Anda di halaman 1dari 4

Khutbah I  

ْ ‫ك لَه ُ ال َ ّذ‬
‫ِي‬ َ ْ ‫ أَ شْهَد ُ أَ ْن ل َا ِإلَه َ ِإ َلّا الله ُ وَحْدَه ُ ل َا شَر ِي‬،‫جدِ الْأَ ق ْص َى‬ ِ ‫س‬
ْ َ ‫جدِ الْحَرَا ِم ِإلَى ال ْم‬ ِ ‫س‬ ْ َ ‫ن ال ْم‬ ْ ‫ اَلْحم َْد ُ لله ِ ال َ ّذ‬،ِ‫اَلْحم َْد ُ لله‬
َ ِ ‫ِي أَ سْر َى ب ِعَبْدِه ِ لَي ْل ًا م‬
ِّ ‫ ا َ َلل ّه ُ َ ّم فَص‬.‫ن سَيِد َن َا وَمَوْل َان َا محمدًا ﷺ قَائِد ُ الْأَ ن ْب ِيَاء ِ و َال ْوَر َى‬
ٍ‫َِل وَسَِل ِّ ْم عَلَى سَِيِّدِن َا محمد‬ ّ َ َ‫ و َأَ شْهَد ُ أ‬.‫تح ْص َى وَل َا تُسْتَقْص َى‬ ُ ‫أَ ن ْعَم َ عِبَادَه ُ كَثِيْرَة ً ل َا‬
،ِ‫ي و َِإ َي ّاك ُ ْم بتَِقْو َى الله‬ ٍ ‫ و َعَلَى آلِه ِ و َصَ ح ْبِه ِ وَم َنْ تَبِعَه ُ ْم ب ِِإحْ سَا‬،ِ‫َف عِبَادِ الله‬
ِ ‫ ُأ ْو‬،َ‫ فَيَا ا ُ َ ّيهَا الْحا َضِر ُ ْون‬  ‫ أما بعد‬،ِ ‫ن ِإل ِى يَو ْ ِم الْق ِيَامَة‬
ْ ِ ‫صيْن ِ ْي ن َ ْفس‬ ِ ‫أَ شْر‬
‫جدِ الْحَرَا ِم ِإلَى‬
ِ ‫س‬ َ ِ ‫سب ْح َانَ ال َ ّذ ِي أَ سْر َى ب ِعَبْدِه ِ لَي ْلًا م‬
ْ َ ‫ن ال ْم‬ ُ ،‫حي ْم‬ َ ‫ن‬
ِ ّ ‫الر‬ َ ِ ‫ ب ِس ْ ِم الله‬،ِ‫ قال الله تعالى فِي ك ِتَابِه ِ الكَر ِ ْيم‬  .َ‫فَق َ ْد فَاز َ ال ْم َُت ّقُوْن‬
ِ ‫الر ّحْم‬
ّ َ ‫حو ْلَه ُ لِنُر ِيَه ُ م ِنْ آي َاتنَِا ِإ َن ّه ُ ه ُو َ ال‬
ُ ‫سمِي ُع ال ْب َصِ ير‬ َ َ‫جدِ الْأَ ق ْص َى ال َ ّذ ِي ب َارَكْنا‬
ِ ‫س‬
ْ َ ‫ ال ْم‬ 
Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat hafidhakumullah, Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang
mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah
kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha
melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga usaha takwa kita
bisa menjadikan sebab kita kelak pada waktu dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala, kita meninggalkan
dunia ini dalam keadaan husnul khatimah, amin ya Rabbal ‘alamin.  
Hadirin hafidhakumullah, Ketahuilah bahwa Allah adalah sang pencipta (khaliq) alam raya. Kita semua
diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Antara Allah dan kita, mempunyai dimensi yang berbeda.
Dimensi di sini tidak berarti ruang dan tempat, namun dimensi dalam arti esensi. Analogi untuk
mendekatkan logika kita, misalnya kita sebagai manusia dengan jin, masing-masing mempunyai dimensi
yang berbeda. Tapi jin di sini masih membutuhkan tempat, ruang dan waktu. Allah tidak butuh itu
semua. Allah tidak membutuhkan apa pun.   Allah berada pada dimensi ilahi, kita berada pada dimensi
insani. Kita diberikan penutup (hijab) antara Allah dan kita. Bukan karena Allah jauh dengan kita yang
menjadikan kita tidak bisa melihat Allah. Allah sangat dekat dengan kita bahkan lebih dekat dari urat
leher kita sendiri. Kita tidak bisa menyaksikan Allah karena kita mempunya hijab sehingga kita tidak
bisa mengakses dimensi Allah. Walaupun demikian, Allah tetap bisa secara penuh mengawasi kita semua.
Allah menciptakan semua hamba baik dari kalangan jin maupun manusia dengan tujuan untuk
menyembah kepada-Nya. Dalam menyampaikan kehendak-Nya, Allah mengutus para Nabi yang di
antaranya adalah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk menyampaikan risalah ilahiyah. Hikmahnya, manusia yang
berada pada dimensi yang penuh hijab dan tidak sama dengan dimensi Tuhan, bisa menjadi tahu atas apa
yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui perantara utusan-Nya.   Contohnya adalah
bagaimana Allah memerintahkan umat Muhammad untuk menjalankan ibadah shalat lima waktu. Kita
sebagai manusia tidak akan bisa memahami atas apa yang dikehendaki oleh Allah tersebut tanpa melalui
rasul (utusan Allah) yang menyampaikan informasi-informasi penting. Barulah kemudian kita menjadi
tahu bahwa misalnya Allah menghendaki kita sebagai umat manusia diperintah secara wajib untuk
menjalankan shalat lima waktu.   Kewajiban shalat lima waktu ini dimulai setelah Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
di-isra’-kan (diperjalankan oleh Allah di waktu malam) dari Masjidil Haram, kota Makkah menuju
Masjidil Aqsha, Palestina, kemudian di-mi’raj-kan (dinaikkan) dari Masjidil Aqsha menuju Sidratil
Muntaha. Perjalanan malam Nabi Muhammad ini merupakan perjalanan yang menakjubkan. Betapa
tidak? Jika kita sehari-sehari mengungkapkan syukur menggunakan kalimat alhamdulillah, mendapatkan
musibah dengan innalillah, di dalam sebuah hal yang menakjubkan, kita disyariatkan untuk membaca
subhanallah. Di dalam Al-Qur’an, pada kisah isra’ mi’raj ini Allah berfirman menggunakan kata subhana
sebagaimana yang tertera pada ayat pertama surat al-Isra’:
ّ َ ‫حو ْلَه ُ لِنُر ِيَه ُ م ِنْ آي َاتنَِا ِإ َن ّه ُ ه ُو َ ال‬
  ُ ‫سمِي ُع ال ْب َصِ ير‬ َ َ‫جدِ الْأَ ق ْص َى ال َ ّذ ِي ب َارَكْنا‬
ِ ‫س‬
ْ َ ‫جدِ الْحَرَا ِم ِإلَى ال ْم‬
ِ ‫س‬ َ ِ ‫سب ْح َانَ ال َ ّذ ِي أَ سْر َى ب ِعَبْدِه ِ لَي ْل ًا م‬
ْ َ ‫ن ال ْم‬ ُ  
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil
Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS al-Isra’: 1).  
Pada kalimat ‫سب ْح َانَ ال َ ّذ ِي‬
ُ , Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, kalimat subhâna di sini menunjukkan
saking agungnya Allah ta’ala. Hanya Allah saja yang mampu menjalankan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dari
Makkah ke Palestina dan Palestina sampai langit ke-7 hanya dalam waktu tidak sampai satu malam.
Bahkan dalam satu riwayat mengisahkan, setelah Nabi Muhammad melakukan isra’ mi’raj, tempat
tidurnya masih hangat dan tempayan bekas Nabi melakukan wudhu tadi belum sampai kering. Ini adalah
keajaiban yang luar biasa. Hanya Allah yang bisa melakukan yang mana bumi dan seisinya di bawah
kendali-Nya. Keajaiban yang mencengangkan tersebut sangat sesuai jika memakai kata subhana.
Tentang suhana, Ibnu Katsir mengatakan:  
ُ ‫ فَلَا ِإلَه َ غَي ْرُه‬،ُ ‫ لِق ُ ْدر َتِه ِ عَلَى م َا ل َا ي َ ْقدِر ُ عَلَيْه ِ أَ حَدٌ سِوَاه‬،ُ ‫ظِم ُ شَأْ نَه‬
ّ َ ‫ و َيُع‬،ُ ‫ج ّد ُ تَع َالَى ن َ ْفسَه‬
ِ َ ‫ يُم‬ 
Artinya: “Allah ta’ala mengagungkan Dzat-Nya sendiri, mengagungkan keadaan-Nya, karena kekuasaan-
Nya atas sesuatu yang tidak mampu dilakukan siapa pun selain Dia. Tiada Tuhan selain Dia.” (Abul Fida’
Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Dar Thayyibah: 1999], juz 5, hlm. 5).   Ats-Tsa’labi menyatakan
bahwa kalimat subhana berarti kalimat ta’ajjub   ‫الت ّع َُجّ ب‬
َ ‫سب ْح َانَ بِمَعْن َى‬
ُ ُ‫ و َيَكُوْن‬  Artinya: “Subhana di ayat ini
mempunyai arti sebuah keajaiban yang menakjubkan.” (Tafsir Ats-Tsa’labi, juz 6, hlm. 54).   Banyak juga
ulama yang menjelaskan, subhana pada ayat ini mempunyai makna penyucian dari segala kekurangan.
Apabila dalam menjajaki kemampuan Allah dalam memperjalankan Nabi Muhammad pada malam hari
dengan acuan akal yang terbatas sehingga Allah dianggap tidak mampu, maka Allah disucikan dari
anggapan yang seperti demikian ini.  
Hadirin... Dalam isra’ mi’raj, apakah hanya ruh Nabi ataukah ruh dan jasadnya sekaligus? Ulama berbeda
pendapat.   Menurut mayoritas ulama, Nabi di-isra’-kan meliputi ruh dan jasad sekaligus. Hal ini
berdasarkan apabila yang di-isra’-kan hanya ruh saja, berarti Nabi Muhammad sama dengan mimpi. Jika
isra’ hanya sebuah mimpi saja, maka hal tersebut tidak merupakan kejadian luar biasa yang sampai Allah
memakai istilah subhana pada ayat di atas. Yang membuat fenomenal pada kegiatan isra’ mi’raj Nabi itu
keajaiban perjalanan dengan ruang yang besar, namun waktunya sedemikian singkat. Ini yang luar biasa
itu.  
Hadirin hafidhakumullah, Pada kalimat selanjutnya, ِ ‫ أَ سْر َى ب ِعَبْدِه‬Allah tidak menyandarkan kalimat
subhâna dengan lafadz Allah, tapi dengan asra, kebesaran Allah yang menjalankan di waktu malam
kepada hamba-Nya. Di sini Allah juga tidak menyebut Nabi Muhammad dengan menyebut namanya, tapi
malah menyifati Nabi Muhammad yang diperjalankan di waktu malam memakai istilah ِ ‫“ عَبْدِه‬hamba-
Nya”.   Kenapa Allah lebih memilih memberi label Nabi Muhammad hanya dengan predikat “hamba”
padahal ini merupakan kejadian yang fenomenal? Sebagian mufassir seperti Imam Al-Qusyairi
mengatakan, hanya “hamba” yang memahami posisinya sebagai hamba yang bisa memahami kebesaran
Tuhannya. Sehingga apabila Tuhan melakukan apa pun, walaupun tidak masuk akal di otak hambanya, ia
bisa memahami bahwa bagi Tuhan yang posisinya tidak sama dengan hamba, mampu melakukan hal
yang seolah mustahil di mata hambanya tersebut.   Sebagian ulama menyatakan, peniadaan status Nabi
Muhammad sebagai Nabi yang prestise di sini supaya Nabi Muhammad tidak mempunyai sifat ujub.
Sebagian ulama lain lagi mengungkapkan, hal ini untuk mengagungkan Allah semata dan sebagai bentuk
tawadhu’ Nabi Muhammad.  
Hadirin hafidhakumullah, Perjalanan Nabi pada isra’ mi’raj bukan atas inisiatif dan kemauan beliau, tapi
murni atas kehendak Allah “yang menjalankannya”. Oleh karena itu, masuk akal atau tidak, bagi seorang
hamba harus mengedepankan posisinya sebagai hamba dan mengagungkan ketuhanan Allah yang mampu
melakukan apa saja dan hamba tersebut menomorduakan akalnya yang serba terbatas.   Kalau kita
menengok sejarah, memang orang Arab waktu itu tidak semuanya dengan mudah memahami isra’ mi’raj
Nabi Muhammad dengan landasan logika saja. Mungkin, apabila dilogikakan hari ini, di saat dunia sudah
banyak kecanggihan teknologi, kita akan bisa mendekatkan pikiran ke arah sana. Dahulu, saat isra’ mi’raj
ini berlangsung, masyarakat terlampau jauh untuk menganalogikannya. Bagaimana jarak antara Makkah
sampai Palestina yang panjangnya sekitar 1.500 km itu hanya ditempuh dalam waktu sangat singkat?  
Di dunia modern ini, jarak yang sedemikian jauh, jika ditempuh dengan naik unta atau kuda bisa
berminggu-minggu, kita bisa meringkasnya dengan pesawat yang mungkin hanya membutuhkan waktu
sekitar tiga jam saja. Lebih dekat lagi, bagaimana kalau kita membayangkan teori jalannya cahaya. Pada
hari ini, kita di Indonesia jika akan ke Amerika menggunakan pesawat bisa menghabiskan seharian baru
sampai di sana. Namun bagaimana dengan kecepatan teknologi telepon atau Whatsapp? Pada detik ini
kita mengirim pesan baik gambar, tulisan atau suara, detik itu pula sampai ke sana. Dengan logika apa
pun, mungkin hal seperti ini tidak akan masuk pada logika orang di zaman Nabi Muhammad. Oleh
karena itu, dalam urusan agama walaupun agama itu banyak yang rasional, tapi kita tetap harus
memposisikan otak kita di belakan penghambaan kita kepada Allah.   Perjalanan malam Nabi
Muhammad yang fenomenal itu menghasilkan sebuah perintah shalat lima waktu dengan kisah yang
cukup panjang. Yang perlu kita garisbawahi di sini, shalat adalah sebuah perintah yang melalui
momen sakral, fenomenal. Oleh karena itu kita harus malu jika sampai meninggalkan shalat.   Kita selalu
mengingat dan merayakan sesuatu dalam rangka mengingat momen-momen penting dan fenomenal
dalam hidup kita. Kita lahir, sebuah hal fenomenal dalam hidup kita, kita rayakan itu. Momen menikah
yang fenomenal, kita kenang itu. Lalu Nabi Muhammad pernah mengalami suatu kejadian fenomenal
dari Allah. Dalam kejadian fenomenal tersebut, Allah mewajibkan kita semua untuk menjalankan shalat
‫‪lima waktu.   Dengan demikian, shalat lima waktu bukanlah hal yanga sepele seperti kita beli makanan‬‬
‫‪ringan, kita sarapan pagi, tidak. Tapi sebuah pekerjaan yang ditugaskan oleh Tuhan melalui perjalanan‬‬
‫‪fenomenal untuk menerima tugas tersebut. Pada hari ini, saat kita menjalankan shalat, kita sedang‬‬
‫‪menjalankan perintah Tuhan yang sangat besar nilainya. Itu berarti bahwa shalat bukan hal yang bisa kita‬‬
‫‪kesampingkan.   Mari kita jaga shalat kita. Harapan kita, kelak, saat kita meninggalkan dunia ini, dalam‬‬
‫‪keadaan menetapi iman Islam, tidak meninggalkan shalat. Kita meninggal dunia dalam keadaan husnul‬‬
‫‪khatimah, amin ya Rabbal alamin.  ‬‬
‫حي ْم ُ‪ .‬أع ُوذ ُ‬ ‫ْف َ‬
‫الر ّ ِ‬ ‫الت ّ َو ّابُ َ‬
‫الر ّؤُو ُ‬ ‫كي ِْم‪ِ .‬إ َن ّه ُ ه ُو َ الب َُر ّ َ‬
‫ن الْآي َا ِت و َالِذِّكْر ِ الْح َ ِ‬ ‫ن ال ْعَظِي ِْم‪ ،‬وَجَعَلَن ِ ْي و َِإ َي ّاك ُ ْم بِمَا فِيْه ِ م ِ َ‬
‫ب َارَك َ الله ُ ل ِ ْي وَلَك ُ ْم فِي الْقُر ْآ ِ‬
‫صو ْا‬
‫ات و َتَوَا َ‬ ‫ن آم َن ُوا و َعَم ِل ُوا َ‬
‫الصّ الِ ح َ ِ‬ ‫خسْرٍ (‪ِ )٢‬إ َلّا ال َ ّذ ِي َ‬ ‫ن ال ِْإنْس َانَ ل َفِي ُ‬ ‫جي ْم‪ ،‬بسم الله الرحمن الرحيم‪ ،‬و َال ْعَصْر ِ (‪ِ )١‬إ َ ّ‬ ‫ن َ‬
‫الر ّ ِ‬ ‫شي ْطا ِ‬ ‫ب ِالله ِ م ِ َ‬
‫ن ال َ ّ‬
‫حم ُ الرّا ِحم ِي ْنَ‬
‫ح ْم و َأَ ن ْتَ أَ ْر َ‬
‫َب ا ْغفِر ْ و َا ْر َ‬ ‫صو ْا ب َ‬
‫ِالصّ بْر ِ (‪   )٣‬و َقُلْ ر ِّ‬ ‫ق و َتَوَا َ‬ ‫اَلْحم َْد ُ لله ِ عَلى َ ِإحْ سَانِه ِ و َال ُ ّ‬
‫شك ْر ُ لَه ُ عَلى َ ‪    Khutbah II  ‬ب ِالْح َ ّ ِ‬
‫سو ْلُه ُ ال َد ّاعِ ي إلى َ رِضْ وَانِه ِ‪ .‬الله ُ َ ّم‬ ‫ك لَه ُ و َأَ شْهَد ُ أ َ ّ‬
‫ن سَيِّد َن َا مُحَم ّدًا عَبْدُه ُ وَر َ ُ‬ ‫تَو ْفِيْقِه ِ و َاِمْت ِنَانِه ِ‪ .‬و َأَ شْهَد ُ أَ ْن لا َ اِلَه َ ِإ َ‬
‫لا ّ الله ُ و َالله ُ وَحْدَه ُ لا َ شَر ِي ْ َ‬

‫ن الله َ‬ ‫اس ا َِت ّق ُوا الله َ فِيْم َا أَ م َرَ و َان ْتَهُو ْا ع ََم ّا نَهَ ى و َاع ْل َمُو ْا أَ َ ّ‬ ‫سل ِ ّ ْم تَسْلِيْم ًا كِثيْر ًا ‪  ‬أَ َمّا بَعْد ُ‪ ،‬فَيا َ ا ُ َ ّيهَا َ‬
‫الن ّ ُ‬ ‫صحَابِه ِ و َ َ‬
‫ل عَلَى سَيِّدِن َا مُحَم ّدٍ وِعَلَى ال َِه ِ و َأَ ْ‬ ‫ص ِّ‬‫َ‬
‫ن آم َنُو ْا ص َُل ّو ْا عَلَيْه ِ وَسَل ِّمُو ْا‬ ‫الن ّبِى يآ ا ُ َ ّيهَا ال َ ّذ ِي ْ َ‬
‫ن الله َ وَم َلآئِكَت َه ُ يُص َُل ّوْنَ عَلى َ َ‬ ‫ل تَعاَلَى ِإ َ ّ‬ ‫سه ِ و َقَا َ‬ ‫سه ِ و َثَـن َى بِمَلآ ئِكَتِه ِ بِق ُ ْد ِ‬ ‫أَ م َرَك ُ ْم ب ِأَ مْر ٍ بَد َأَ فِيْه ِ بنِ َ ْف ِ‬
‫ن أَ بِى‬ ‫شدِي ْ َ‬ ‫الر ّا ِ‬‫ن اْلخل َُف َاء ِ َ‬ ‫الل ّه ُ َ ّم ع َ ِ‬
‫ْض َ‬ ‫ك وَم َلآئ ِك َة ِ ال ْمُق ََر ّب ِي ْنَ و َار َ‬
‫ك وَرُسُل ِ َ‬ ‫ل سَيِّدِنا َ مُح َم ّدٍ و َعَلَى اَن ْب ِيآئ ِ َ‬ ‫ل عَلَى سَيِّدِن َا مُح َم ّدٍ‪ ،‬و َعَلَى آ ِ‬ ‫ص ِّ‬ ‫تَسْلِيْم ًا‪ .‬الله ُ َ ّم َ‬
‫حم َ‬
‫ك ي َا أَ ْر َ‬ ‫ْض ع ََن ّا م َعَه ُ ْم ب ِرَحْمَت ِ َ‬ ‫ن اِلَى يَو ْ ِم الد ِّي ْ ِن و َار َ‬ ‫الصّ ح َابَة ِ و ََالت ّاب ِع ِي ْنَ و َت َاب ِع ِي َ‬
‫الت ّاب ِع ِي ْنَ ل َه ُ ْم ب ِا ِحْ سَا ٍ‬ ‫بَكْر ٍ و َع ُم َر وَعُثْم َان و َعَل ِى وَع َنْ بَق َِي ّة ِ َ‬
‫ل الش ِّرْك َ‬ ‫ات ا َلاَحْ يآء ِ م ِنْه ُ ْم وَا ْلاَمْو َ ِ‬
‫ات‪ ،‬الله ُ َ ّم أَ ع َ ِّز ا ِْلإسْ لاَم َ و َال ْمُسْل ِم ِي ْنَ و َأَ ذِ َ ّ‬ ‫ات و َال ْمُسْل ِم ِي ْنَ و َال ْمُسْل ِم َ ِ‬ ‫الر ّا ِحم ِي ْنَ ‪  ‬اَلله ُ َ ّم ا ْغفِر ْ ل ِل ْم ُؤْم ِن ِي ْنَ و َال ْم ُؤْم ِن َ ِ‬
‫َ‬
‫ك ِإلَى‬
‫ل ك َل ِمَات ِ َ‬
‫ك أَ عْد َاء َ الد ِّي ْ ِن و َأَ ع ْ ِ‬
‫ل ا ْلمُسْل ِم ِي ْنَ و َ د َمّ ِْر أَ عْد َائ َ َ‬
‫ن و َاخْذ ُلْ م َنْ خ َذ َ َ‬
‫حّدِينْ ‪ ،‬و َان ْصُرْ م َنْ نَصَر َ الد ِّي ْ َ‬
‫و َال ْم ُشْرِكِي ْنَ و َان ْصُرْ عِبَادَك َ ال ْم ُو َ ِ‬
‫ظه َر َ م ِنْهَا وَم َا بَطَنَ‪ ،‬ع َنْ بلَ َد ِن َا ا ِنْد ُونِيْس َِي ّا خ َآ َ ّ‬
‫صة ً وَع َنْ سَائ ِر ِ‬ ‫ن‪ ،‬م َا َ‬
‫سو ْء َ اْلف ِت َنِ وَا ْلمِح َ ِ‬
‫ل وَ ُ‬ ‫يَوْم َ الد ِّي ْ ِن‪ .‬الله ُ َ ّم ادْف َعْ ع ََن ّا اْلبَلاَء وَاْلو َب َاء و َ‬
‫َالز ّلاَزِ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫الن ّارِ‪ .‬ر َ َب ّنَا ظَل َم ْنَا اَنْفُسَنَا و َِإ ْن ل َ ْم ت َغْفِر ْ ل َنَا‬
‫حسَن َة ً و َق ِنَا ع َذ َابَ َ‬ ‫خرَة ِ َ‬ ‫حسَن َة ً و َفِى ا ْلآ ِ‬ ‫َب اْلع َالم َي ِ ْنَ‪ .‬ر َ َب ّنَا آتِنا َ فِى ال ُد ّن ْيَا َ‬‫ن ا ْلمُسْل ِم ِي ْنَ عآ َمّة ً ي َا ر َ ّ‬ ‫اْلب ُل ْد َا ِ‬
‫ن اْلف َحْ شآء ِ و َال ْم ُن ْكَر ِ وَاْلب َغ ِْي‬ ‫ن و َِإي ْتآء ِ ذِي اْلقُر ْبى َ و َي َنْهَ ى ع َ ِ‬ ‫ل وَا ِْلإحْ سَا ِ‬ ‫ن الله َ ي َأْ م ُرُن َا ب ِاْلع َ ْد ِ‬ ‫ن‪ .‬عِبَاد َالله ِ ! ِإ َ ّ‬ ‫ن اْلخَاسِر ِي ْ َ‬ ‫و َت َرْحَم ْنَا ل َنَكُو ْن َنّ م ِ َ‬
‫‪  ‬يَعِظُك ُ ْم لَع َ ّلك ُ ْم ت َذ َك ّر ُ ْونَ و َا ْذك ُر ُوا الله َ اْلعَظِي ْم َ ي َ ْذكُر ْك ُ ْم و َاشْ ك ُر ُ ْوه ُ عَلى َ ن ِعَمِه ِ ي َزِدْك ُ ْم وَلَذِك ْر ُ الله ِ أَ كْ بَرْ‬

Anda mungkin juga menyukai