Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes RI dalam Aris Sugiharto (2007), peningkatan usia harapan hidup
akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada pergeseran
pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi
penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular (PTM)
seperti hipertensi cenderung mengalami peningkatan.

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang


memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan
lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang
tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung)
serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain
penyakit-penyakit tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal,
penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus dan lain-lain.

Pada tahun 1997 sebanyak 15 juta penduduk Indonesia mengalami hipertensi


tetapi hanya 4% yang melakukan kontrol rutin. Hasil survei kesehatan rumah
tangga (SKRT, 2001) di kalangan penduduk umur 25 tahun ke atas
menunjukkkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita hipertensi;
0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke. Terdapat 50%
penderita tidak menyadari sebagai penderita, sehingga penyakitnya lebih berat
karena tidak merubah dan menghindari faktor risiko. Sebanyak 70% adalah
hipertensi ringan, maka banyak diabaikan/terabaikan sehingga menjadi ganas
(hipertensi maligna) dan 90% hipertensi esensial dan hanya 10% penyebabnya
diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal dan kelainan pembuluh
darah. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan
Hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat
menurut peningkatan usia. Beberapa penyakit tidak menular yang ada tersebut,
penyakit kardiovaskular mempunyai kontribusi cukup besar terhadap
tingginya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM (Aris
Sugiharto, 2007).

Berdasarkan data Depkes dalam Ade Dian Anggraini, dkk (2009), prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31.7%. Cakupan diagnosis hipertensi oleh
tenaga kesehatan hanya mencapai 24.0%, atau dengan kata lain sebanyak
76.0% kejadian hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis. Prevalensi
hipertensi di Jawa dan Sumatera memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari
prevalensi nasional.
Menurut Depkes dalam Ekowati, dkk (2009), Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,
dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah
urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI
menemukan prevalensi sebesar 38,7%. Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004
menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu
penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut
disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa
hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan
diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan klasifikasi Hipertensi ?
2.      Apa saja faktor resiko Hipertensi ?
3.      Bagaimana patofisiologi Hipertensi ?
4.      Bagaimana mendiagnosis Hipertensi ?
5.      Bagaimana penatalaksana Hipertensi ?
6.      Bagaimana prognosis Hipertensi ?
7.      Bagaimana pencegahan Hipertensi ?

1.3  Tujuan Penulisan
a.       Menetahui definisi dan Klasifikasi Hipertensi
b.      Mengetahui faktor resiko Hipertensi
c.       Mengetahui patofisiologi Hipertensi
d.      Mengetahui bagaimana mendiagnosis Hipertensi
e.       Mengetahui penatalaksana Hipertensi
f.       Mengetahui prognosis Hipertensi
g.      Mengetahui pencegahan Hipertensi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Menurut Lanny Sustrani, dkk dalamNurhaedar Jafar (2010), Hipertensi atau penyakit


darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai
ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai
pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa
disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu,
tergantung pada posisi tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat
digolongkan sebagai ringan, sedang atau berat, berdasarkan diastole. Hipertensi
ringan apabila tekanan diastole 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang apabila tekanan
diastole 105 – 114 mmHg, hipertensi berat apabila tekanan diastole > 115 mmHg.

Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekana darah di atas normal yaitu bila tekanan
sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebilebi

2. Klasifikasi Hipertensi

A. Menurut Kausanya sebagai berikut:

1. Hipertensi esensial (Hipertensi Primer)

Hipertensiau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya


(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer
kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan
pembulu darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan
darah.
2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh adanya penyakit lain.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Sekitar 5-10%
penderita hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal.
B. Menurut gangguan tekanan darah
a. Hipertensi Sistolik: Peninggian tekanan darah sistolik saja
b. Hipertensi Diastolik : Peninggian tekanan darah diastolik.

C. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah


a.       Hipertensi Ringan
b.      Hipertensi Sedang
c.       Hipertensi Berat

D. KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

E. KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUTJOINT NATIONAL COMMITTEE 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/ata Diastole (mmHg)


u

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

F. KLASIFIKASI HIPERTENSI HASIL


KONSENSUS PERHIMPUNAN HIPERTENSI INDONESIA

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)


Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

2.2  Faktor Resiko Penyakit Hipertensi


Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), faktor resiko hipertensi adalah :
1. Faktor genetic

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.

2. Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang


berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama
dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada
orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang
munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,
sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang
berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah
ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.

3.  Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein  (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun.

4. Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit
putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap
vasopressin lebih besar.

5. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan
kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA
(NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh
(IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan
dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT
<25 (status gizi normal menurut standar internasional). Menurut Hall (1994)
perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan
dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia,
aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik
potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah
secara terus menerus.

6. Pola asupan garam dalam diet

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan


pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar
sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya
cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu
disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium
yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium
glutamate  (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung
iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok
teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak
masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.

7. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan


dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri
renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr.
Thomas S Bowman dari Brigmans andWomen’s Hospital, Massachussettsterhadap
28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok
lebih dari 15 batang perhari.

8. Tipe kepribadian

Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi


hipertensi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan
hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka
bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak
puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya
aterosklerosis. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

Menurut Farida Nur Aisyiyah (2009) :

1. Aktivitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan


lebihtinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika
beristirahat. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot
tubuhdan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot
membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan
jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan
zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa
dari tubuh.
2. Stress

Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi


saraf dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung,
menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam.
Pada saat stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga renin,
angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat.
Peningkatan sekresi hormon tersebut berdampak pada peningkatan tekanan
darah.

2.3 Patofisiologis Hipertensi

Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), Mekanisme terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I
converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandungangiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,
volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.


Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap
perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas
vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah
jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis
hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor
genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk
memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi
hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan
arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat)
kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi
hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.

2.4 Diagnosis Hipertensi

Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau
kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain - kadang-kadang seseorang
mungkin didiagnosis mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian
ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet
yang dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola karet
yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset mendapat cukup tinggi,
itu memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas - udara ini kemudian
perlahan-lahan dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam
manset turun suara darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop
ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar suara seperti
manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di mana suara terakhir adalah
mendengar seperti darah kembali ke alirannya diam, tanpa hambatan - adalah
tekanan diastolik. Otomatis alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi
lebih akurat, lebih mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk
pemantauan tekanan darah di rumah.

Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan satu membaca


abnormal karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya memakan waktu tiga
bacaan abnormal tinggi berturut-turut, yang diambil pada kesempatan yang
berbeda, sebelum diagnosis hipertensi dapat dibuat. Titik di mana pembacaan
tekanan darah tinggi dianggap abnormal akan tergantung pada usia seseorang - ahli
menyarankan bahwa orang di bawah usia 65 tahun harus memiliki tekanan darah
pada sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg - dan mereka lebih dari 65 tahun harus
bertujuan untuk pembacaan tekanan darah tidak lebih dari 140/90 mm Hg. Ketika
tekanan darah seseorang dipandang tinggi secara konsisten, dokter akan melakukan
pemeriksaan fisik untuk memeriksa apakah ada penyakit yang mendasarinya bisa
pelakunya dan juga memeriksa apakah ada tanda-tanda kerusakan pada organ-
organ tubuh seperti pulsa absen di anggota badan, bukti dari penyakit arteri di
retina mata, atau jejak mikroskopis darah dalam urin (tanda penyakit ginjal).

Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah tiga cek itu masih
harus diperiksa secara teratur karena dapat berubah dan hipertensi sebelumnya
didiagnosa dan dikendalikan, semakin sedikit kerusakan akan ada pada, otak
jantung, ginjal dan organ lainnya.

Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari kondisi harus
memiliki memeriksa setiap dua tahun dan selama kunjungan rutin ke dokter -
mereka yang memiliki riwayat pribadi atau keluarga tekanan darah tinggi Stroke,
atau serangan jantung harus diperiksa lebih sering.

Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan membandingkan


tekanan darah anak dengan distribusi tekanan darah untuk anak-anak yang sama,
usia jenis kelamin dan tinggi.

2.5 Penatalaksana Penyakit Hipertensi

Menurut Pharmaceutical Care untuk penyakit hipertensi Departemen Kesehatan RI


(2006), Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:

1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan
prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat
terlihat pada tabel sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII.

Tabel Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan


tekanan darah, range

Penurunan berat Pelihara berat badan normal 5-20 mmHg/10-kg


badan (BB)
(BMI 18.5 – 24.9) penurunan BB

DASH Diet kaya dengan buah,


Adopsi pola
sayur, dan produk susu rendah 8-14 mm Hg
makan
lemak

Mengurangi diet sodium, tidak


Diet rendah
lebih dari 100meq/L (2,4 g 2-8 mm Hg
sodium
sodium atau 6 g sodium klorida)

Regular aktifitas fisik aerobic


Aktifitas fisik seperti jalan kaki 30 menit/hari, 4-9 mm Hg
beberapa hari/minggu

Limit minum alkohol tidak lebih


dari 2/hari (30 ml etanol
Minum alkohol
sedikit saja (mis.720 ml beer, 300ml wine) 2-4 mm Hg
untuk laki-laki dan 1/hari untuk
perempuan

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien


dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat
mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada
pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi
gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan
darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes
atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary
Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan
kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi
alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan
tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat
antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat
membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet
yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan
berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan
obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya
dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar
total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur
paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga
aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk
penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat
diakibatkan oleh merokok.

2. Terapi farmakologi

Ada 9 kelas obat antihipertensi yakni Diuretikm, Tiazid, Loop,


Penahan kalium, Antagonis Aldosteron, ACE inhibitor,
Penyekat reseptor angiotensin, Penyekat beta, Antagonis
kalsium. Obat-obat antihipertensi alternatif yakni : Penyekat
alfa-1, Agonis sentralα-2, Antagonis Adrenergik, Perifer,
Vasodilator arteri langsung.

Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan


untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena
bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis
kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang
bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja,
penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa
2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan
sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping
obat utama.

2. Terapi Kombinasi

Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:


A. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik 
B. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
C. Penyekat beta dengan diuretik
D. Diuretik dengan agen penahan kalium
E. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis
kalsium
F. Agonis α-2 dengan diuretik
G. Penyekat α-1 dengan diuretic

2.6 Prognosis Hipertensi


Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai dengan target organ
yang diserangnya. Factor-faktor yang mempengaruhi prognosis seorang penderita
hipertensi adalah :

1. Etiologi hipertensi;
hipertensi sekunder yang ditemukan pada tahap dini akan lebih baik
prognosisnya
2.  Komplikasi; adanya komplikasi memperberat prognosis

2.7  Pencegahan Hipertensi
Menurut Bustan (2007), upaya pencegahan terhadap Hipertensi meliputi :
1. Pencegahan primodial, yaitu upaya pencegahan munculnya factor predisposisi
terhadap hipertensi dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya factor yang
menjadi resiko Hipertensi.
2. Promosi Kesehatan berkaitan dengan penyakit Hipertensi
3. Proteksi spesifik yakni dengan : kurangi mengkonsumsi garam sebagai salah satu
factor risiko.
4. Diagnosis dini dengan melakukan screening dan pemeriksaan check-up
5. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal
keluhan
6. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan

Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu,
tergantung pada posisi tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat digolongkan
sebagai ringan, sedang atau berat, berdasarkan diastole. Hipertensi ringan apabila
tekanan diastole 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang apabila tekanan diastole 105 – 114
mmHg, hipertensi berat apabila tekanan diastole > 115 mmHg.

Menurut Kausanya hipertensi di bedakan menjadi : Hipertensi esensial (Hipertensi


Primer) dan Hipertensi sekunder. menurut Gangguan tekanan darah : Hipertensi Sistolik
dan Hipertensi Diastolik. Sedangkan menurut beratnya atau tingginya peningkatan
tekanan darah dibagi menjadi Hipertensi Ringan, Hipertensi Sedang dan Hipertensi
Berat. Beberapa factor resiko hipertensi adalah Faktor genetic, Jenis kelamin, Etnis,
Obesitas, Pola asupan garam dalam diet, Merokok, Tipe kepribadian, Aktivitas Fisik,
dan Stress. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin  II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandungangiotensinogen  yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah.

Hipertensii biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau
kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain. Penatalaksana hipertensi dapat
dilakukan dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Tanpa pengobatan
maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai dengan target organ yang diserangnya dan
mempengaruhi prognosis seorang penderita hipertensi. Pencegahan hipertensi dapat
dilakukan dengan Pencegahan primodial, Promosi Kesehatan berkaitan dengan penyakit
Hipertensi, Proteksi spesifik, Diagnosis dini, Pengobatan dan Rehabilitasi.

3.2 Saran

Sebaiknya Masyarakat sadar akan kesehatannya seperti pola makan dan olahraga teratur.
Dan mencegah segala bentuk faktor yang dapat menimbulkan hipertensi. Karena
penyakit hipertensi ini dapat menyerang segala umur dan untuk pengobatannya
dilakukan selama seumur hidup
DAFTAR PUSTAKA

 Bruner dan Suddarth. 2001.
 Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.Jakarta: EGC.
 Copstead C., LeeEllen dan Jacquelyn L. Banasik. 2005. Pathophysiology Vol. 1.Elsev
ier :St. Louis Missouri 63146.Diklat PJT
 RSCM. 2008. Buku Ajar Keperawatan Kardiologi Dasar Edisi 4.Jakarta: RSCM.Doen
ges, Marilynn E., dkk. 1999.
 Rencana  Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk  Perencanaan Dan Pendokumentas
ian Perawatan Pasien.Jakarta: EGC.
 MuttaqinMuttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Pasien Gangguan Kar
diovaskuler.Jakarta: Salemba Medika.
 Sofyan, Andy. 2012. Hipertensi.Kudus.Corwin,
 J Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC
 https://meigyrozz.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai