Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Akad (uqud)

Mata kuliah : fiqih muamalat


Dosen : M. ISA, S.Ud, M.Pd

Disusun oleh :
 Riko Andrian
 Kartina pasaribu
 Rosa dewi sartika
 Afiq hidayat

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM TEBO
2021/2022
Akad (uqud)
Akad tidak lepas dari pembahasan fikih muamalah. Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk
memenuhi akad sebagaimana termaktub dalam QS. Al Maidah ayat 1 sebagai

berikut:

‫هَّلل‬
ِ ‫ِبسْ ِم ٱ ِ ٱلرَّ حْ َم ٰـ ِن ٱلرَّ ح‬
‫ِيم‬

‫ت َل ُك ْم َب ِه ْي َم ُة ااْل َ ْن َعام ِااَّل‬


ْ َّ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَ ْوفُ ْوا ِب ْال ُعقُ ْو ۗ ِد ا ُ ِحل‬
ِ ‫هّٰللا‬
‫ص ْي ِد َواَ ْن ُت ْم ُح ُر ۗ ٌم اِنَّ َ َيحْ ُك ُم‬ َّ ‫َما ُي ْت ٰلى َع َل ْي ُك ْم َغي َْر ُم ِحلِّى ال‬
‫َما ي ُِر ْي ُد‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

Akad berasal dari kata al-'Aqd yang merupakan bentuk masdar dari kata 'Aqada dan
jamaknya adalah al-'Uqud yang artinya perjanjian (yang tercatat) atau kontrak. Menurut
Ensiklopedi Hukum Islam, kata al-'aqd artinya perikatan, perjanjian, dan permufakatan
(al-ittifaq).

Pembentukan akad

Akad terbentuk karena adanya unsur-unsur atau rukun-rukun yang membentuknya. Menurut
ahli-ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad ada empat yakni:

a. para pihak yang membuat akad,

b. pernyataan kehendak dari para pihak,

c. obyek akad,

d. tujuan akad.
Syarat - syarat akad

Sebagaimana dalam Al-Qur'an Allah berfirman,

Wa ahallallaahul bai'a wa harramar ribaa

Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah
ayat 275)

Jual beli secara istilah berarti transaksi tukar menukar barang dengan konsekuensi beralihnya hak
kepemilikan yang dapat terlaksana dengan akad, baik akadnya berupa ucapan maupun perbuatan.

Dalam kitab Kifaayatul Akhyar, Syekh Taqiyuddin Al-Husny menjelaskan bahwa jual beli
merupakan pertukaran harta dengan harta untuk keperluan tasharruf (pengelolaan) yang disertai
dengan lafaz akad (ijab dan kabul) menurut aturan yang diizinkan (sah).

Berdasarkan keterangan di atas, dalam praktik jual beli haruslah memenuhi syarat sahnya jual
beli. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Ada penjual dan pembeli (orang yang saling bertransaksi)

Sebaiknya, antara penjual dan pembeli yang bertransaksi tidak ada unsur keterpaksaan. Di sinilah
terdapat syarat yang disebut dengan khiyar (hak untuk memilih).

Selain itu, syarat antara penjual dan pembeli harus sama-sama ahli dalam jual beli. Ahli di sini
bukan berarti paham segala hal tentang ekonomi melainkan keduanya bukanlah anak kecil, orang
gila dan orang bodoh.

2. Adanya lafaz ijab (pernyataan menyerahkan dari penjual) dan kabul (pernyataan
menerima dari pembeli)
Syarat kedua ini menurut para ulama adalah syarat yang paling utama. Lafaz serah terima dalam
hal ini tidak memiliki aturan redaksi yang baku tetapi cukup dengan menyesuaikan adat
kebiasaan masyarakat selama masih menunjukkan transaksi jual beli.

Sebagai contoh, pembeli berkata, "Saya ambil celana ini ya, uangnya saya kasih nanti sore."

Kata 'ambil' dan 'kasih' dalam kalimat di atas, secara kebiasaan adat di Indonesia sudah
bermakna saling menjual dan membeli. Sehingga kalimat tersebut sah digunakan dalam jual beli.

3. Ada barang dan harganya

Syarat ketiga ini jelas bahwa dalam jual beli pasti harus ada barang yang dijual serta harganya.

Secara umum, barang yang dijual harus memenuhi syarat seperti suci, bermanfaat, tidak berupa
benda najis atau haram, karena barang yang secara zatnya haram dilarang untuk diperjualbelikan.

Selain itu, barang yang diperjualbelikan harus milik sendiri bukan milik orang lain kecuali sudah
mendapat amanah dari pemilik barang untuk menjualkannya.

Jenis-jenis Akad Dan sifatnya


1. Murabahah

Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang disepakati oleh para
pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produknya diperjelas secara
detail. Nantinya, produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk pihak
pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau membayar tunai.

2. Salam

Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan memberi
uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah dijelaskan secara rinci,
lalu baru produk akan dikirimkan. Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian.
Dalam praktiknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan
menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah.

 
3. Istishna’

Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang akan
didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini, proses pembayarannya juga sesuai
kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu dibayar ketika produk dikirim atau dibayar di awal
seperti akad salam.

4. Mudharabah

Akad ini lebih mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal dengan mudharib-nya, atau
pengelola modal. Nantinya, pengelola mudharib dan pemilik modal akan membagi hasil
keuntungan dari usaha yang dilakukan. Jika ada kerugian, hanya pemilik modal yang
menanggung kerugiannya.

5.Musyarakah

Sedikit berbeda dengan Mudharabah, akad ini dilakukan oleh dua pemilik modal atau lebih yang
menghimpun modalnya untuk proyek atau usaha tertentu. Nantinya, pihak mudharib atau
pengelolanya akan ditunjuk dari salah satu pemilik modal tersebut. Biasanya, akad ini dilakukan
untuk proyek atau usaha dimana modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan
sebagian lainnya dimodali oleh nasabah.

6. Musyarakah Mutanaqisah

Akad jual beli barang ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk suatu barang.
Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari kepemilikan barang pihak lainnya dengan
cara mencicil atau bertahap. Akad ini biasa dilakukan jika ada proyek yang dibiayai oleh nasabah
dan lembaga keuangan yang kemudian dibeli oleh pihak lainnya secara bertahap atau cicilan.
7. Wadi’ah

Wadi’ah adalah akad di mana salah satu pihak akan menitipkan suatu produk untuk pihak kedua.
Akad ini cukup sering dilakukan dalam perbankan syariah dalam produk rekening giro.

8. Wakalah

Akad ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak dengan pihak yang lain.
Akad ini biasa diterapkan dalam pembuatan faktur atau invoice, penerusan permintaan, atau
pembelian barang dari luar negeri.

7. Ijarah

Akad Ijarah mengatur mengenai persewaan barang yang mengikat pihak yang berakad.
Biasanya, akad ini dilakukan jika barang yang disewa memberikan manfaat. Biasanya, penerapan
akad dalam bank syariah ini adalah cicilan sewa yang terhitung sebagai cicilan pokok untuk
sebuah harga barang.

Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa atau nasabah bisa membeli barang yang dicicilnya
tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan oleh bank syariah. Oleh sebab itu, Ijarah ini juga
dikenal sebagai al Ijarah waliqtina’ ataupun al ijarah alMuntahia Bittamiliiik.

8. Ju’alah

Ju’alah itu memiliki kesamaan dengan akad ijarah (jual jasa) yaitu adanya upah karena
mendapatkan manfaat atau jasa. Perbedaannya, akad ju’alah transaksi mulai mengikat ketika
pekerjaan dimulai. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang membatalkan transaksi secara
sepihak. Dalam akad ju’alah hanya disyaratkan adanya kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi
objek transaksi. 
9. Kafalah

Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh satu pihak ke pihak
lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu (advance payment bond),
garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun partisipasi tender (tender bond).

10. Hawalah

Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari pihak satu ke pihak
lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah kepada nasabah yang ingin menjual
produknya kepada pembeli dalam bentuk giro mundur atau biasa disebut Post Dated Check.
Tentunya, akad ini harus dilakukan sesuai dengan prosedur syariah.

11. Rahn

Rahn merupakan akad gadai yang dilaksanakan oleh penggadai barang kepada pihak lainnya.
Biasanya penggadai barang ini akan mendapatkan uang sebagai ganti dari barang yang
digadaikan. Pada bank syariah, akad ini biasa diterapkan jika ada pembiayaan yang riskan dan
perlu akan adanya jaminan tambahan. Dalam akad Rahn, bank syariah tidak mendapatkan
manfaat apapun terkecuali jika hal tersebut dimanfaatkan sebagai biaya keamanan atau
pemeliharaan barang tersebut.

12. Qardh

Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah dalam kurun waktu
yang cenderung pendek. Tentunya, dana ini harus diganti secepatnya. Besaran nominal harus
sesuai dengan dana talangan yang diberikan, atau bisa diartikan nasabah hanya harus melakukan
pengembalian pinjaman pokoknya saja.
DAFTAR PUSTAKA

Baca artikel detiknews, "Arti Akad Menurut Bahasa dalam Hukum Islam"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5615394/arti-akad-menurut-
bahasa-dalam-hukum-islam.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

https://www.merdeka.com/quran/al-maidah/ayat-1

https://alamisharia.co.id/id/hijrahfinansial/mengenal-akad-ekonomi-syariah/

http://repository.um-surabaya.ac.id/2712/3/BAB__II_.pdf

Anda mungkin juga menyukai