Anda di halaman 1dari 20

BAB 7

POLITIK EKONOMI ISLAM

A. Pengertian Politik Ekonomi Islam

Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politi (a political
sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-undangan
dan politik. Islam merupakan  sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan
negara secara bersamaan. Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. di
Madinah beliau membangun negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama
undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama dan
kepala negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian politik sebagai kata benda ada
tiga, yaitu ; pengetahuan mengenai kenegaraan (tentang sistem dan dasar pemerintahan), segala
urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagainya) mengenai , kebijakan cara bertindak
(dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).

Politik itu identik dengan siasah, yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam
fikih, siasah meliputi :

1) Siasah Dusturiyyah (Tata negara dalam Islam)


2) Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam lainnya)
3) Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)

Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan kekuatan-kekuatan dan


aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam, kekuasaan tertinggi adalah
Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah SWT tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah
Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan mutlak, ia hanyalah wakil
(khalifah) Allah SWT di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan sifat-sifat Allah SWT
dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah SWT yang diberikan
kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah menggunakan

Politik Ekonomi Islam 131


kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan
Al-Quran dan Sunnah Rasul.

Politik ekonomi Islam merupakan  jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan


primer tiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk memenuhi
kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu yang
hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu. Islam memandang tiap orang
secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang hidup dalam sebuah negara.
Negara dipandang ikut serta dalam ekonomi Islam yang mana untuk menyelaraskan dalil-dalil
yang ada di dalam nash Al-Quran. Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-
hukum yang mengatur berbagai urusan manusia. Politik ekonomi Islam adalah jaminan
pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan pemberian
peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut
kemampuan-nya, dengan memandangnya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat
tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. Politik ekonomi Islam tidak lain merupakan solusi
bagi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu dengan memandangnya sebagai manusia
yang hidup sesuai dengan pola interaksi tertentu, serta memberikan peluang kepadanya untuk
meningkatkan taraf hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi dirinya di dalam cara hidup
yang khas.

Ketika Islam mensyariatkan hukum-hukum perekonomian bagi manusia, maka itu


ditujukan untuk individu. Pada saat yang sama, Islam menjamin hak hidup dan mewujudkan
kemakmuran. Islam menetapkan hal itu direalisasikan di dalam masyarakat tertentu yang
memiliki cara hidup yang khas. Oleh karena itu, syari’ah memberikan hukum-hukum yang
menjadi mekanisme yang menjamin terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok secara
menyeluruh bagi setiap individu rakyat. Mekanisme itu sebagai berikut:

1) Islam mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan pokok
bagi dirinya dan orang yang wajib dia nafkahi (QS 67: 15).
2) Islam mewajibkan para ayah untuk menanggung nafkah. Jika ayah tidak mampu maka
kewajiban beralih kepada ahli warisnya (QS 2: 233).

Politik Ekonomi Islam 132


3) Jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkah mereka, Islam mewajibkannya atas
Baitul Mal. Dengan mekanisme ini, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan
kebutuhan pokok yaitu kebutuhan pangan, papan dan sandang bagi setiap individu.

B. Politik Ekonomi Islam Di Indonesia

Negara mengintervensi aktifitas ekonomi untuk menjamin adaptasi hukum Islam yang
terkait dengan aktifitas ekonomi masyarakat secara lengkap. Negara dipandang ikut serta dalam
ekonomi Islam yang mana untuk menyelaraskan dalil-dalil yang ada di dalam nash. Disamping
itu, negara dituntut untuk membuat suatu aturan-aturan yang belum ada di dalam nash Al-Quran,
sehingga tidak ada istilah kekosongan hukum. Disamping itu,  landasan kebijakan pembangunan
ekonomi diantaranya: tauhid, keadilan  dan keberlanjutan. Selain itu kebijakan ekonomi menurut
Islam harus ditopang oleh empat hal, diantaranya: Tanggung jawab sosial, kebebasan ekonomi
yang terbatas oleh syari’ah, pengakuan multiownership, dan etos kerja yang tinggi. Pilar-pilar
pembangunan ekonomi Islam sangat indah yakni: menghidupkan faktor manusia, pengurangan
pemusatan kekayaan, restrukturisasi ekonomi publik, restrukturisasi keuangan, dan perubahan
struktural.
Secara terminologis, politik ekonomi adalah tujuan yang akan dicapai oleh kaedah-kaedah
hukum yang dipakai untuk berlakunya suatu mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat.
Dalam konteks ekonomi Islam, pakar yang banyak mengembangkan disiplin politik ekonomi
Islam adalah Masudul Alam Choudhury. Menurut beliau politik ekonomi Islam adalah esentially
a study of the endogenous role of ethico-economic relationships between polity and the deep
ecological sistem. Dalam redaksi yang lain Beliau mendefinisikan sebagai the study of
interactive relationship between polity (Shura) and the ecological order (with market subsistem).
Dalam konteks Indonesia, politik ekonomi Islam pemerintah RI diejawantahkan dalam bentuk
“intervensi” pemerintah dalam berbagai bentuknya (termasuk meregulasi, masuk ke industri,
menginisiasi suatu gerakan, dan lain-lain). Intervensi ini bermakna positif karena bukan kooptasi
terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong perkembangan ekonomi Islam. Secara politik
ekonomi Islam, ada beberapa rasional yang mengharuskan pemerintah RI melakukan intervensi
terhadap pengembangan ekonomi Islam, yaitu :

Politik Ekonomi Islam 133


1) Industri keuangan syari’ah memiliki dampak yang positif dalam stabilitas perekonomian
makro Indonesia.
2) Industri keuangan syari’ah memiliki ketahanan/ resistensi yang cukup tinggi terhadap
goncangan krisis keuangan.
3) Diperlukannya peran aktif pemerintah sebagai regulator dan supervisor sehingga tercipta
efisiensi, transparansi dan berkeadilan.
4) Ekonomi Islam dapat berperan sebagai penyelamat bila terjadi ketidakpastian
usaha/perekonomian.
5) Dalam teori maupun relitasnya, industri keuangan syari’ah membutuhkan insfrastruktur
yang mendukung perkembangannya.

Dalam koridor itulah, politik ekonomi Islam pemerintah RI pada era reformasi telah
mengundangkan beberapa undang-undang seperti :

1) Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN)


2) Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah
3) Pemerintah yang diwakili BUMN mendirikan Bank Syari’ah
4) Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
5) Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
6) Undang-undang No 38 Tahun 1999 tentang Zakat
7) Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
8) KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah)
9) Gerakan Wakaf Tunai
10) Dikeluarkan PP NO 39 Tahun 2008 Asuransi Syari’ah tentang Perubahan Kedua Atas PP
No 37 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
11) Didirikannya Direktorat pembiayaan Syari’ah di DEPKEU
12) Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia

Peran pemerintah dalam ekonomi tergantung pada tujuan-tujuan yang khas. Tujuan
prinsip dari ekonomi Islam adalah seluruh cara hidup yang Islami untuk mendirikan keadilan dan
kebaikan/ihsan (justice and benevelonce). Allah SWT telah memerintahkan untuk menegakkan
keadilan dan persamaan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Kita harus menjamin keadilan dan

Politik Ekonomi Islam 134


perilaku yang baik tidak hanya bagi individu saja tetapi juga hadir dalam aspek sosial politik
ekonomi.

Untuk mendirikan keadilan dalam bidang ekonomi, semua tempat dan ruang harus ditutup dan
sistem ekonomi akan menjamin keadilan dan kejujuran bermain antara orang dengan orang,
antara kelas dengan region yang berbeda, harus dijalankan. Ketika Islam mensyariatkan hukum-
hukum perekonomian bagi manusia, maka itu ditujukan untuk individu. Pada saat yang sama,
Islam menjamin hak hidup dan mewujudkan kemakmuran. Islam menetapkan hal itu
direalisasikan di dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. Oleh karena
itu, syariah memberikan hukum-hukum yang menjadi mekanisme yang menjamin terwujudnya
pemuasan seluruh kebutuhan pokok secara menyeluruh bagi setiap individu rakyat. Mekanisme
itu sebagai berikut:

1. Islam mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan pokok
bagi dirinya dan orang yang wajib dia nafkahi

Artinya: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka
jelajahilah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepadaNya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan (QS 67: 15).

2. Islam mewajibkan para ayah untuk menanggung nafkah. Jika ayah tidak mampu maka
kewajiban beralih kepada ahli warisnya

Politik Ekonomi Islam 135


Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (menderita karena anaknya). Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu
pula. Apabila keduannya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawatan
antara keduanya, maka tidak ada dosa antara keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS 2: 233).

3. Jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkah mereka, Islam mewajibkannya atas
Baitul Mal. Dengan mekanisme ini, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan
pokok—yaitu kebutuhan pangan, papan dan sandang—bagi setiap individu, perindividu.

Politik itu identik dengan siasah , yang secara pembahasannya artinya mengatur. Dalam
fikih, siasah meliputi :
1. Siasah Dusturiyyah (Tata negara dalam Islam)
2. Siasah Dauliyyah ( Politik yang mengatur hubungan antara satu negara Islam dengan
negara Islam yang lain atau dengan negara sekuler lainnya.
3.      Siasah Maaliyah (Sistem ekonomi negara)

C. Ciri-Ciri Politik Islam

Politik Ekonomi Islam 136


Dalam pelaksanaannya politik Islam memiliki beberapa ciri-ciri yang sangat mengikat
pada politik Islam itu, diantaranya :

1. Rabbaniyah
Rabbaniyah merupakan suatu system politik Islam yang bersumber dari wahyu Allah Azza
wajala, yaitu Al-Quran dan hadis-hadis sahih. Artinya dalam sistem rabbaniyah ini segala
peraturan yang dibuat tidak akan dapat diganngu gugat seperti halnya peraturan-peraturan
yang dibuat oleh manusia.

2. Syumul
Pengertian dari syumul itu adalah segala perkara yang menyangkut urusan duniawiyah
ataupun ukhrowiyah. Dimana dalam perkara ini memang meliputi semua sisi kehidupan
manusia.

a) Muwafiqotul fithrah
Yaitu aturan yang sesuai dengan fitrah atau sifat dasar manusia. Maksudnya adalah
bahwa politik Islam dalam hal ini sangat menyeimbangkan antara hak dan kewajiban
pemerintah dengan rakyatnya.

b) Nizhomul Akhlak
Nizhomul akhlak yaitu dasar dalam politik Islam yang selalu menekankan terhadap
pembinaan akhlak yang mulia, seperti halnya sikap adil dan bijaksana serta perbuatan
terpuji, juga melarang semua perbuatan yang tercela, sehingga politik-politik Islam itu
tidak pernah melegalkan perjudian, pelacuran, miras dan narkoba apapun alasannya.
Karena memang semua itu sudah dilarang oleh agama.

D. Norma Politik dalam Islam

Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan.
Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari sistem poltik lainnya.
Diantara norma-norma itu ialah :
1) Politik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai tujuan
akhir atau satu-satunya.

Politik Ekonomi Islam 137


2) Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3) Kekuasaan mutlak adalah milik Allah SWT.
4) Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur alam ini secara baik.
5) Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6) Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah SWT dan Rasul .
7) Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan negara.

E. Prinsip-Prinsip Politik dalam Pandangan Islam

            Prinsip-prinsip dasar politik Islam. Sistem politik berdasarkan atas tiga prinsip yaitu :
1) Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi. Pandangan
Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi dalam
kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah SWT.
2) Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum Allah
SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-Nya,
mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini .
3) Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah SWT di bumi. Pemerintahan baru wajib di
patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau tidak
bertentangan dengan keduanya.

Di samping itu, Islam telah mendorong umat untuk bekerjasama di antara mereka.
Rasulullah SAW. telah bersabda:

ِ‫ت ِم ْنهُ ْم ِذ َّمةُ هللا‬ ِ َ‫ص ٍة أَصْ بَ َح فِ ْي ِه ْم اِ ْم ُر ٌؤ َجائِ ٌع فَقَ ْد ب‬


ْ َ‫رئ‬WW َ ْ‫أَيُّ َما أَ ْه ُل َعر‬
‫َو َرس ُْولِ ِه‬
Siapapun penduduk negeri yang bangun pagi, sementara di tengah-tengah mereka terdapat
orang yang kelaparan, maka jaminan Allah dan Rasul-Nya telah terlepas dari mereka.

Politik Ekonomi Islam 138


Hal itu untuk merealisasikan kemajuan ekonomi di negeri tersebut, untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok bagi tiap-tiap individu, serta memberi peluang individu itu untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkapnya. Untuk itu, Islam tidak memperumit cara yang
digunakan manusia untuk mendapatkan harta itu. Islam menetapkannya dengan sangat
sederhana, yakni dengan membatasi sebab-sebab kepemilikan dan membatasi akad-akad dalam
pertukaran kepemilikan. Islam membiarkan manusia untuk berkreasi dalam hal cara dan sarana
yang digunakan untuk memperoleh harta dan Islam tidak ikut campur dalam teknik produksi
harta.

F. Sumber-Sumber Keuangan Negara

Mengenai sumber pendapatan negara untuk membiayai segala aspek aktivitas negara, ada
beberapa perbedaaan pendapat:

1. Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra”i war Ra”iyah
(Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya ada dua sumber
pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.

a) Zakat

Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada
yang berhak menerimanya. Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah
harta benda simpanan, peternakan, pertanian, pertambangan, perikanan, perdagangan,
profesi, saham dan obligasi.

b) Harta rampasan perang

Rampasan perang mempumyai empat komponen pertama Salab ialah alat dan
perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan pertempuran. Kedua
Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab, baik
barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak. Ketiga Al-Fa-i (upeti), ialah
harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan damai. Problem yang timbul dari harta
rampasan perang ini adalah mengenai cara penggunaannya. Menurut ketentuan hadits,
tentara yang melakukan operasional dimedan pertempuran turut mendapatkan bagian harta

Politik Ekonomi Islam 139


rampasan perang tersebut. Ketentuan hadits ini berlaku, karena tentara (militer) pada
zaman Rasulullah SAW. sepenuhnya bersifat sukarelawan yang segala persenjataanya dan
perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang bersangkutan, bukan oleh negara.

Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh
tentara tersebut. Berebeda dengan kondisi sekarang, semua pasukan tentara bersifat
profesional yang seluruh persenjataan dan perlengkapan perangnya ditanggung oleh
negara. Bahkan untuk penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke medan perang
pun sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila seorang
tentara cacat atau mati di medan pertempuran, dia atau keluarganya mendapat jaminan
pensiun dari negara. Karena itu, dengan perbedaan kondisi antara pasukan tentara Islam
pada zaman Rasulullah SAW. dengan kondisi militer sekarang ini, Sayid Sabiq
menyatakan bahwa tentara zaman sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta rampasan
perang.

2. Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya Al-Wahyu al-Muhammady (wahyu Ilahi kepada
Muhammad) menyatakan bahwa selain zakat dan harta rampasan perang seperti yang
diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah (pemberian) yang didapatkan dari
golongan minoritas (non Muslim) sebagai jaminan kepada mereka baik jaminan keamanan
dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka maupun jaminan hak-hak asasi mereka. Jizyaha
adalah upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk jaminan terhadap
mereka. Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka, harta benda, hak-hak
asasi ataupun yang lainnya.

3. Yusuf Qhardawi menyatakan selain hal-hal diatas, pajak merupakan salah satu sumber
pendapatan negara karena jika hanya ada tiga macam sumber pendapatan negara dapat
dipastikan pendapatan tersebut tidak mungkin dapat membiayai semua kegiatan negara yang
makin hari makin luas dan besar. Pajak merupakan ketentuan-ketentuan Syar’i, baik yang
tertuang di dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi SAWyang mengatur pajak secara langsung
memang tidak ada. Hanya atas para sahabat yang berbentuk praktek penyelenggaraan negara
yang dilakuakan oleh para Khulafaur Rasyidin, sejak Khalifah Umar bin Khattab. Itu pun

Politik Ekonomi Islam 140


terbatas pada pajak yang wajib dibayarkan oleh warga negara nonMuslim yang menggarap
tanah-tanah negara.
Karena itulah, wajar jika timbul perbedaan dikalangan ahli hukum Islam di dalam
menentukan boleh-tidaknya pajak sebagai sumber pendapat negara. Untuk itu, ada pendapat
yang dismpulkan oleh Yusuf Qardhawi. Ia menyatakan tidak diragukan lagi bahwa mencari
hukum melalui kaidah-kaidah syariat tidak hanya berakhir pada membolehkan pajak semata-
semata, tapi menetapakan kewajiaban serta memungutnya untuk merealisasikan kepentiangan
umum dan negara serta guna menolak segala yang membahayakan kepadanya, apabila sumber-
sumber lain yang tidak mencukupinya. Apabila negara Islam modern dibiarkan tanpa pajak
untuk membiayai kegiatannya, dapat dipastikan bahwa dalam waktu singkat akan hilang
kemampuannya. Lambat laun Nngara akan lemah, lebih-lebih bila menghadapi ancaman militer
dari pihak musuh. Karena itu, para ulama mengharuskan mengisi sumber pendapatan negara
dengan hasil pajak yang ditetapkan kewajibannya oleh negara untuk memenuhi keperluannya.

G. Pengeluaran Keuangan Negara

Tujuan dasar dari pengeluaran keuangan negara adalah untuk memberikannya kepada yang
berhak, tidak mencegah dari yang berhak dan bisa mencegah dari yang batil, tujuan-tujuan ini
bisa dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengeluaran hendaknya kepada yang berhak

Ini merupakan tujuan terpenting dari pengeluaran keuangan negara. Telah diketahui bahwa
beberapa tempat pengeluaran negara yang telah ditentukan oleh syari’at, dan menyerahkan
pengeluaran pemasukan lain kepada ijtihad pemerintah. Lebih utama lagi, tidak boleh
mengeluarkarkan keuangan negara tersebut terhadap hal-hal yang haram.

2) Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat

Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai sumber
keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau kekuatannya untuk
memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

Politik Ekonomi Islam 141


3) Menyampaikan hak kepada orangnya

Sebagaimana Umar ra.yang selalu mengawasi jalannya pengeluaran agar tidak dikeluarkan
kepada orang yang bukan menjadi haknya, umar juga mengawasi pengeluaran agar orang yang
berhak tidak terhalang untuk mendapatkan haknya. Diantara perkataan beliau yang menunjukkan
perhatiannya terhadap sampainya hak-hak kepada orangnya adalah “tidaklah pada sebuah bumi
umat Islam yang bukan budak, kecuali dia mempunyai hak dalam pajak ini, diberikan atau tidak
kepadanya. Apabila kamu hidup, pastilah seorang pemimpin akan memberikan haknya sebelum
wajahnya memerah, yaitu dalam memintanya”.

4) Ekonomis dalam pengeluaran

Berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu atau golongan. Berlebih-
lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu sebab terbesar kebangkrutan
kas negara, merusak ekonomi dan memberihentikan jalan roda pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari sebab-sebab yang merusak dari berlebih-
lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal. Diantaranya adalah berlebih-lebihan dalam
menentukan jumlah gaji para pegawai. Diantara dalilnya, diriwayatkan bahwa ketika beberapa
pegawainya mendesaknya untuk menambah gaji mereka, maka Umar memberikan kepada
mereka setiap hari satu kambing, kemudian dia berkata, “aku tidak melihat satu desa yang
diambil darinya setiap hari satu kambing, kecuali itu mempercepat kehancurannya”.

5) Keadilan distribusi

Diantara tujuan dari pengawasan pengeluaran keuangan negara adalah dengan mencegah
apa yang bisa mempengaruhi keadilan distribusi.

6) Mewujudkan ketercukupan

Para pengawasan adalah untuk memastikan bahwa pengeluaran bisa mewujudkan


ketercukupan, sebagaimana untuk memerintahkan orang yang mempunyai kelapangan untuk
bersedekah dengan memberikan apa yang bisa mencukupi orang-orang faqir, dengan kata
lain,”apabila kalian memberi, maka buatlah mereka cukup”.

Politik Ekonomi Islam 142


H. Pengharaman Riba Secara Keras

Nash-nash syari’ah telah mengharamkan riba dengan sangat keras. Nash-nash itu bersifat
qath”i ats-tsubût (pasti sumbernya) dan qath”i ad-dilâlah (pasti pengertiannya), tidak
menyisakan ruang bagi ijtihad atau penakwilan (QS 2: 275–279). Karena itu, sistem keuangan di
negara Khilafah tidak mengenal bank dan lembaga kredit ribawi yang sudah masyhur di dalam
Kapitalisme. Ketiadaan lembaga ribawi ini memiliki tiga dimensi dalam menjamin kehidupan
perekonomian yang aman:

1) Mengarahkan fokus masyarakat pada ekonomi produktif atau sektor riil.


2) Melindungi kaum Muslim dan ahl adz-dzimmah dari kerugian harta mereka karena riba.
3) Tidak akan memunculkan fenomena kebangkrutan, sebagaimana terlihat pada bank-bank
kapitalis, dan menyisakan kelompok besar orang yang kehilangan harta mereka atau
rekening mereka menguap. Dengan menghalangi sistem riba dan mengharamkannya
secara keras dan tegas, Islam telah menutup celah-celah yang memungkinkan masuknya
krisis keuangan.

Selain itu, Islam mendorong kaum Muslim untuk saling memberi utang di antara
mereka. Lebih dari itu, di antara tugas berbagai institusi (direktorat) di negara Khilafah adalah
menyediakan kredit tanpa riba dalam sektor pertanian, perdagangan dan industri, dalam kerangka
program negara untuk mengembangkan perekonomian dan menjalankan berbagai kebijakannya
untuk memerangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja .

I. Distribusi dan Kepemilikan Harta

Hukum-hukum distribusi harta dalam Islam mencakup sebuah pemahaman yang unik,
yaitu kepemilikan umum. Islam menetapkan kepemilikan dalam negara Khilafah ada tiga jenis:
kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Negara adalah pihak yang
melindungi dan menjaga ketiga jenis kepemilikan itu sesuai dengan hukum-hukum syariah.

Politik Ekonomi Islam 143


Kepemilikan umum mencakup:

1) Harta yang dari sisi pembentukannya tidak mungkin dimiliki secara individu, seperti sungai,
danau, laut, dsb.
2) Apa saja yang menjadi hajat hidup orang banyak seperti jalan, masjid, dsb; termasuk yang
disabdakan oleh Rasulullah saw :

ِ َّ‫ َوالن‬،َ‫ َو ْال َكأل‬،‫ فِ ْي ْال َما ِء‬:‫ث‬


‫ار‬ ٍ َ‫اَ ْل ُم ْسلِ ُم ْو َن ُش َر َكا ٌء فِ ْي ثَال‬
Kaum Muslim berserikat dalam tiga jenis harta: air, padang gembalaan dan api.

Termasuk dalam cakupan pengertian api adalah seluruh jenis energi yang digunakan sebagai
bahan bakar bagi industri, mesin, dan transportasi. Demikian pula industri gas yang digunakan
sebagai bahan bakar dan industri batubara. Semua itu adalah kepemilikan umum.

3) Barang tambang yang depositnya banyak dan tidak terputus; baik yang berbentuk padat, cair
maupun gas; baik tambang dipermukaan maupun di dalam perut bumi. Semuanya
merupakan kepemilikan umum.

Negara Khilafah adalah pihak yang mengelola berbagai kekayaan itu baik dalam hal
eksplorasi, penjualan, maupun pendistribusiannya. Negara Khilafah-lah yang menjamin hak
setiap rakyat untuk menikmati haknya dalam kepemilikan umum tersebut. Negara Khilafah
mendistribusikan hasil bersihnya, setelah dikurangi biaya-biaya, dalam bentuk zatnya dan atau
dalam bentuk pelayanan kepada semua warga negara.

Adapun kepemilikan negara ada pada harta yang hak pengelolaannya berada di tangan
Khalifah sesuai dengan pandangan dan ijtihadnya, seperti harta fai’, kharâj serta harta orang
yang tidak memiliki ahli waris dan semisalnya, dengan syarat syariah memang tidak menentukan
arah pengelolaannya. Khalifah mengelola kepemilikan negara sesuai dengan pandangan dan
ijtihadnya dalam berbagai urusan negara dan rakyat. Misal: untuk menciptakan keseimbangan
finansial di tengah masyarakat sehingga harta itu tidak hanya beredar di tangan orang-orang kaya
saja (QS 59: 7). Khalifah boleh memberikan harta itu kepada orang miskin saja dan tidak

Politik Ekonomi Islam 144


memberikannya kepada orang kaya. Hal itu seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dalam
pembagian fai’ Bani Nadhir.

Sementara itu, kepemilikan individu adalah harta yang pengelolaannya diserahkan


kepada individu, pada selain harta milik umum. Kepemilikan individu itu terlindungi, negara
tidak boleh melanggarnya. Tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya, termasuk negara
sekalipun. Nasionalisasi, yaitu penguasaan negara terhadap kepemilikan individu, merupakan
bentuk perampasan dan merupakan dosa besar.

J. Bursa dan pandangan Islam Terhadapnya

Pasar modal dan bursa berjangka komoditas dalam sistem Kapitalisme berperan penting
seperti riba dalam mengkonsentrasikan kekayaan pada tangan segelintir orang. Lebih dari itu,
bursa juga menghalangi sirkulasi harta di sektor riil, dan mengubahnya menjadi per-ekonomian
angka dan kertas (ekonomi non-riil). Dalam pandangan Islam, pasar jual beli harus diatur dengan
hukum syariah yang menjamin tidak adanya konflik dan tidak adanya aktivitas memakan harta
dengan jalan yang batil. Di antara hukum-hukum itu adalah:

1) Melarang penjualan barang yang belum dimiliki oleh penjual dan belum berada di bawah
kuasanya seperti yang terjadi dalam bursa berjangka komoditas.
2) Melarang tanâjusy atau spekulasi, yaitu menaikkan tawaran bukan untuk membeli, tetapi
hanya untuk menaikkan harga jual.
3) Melarang jual-beli enam jenis komoditas ribawi (emas dan perak [termasuk uang],
gandum, jewawut, kurma, dan garam) tanpa serah-terima secara langsung dalam jual-beli
antar jenis yang berbeda; dan tanpa serah-terima langsung dan kesamaan jumlah dalam jual
pada jenis yang sama.
4) Melarang sirkulasi saham karena perseroan terbatas (PT) dan sahamnya adalah batil
(tidak sah). Saham itu merupakan surat berharga yang mengandung campuran antara
sejumlah modal yang halal dan keuntungan yang haram, dalam satu akad yang batil dan
muamalah yang batil, tanpa bisa dibedakan antara harta yang halal dan yang haram.
Syariah Islam juga melarang sirkulasi dan jual-beli obligasi (bonds). Sebab, obligasi

Politik Ekonomi Islam 145


merupakan surat utang yang diinvestasikan dengan riba. Apalagi ada keharaman jual-beli
utang dengan utang. Sirkulasi dan jual beli seluruh surat berharga ribawi juga dilarang.

K. Pengaturan Perekonomian oleh Negara

Negara wajib menjamin penciptaan lapangan kerja bagi setiap warga negara. Orang
miskin yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki kerabat yang wajib menafkahinya, begitu
pula orang fakir yang mampu bekerja tetapi tidak menemukan pekerjaan, sementara ia tidak
memiliki kerabat yang wajib menafkahinya, maka nafkah mereka ini menjadi kewajiban negara.
Jadi, bagi orang yang mampu, negara bertanggung jawab menciptakan lapangan kerja. Bagi
orang yang tidak mampu, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan mereka dari harta Baitul
Mal. Hukum-hukum ini mencakup pula kaum dzimmi yang tinggal di Dâr al-Islâm. Mereka
diberi hak yang sama sebagai rakyat dan warga negara. Mereka berhak mendapatkan
pemeliharaan berbagai urusan mereka dan jaminan kehidupan mereka sebagaimana yang
dinikmati kaum Muslim.

L. Akuntabilitas Aparatur Negara atas Harta yang Mereka Miliki Secara Ilegal

Sesungguhnya negara Khilafah tidak memberikan ruang sedikitpun kepada pejabat dan
para pegawainya untuk memanfaatkan jabatan mereka secara ekonomi. Sebaliknya, negara
Khilafah akan menjalankan muhâsabah (akuntabilitas) kepada mereka sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah saw.

Sesungguhnya para pegawai melaksanakan kewajiban dan tugas-tugas mereka pertama-


tama karena dorongan ketakwaan. Kemudian karena dorongan hukum-hukum syariah yang
mewajibkan muhâsabah kepada mereka secara adil yang menjamin pemeliharaan harta umat dan
menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan harta tersebut. Dengan pelaksanaan semua politik
ekonomi Islam di atas, Sistem Ekonomi Islam ini benar-benar merupakan satu-satunya sistem
yang mampu menjamin kehidupan ekonomi yang aman, adil, dan bebas dari krisis. Jaminan itu
diberikan serta akan dinikmati oleh seluruh rakyat dan warga negara meski mereka berbeda-beda
bangsa, agama, dan ras.

Politik Ekonomi Islam 146


Peran pemerintah dalam ekonomi tergantung pada tujuan-tujuan yang khas. Tujuan
prinsip dari ekonomi Islam adalah seluruh cara hidup yang Islami untuk mendirikan keadilan dan
kebaikan/ihsan (justice and benevelonce). Dalam hal ini Allah SWT telah memerintahkan dalam
ayatnya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan),
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.
16:90). Allah SWT telah memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan persamaan dalam
seluruh aspek kehidupan kita. Kita harus menjamin keadilan dan perilaku yang baik tidak hanya
bagi individu saja tetapi juga hadir dalam aspek sosial politik ekonomi. Untuk mendirikan
keadilan dalam bidang ekonomi, semua tempat dan ruang harus ditutup dan sistem ekonomi akan
menjamin keadilan dan kejujuran bermain antara orang dengan orang, antara kelas dengan region
yang berbeda, harus dijalankan.

LATIHAN

1. Jelaskan pengertian politik ekonomi Islam dan perkembangannya di Indonesia ?


2. Jelaskan prinsip – prinsip politik dalam pandangan Islam ?
3. Sebutkan dan jelaskan sumber – sumber keuangan negara dalam konsep Islam ?
4. Bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan oleh negara dalam mengelola pengeluaran
keuanganya dalam konsep Islam ?
5. Menurut pendapat saudara, apa dampak negative yang timbul jika politik suatu negara
masih memperbolehkan konsep riba dalam menjalankan aktifitas perekonomiannya ?

Jawab

1. Politik ekonomi Islam adalah

Politik ekonomi Islam merupakan  jaminan tercapainya pemenuhan semua kebutuhan


primer tiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan tiap orang untuk memenuhi
kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagi individu
yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu. Islam

Politik Ekonomi Islam 147


memandang tiap orang secara pribadi, bukan secara kolektif sebagai komunitas yang
hidup dalam sebuah negara. Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh
hukum-hukum yang mengatur berbagai urusan manusia. Politik ekonomi Islam adalah
jaminan pemenuhan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh,
dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pelengkap menurut kemampuan-nya, dengan memandangnya sebagai individu yang hidup
dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas

2. Prinsip politik dalam pandangan Islam

Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi. Pandangan
Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa penguasa tertinggi
dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan politik dan bernegara adalah Allah
SWT.

Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum


Allah SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata adalah Khalifah-
Nya, mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam kehidupan ini .

Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah SWT di bumi. Pemerintahan baru wajib di
patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran dan hadist atau
tidak bertentangan dengan keduanya.

Di samping itu, Islam telah mendorong umat

3.Menurut Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasatus Syari’ah fi Islahir Ra”i war
Ra”iyah (Pokok-Pokok Pedoman Islam dalam Bernegara) menyebutkan bahwa hanya ada
dua sumber pendapatan negara, yaitu zakat dan harta rampasan perang.

Zakat

Harta yang wajib dikeluarkan oleh pemilik yang memiliki persyaratan, diberikan kepada
yang berhak menerimanya. Sedangkan jenis-jenis harta benda yang dapat dizakati ialah
harta benda simpanan, peternakan, pertanian, pertambangan, perikanan, perdagangan,
profesi, saham dan obligasi.

Politik Ekonomi Islam 148


Harta rampasan perang

Rampasan perang mempumyai empat komponen pertama Salab ialah alat dan
perlengkapan perang yang didapatkan dari musuh di medan pertempuran. Kedua
Ghanimah, ialah harta yang didapatkan dari musuh dengan jalan perang selain salab, baik
barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak. Ketiga Al-Fa-i (upeti), ialah
harta yang didapatkan dari orang kafir dengan jalan dama

perang.

Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya Al-Wahyu al-Muhammady (wahyu Ilahi


kepada Muhammad) menyatakan bahwa selain zakat dan harta rampasan perang seperti
yang diajukan oleh Ibnu Taimiyah ditambahkannya jizyah (pemberian) yang didapatkan
dari golongan minoritas (non Muslim) sebagai jaminan kepada mereka baik jaminan
keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda mereka maupun jaminan hak-hak asasi
mereka. Jizyaha adalah upeti yang dikenakan kepada non Islam sebagai indikasi untuk
jaminan terhadap mereka. Baik itu berupa jaminan yang bersifat keamanan jiwa mereka,
harta benda, hak-hak asasi ataupun yang lainnya.

4.Berinfak merupakan salah satu sifat umat Islam baik individu atau golongan. Berlebih-
lebihan dalam berinfak pada perangkat pemerintah adalah salah satu sebab terbesar
kebangkrutan kas negara, merusak ekonomi dan memberihentikan jalan roda
pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana sayyidina Umar ra. Sangat menyadari sebab-sebab
yang merusak dari berlebih-lebihan dalam pengeluaran dari baitul mal. Diantaranya
adalah berlebih-lebihan dalam menentukan jumlah gaji para pegawai. Diantara dalilnya,
diriwayatkan bahwa ketika beberapa pegawainya mendesaknya untuk menambah gaji
mereka

Melindungi sumber-sumber keuangan dari pejabat

Penyalahgunaan jabatan merupakan cara yang paling berbahaya untuk menguasai


sumber keuangan, karena bisa memanfaatkan kekuasaannya, pangkatnya atau
kekuatannya untuk memanfaatkan harta rakyat yang bukan menjadi milik pribadinya.

Politik Ekonomi Islam 149


5. Pendapat saya mengenai riba diterapkan di negara, akan terjadi kesenjangan
pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang
kaya makin kaya yang miskin makin miskin.

bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.


Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika investasi menurun,
produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan angka
pengangguran

Kita tahu dengan Ribawi,maka terjadi suku bunga yang menimbulkan inflasi. Inflasi yang
disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi
seperti ini sangat dibenci Islam, sebagaimana ditulis Dhiayuddin Ahmad dalam buku Al-
Quran dan Pengentasan Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau
memiskinkan rakyat dengan asumsi cateris paribus.

Politik Ekonomi Islam 150

Anda mungkin juga menyukai