum-islam/
 http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-hukum-islam.html
 http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2015/01/makalah-ilmu-hukum-
dan-perkembangannya.html
 https://suduthukum.com/2016/12/hakikat-ilmu-hukum-dalam-perspektif.html

Anda mungkin juga menyukai