Anda di halaman 1dari 3

JOURNAL REVIEW

Identitas Jurnal
Chaidar, A.N., Soekarno, I., Wiyono, A., dan Nugroho, J., “Spatial Analysis of Erosion
and Land Criticality of The Upstream Citarum Watershed,” International Journal of
GEOMATE, Sept., 2017, Vol. 13, Issue 37, pp. 133-140 Special Issue on Science,
Engineering & Environment, ISSN: 2186-2990, Japan DOI:
https://doi.org/10.21660//2017.37.34572

A. Latar Belakang Penelitian


Hal yang melatar belakangi penelitian ini adalah erosi yang terjadi di daerah hulu
bendungan yang mempengaruhi sedimentasi di daerah waduk yang dapat
mengurangi kapasitas dalam hal pengendalian banjir, dan menurunkan fungsi
waduk. Secara umum hal-hal tersebut menyebabkan terjadinya degradsi lahan.
Sistem pengelolaan DAS yang tidak terintegrasi menyebabkan tingkat erosi tanah
yang tinggi. Pertanian adalah penyebab utama erosi tanah yang tinggi. Tingkat
erosi yang tinggi terutama mempengaruhi negara-negara berkembang karena
budidaya intensif, penggundulan hutan, pembajakan lahan marginal dan bahaya
iklim ekstrim. Praktik pertanian berkelanjutan ditantang oleh erosi tanah yang
parah dan penurunan produktivitas lahan pertanian, yang mengakibatkan
kerawanan pangan.

B. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini peneliti merumuskan permasalahan penelitian ke dalam 3 poin,
yaitu:
1. Kejadian erosi di DAS Citarum Hulu yang menyebabkan penurunan kapasitas
air di Saguling akibat sedimentasi harus dikurangi melalui berbagai upaya
konservasi yang mengintegrasikan pendekatan teknis dan non-teknis.
2. Sejak tahun 1992, sedimen telah melampaui batas maksimal sedimentasi yang
diperbolehkan masuk ke Saguling, yaitu 4 juta m3/tahun. Sedimentasi
mencapai puncaknya pada tahun 2010, mencapai 4,71 juta m3/tahun,
kemudian menurun (menjadi 4,26 juta m3/tahun pada 2013). Kondisi ini harus
segera diatasi agar reservoir yang menua mencapai dead storage sebesar
167,7 juta meter kubik. Kondisi lahan yang buruk dan curah hujan yang tinggi
mengakibatkan sejumlah besar sedimen terangkut ke sungai.
3. Tingginya sedimentasi di DAS Citarum menyebabkan berkurangnya kapasitas
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling yang sudah tua di Kabupaten
Bandung Barat, Jawa Barat, pemasok listrik ke Jawa dan Bali.

C. Tujuan penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan:
1. Menilai tingkat bahaya erosi dan kekritisan lahan yang terjadi di hulu Citarum,
2. Mengevaluasi upaya konservasi dalam mengurangi pengangkutan sedimen
tanah dan air ke waduk.

D. Kondisi umum lokasi penelitian


Bagian Hulu DAS Citarum yang berasosiasi dengan Waduk Saguling dengan luas
232.986,02 hektar. Berdasarkan klasifikasi Kelompok Rehabilitasi dan Konservasi
Tanah Citarum, Citarum Hulu dibagi menjadi 8 subzona, yaitu, Cihaur,
Cikapundung-Cipamokolan, Cikeruh, Ciminyak, Cirasea, Cisangkuy, Citarik, dan
Ciwidey dengan subzona terbesar adalah Cirasea (16,51%), diikuti oleh subzona
Cisangkuy dan Ciminyak. Subzona Cikeruh hanya terdiri dari terjadi karena
topografi. Bulan terbasah membawa 300 mm hujan. Secara umum, bagian hulu
Citarum diklasifikasikan sebagai iklim tipe C menurut klasifikasi Schmith dan
Fergusson atau tipe Am menurut klasifikasi Koppen. Ini diklasifikasikan sebagai
basah (>200 mm) menurut klasifikasi iklim Oldeman, yang didasarkan pada
jumlah curah hujan. Menurut bentuk wilayahnya, Sungai Citarum bagian atas
bervariasi dari dataran ke pegunungan. Hulu Citarum merupakan daerah aliran
sungai yang membentuk dataran bekas cekungan danau (Lacustrine Plain)
sebagai dasarnya dan dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan. Ketinggian
atas Citarum berkisar antara 578 m sampai dengan 2.582 mdpl.

E. Metode penelitian
Peneliti memperkirakan nilai sebaran aktual erosi tanah di DAS menggunakan
model berbasis Arc-GIS USLE, yang menggabungkan informasi alokasi spasial
dari setiap parameter USLE. Sistem grid sel yang tersedia di GIS memiliki
fungsionalitas yang kuat; pada setiap sel grid pada overlay peta, dapat diperoleh
hasil untuk nilai laju erosi per satuan luas sel grid, yang kemudian dapat diubah
menjadi kecepatan erosi per hektar.

F. Hasil dan Pembahasan


Tata guna lahan di hulu DAS Citarum secara umum didominasi oleh persawahan,
pertanian lahan kering dan pemukiman penduduk, meskipun pada beberapa sub-
DAS masih didominasi oleh hutan tanaman dan hutan sekunder. Kondisi
kelerengan hulu DAS Citarum didominasi oleh kelerengan yang berkisar 2%-15%.
Ada 4 jenis tanah di DAS Citarum yaitu latosol, andosol, regosol, dan pedosol
alluvial. Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol. Secara umum, laju erosi
terus meningkat setiap tahun yaitu sejak tahun 1990 sampai tahun 2013. Hasil
tumpang susun peta curah hujan, jenis tanah, tingkat kelerengan, dan tutupan
lahan dan peta sebaran EHL (Tingkat Bahaya Erosi) menghasilkan rea dengan
EHL berat (180-480 t/ha/y) meningkat dari nilai tahun 1990 sebesar 21.000 ha
menjadi 28.000 ha pada tahun 2013, dan area dengan EHL sangat berat (> 480
t/ha/y) meningkat dari 5.000 ha menjadi 23.900 ha. Pengelolaan DAS Citarum
hulu memerlukan penanganan menyeluruh dari berbagai aspek baik teknis
maupun non-teknis, dan pengelolaan memerlukan dialog berkelanjutan antar
sektor, kelompok pengguna dan wilayah.

G. Kelebihan
Dalam penelitian ini, pemodelan berbasis Arc-GIS USLE sangat efektif untuk
menentukan daerah-daerah yang memiliki tingkat bahaya erosi. Pemanfaatan
data teknologi penginderaan jauh resolusi tinggi untuk pemodelan menambah
akurat hasil data dari penelitian ini. Penulisan jurnal dilakukan dengan sistematika
yang rinci dan dilengkapi dengan peta-peta yang informatif.

H. Kekurangan
Pada hasil penelitian disebutkan bahwa berdasarkan hasil pemodelan laju erosi
terus meningkat setiap tahun yaitu sejak tahun 1990 sampai tahun 2013 namun
hal tersebut tidak didukung dengan dat historis kejadian erosi di lokasi
penelitian. Upaya konservasi yang dievalausi hanya terkait upaya non-teknis
tanpa menjelaskan evaluasi upaya konservasi teknis.

I. Lampiran Jurnal yang direview

Anda mungkin juga menyukai