Anda di halaman 1dari 16

SYA’BAN AL-MUBAROK

Disusun oleh
Al-Faqiir Rahmata Ar-Rahman
Abu Salma Abdurahman

Sebagian dari rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah Allah memberikan mereka waktu-
waktu yang penuh kebaikan dan keberkahan, dan menjadikan pemberian-Nya itu untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh hamba-hamba-Nya sehingga hamba-Nya yang bermaksiat dapat bertaubat kepada-
Nya, kemudian mendapatkan ampunan dan rahmat dari-Nya.

Saat ini lah kita selaku hamba-Nya sedang menginjak salah satu bulan yang penuh dengan
keberkahan, yaitu bulan Sya’ban. Sya’ban adalah salah satu bulan yang istimewa. Sya’ban adalah bulan
yang keberkahannya masyhur (dikenal) banyak orang, kebaikan-kebaikan di dalamnya berlimpah,
bertaubat di dalamnya termasuk keuntungan yang sangat besar. Sya’ban itu sendiri diambil dari kata

‫تشعب‬ yang artinya adalah bercabang. Maksudnya adalah ‫ب ِم ْنهُ َخ ْي ٌر َكثِْي ٌر‬
َ َّ‫شع‬
َ َ‫ت‬ (bercabangnya

kebaikan yang banyak). Ada pula yang mengartikan sya’ban adalah jalan di atas gunung.1 Maksudnya
adalah banyaknya jalan demi mencapai kebaikan.

Oleh karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh
dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali dilupakan. Padahal tidak semestinya demikian. Rasulullah
SAW bersabda,

ِ ‫ وأ‬،‫ب الْعالَ ِمين‬


‫ب‬
ُّ ‫ُح‬ َ َ ْ َ ِ ‫ال إِلَى َر‬
ُ ‫ َو ُه َو َش ْه ٌر تُ ْرفَ ُع ْاْلَ ْع َم‬.‫ب َو َش ْعبَا َن‬
َ ‫َّاس َع ْنهُ بَ ْي َن َر َج‬
ُ ‫اك َش ْه ٌر يَ ْغ ُف ُل الن‬
َ ‫" َذ‬
"‫صائِ ٌم‬ ِ
َ ‫أَ ْن يُ ْرفَ َع َع َمل ْي َوأَنَا‬
“Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan
bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan
pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.”

Oleh sebab itu, tulisan ini hadir untuk mengulas sebagian yang terjadi di dalam bulan Sya’ban dan
mengingatkan kembali kemuliaan dan keberkahan bulan Sya’ban yang sering dilupakan orang-orang,
khususnya pada zaman ini.

1
Muhammad bin Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki, Madza fii Sya’ban, (Mekkah : Maktabah Muhammad Alwi Al-
Maliki, 2003), halaman 5.

1
PERISTIWA-PERISTIWA YANG TERJADI
DI BULAN SYA’BAN

Banyak peristiwa yang terjadi di bulan Sya’ban sehingga bulan ini merupakan salah satu bulan
yang dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT. Berikut adalah sebagian peristiwa yang terjadi di dalam
bulan Sya’ban.

1. Perubahan arah kiblat


Di dalam bulan yang mulia ini, terdapat peristiwa yang sangat agung, yaitu perubahan
arah kiblat dari Baitul Maqdis berpindah ke arah Ka’bah. Perubahan arah kiblat ini merupakan hal
yang amat dinanti oleh Rasulullah SAW, sehingga beliau SAW setiap harinya sering menengadah
ke langit seraya menunggu wahyu dari Allah SWT. Dan benar, Allah SWT mengabulkan permintaan
beliau SAW. Allah SWT berfirman,

‫ك َشط َْر ال َْم ْس ِج ِد الْ َح َر ِام‬ َ ‫الس َم ِاء فَ لَنُ َولِيَ ن‬


َ ‫َّك قِ ْب لَةً تَ ْرض َها فَ َوِل َو ْج َه‬ َّ ‫ك فِي‬ َ ُّ‫قَ ْد نَرى تَ َقل‬
َ ‫ب َو ْج ِه‬
)411 ‫ اآلية‬: ‫(البقرة‬
Artinya, “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.” (QS.
Al-Baqarah : 144)

Abu Hatim Al-Busthi RA berkata, “Orang-orang muslim shalat menghadap Baitul Maqdis
selama 17 bulan 3 hari. Kemudian Allah memerintahkan untuk menghadap Ka’bah pada hari
Selasa yang saat itu bertepatan pada malam nishfu Sya’ban.”2

2. Penyerahan amal kepada Allah


Di antara keistimewaan bulan Sya’ban adalah di bulan ini diangkat keseluruhan amal
kepada Allah SWT. Sayyiduna Usamah bin Zaid RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW,

! ‫ص ْو ُم ِم ْن َش ْعبَا َن‬ ُّ ‫ص ْو ُم ِم ْن َش ْه ٍر ِم َن‬


ُ َ‫الش ُه ْوِر َما ت‬
ِ
ُ َ‫يَا َر ُس ْو َل الله ! لَ ْم أ ََر َك ت‬
“Wahai Rasulullah ! Aku tak pernah melihat engkau berpuasa di bulan-bulan lain sebagaimana
engkau berpuasa di bulan Sya’ban”.

2
Ibid, 10.

2
Rasulullah SAW pun bersabda,

،‫ب ال َْعالَ ِم ْي َن‬


ِ ‫ال إِلَى َر‬
ُ ‫ َو ُه َو َش ْه ٌر تُ ْرفَ ُع ْاْلَ ْع َم‬.‫ب َو َش ْعبَا َن‬
َ ‫َّاس َع ْنهُ بَ ْي َن َر َج‬
ُ ‫اك َش ْه ٌر يَ ْغ ُف ُل الن‬َ َ‫ذ‬
‫صائِ ٌم‬ ِ ِ ‫وأ‬
َ ‫ب أَ ْن يُ ْرفَ َع َع َمل ْي َوأَنَا‬ُّ ‫ُح‬ َ
“Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab
dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku
menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.”3
Penyerahan amal yang dimaksud dalam hal ini adalah penyerahan seluruh rekapitulasi
amal kita secara penuh. Walaupun, menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, ada beberapa
waktu tertentu yang menjadi waktu penyerahan amal kepada Allah selain bulan Sya’ban, yaitu
setiap siang, malam, setiap pekan. Ada juga beberapa amal yang diserahkan langsung kepada
Allah tanpa menunggu waktu-waktu tersebut, yaitu catatan amal shalat lima waktu.

3. Turunnya ayat tentang perintah bershalawat kepada Rasulullah SAW


Di antara keistimewaan bulan Sya’ban juga adalah turunnya ayat tentang perintah untuk
bershalawat kepada Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman,

‫صلُّ ْوا َعلَْي ِه َو َسلِ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما (اْلحباب‬ ِ


َ ‫صلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِي ي آيُّ َها الَّذيْ َن ا َمنُ ْوا‬
ِ
َ ُ‫إِ َّن اللهَ َوَمآلئ َكتَهُ ي‬
)65 ‫ اآلية‬:
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang
yang beriman shalawatlah kalian kepada Nabi dan berilah salam.” (QS. Al-Ahzab : 56)

Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqolani menyebutkan pendapat dari Abu Dzar Al-Harowi bahwa
perintah tentang shalawat kepada Nabi SAW tersebut turun pada tahun kedua Hijriah.4

3
Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, 2001), jilid 36,
halaman 85. Hadits nomor 21753.
4
Muhammad bin Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki, Op. Cit., halaman 26

3
KEUTAMAAN YANG TERDAPAT PADA
BULAN SYA’BAN
Di dalam bulan Sya’ban terdapat satu malam yang agung nan penuh keberkahan, yaitu malam
nishfu Sya’ban. Dikatakan nishfu sebab ia berada pada pertengahan bulan Sya’ban. Pada malam tersebut
Allah SWT memberikan curahan pengampunan dan rahmat-Nya. Barang siapa yang meminta ampunan
Allah SWT pada malam tersebut, maka Allah akan mengampuninya. Barang siapa yang meminta kasih
sayang Allah SWT pada malam tersebut, maka Allah akan mengasihinya. Barang siapa yang berdo’a
kepada-Nya, maka Allah akan mengabulkan do’anya.
Banyak hadits yang menceritakan tentang kemuliaan malam nishfu Sya’ban. Di antaranya adalah:

1) Malam dikabulkannya do’a.

Imam Syafi’i RA berkata,

‫ض َحى َولَْي لَ ِة ال ِْفطْ ِر َوأ ََّو ُل لَْي لَ ٍة ِم ْن‬


ْ َ‫ فِي لَْي لَ ِة الْ ُج ُم َع ِة َولَْي لَ ِة ْاْل‬: ‫ال‬
ٍ َ‫س لَي‬ِ ‫اب فِي َخ ْم‬ ُ ‫اء يُ ْستَ َج‬
َ ‫الد َع‬ُّ ‫إِ َّن‬
.‫ف ِم َن َش ْعبَا َن‬ ْ ِ‫ب َولَْي لَ ِة الن‬
ِ‫ص‬
َ ‫َر َج‬
“Sesungguhnya do’a itu dikabulkan pada 5 malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha,
malam hari raya Idul Fitri, malam pertama pada bulan Rajab, dan malam nishfu Sya’ban.” 5

2) Malam pengampunan Allah SWT.

Sayyiduna Mu’adz bin Jabal RA meriwayatkan sebuah hadits Rasulullah SAW. Beliau SAW
bersabda,
ِ‫ش‬ َ ‫ف ِم ْن َش ْعبَا َن فَ يَ غْ ِف ُر لِ َج ِم ْي ِع َخل ِْق ِه إََِّّ لِ ُم ْش ِر ٍك أ َْو ُم‬ ِ
‫اح ٍن‬ ِ‫ص‬ْ ِ‫يَطَّل ُع اللهُ إِلَى َج ِم ْي ِع َخل ِْق ِه لَْي لَةَ الن‬
Artinya : “Allah SWT mengawasi seluruh makhluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban. Maka Dia
mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan-Nya dan orang yang di dalamnya
terdapat kedengkian terhadap saudaranya.”6

Ada pula hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Sayyidatuna Aisyah RA.
Rasulullah SAW bersabda,

5
Abdullah bin Muhammad Al-Ghammari, Husnu Al-Bayan fii Lailati An-Nishfi min Sya’ban, (Beirut :
‘Alamu Al-Kutub, 1985), halaman 10
6
Abul Qasim Sulaiman At-Thabrani, Al-Mu’jamu Al-Kabiir, (Kairo : Maktabah Ibnu Taimiyah, t.t), jilid 20,
halaman 108. Hadits nomor 215

4
‫ َولِل ِه فِ ْي َها عُتَ َقاءُ ِم َن النَّا ِر بِ َع َد ِد ُشعُ ْوِر‬،‫ف ِم ْن َش ْعبَا َن‬ ِ‫ص‬ ِ
ْ ِ‫ ه ِذه لَْي لَةُ الن‬: ‫ال‬ َّ ‫أَتَانِ ْي ِج ْب ِريْ ُل َعلَْي ِه‬
َ ‫الس ََل ُم فَ َق‬
‫اط ِع َرِح ٍم َوََّ إِلَى ُم ْسبِ ٍل َوََّ إِلَى‬ ِ َ‫اح ٍن وََّ إِلَى ق‬
َ ‫ش‬
ِ َ ‫ْب وََّ ي ْنظُر الله فِي ها إِلَى م ْش ِر ٍك وََّ إِلَى م‬
ُ َ ُ َ ْ ُ ُ َ َ ٍ ‫غَنَ ِم َكل‬
‫اق لَِوالِ َديْ ِه َوََّ إِلَى ُم ْد ِم ِن َخ ْم ٍر‬
ٍ ‫َع‬
Artinya : “Jibril AS datang kepadaku dan berkata bahwa malam ini adalah malam nishfu Sya’ban. Allah
SWT membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka sebanyak bilangan bulu domba Bani Kalb. Dan
Allah SWT tak memandang (dengan rahmat-Nya) kepada orang yang musyrik, musyahin (orang yang
berdengki), pemutus tali silaturahim, orang yang sombong, orang yang durhaka kepada kedua orang
tuanya, dan pecandu khamr.”7

Dari hadits di atas, maka di dalam malam nishfu Sya’ban terdapat curahan rahmat dan ampunan
dari Allah SWT. Namun, ada beberapa orang yang tidak mendapatkan keuntungan pada malam tersebut.
Siapakah mereka ? Mereka adalah :

1) Musyrik.

Mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah SWT. Termasuk bagian dari
mereka adalah oranng-orang kafir.

2) Musyahin.

Musyahin adalah orang yang di dalam hatinya terdapat kebencian kepada saudaranya
yang muslim karena hawa nafsunya.8 Kebencian ini yang bersarang di dalam hatinya yang
membuat orang tersebut terhalang ampunan dan rahmat-Nya. Bahkan, bukan hanya pada malam
nishfu Sya’ban, setiap hari Senin dan Kamis pun ia terhalang ampunan dan rahmat-Nya. Rasulullah
SAW bersabda,
ِ ِ‫س فَ ي غْ َفر لِ ُك ِل َعب ٍد ََّ ي ْش ِر ُك ب‬
‫الله َش ْي ئًا إََِّّ َر ُج ًَل‬ ِ ِْ ‫ْجن َِّة يَ ْوَم‬
ُ ْ ُ ُ ِ ‫اْلثْ نَ ْي ِن َوالْ َخم ْي‬ َ ‫اب ال‬ ُ ‫تُ ْفتَ ُح أَبْ َو‬
..... ُ‫ت بَ ْي نَهُ َوبَ ْي َن أَ ِخ ْي ِه َش ْحنَاء‬
ْ َ‫َكان‬
Artinya, “Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis, maka setiap hamba yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun akan diampuni kecuali seseorang antara dirinya dan
saudaranya terdapat kebencian.”9

7
Ahmad bin Husein Al-Baihaqi, Al-Jami’ Li Syu’bi Al-Iman, (Mekkah : Maktabah Ar-Rusyd, 2003), jilid 5,
halaman 363. Bani Kalb dalam hadits di atas adalah satu kabilah Arab yang memiliki banyak domba dibanding kabilah
lainnya.
8
Abdullah bin Muhammad Al-Ghammari, Op. Cit., halaman 24
9
Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahiih Muslim, (Beirut : Daar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah, 2011),
jilid 4, halaman 171. Hadits nomor 2565.

5
3) Pemutus tali silaturahim.

Memutuskan tali silaturahim termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah SAW bersabda,
ِ َ‫ََّ ي ْد ُخل الْجنَّةَ ق‬
‫اط ٌع‬ َ ُ َ
Artinya : “Tidak akan masuk surga bagi orang yang memutuskan tali silaturahim”.10

Maksud dari hadits di atas adalah pemutus tali silaturahim tidak akan masuk surga
sebelum diazab oleh Allah SWT, sebab hal tersebut adalah termasuk dosa besar dan dilaknat
Allah. Allah SWT berfirman,
ِ َّ َ ِ‫ض وتُ َق ِطعوا أَرحام ُكم ﴿﴾ أُولَئ‬ ِ ِ
‫ين لَ َعنَ ُه ُم‬
َ ‫ك الذ‬ ْ َ َ ْ ُ َ ِ ‫س ْي تُ ْم إِ ْن تَ َولَّْي تُ ْم أَ ْن تُ ْفس ُدوا في ْاْل َْر‬
َ ‫فَ َه ْل َع‬
)22-22 ‫ اآلية‬: ‫ارُه ْم (محمد‬َ‫ص‬ َ ْ‫َص َّم ُه ْم َوأَ ْع َمى أَب‬ َ ‫اللَّهُ فَأ‬
Artinya : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan
ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”. (QS Muhammad: 22-23)
Bahkan, orang yang memutuskan tali silaturahmi amalnya tidak diterima oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda,

ٍ ‫ض ُك َّل َخ ِم ْي‬
‫س‬ َ ‫ال بَنِ ْي‬
َ ‫ إِ َّن أَ ْع َم‬: ‫ال‬ ِ ‫ت رسو َل‬ ِ َ َ‫َع ْن أَبِي ُه َريْ َرَة ق‬
ُ ‫آد َم تُ ْع َر‬ َ َ‫الله ﷺ ق‬ ْ ُ َ ُ ‫ َسم ْع‬: ‫ال‬
.‫اط ِع َرِح ٍم‬
ِ َ‫ فَ ََل ي ْقبل َعمل ق‬،‫لَي لَةَ الْجمع ِة‬
ُ َ َُ ُ َُ ُ ْ
Artinya : “Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya amal-amal manusia diserahkan setiap hari Kamis malam Jum’at. Maka tidak
diterima Allah amal orang yang memutuskan tali silaturahim.” 11

4) Musbil.

Musbil adalah orang yang memanjangkan bajunya sampai bawah karena sombong.
Maksudnya adalah bukan tentang memanjangkan bajunya, akan tetapi kesombongan yang ia
lakukan. Rasulullah SAW bersabda,
ِ ‫ال رسو ُل‬ ِ ِ ِ
‫ َم ْن َج َّر ثَ ْوبَهُ ُخيَ ََل َء لَ ْم‬: ‫الله ﷺ‬ ْ ُ َ َ َ‫ ق‬: ‫َع ْن َع ْبد الله بْ ِن عُ َم َر َرض َي اللهُ َع ْنهُ يَ ُق ْو ُل‬
.‫يَ ْنظُ ِر اللهُ إِلَْي ِه يَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة‬

10
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahiih Al-Bukhari, (Beirut : Daar Ibnu Katsir, 2002), halaman 1503.
Hadits nomor 5984.
11
Ahmad bin Hanbal, Op. Cit., jilid 16, halaman 191. Hadits nomor 10272.

6
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar RA, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barang
siapa yang memanjangkan bajunya sampai bawah karena sombong, maka Allah tidak akan
memandangnya (dengan pandangan ampunan dan rahmat) pada hari kiamat nanti.” 12

Sifat sombong akan menghalangi pemiliknya dari ampunan dan rahmat Allah, sebab ia
mencuri sifat kesombongan, yang mana sifat tersebut hanya dimiliki oleh Allah SWT.

5) Anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Durhaka kepada kedua orang tua merupakan asal dari segala musibah. Tidak ada satu
dosa yang Allah SWT percepat hukumannya di dunia selain kebangkangan dan kedurhakaan
seseorang terhadap kedua orang tuanya.13 Dia akan merasakan kesulitan dan kegelisahan
dimanapun ia berada. Bahkan di akhirat nanti, ia termasuk dari golongan yang diharamkan masuk
surga oleh Allah SWT sebab dosa besar yang ia perbuat itu. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
SAW,

‫ث الَّ ِذ ْي يُِق ُّر فِي‬ ُّ ‫ ُم ْد ِم ُن الْ َخ ْم ِر َوال َْع‬: َ‫ار َك َوتَ َعالَى َعلَْي ِه ُم الْ َجنَّة‬
ُ ‫اق َوال َّديُ ْو‬ َ َ‫ثَََلثَةٌ َح َّرَم اللهُ تَ ب‬
‫ث‬َ ‫أ َْهلِ ِه الْ ُخ ْب‬
Artinya : “Dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Ada 3 golongan orang
yang Allah haramkan surga bagi mereka, yaitu orang yang terus menerus mabuk, orang yang
durhaka kepada kedua orang tua, dan laki-laki yang membiarkan tindak kekejian terjadi di tengah
keluarganya.” 14

6) Pecandu minuman keras.

Minuman keras (khamr) adalah pangkal keburukan dan salah satu bagian dari asal
musibah yang menimpa peminumnya. Khamr dapat menghilangkan akal dan agama. Oleh sebab
itu, Rasulullah SAW memperumpamakan peminum khamr dengan penyembah berhala.
Rasulullah SAW bersabda,

‫ات َو ُه َو ُم ْد ِم ُن الْ َخ ْم ِر لَِق َي اللهُ َو ُه َو‬ ِ ‫ال رسو ُل‬


َ ‫ َم ْن َم‬: ‫الله ﷺ‬ َ َ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّاس أَنَّهُ ق‬
ْ ُ َ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬
.‫َك َعابِ ِد َوثَ ٍن‬

12
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Op. Cit., halaman 1465. Hadits nomor 5791.
13
Abdullah bin Muhammad Al-Ghammari, Op. Cit., halaman 27.
14
Ahmad bin Hanbal, Op. Cit., jilid 9, halaman 272. Hadits nomor 5372.

7
Artinya : “Dari Ibnu ‘Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang mati dalam
keadaan candu minuman keras, maka Allah akan melemparkannya (ke dalam api neraka) seperti
penyembah berhala.” 15

15
Ahmad bin Abdullah Al-Ashfihani, Hilyatu Al-Awliya wa Thobaqotu Al-Ashfiya, (Beirut : Daar Al-Fikr,
1996), jilid 9, halaman 253.

8
APA HUKUM MERAYAKAN MALAM
NISHFU SYA’BAN DI MASJID-MASJID ?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Hukum merayakan malam nishfu Sya’ban terbagi menjadi
2, yaitu :

1. Sunnah.

Sunnah menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan cara berkumpul di


masjid/mushallah. Di antara ulama yang berpendapat sunnah adalah Imam Khalid bin Ma’dan dan
Imam Luqman bin ‘Amir. Mereka menyambut malam tersebut dengan mengenakan pakaian yang
paling bagus, menyalakan bukhur, memakai celak mata, dan menghidupkan malam tersebut
dengan qiyamullail di masjid. Pendapat mereka ini diikuti oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Beliau
berkata bahwa berkumpul di masjid pada malam tersebut bukanlah bid’ah.

2. Makruh.

Pendapat kedua ini mengatakan makruh hukumnya berkumpul di masjid/mushallah


untuk membaca dzikir, do’a, dan amalan lainnya pada malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Auza’i.16

CATATAN PENTING !

Kami (Ahlussunnah Wal Jama’ah) tidak mengingkari bahwa perkumpulan yang semacam itu
merupakan hal yang bid’ah. Itu adalah hak seseorang jika memang berpendapat bahwa itu adalah bid’ah,
selama ia masih berusaha menjalin hubungannya kepada Allah. Akan tetapi yang menjadi musibah
terbesar pada zaman ini bagi mereka yang membid’ahkannya adalah mereka hanya menampakkan hukum
bid’ahnya saja dengan dalil-dalil mereka, seolah dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat para Ulama.
Mereka yang mengingkari perayaan malam tersebut mengklaim bahwa diri mereka paling benar dan
selain mereka adalah sesat dan berdusta. Padahal, tanpa mereka sadari bahwa ucapan mereka itu lah
yang pada hakikatnya adalah penipuan dan kedustaan yang nyata.

Memang hal tersebut adalah bid’ah, namun tidak setiap bid’ah itu dilarang. Al-Imam Hujjatu Al-
Islam Abu Hamid Al-Ghazali berkata,

16
Abdullah bin Muhammad Al-Ghammari, Op.Cit., halaman 10.

9
‫ بَ ِل‬،‫الش ْر ِع َم َع بَ َق ِاء ِعلَّتِ ِه‬
َّ ‫اد ُسنَّةً ثَابِتَةً َوتَ ْرفَ ُع أ َْم ًرا ِم َن‬
ُّ ‫ض‬َ ُ‫ بَ ِل ال َْم ْن ِه ُّي بِ ْد َعةٌ ت‬،‫ع َم ْن ِهيًّا‬
َ ‫س ُك ُّل َما أَبْ َد‬
َ ‫لَْي‬
.‫اب‬
ُ َ‫َسب‬ ْ ‫ت ْاْل‬ ِ ‫َحو ِال إِذَا تَ غَيَّ ر‬
َ َ ْ ‫ض ْاْل‬ ِ ‫ب فِي بَ ْع‬ ِ
ُ ‫اْلبْ َداعُ قَ ْد يَج‬ِْ
“Tidak semua bid’ah itu dilarang, akan tetapi bid’ah yang dilarang adalah bid’ah yang bertentangan
dengan sunnah dan menghilangkan perintah syari’at sementara ‘illat (alasan keharusan melakukannya)
masih mengharuskan menjalankannya. Bahkan, bid’ah bisa menjadi wajib ketika kondisi dan
penyebabnya berubah. ” 17

Dari pernyataan Imam Ghazali di atas, Imam ‘Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam membagi
bid’ah dan berkata :

ِ ‫ بِ ْد َع ٍة و‬:‫ و ِهي م ْن َق ِسمةٌ إلَى‬.‫ول اللَّ ِه ﷺ‬


،‫ َوبِ ْد َع ٍة ُم َح َّرَم ٍة‬،‫اجبَ ٍة‬ ِ ‫ص ِر ر ُس‬ ِ ِ ِ
َ َ ُ َ َ َ ْ ‫الْب ْد َعةُ ف ْع ُل َما لَ ْم يُ ْع َه ْد في َع‬
ِ ‫ك أَ ْن تُعرض الْبِ ْدعةُ علَى قَ و‬
‫اع ِد‬ َ ِ‫يق فِي َم ْع ِرفَ ِة ذَل‬
َ َ َ َ َْ ُ ‫ َوالطَّ ِر‬،‫اح ٍة‬ ٍ ٍ َ ‫ وبِ ْد َع ٍة م ْكر‬،‫وبِ ْد َع ٍة م ْن ُدوب ٍة‬
َ َ‫ َوبِ ْد َعة ُمب‬،‫وهة‬ ُ َ َ َ َ َ
،ٌ‫َّح ِر ِيم فَ ِه َي ُم َح َّرَمة‬ ِِ ِ ْ َ‫ وإِ ْن َد َخل‬،ٌ‫اجبة‬ ِ ِ ‫يج‬ ِْ ‫اع ِد‬ِ ‫ت فِي قَ و‬ ْ َ‫ فَِإ ْن َد َخل‬:‫الش ِر َيع ِة‬
ْ ‫ت في قَ َواعد الت‬ َ َ ‫اب فَ ِه َي َو‬ َ ‫اْل‬ َ َّ
ِ ِ ِ ‫ت فِي قَ و‬
َ ‫ت فِي قَ َواع ِد ال َْم ْك ُروه فَ ِه َي َم ْك ُر‬
‫ َوإِ ْن‬،ٌ‫وهة‬ ِ ‫اع ِد ال َْم ْن ُد‬
ْ َ‫ َوإِ ْن َد َخل‬،ٌ‫وب فَ ِه َي َم ْن ُدوبَة‬ َ ْ َ‫َوإِ ْن َد َخل‬
ِ ‫ت فِي قَ و‬
ِ َ‫اع ِد ال ُْمب‬
َ َ‫اح فَ ِه َي ُمب‬
.ٌ‫احة‬ َ ْ َ‫َد َخل‬

“Bid’ah adalah suatu perbuatan yang tidak dijumpai di masa Rasulullah SAW. Bid‘ah itu sendiri terbagi
atas bid‘ah wajib, bid‘ah haram, bid‘ah sunah, bid‘ah makruh, dan bid‘ah mubah. Metode untuk
mengklasifikasikannya adalah dengan cara menghadapkan perbuatan bid‘ah yang akan diidentifikasi
pada kaidah hukum syariah. Jika masuk dalam kaidah yang menuntut kewajiban, maka bid‘ah itu masuk
kategori bid‘ah wajib. Jika masuk dalam kaidah yang menuntut keharaman, maka bid‘ah itu masuk
kategori bid‘ah haram. Jika masuk dalam kaidah yang menuntut kesunahan, maka bid‘ah itu masuk
kategori bid‘ah sunah. Jika masuk dalam kaidah yang menuntut kemakruhan, maka bid‘ah itu masuk
kategori bid‘ah makruh. Jika masuk dalam kaidah yang menuntut kebolehan, maka bid‘ah itu masuk
kategori bid‘ah mubah,” 18

17
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumu Ad-Diin, (Beirut : Daar Ibn Hazm, 2005), halaman
434 (Bab Adab Saat Makan).
18
Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam As-Salami, Qawaidu Al-Ahkam fii Mashalihi Al-Anam, (Beirut :
Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2010), cetakan kedua, jilid 2, halaman 133-134.

10
Dari pernyataan di atas, bid’ah terbagi menjadi 5, yaitu :

1) Bid’ah Wajib. Contohnya adalah mempelajari ilmu nahwu (gramatika Arab) sebagai perangkat
untuk memahami Al-Quran dan Hadits, mendokumentasikan kata-kata asing dalam Al-Quran
dan Hadits, pembukuan Al-Quran dan Hadits, penulisan ilmu Ushul Fiqh.
2) Bid’ah Sunnah. Contohnya adalah sembahyang tarawih berjamaah, membangun jembatan,
membangun pesantren.
3) Bid’ah Mubah. Contohnya adalah jabat tangan usai sembahyang subuh dan ashar,
mengupayakan sandang, pangan, dan papan yang layak dan bagus.
4) Bid’ah Haram. Contohnya adalah hadirnya madzhab Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, atau
Mujassimah.
5) Bid’ah Makruh. Contohnya adalah menghias mushaf dengan emas.

Maka barang siapa yang berpegang pada pendapat kesunnahan menghidupkan malam nishfu
Sya’ban secara berjama’ah di masjid berarti ia meyakini bahwa hal itu bukanlah bid’ah yang tercela,
bahkan termasuk bid’ah yang baik. Sebab zikir dan berdo’a keduanya disyari’atkan agama baik sendirian
maupun berjama’ah, baik di dalam masjid maupun di luar masjid. Dan barang siapa yang berpegang pada
pendapat kemakruhannya berarti ia meyakini bahwa hal itu adalah bid’ah yang tercela, sebab
kemakruhan menentukan suatu ibadah pada waktu tertentu yang tidak disyari’atkan agama.

Kesimpulannya adalah menghidupkan malam nishfu Sya’ban itu disunnahkan karena


beberapa hadits yang menunjukkan kesunnahan tersebut. Adapun cara menghidupkannya bisa dengan
shalat tahajjud, shalat tasbih, zikir dan do’a berjama’ah atau sendirian, shalawat kepada Rasulullah
SAW secara berjama’ah atau sendirian, membuka majelis ilmu tentang tafsir, hadits, fiqih, tauhid, atau
tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, menghadiri majelis tersebut, dan lain sebagainya.

11
KISAH-KISAH MOTIVASI
DI BULAN SYA’BAN

1. 300 pintu rahmat dibuka pada malam nishfu Sya’ban.

Suatu waktu Jibril AS datang kepada Rasulullah SAW pada malam nishfu Sya’ban. Jibril AS
berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad ! Angkat kepalamu menghadap langit !”.
Rasulullah SAW bersabda, “Malam apa ini wahai Jibril ?”. Jibril AS menjawab, “Malam ini adalah
malam dibukakannya 300 pintu rahmat, malam pengampunan bagi seluruh makhluk kecuali orang
yang menyekutukan Allah, penyihir, dukun, pecandu khamr, orang yang terus menerus melakukan
praktik riba dan zina. Mereka semua tidak diampuni sampai mereka bertaubat.”
Kemudian pada seperempat malam tersebut, Jibril AS datang lagi kepada Rasulullah SAW.
Jibril AS berkata, “Wahai Muhammad ! Angkat kepalamu menghadap langit !”. Kemudian Rasulullah
SAW mengangkat kepala beliau yang mulia. Tiba-tiba pintu Surga terbuka. Pada pintu pertama Surga,
ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung bagi orang yang ruku’ di malam ini.”
Pada pintu kedua Surga, ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung orang yang sujud di malam
ini.”
Pada pintu ketiga Surga, ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung orang yang berdo’a di
malam ini.”
Pada pintu keempat Surga, ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung orang yang berzikir di
malam ini.”
Pada pintu kelima Surga, ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung orang yang menangis
karena takut kepada Allah di malam ini.”
Pada pintu keenam Surga, ada satu Malaikat berkata, “Sungguh beruntung orang-orang muslim di
malam ini.”
Pada pintu ketujuh Surga, ada satu Malaikat berkata, “Adakah orang yang meminta, maka akan
diberikan permintaannya.”
Pada pintu kedua Surga, ada satu Malaikat berkata, “Adakah orang yang memohon ampunan, maka
akan diampuni dosanya.”

12
Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril AS, “Wahai Jibril ! Sampai kapan pintu
ini terbuka ?”. Jibril menjawab, “Sampai terbitnya fajar.”19

2. Nabi Isa AS ingin menjadi ummat Rasulullah SAW karena malam nishfu Sya’ban.

Suatu hari Nabi Isa AS melewati sebuah gunung. Beliau melihat batu besar yang keras
berwarna putih. Kemudian Nabi Isa AS mengelilingi batu tersebut dan terheran dengan batu itu. Lalu
Allah SWT mewahyukan Nabi Isa AS, “Apakah engkau mau Aku jelaskan apa yang membuatmu
heran?”. Nabi Isa AS pun menjawab “Ya”.
Tiba-tiba batu itu terbelah dan di dalamnya terlihat seorang laki-laki yang di tangannya
ada sebuah tongkat dan di sebelahnya terdapat pohon kurma. Laki-laki itu berkata, “Ini (pohon
kurma) adalah rezekiku setiap hari.”
Nabi Isa AS pun bertanya kepadanya, “Berapa lama kamu beribadah di dalam batu ini ?”.
Laki-laki itu berkata, “Sudah 400 tahun lamanya.” Nabi Isa AS pun berkata, “Ya Robb, adakah makhluk
yang Engkau ciptakan makhluk yang lebih mulia darinya ?”. Allah SWT berfirman kepada Nabi Isa AS,
“Ummat Muhammad yang shalat 2 roka’at pada malam nishfu Sya’ban itu lebih utama dari ibadah
laki-laki itu selama 400 tahun”. Kemudian Nabi Isa AS berkata, “Alangkah beruntungnya aku jika
menjadi ummat Muhammad.”20

3. Peringanan Azab di Bulan Sya’ban

Imam Muhammad bin Abdullah Az-Zahidi pernah berkisah, “Suatu hari temanku Abu
Hafsh Al-Kabiir wafat. Aku mengurus jenazahnya dan menyalatinya. Kemudian esok hari dan
seterusnya aku tak pernah menziarahinya sampai 8 bulan. Setelah 8 bulan, aku bermaksud untuk
menziarahi kuburnya, dan aku tertidur pada malam harinya. Lalu aku bermimpi melihat dia berubah
wajahnya menjadi kuning pucat. Kemudian aku memberinya salam. Akan tetapi ia tak menjawab
salamku. Aku bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tak menjawab salamku ?”. Dia pun menjawab,
“Menjawab salam adalah ibadah, sedangkan kami sudah tidak bisa lagi untuk beribadah.”
Kemudian aku tanya lagi, “Mengapa wajahmu berubah menjadi kuning pucat ?”. Ia pun
menjawab, “Tatkala engkau letakkan aku di dalam kubur, tiba-tiba datang satu Malaikat berada di
atas kepalaku. Malaikat itu memanggil, “Wahai orang tua yang tercela !”. Kemudian ia memukulku
dan menyalakan api pada jasadku. Tiba-tiba tanah kubur berbicara kepadaku, “Tidakkah engkau malu
kepada Tuhanku ?”. Kemudian tanah tersebut menghimpit aku hingga tulang-tulangku berhamburan.
Azab tersebut berlangsung sampai pada suatu malam dimana malam tersebut terlihat hilal bulan
Sya’ban. Tiba-tiba ada seruan, “Wahai Malaikat ! Angkat azabnya ! Sesungguhnya ia telah
menghidupkan satu malam dari bulan Sya’ban dan berpuasa di siang hari pada 1 hari di bulan

19
Abdul Qodir Al-Jailani, Al-Ghunyah li Tholibii Thoriiqi Al-Haqqi ‘Azza wa Jalla, (Beirut : Daar Al-Kutub
Al-‘Ilmiyyah, 1997), jilid 1, halaman 347.
20
Abdurrahman bin Abdussalam As-Shofuri, Nuzhatu Al-Majalis wa Muntakhibu An-Nafais, (Kairo : Al-
Maktab Ats-Tsaqofi, 2014), halaman 170.

13
Sya’ban. Maka Allah mengangkat azabku sebab qiyamullail dan puasaku di bulan Sya’ban. Kemudian
Allah memberikan kabar gembira kepadaku dengan surga.” 21

21
Usman bin Hasan Al-Khaubawi, Durrotu An-Nashihiin, (Kairo : Daar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyyah, t.t),
halaman 219.

14
‫‪DO’A MALAM NISHFU SYA’BAN‬‬

‫ص ْحبِ ِه‬ ‫الرِحي ِم‪ .‬وصلَّى اللهُ َعلَى سيِ ِدنَا م ح َّم ٍد و َعلَى آلِ ِ‬ ‫بِس ِم ِ‬
‫و‬
‫َ َ‬ ‫ه‬ ‫َ َُ َ‬ ‫الر ْحم ِن َّ ْ َ َ‬
‫الله َّ‬ ‫ْ‬
‫الج ََل ِل َوا ِْل ْك َر ِام يَا َذا الطَّْو ِل‬ ‫َو َسلَّ َم‪ .‬الل ُه َّم يَا َذا ال َم ِن َوََّ يَُم ُّن َعلَْي َ‬
‫ك يَا َذا َ‬
‫الم ْستَ ِج ْي ِريْ َن َوَمأ َْم َن ال َخائِِف ْي َن‪.‬‬ ‫ت ظَ ْهر َّ ِ‬
‫الَلج ْي َن َو َج َار ُ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫َوا ِْلنْ َعام ََّ إلَهَ إ ََّّ أَنْ َ َ‬
‫ب َش ِ‬ ‫ت َكتَ ب تَنِي ِع ْن َد َك فِي أُِم ِ‬
‫وما أ َْو ُم ْقتَ ًّرا َعلَ َّي‬ ‫ر‬‫ح‬‫ْ‬
‫ْ َ ًُ‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫َ‬
‫أ‬ ‫ا‬ ‫ي‬
‫ًّ‬ ‫ق‬ ‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ت‬
‫َ‬ ‫الك‬ ‫اللَ ُه َّم إِ ْن ُك ْن َ ْ‬
‫اب َش َق َاوتِي َو ِح ْرَمانِي َواقْتِتَ َار ِرْزقِي‪،‬‬ ‫الكتَ ِ‬ ‫فِي ال ِر ْز ِق‪ ،‬فَامح اللَّه َّم فِي أُِم ِ‬
‫ُْ ُ‬
‫ك ال َح ُّق فِي‬ ‫ْت َوقَ ْولُ َ‬
‫ك قُل َ‬ ‫ات فَِإنَّ َ‬‫وا ْكتُ ْبنِي ِع ْن َد َك س ِع ْي ًدا مرُزوقًا موفَّ ًقا لِ ْل َخ ْي ر ِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ْ ْ َُ‬ ‫َ‬
‫ك المرس ِل "يمحو الله ما ي َشاء وي ثْبِ ُ ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫كِتَابِ‬
‫ت َوع ْن َدهُ‬ ‫الم ْن َبِل َعلَى ل َسان نَبِيِ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ َ َ ُ َ ُ‬ ‫ُ‬ ‫ك‬
‫َ‬
‫الكتَاب"‪.‬‬ ‫أ ُُّم ِ‬

‫ف ِم ْن َش ْعبَا َن ال ُْم َك َّرِم‪ ،‬الَّتِ ْي يُ ْف َر ُق فِ ْي َها‬ ‫صِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫َّجلي ْاْلَ ْعظَِم في لَْي لَة النِ ْ‬
‫إِل ِهي بالت ِ‬
‫ْ َ‬
‫ف َعنَّا ِم َن الْبَ ََل ِء َما نَ ْعلَ ُم َوَما ََّ‬ ‫ك أَ ْن تَ ْك ِش َ‬ ‫َسأَلُ َ‬ ‫ِ‬
‫ُك ُّل أ َْم ٍر َحك ْي ٍم َويُ ْب َرُم‪ ،‬أ ْ‬
‫صلَّى اللهُ َعلَى َسيِ ِدنَا‬ ‫و‬
‫َُ َ َ‬ ‫‪.‬‬ ‫م‬‫ر‬ ‫ك‬‫ْ‬ ‫َ‬
‫اْل‬
‫ْ‬ ‫ب‬‫ُّ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫اْل‬
‫ْ‬ ‫ت‬‫َ‬ ‫ن‬
‫ْ‬ ‫َ‬
‫أ‬ ‫ك‬‫َ‬ ‫َّ‬
‫ن‬ ‫ِ‬
‫إ‬ ‫‪،‬‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫ع‬
‫ْ‬ ‫َ‬
‫أ‬ ‫ت بِ ِ‬
‫ه‬ ‫نَ ْعلَ ُم‪َ ،‬وَما أَنْ َ‬
‫ص ْحبِ ِه َو َسلَّ َم‪.‬‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫ُم َح َّمد َو َعلَى اله َو َ‬

‫‪15‬‬
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Hanbal. 2001. Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Beirut : Muassasah Ar-Risalah.
Al-Ashfihani, Ahmad bin Abdullah. 1996. Hilyatu Al-Awliya wa Thobaqotu Al-Ashfiya. Beirut : Daar
Al-Fikr.
Al-Baihaqi, Ahmad bin Husein. 2003. Al-Jami’ Li Syu’bi Al-Iman. Mekkah : Maktabah Ar-Rusyd.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. 2002. Shahiih Al-Bukhari. Beirut : Daar Ibnu Katsir.
Al-Ghammari, Abdullah bin Muhammad. 1985. Husnu Al-Bayan fii Lailati An-Nishfi min Sya’ban.
Beirut : ‘Alamu Al-Kutub.
Al-Ghazali, Muhammad bin Muhammad. 2005. Ihya ‘Ulumu Ad-Diin. Beirut : Daar Ibn Hazm.
Al-Jailani, Abdul Qodir. 1997. Al-Ghunyah li Tholibii Thoriiqi Al-Haqqi ‘Azza wa Jalla. Beirut : Daar
Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
Al-Khaubawi, Usman bin Hasan. T.t. Durrotu An-Nashihiin. Kairo : Daar Ihya Al-Kutub Al-‘Arabiyyah.
Al-Maliki, Muhammad bin Alwi bin ‘Abbas. 2003. Madza fii Sya’ban. Mekkah : Maktabah Muhammad
Alwi Al-Maliki.
Al-Qusyairi An-Naisaburi, Muslim bin Hajjaj. 2011. Shahiih Muslim. Beirut : Daar Al-Kutub Al-
’Ilmiyyah.
As-Salami, Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam. 2010. Qawaidu Al-Ahkam fii Mashalihi Al-Anam.
Beirut : Daar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
As-Shofuri, Abdurrahman bin Abdussalam.2014. Nuzhatu Al-Majalis wa Muntakhibu An-Nafais.
Kairo : Al-Maktab Ats-Tsaqofi.
At-Thabrani, Abul Qasim Sulaiman. T.t. Al-Mu’jamu Al-Kabiir. Kairo : Maktabah Ibnu Taimiyah.

16

Anda mungkin juga menyukai