MEMAHAMI KARAKTERISTIKNYA
DENPASAR 2018
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI (1): MEMAHAMI KARAKTERISTIKNYA
KATA PENGANTAR
Om Swasiastu,
Makalah dengan judul “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Me-
mahami Karakteristiknya” disusun untuk keperluan belajar-mengajar dalam
Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh Perhimpunan
Advokat Indonesia (Peradi) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universi-
tas Udayana.
Semoga proses belajar-mengajar berhasil dengan ditandai adanya
peroleh pemahaman mengenai karakteristik Hukum Acara Mahkamah Kon-
stitusi dan bermanfaat dalam menjalankan profesi Advokat.
Om Shanti Shanti Shanti Om,
i
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI (1): MEMAHAMI KARAKTERISTIKNYA
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ___ []
5. Penutup _______ []
Daftar Pustaka
ii
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
Pendahuluan
1
Makalah ini bermaksud untuk memahami karakteristik hukum acara
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman.1
Mengenai hukum acara tersebut, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) mengaturnya da-
lam Pasal 24C ayat (6), “Pengangkatan dan pemberhentian hakim konsti-
tusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi
diatur dengan undang-undang.”
Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (6)
UUD 1945 berturut-turut adalah:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU 24/2003),
yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 13
Agustus 2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan
(Pasal 88 UU 24/2003). UU 24/2003 terdiri dari 8 bab (Pasal 1 –
Pasal 88), dan hukum acara diatur dalam Bab V (Pasal 28-Pasal
85).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 ten-
tang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU 8/2011),
yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Juli
1
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyeleng-
garakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat (1) UUD 1945).
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan aga-
ma, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh se-
buah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945).
2
Veri Junaidi Adelline Syahda Adam Mulya Bunga Mayang, 2016, Tiga Belas Ta-
hun Kinerja Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Pengujian Undangundang, Jakarta:
Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, h. 3.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 2
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
5
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid.
6
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan pengaturan, sebagaimana ditentukan
Pasal 86 UU 24/2003, “Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-
Undang ini.” Di dalam praktiknya produk kewenangan pengaturan ini disebut Peraturan
Mahkamah Konstitusi. Peraturan yang dkeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi ini diakui
keberadaannya sebagai Peraturan Perundang-undangan sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasar kewenangannya (Pasal
8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan).
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 4
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
7
Gede Marhaendra Wija Atmaja, 2016, Politik Pluralisme Hukum: Arah Pengakuan
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan Peraturan Daerah, Denpasar: Penerbit: PT.
Percetakan Bali, h. 62.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 8
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
8
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Op. Cit., h. 15.
9
Maruarar Siahaan, 2005, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indone-
sia, Jakarta: Konstitusi Press, h. 53 – 68..
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 9
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
10
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Loc. Cit.
11
Bambang Sutiyoso, 2006, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indone-
sia: Upaya Membangun Kesadaran dan Pemahaman kepada Publik akan Hak-Hak Kons-
titusionalnya yang Dapat Diperjuangkan dan Dipertahankan Melalui Mahkamah Konsti-
tusi, Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, h. 38-44.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 10
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
12
Philipus M. Hadjon (et. al.), 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (In-
troduction to the Indonesian Administrative Law), Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, h. 313. Cetakan pertama tahun 1993 dan cetakan kedelapan tahun 2002. Uraian
lebih luas dan mendalam terdapat dalam Suparto Wijoyo, 1997, Karakteristik Hukum
Acara Peradilan Administrasi, Surabaya: Airlangga University Press, h. 1- 200.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 12
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
yang subjek dan objeknya sama, tetapi tidak menutup usaha me-
nyelesaikan perkara perdata secara perdamaian.
13
Ikhtisar Putusan Perkara Nomor 061/PUU-II/2004 Tentang Gugatan Terhadap
Putusan Perdamaian, dalam Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008, Ikhtisar
Putusan Mahkamah Konstitusi 2003-2008, Jakarta: Penerbit Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, h. 380.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 14
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
3. Pada awal era kodifi kasi hukum, adagium tersebut telah dijad i-
kan salah satu asas hukum dan termuat dalam Code Civil, yang
merupakan bagian dari Code Napoleon di Perancis. Pada mu-
lanya asas itu ditafsirkan secara sempit, yaitu “hakim tidak boleh
menolak untuk memeriksa perkara dengan alasan hukum tidak
ada atau kurang jelas”.
4. Penafsiran tersebut didasarkan keyakinan yang berkembang
saat itu, bahwa hukum tertulis yang terkodifikasi itu telah secara
lengkap memuat aturan tentang seluruh peristiwa hukum dan
hubungan hukum yang mungkin terjadi dalam seluruh segi ke-
hidupan manusia. Namun kemudian ternyata bahwa hukum yang
telah terkodifikasi itu tidak pernah lengkap dan selalu tertinggal
oleh perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh kare-
nanya asas itu kemudian ditafsirkan secara luas, yaitu mem-
berikan wewenang kepada pengadilan (hakim) untuk
menemukan hukum (rechtsvinding) untuk mengadili perkara
yang diajukan kepadanya, manakala hukum yang terkodifi kasi
belum mengaturnya.
5. Penemuan hukum itu dimaksudkan agar para pencari keadilan
(justitiabelen) tetap terjamin haknya untuk memperoleh keadilan,
walaupun hukum tertulis belum mengaturnya. Asas tersebut
kemudian diserap dan diterima secara universal.
6. Di Belanda, asas tersebut dimuat dalam Algemene Bepalingen
van Wetgeving (AB), kemudian Indonesia (Nederlandsche Indie)
mencantumkan asas tersebut dalam Pasal 22 Algemene Bepal-
ingen van Wetgeving voor Nederlandsche Indie (Staatsblad 1847
Nomor 23).
7. Dengan menelusuri sejarahnya, ternyata ketentuan yang tercan-
tum dalam Pasal 16 Undang-Undang a quo, bukan hanya meru-
pakan ketentuan umum (algemene norm), melainkan merupakan
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 15
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
14
Mahkamah Konstitusi, 2008, Ikhtisar Putusan ..., Ibid., h. 379-380.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 16
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
15
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Op. Cit., h. 16.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 17
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
16
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid, h. 16-17.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 18
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
17
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid, h. 18.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 19
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
18
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., h. 21.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 23
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
22
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 26
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
23
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 22-23.
24 Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 24.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 28
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
25
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 24-25.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 29
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
26
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 24.
27
Maruarar Siahaan, Hukum Acara ..., Op. Cit., hl. 76.
28
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Op. Cit., h. 23.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 32
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang
lain.”
2. Pasal 39 UU 24/2003, yang dalam ayat (1) menentukan, “Sebelum
mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah Konstitusi mengada-
kan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permo-
honan”, dan ayat menentukan, “Dalam pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib memberi na-
sihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari.”
Sesuai dengan sifat perkara konstitusi yang selalu lebih banyak
menyangkut kepentingan umum dan tegaknya konstitusi, maka hakim
konstitusi dalam persidangan selalu aktif menggali keterangan dan data
baik dari alat bukti, saksi, ahli, maupun pihak terkait (pemeriksaan inquisi-
torial).29 Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi mengemuka-
kan mengenai penerapan asas keaktifan hakim dalam peradilan konstitusi
yang dijalankan Mahkamah Konstitusi, antara lain:
Hakim konstitusi juga dapat mengundang para pakar yang didengar
keterangannya dalam forum diskusi tertutup. Forum semacam ini
misalnya pernah dilakukan pada saat akan memutus pengujian Un-
dang-Undang APBN Tahun 2006.30
31
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 28-29.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 35
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
32
Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 29, 38.
33 Tim Penyusun, 2010, Hukum Acara ..., Ibid., h. 53.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 36
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
34
Putusan Mahkamah Konstitusi 48/PUU-IX/2011, h. 92.
35
Putusan Mahkamah Konstitusi 48/PUU-IX/2011, h. 94.
Gede Marhaendra Wija Atmaja|2018| 38
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (1): Memahami karakteristiknya
(dalam pengertian hukum yang dibuat oleh hakim), maka tidak ada lagi
Mahkamah Konstitusi.
BAHAN BACAAN
5 Catatan Akhir
Daftar Pustaka