Anda di halaman 1dari 28

 

  BAB II

  LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN

 
PENGAJUAN HIPOTESIS

 
2.1 Sistem Pengendalian Intern
 
Pengendalian meliputi semua metode, kebijakan, dan prosedur organisasi
yang  diintegrasikan oleh manusia, struktur organisasi, kebijakan, proses, dan
prosedur
  guna menjaga kekayaan organisasi dan terciptanya suatu tujuan organisasi,
baik tujuan operasi maupun tujuan sistem informasi.
 
Istilah yang biasa dipakai untuk pengendalian internal adalah sistem
pengendalian internal, sistem pengawasan internal, dan struktur pengendalian
internal.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah
membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih
akuntabel dan transparan. Semua dapat dicapai jika seluruh penyelenggara negara
dari tingkat pimpinan sampai ditingkat pelaksana mampu melaksanakannya mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
dilaksanakan secara tertib, terkendali, efisien dan efektif. Pasal 58 ayat (1) dan ayat
(2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, memerintahkan
pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian internal pemerintah
secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah, yakni “Presiden selaku Kepala
Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian internal di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh”.
Maka dari itu diperlukan pengendalian internal yang dirancang dengan baik
untuk memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu
instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan
pengelolaan keuangan negara secara handal, mengamankan aset negara, dan
mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

II-1

 
 

  II-2
 
 

  2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern


Pengertian Pengendalian Intern menurut Gelinas dan Sutton (2002 : 4) pada
 
buku Accounting Information System adalah:
  “Internal Control is a system of integrated elemens-people, structure, process
  and procedures-acting to gather to provide reasonable assurance than an

  organization achieves both it’s operation system and it’s information system
goals”.
 
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah
suatu  sistem yang diintegrasikan oleh manusia, struktur organisasi, kebijakan, proses,
  dan prosedur guna menjaga kekayaan organisasi dan terciptanya suatu tujuan
organisasi, baik tujuan operasi maupun tujuan sistem informasi.
Menurut Azhar Susanto (2008 : 95) dalam bukunya Sistem Informasi
Akuntansi menyatakan bahwa :
”Pengendalian internal sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan
direksi, manajemen, dan karyawan yang dirancang untuk memberikan
jaminan yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui
efisiensi dan efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat
dipercaya, ketaatan terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku”.
Dalam buku Accounting Information Systems yang dibuat oleh Marshall B.
Romney dan Paul John Steinbart (2009 : 226), terdapat kutipan dari COSO
(Committee of Sponsoring Organitations) pada tahun 1992 mengeluarkan definisi
tentang definisi pengendalian internal sebagai berikut:
“Internal controls is provides guidance for evaluating and enhancing internal
control systems. The report is widely accepted as the authority on internal
controls and is incorporated into policies, rules, and regulations that are used
to control business activities”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah
panduan untuk mengevaluasi dan meningkatkan sistem pengendalian internal,
kemudian laporan tersebut dapat diterima secara luas sebagai otoritas pada

 
 

  II-3
 
 

  pengendalian internal dan dimasukkan ke dalam kebijakan, aturan, dan peraturan


yang digunakan untuk mengontrol kegiatan usaha.
 
Menurut Krismiaji (2015 : 218) dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi,
  pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode yang digunakan
sistem
  untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang akurat dan

  dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong ditaatinya kebijakan


manajemen.
 
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (1)
  Sistem Pengendalian Internal Pemerintah menyatakan:
tentang
  “Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan”.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP,
adalah Sistem Pengendalian Internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di
lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menteri/pimpinan lembaga,
gubernur dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan. Tanggung jawab ini sebagai bagian dari tanggung jawab
pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian internal adalah suatu proses yang diintegrasikan/dipengaruhi oleh
manusia, struktur organisasi, kebijakan, dan prosedur guna mencapai tujuan operasi
dan tujuan sistem informasi.

 
 

  II-4
 
 

  2.1.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern


Pengendalian internal bukan akhir atau tujuan, tetapi sebagai alat mencapai
 
tujuan dan menjadi tanggung jawab manajemen dalam hal ini instansi pemerintah
 
tersebut. Menurut Azhar Susanto (2008:95) dalam bukunya Sistem Informasi
  Akuntansi, tujuan sistem pengendalian internal adalah untuk memberikan jaminan

  yang meyakinkan bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai melalui efisiensi dan
efektivitas operasi, penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya, ketaatan
 
terhadap undang-undang dan aturan yang berlaku.
  Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan
  keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan Sistem Pengendalian Internal menurut Gelinas dan Sutton (2002:8)
adalah :
1. Tujuan Sistem Operasi
a. Menjamin efektivitas operasi (ensure effectiveness of operations).
b. Menjamin efisiensi operasi dalam penggunaan sumber-sumber daya (ensure
efficient employment of resources).
c. Menjamin keamanan sumber sumber daya (ensure security of resources).
2. Tujuan Sistem informasi
a. Menjamin keabsahan masukan data (ensure input validity)
b. Menjamin kelengkapan masukan data (ensure input completeness).
c. Menjamin akurasi masukan data (ensure input accuracy),
d. Menjamin kelengkapan pemutakhiran (ensure update completeness).
e. Menjamin akurasi pemutakhiran (ensure update accuracy)
f. Menjamin output berupa informasi didistribusikan secara tepat sampai kepada
pihak pihak yang semestinya.

 
 

  II-5
 
 

  Sedangkan menurut Zumriyatun Laila (2010) tujuan SPIP pada PP No. 60


Tahun 2008 mengarah pada empat tujuan yang ingin dicapai dengan dibangunnya
 
SPIP, yaitu:
  Kegiatan yang efektif dan efisien
1.
  2. Laporan keuangan yang dapat diandalkan

  3. Pengamanan Aset
4. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
 
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem
 
pengendalian internal yaitu untuk menciptakan kegiatan yang efektif dan efisien,
  laporan keuangan yang dapat diandalkan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan serta untuk mencapai tujuan sistem informasi dan
sistem operasi. Dimana tujuan sistem operasi berupa jaminan terhadap efektivitas
operasi, efisiensi operasi dalam penggunaan sumber-sumber daya, dan keamanan
sumber sumber daya. Sedangkan yang menjadi tujuan sistem informasi adalah
memberikan jaminan mengenai keabsahan masukan data, kelengkapan masukan data,
akurasi masukan data, kelengkapan pemutakhiran, dan output berupa informasi
didistribusikan secara tepat sampai kepada pihak pihak yang semestinya.

2.1.3 Prinsip Sistem Pengendalian Intern


Prinsip-prinsip pengendalian internal harus dilaksanakan oleh perusahaan/
instansi pemerintah untuk melindungi aset dan mempertinggi keakuratan dan
kebenaran pencatatan akuntansinya serta mencapai tujuan pengendalian akuntansi.
Menurut Weygandt (2007:455) pada buku Accounting Principles, prinsip-
prinsip pengendalian internal meliputi:
1. Pembentukan tanggung jawab
2. Pemisahan tugas
3. Prosedur dokumentasi
4. Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik
5. Verifikasi Internal Dependen

 
 

  II-6
 
 

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip sistem


pengendalian internal yaitu pembentukkan tanggung jawab dimana yang paling
 
berkepentingan terhadap sistem pengendalian internal suatu entitas
 
organisasi/perusahaan adalah manajemen (lebih tepatnya lagi ialah top
  management/direksi), pemisahan tugas, prosedur dokumentasi, pengendalian fisik,

  mekanik, dan elektronik, verifikasi internalal dependen. Dimana sistem pengendalian


internal bersifat generic, mendasar, dan dapat diterapakan pada tiap perusahaan pada
 
umumnya. Selanjutnya sistem pengendalian internal harus selalu di evaluasi, di
 
perbaiki, disesuaikan dengan perkembangan kondisi dan teknologi.
 
2.1.4 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Dalam penerapan pengendalian internal organisasi/instansi permerintah
terdapat unsur-unsur yang harus diterapkan untuk mencapai tujuan sistem
pengendalian internal. Pada buku Konsep dan Studi Kasus Internal Auditing yang
dibuat oleh Amin Widjaja Tunggal (2014:3), terdapat kutipan dari Committee of
Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan
adanya lima komponen/unsur pengendalian internal yang meliputi :
1. Control Environment (Lingkungan pengendalian),
2. Risk Assesment (Penilaian Resiko),
3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian),
4. Information and Comunication (Infomasi dan Komunikasi),
5. Monitoring (Pemantauan).
Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008, unsur-unsur Sistem Pengendalian
Internal dalam Pemerintah mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Internal yang
telah dipraktikan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara yang diadopsi dari
COSO. Penerapan unsur ini dilaksanakan dengan maksud untuk menyatukan dan
menjadi bagian integral dari kegiatan instansi pemerintah.
Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada unsur-unsur pengendalian internal
berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 (COSO) karena pada umumnya
organisasi/perusahaan yang berada di Indonesia mengadopsi sistem pengendalian

 
 

  II-7
 
 

  internal yang berbasis COSO. Dimana pemerintah Indonesia juga telah mengadopsi
sistem pengendalian internal berbasis COSO ke dalam Peraturan Perundang-
 
undangan yaitu PP No. 6 Tahun 2008.
 

  2.1.4.1 Lingkungan Pengendalian

  Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan


memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku
 
positif dan kondusif untuk mendukung terhadap sistem pengendalian intern dan
 
manajemen yang sehat. Menurut Dadang dan Dailibas (2013 : 13) dalam bukunya
  Panduan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, lingkungan
pengendalian adalah unsur pertama dalam SPIP. Lingkungan pengendalian memiliki
beberapa sub unsur yang menjadi pilar utama atau pilar dasar dalam mencapai tujuan
SPIP. Sub unsur lingkungan pengendalian terdiri dari hal-hal berikut :
a. Penegakan integritas dan nilai etika,
b. Komitmen terhadap kompetensi,
c. Kepemimpinan yang kondusif,
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan,
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat,
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan
sumber daya,
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif,
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

2.1.4.2 Penilaian Risiko


Unsur kedua dalam SPIP adalah penilaian risiko. Menurut Dadang dan
Dailibas (2013 : 17) dalam bukunya Panduan Penerapan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, penilaian risiko dapat didefinisikan sebagai kegiatan penilaian atas
kemungkinan terjadinya sesuatu sehingga akan mengancam pencapaian tujuan dan
sasaran instansi pemerintah.

 
 

  II-8
 
 

  Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi


unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
 
Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian risiko yang terdiri
atas: 
  a. Identifikasi risiko, sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan

  menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi


Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komprehensif,
 
menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari
  faktor eksternal dan faktor internal, serta menilai faktor lain yang
  dapat meningkatkan risiko.
b. Analisis risiko, dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko
yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi
pemerintah. Pimpinan instansi pemerintah menerapkan prinsip-prinsip
kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima.
Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan
tujuan instansi pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpendoman
peraturan perundang-undangan.

2.1.4.3 Kegiatan Pengendalian


. Menurut Dadang dan Dailibas (2013 : 31) dalam bukunya Panduan
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, kegiatan pengendalian dapat
membantu memastikan bahwa arah pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan.
Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi
serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi suatu
instansi pemerintah yang bersangkutan.
Jenis-jenis kegiatan pengendalian terdiri atas:
a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan,
b. Pembinaan sumber daya manusia,
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi,
d. Pengendalian fisik atas aset,

 
 

  II-9
 
 

  e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja,


f. Pemisahan fungsi,
 
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting,
  h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian,
  i. Pembatasan akses dan sumber daya dan pencatatannya,

  j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya, dan


k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi
 
dan kejadian penting.
 

  2.1.4.4 Informasi dan Komunikasi


Unsur pengendalian intern yang keempat adalah informasi dan komunikasi.
Instansi pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat diandalkan,
baik informasi keuangan maupun nonkeuangan, yang berhubungan dengan peristiwa-
peristiwa eksternal serta internal.
Menurut Dadang dan Dailibas (2013 : 41) dalam bukunya Panduan
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, informasi harus dicatat dan
dilaporkan kepada instansi pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi
disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu yang
diselenggarakan secara efektif sehingga memungkinkan pimpinan instansi pemerintah
melaksanakan pengendalian dan tanggungjawabnya. Untuk menyelenggarakan sistem
informasi yang efektif pimpinan instansi pemerintah harus:
a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana
komunikasi,
b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbaharui sistem informasi
secara terus-menerus.

 
 

  II-10
 
 

  2.1.4.5 Pemantauan Pengendalian Intern


Pemantauan merupakan unsur pengendalian intern yang kelima atau terakhir.
 
Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan
 
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan penyelesaian audit.
  Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan

  rutin, supervise, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam
pelaksanaan tugas.
 
Pelaksanaan pemantauan berkelanjutan memerlukan kerja sama antara
 
pimpinan instansi pemerintah dan semua pegawai. Semuanya mesti terintegrasi
  sehingga tujuan dapat dicapai. Menurut Dadang dan Dailibas (2013 : 47) dalam
bukunya Panduan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, hal-hal yang
harus dilakukan dalam melaksanakan pemantauan integral adalah sebagai berikut :
1. Pimpinan instansi pemerintah harus memiliki strategi intuk meyakinkan
bahwa pemantauan berkelanjutan efektif dan dapat memicu evaluasi
terpisah pada saat persoalan teridentifikasi atau saat system berada dalam
keadaan kritis, serta pada saat pengujian secara berkala diperlukan.
2. Strategi pimpinan instansi pemerintah menyediakan umpan balik rutin,
pemantauan kinerja, dan mengendalikan pencapaian tujuan.
3. Adanya strategi pemantauan yang meliputi metode untuk menekankan
bahwa pemimpin program atau operasional bertanggungjawab atas
pengendalian intern dan pemantauan efektivitas kegiatan pengendalian. Itu
merupakan bagian dari tugas mereka yang harus dilaksanakan secara
teratur setiap hari.
4. Adanya strategi pemantauan yang mencakup identifikasi kegiatan operasi
penting dan system pendukung pencapaian misi yang memerlukan
peninjauan dan evaluasi khusus.
5. Adanya strategi yang meliputi rencana untuk mengevaluasi secara berkala
kegiatan pengendalian atas kegiatan operasi yang penting dan sistem
pendukung pencapaian misi.

 
 

  II-11
 
 

  6. Dalam proses melaksanakan kegiatan rutin, pegawai instansi pemerintah


mendapatkan informasi berfungsinya pengendalian intern secara efektif.
 
7. Komunikasi dengan pihak eksternal harus dapat menguatkan data yang
  dihasilkan secara internal atau harus dapat mengindikasikan adanya
  masalah dalam pengendalian intern.

  8. Struktur organisasi dan struktur fisik yang memadai dapat membantu


mengawasi fungsi pengendalian intern.
 
9. Data yang tercatat dalam system informasi dan keuangan secara berkala
  dibandingkan dengan asset fisiknya. Jika ada selisih, hal tersebut harus
  ditelusuri.
10. Pimpinan instansi pemerintah mengambil langkah untuk menindaklanjuti
rekomendasi penyempurnaan pengendalian intern yang secara teratur
diberikan oleh aparat pengawasan intern pemerintah, auditor, dan evaluator
lainnya.
11. Rapat dengan pegawai digunakan untuk meminta masuka tentang
efektifitas pengendalian intern.
12. Pegawai secara berkala diminta untuk menyatakan secara tegas apakah
mereka sudah mematuhi kode etik atau peraturan sejenis mengenai perilaku
yang diharapkan. Pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan
pemantauan sistem pengendalian intern. Pemantauan harus dapat menilai
kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi
hasil audit dan reviu lainnya dapat segara ditindak lanjuti. Pemantauan
sistem pengendalian intern dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut hasil rekomendasi audit
dan reviu lainnya. Dalam PP No. 60 Tahun 2008 Pasal 43, ayat (2), antara
lain disebutkan bahwa pemantauan SPI dilaksanakan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit
dan reviu lainnya.

 
 

  II-12
 
 

  2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan SPI


Pencapaian tujuan dari suatu sistem tidak lepas dari faktor-faktor yang
 
mempengaruhinya terutama faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan.
 
Keberhasilan penerapan Sistem Pengendalian Internal juga dapat dipengaruhi oleh
  faktor-faktor keberhasilan tersebut.

  Menurut Wibisono (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


keberhasilan penerapan Sistem Pengendalian Internal yaitu :
 
1. Sumber Daya Manusia
  Sumber daya manusia merupakan modal utama dan penggerak dalam
  suatu organisasi, dan merupakan soft control dalam penerapan SPIP. Sumber
daya manusia yang dimaksudkan adalah sumber daya manusia yang memiliki
integritas dan mentaati nilai etika. Sumber daya manusia yang mempunyai
integritas dan mentaati etika adalah merupakan komponen penting dalam
mendorong agar organisasi dapat berjalan pada relnya.
2. Komitmen
Keberhasilan dan kunci sukses tercapainya tujuan organisasi sangat
dipengaruhi oleh komitmen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam
menjalankan organisasi. Dalam penerapan Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah, komitmen pimpinan sangat diharapkan sehingga apapun
keputusan maupun kebijakan yang akan diambil terkait dengan perbaikan
terhadap pengendalian internal, prosedur dan aturan yang akan dilaksanakan
mendapat dukungan sepenuhnya dari pimpinan.
3. Keteladanan Pimpinan
Lingkungan pekerjaan sangat mempengaruhi pembentukan karakter dan
budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam suatu kondisi lingkungan yang
kondusif, dengan pimpinan yang selalu memberikan contoh perilaku yang
positif, selalu mendorong bawahan untuk terbiasa bersikap terbuka, jujur dan
disiplin akan memudahkan organisasi dalam pencapaian tujuannya.
Keteladanan pimpinan dalam bersikap dan bertingkah laku akan dapat

 
 

  II-13
 
 

  mendorong terciptanya budaya kerja yang selalu mengedepankan nilai-nilai


kejujuran, etika dan disiplin.
 
4. Ketersediaan Infrastruktur
  Keberadaan infrastruktur mencakup antara lain : pedoman, kebijakan dan
  prosedur yang terintegrasi dengan unsur-unsur SPIP lainnya, sesuai dengan

  proses bisnis dan karakteristik suatu instansi pemerintah terkait dengan


penyelenggaraan SPIP. Keberadaan infrastruktur harus didukung oleh
 
implementasi dari infrastruktur SPIP tersebut.
  Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan sistem
  pengendalian internal terdiri dari sumber daya manusia yang memiliki intergritas,
adanya komitmen dari seluruh komponen organisasi, keteladanan pimpinan dan
ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

2.1.6 Hambatan Penerapan Sistem Pengendalian Intern


Pengendalian internal yang memadai dalam suatu perusahaan/organisasi,
tidaklah menjamin tercapainya tujuan perusahaan/organisasi. Hal ini disebabkan
karena pengendalian internal memiliki hambatan yang dapat melemahkan
pengendalian. Maka, bukan hal yang mustahil apabila dalam perusahaan/organisasi
yang memiliki pengendalian internal memadai masih terjadi kesalahan atau
penyelewengan.
Menurut Azhar Susanto (2008:103) dalam bukunya Sistem Informasi
Akuntansi menyatakan bahwa ada beberapa hambatan dari pengendalian internal,
sehingga pengendalian internal tidak dapat berfungsi, yaitu:
1. Kesalahan
Kesalahan muncul ketika karyawan melakukan pertimbangan yang
salah atau perhatiannya selama bekerja terpisah.
2. Kolusi
Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk
melakukan pencurian (korupsi) di tempat mereka bekerja.

 
 

  II-14
 
 

  3. Penyimpangan Manajemen
Penyimpangan manajemen muncul karena manajer suatu organisasi
 
memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, proses
  pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif
  pada tingkat atas.

  4. Manfaat dan Biaya


Manfaat dan biaya, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal
 
mengandung arti bahwa biaya pengendalian internal tidak melebihi
  manfaat yang dihasilkan.
  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hambatan pengendalian internal
meliputi kesalahan, kolusi, penyimpangan manajemen, serta manfaat dan biaya. Di
samping itu, banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas
dan pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan
sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2 Pengelolaan Barang Milik Daerah


Menurut Permendagri No. 19 tahun 2016 bahwa yang dimaksud dengan
pengelolaan Barang Milik Daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan tindakan
terhadap daerah yang meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
2. Pengadaan;
3. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
4. Penggunaan;
5. Penatausahaan;
6. Pemanfaatan;
7. Pengamanan dan pemeliharaan;
8. Penilaian;
9. Penghapusan;
10. Pemindahtanganan;
11. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian;

 
 

  II-15
 
 

  12. Pembiayaan;
13. Tuntutan ganti rugi.
 

2.2.1  Prinsip Dasar Pengelolaan Barang Milik Daerah


  Pemerintah Daerah dalam mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien

  dan efektif serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka
perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi menajemen yang
 
komprehensif dan handal sebagai alat untuk menghasilkan laporan
 
pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat untuk
  dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan
belanja pembangunan (modal) dalam penyusunan APBD, dan untuk memperoleh
informasi manajemen aset daerah yang memadai maka diperlukan dasar pengelolaan
kekayaan asset yang memadai juga, dimana menurut Mardiasmo (2002), terdapat tiga
prinsip dasar pengelolaan kekayaan aset daerah yakni: (1) adanya perencanaan yang
tepat, (2) pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif, dan (3) pengawasan
(monitoring).

1. Perencanaan
Pemerintah Daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang
pelaksanaan tugas dan kewenangannya untuk melaksanakan apa yang menjadi
kewenangan wajibnya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu membuat perencanaan
kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut,
Pemerintah Daerah kemudian mengusulkan anggaran pengadaannya.
Pada dasarnya kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis
(Mardiasmo:2002), yaitu:
1. Kekayaan yang sudah ada sejak adanya daerah tersebut. Kekayaan jenis ini
meliputi seluruh kekayaan alam dan geografis kewilayahannya. Contohnya adalah
tanah, hutan, tambang, gunung, danau, pantai dan laut, sungai, dan peninggalan
bersejarah (misalnya: candi dan bangunan bersejarah);

 
 

  II-16
 
 

  2. Kekayaan yang akan dimiliki baik yang berasal dari aktivitas pemerintah daerah
yang didanai APBD serta kegiatan perekonomian daerah lainnya. Contohnya
 
adalah jalan, jembatan, kendaraan, dan barang modal lainnya.
  Pemerintah daerah harus membuat perencanaan yang tepat terhadap dua jenis
  kekayaan tersebut. Perencanaan juga meliputi perencanaan terhadap aset yang belum

  termanfaatkan atau masih berupa aset potensial. Perencanaan yang dilakukan harus
meliputi tiga hal, yaitu:
 
a. Melihat kondisi aset daerah di masa lalu;
  yang dibutuhkan untuk masa sekarang;
b. Aset
  c. Perencanaan kebutuhan aset di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan strategik baik yang bersifat jangka
pendek, menengah, dan jangka panjang mengenai pengelolaan aset daerah.

2. Pelaksanaan
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana pelaksanaannya. Kekayaan milik
daerah harus dikelola secara optimal dengan memperhatikan prinsip efisiensi,
efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD yang harus
melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut agar
tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah.
Hal cukup penting yang diperhatikan pemerintah daerah adalah perlunya
dilakukan perencanaan terhadap biaya operasional dan pemeliharaan untuk setiap
kekayaan yang dibeli atau diadakan. Hal ini disebabkan sering kali biaya operasi dan
pemeliharaan tidak dikaitkan dengan belanja investasi/modal. Mestinya terdapat
keterkaitan antara belanja investasi/modal dengan biaya operasi dan pemeliharaan
yang biaya tersebut merupakan commitment cost yang harus dilakukan. Selain biaya
operasi dan pemeliharaan, biaya lain yang harus diperhatikan misalnya biaya asuransi
kerugian.

 
 

  II-17
 
 

  3. Pengawasan
Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga
 
pengahapusan aset. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat
 
penting untuk menilai konsistesi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah
  daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor juga penting keterlibatannya

  untuk menilai kebijakan akuntansi yang diterapkan manyangkut pengakuan aset


(recognition), pengukurannya (measurement), dan penilaiannya (valuation).
 
Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpanan dalam perencanaan maupun
 
pengelolaan aset yang dimiliki daerah.
 
2.2.2 Tujuan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Tujuan pengelolaan aset adalah mengelola aset secara komprehensif atas
permintaan, perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan/rehabilitasi, pembuangan/pelepasan dan penggantian aset. Manajemen aset
merupakan proses menjaga/memelihara dan memanfaatkan modal publik, hal ini
dilakukan dalam rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan Barang Milik
Daerah sehingga terciptanya manajemen pemerintahan yang dapat bekerja secara
efisien, efektif dan ekonomis.

2.2.3 Azas-Azas Pengelolaan Barang Milik Daerah


Barang Milik Daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik
dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan Barang Milik Daerah
dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:
1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di
bidang pengelolaan Barang Milik Daerah yang dilaksanakan oleh pengurus
barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai
fungsi, wewenang dan tanggungjawab masing-masing;
2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan Barang Milik Daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

 
 

  II-18
 
 

  3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Daerah


harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi
 
yang benar;
  4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan Barang Milik Daerah diarahkan agar

  Barang Milik Daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan

  yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan


fungsi pemerintahan secara optimal;
 
5. Azas akuntabilitas, yaitu pengelolaan Barang Milik Daerah harus dapat
  dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
  6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan Barang Milik Daerah harus didukung
oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah serta penyusunan
neraca Pemerintah Daerah.

2.3 Penatausahaan Barang Milik Daerah


Menurut Permendagri Nomor 19 tahun 2016, yang dimaksud dengan
penatausahaan barang milik daerah adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
pembukuan, inventarisasi dan pelaporan Barang Milik Daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Tujuan Penatausahaan barang milik daerah yaitu untuk
mempertanggungjawabkan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dimana hasil penatausahaan barang milik
daerah ini nantinya dapat digunakan dalam rangka
a. Penyusunan neraca pemerintah daerah setiap tahun,
b.Perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah setiap
tahun,
c. Pengamanan administrasi barang milik daerah.

 
 

  II-19
 
 

  Penatausahaan Barang Milik Daerah melakukan 3 (tiga) kegiatan yang


meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
 
1. Pembukuan
  Pembukuan adalah proses pencatatan Barang Milik Daerah ke dalam daftar
  barang pengguna dan ke dalam kartu inventaris barang serta dalam daftar Barang

  Milik Daerah. Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan


pencatatan Barang Milik Daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar
 
Barang Kuasa Pengguna (DBKP).
  Pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan
  pencatatan harus sesuai denga format:
a. Kartu Inventaris Barang (KIB) A Tanah;
b. Kartu Inventaris Barang (KIB) B Peralatan dan Mesin;
c. Kartu Inventaris Barang (KIB) C Gedung dan Bangunan;
d. Kartu Inventaris Barang (KIB) D Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
e. Kartu Inventaris Barang (KIB) E Aset Tetap Lainnya;
f. Kartu Inventaris Barang (KIB) F Konstruksi dalam Pengerjaan;
g. Kartu Inventaris Ruangan (KIR).

2. Inventarisasi
Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang akurat, lengkap, dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang
dimiliki atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Untuk dapat melakukan identifikasi
dan inventarisasi aset daerah secara objektif dan dapat diandalkan, Pemerintah
Daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang independen.
Kegiatan inventarisasi yaitu menyusun Buku Inventaris yang menunjukkan
semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data meliputi lokasi, jenis/merk,
tipe, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang, dan
sebagainya.

 
 

  II-20
 
 

  Adanya buku inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai


fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka:
 
a. Pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang;
 
b. Usaha untuk menggunakan memanfaatkan setiap barang secara maksimal
  sesuai dengan tujuan dan fungsinya masing-masing;

  c. Menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.

 
3. Pelaporan
  Pelaporan Barang Milik Daerah yang dilakukan pengguna barang
  disampaikan setiap semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengelola.
Pelaporan adalah proses penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun
setelah dilakukan inventarisasi dan pencatatan. Pengguna menyampaikan laporan
pengguna barang semesteran, tahunan, dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah
melalui pengelola. Sementara Pembantu Pengelola menghimpun seluruh laporan
pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing
SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinnya. Rekapitulasi tersebut
digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.

2.4 Pengamanan Barang Milik Daerah


2.4.1 Pengertian Barang Milik Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016, Barang Milik
Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain :
1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.
2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak.
3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang.
4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Barang Milik Daerah merupakan bagian dari aset Pemerintah Daerah yang
berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau

 
 

  II-21
 
 

  dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dann/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
 
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk
  daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat
sumber
  umum dan sumber-sumber daya yang dipeliara karena alasan sejarah dan budaya.

  Barang Milik Daerah termasuk dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar
adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
 
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, berupa persediaan.
 
Sedangkan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
  12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan
oleh masyarakat umum, meliputi Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedun dan Bangunan;
Jalan, Irigasi dan jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta konstruksi dalam Pengerjaan.
Dari uraian diatas, yang dimaksud aset daerah adalah aset lancar, aset tetap
dan aset lainnya, sedngkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah Persediaan
(bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah.

2.4.2 Pengertian Pengamanan Barang Milik Daerah


Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 disebutkan
bahwa pengamanan merupakan kegiatan atau tindakan pengendalian dan penertiban
dalam upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik, administratif dan tindakan
hukum. Pengamanan sebagaimana tersebut diatas, dititik beratkan pada
penertiban/pengamanan secara fisik dan administratif, sehingga barang milik daerah
tersebut dapat dipergunakan atau dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari
penyerobotan pengambil alihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan dilakukan
terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses pemakaian dan
barang persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik, administratif dan
tindakan hukum. Pengamanan terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris
dalam proses pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang diupayakan
secara fisik, administratif dan tindakan hukum.

 
 

  II-22
 
 

  2.4.3 Pelaksanaan Pengamanan Barang Milik Daerah


Menurut Permendagri No 19 Tahun 2016 pengamanan dilakukan terhadap
 
barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses pemakaian dan barang
 
persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik, administrasi dan tindakan
  hukum.

  A. Pengamanan Fisik
1. Barang Inventaris
 
Pengamanan terhadap barang-barang bergerak dilakukan dengan cara :
  a. Pemanfaatan sesuai tujuan.
  b. Penggudangan/penyimpanan baik tertutup maupun terbuka.
c. Pemasangan tanda kepemilikan.
Pengamanan terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara :
a. Pemagaran.
b. Pemasangan papan tanda kepemilikan.
c. Penjagaan.
2. Barang Persediaan
Pengamanan terhadap barang persediaan dilakukan oleh penyimpan
dan/atau pengurus barang dengan cara penempatan pada tempat
penyimpanan yang baik sesuai dengan sifat barang tersebut agar barang
milik daerah terhindar dari kerusakan fisik.
B. Pengamanan Administratif
1. Barang Inventaris
Pengamanan administrasi terhadap barang bergerak dilakukan dengan cara :
a. Pencatatan/inventarisasi.
b. Kelengkapan bukti kepemilikan antara lain BPKB, faktur pembelian
dll.
c. Pemasangan label kode lokasi dan kode barang berupa stiker.
Pengamanan administrasi terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan
cara :

 
 

  II-23
 
 

  a. Pencatatan/inventarisasi.
b. Penyelesaian bukti kepemilikan seperti: IMB, Berita Acara serah
 
terima, Surat Perjanjian, Akte Jual Beli dan dokumen pendukung
  lainnya.
  2. Barang Persediaan

  Pengamanan administratif terhadap barang persediaan dilakukan dengan cara


pencatatan dan penyimpanan secara tertib.
 
C. Tindakan Hukum
  Pengamanan melalui upaya hukum terhadap barang inventaris yang
  bermasalah dengan pihak lain, dilakukan dengan cara :
a. Negosiasi (musyawarah) untuk mencari penyelesaian.
b. Penerapan hukum.

2.4.4 Aparat Pelaksana Pengamanan Barang Milik Daerah.


Menurut Permendagri 19 Tahun 2016 pengamanan pada prinsipnya
dilaksanakan oleh aparat pelaksana Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
A. Pengamanan Administratif
1. Pencatatan oleh Pengguna dan dilaporkan kepada pengelola melalui
Pembantu Pengelola.
2. Pemasangan label dilakukan oleh Pengguna dengan koordinasi
Pembantu Pengelola.
3. Pembantu Pengelola dan/atau SKPD menyelesaikan bukti kepemilikan
barang milik daerah.
B. Pengamanan Fisik
1. Pengamanan fisik secara umum tehadap barang inventaris dan barang
persediaan dilakukan oleh pengguna.
2. Penyimpanan bukti kepemilikan dilakukan oleh pengelola.
3. Pemagaran dan pemasangan papan tanda kepemilikan dilakukan oleh
pengguna terhadap tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk

 
 

  II-24
 
 

  penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan oleh Pembantu Pengelola


terhadap tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna
 
kepada Kepala Daerah.
  Tindakan Hukum
C.
  1. Musyawarah untuk mencapai penyelesaian atas barang milik daerah yang

  bermasalah dengan pihak lain pada tahap awal dilakukan oleh pengguna
dan pada tahap selanjutnya oleh Pembantu Pengelola.
 
2. Upaya pengadilan Perdata maupun Pidana dengan dikoordinasikan oleh
  Biro Hukum/Bagian Hukum.
  3. Penerapan hukum melalui tindakan represif/pengambilalihan, penyegelan
atau penyitaan secara paksa dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) bersama-sama Biro Hukum/ Pembantu Pengelola dan SKPD
Terkait.

2.5 Penelitian Terdahulu


Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang mengambil topik
yang sama, yaitu:
Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Penelitian
1. Vivi Novita Pengaruh Penatausahaan Penatausahaan
(2016) Penatausahaan Barang Milik Barang Milik
Barang Milik Daerah (X) Daerah
Daerah terhadap dan memberikan
Pengamanan Aset Pengamanan pengaruh positif
Daerah (Studi Aset Daerah dan signifikan
Kasus pada (Y) terhadap
Pemerintah Pengamanan Aset

 
 

  II-25
 
 

  Provinsi Jawa Daerah


Barat)
 
2. Rizky Prasetyo Pengaruh Penatausahaan Penatausahaan dan
 
Handoyo Penatausahaan Barang Milik Penertiban Barang
  (2015) dan Penertiban Daerah (X1), Milik Daerah

  Barang Milik Penertiban memberikan


Daerah terhadap Barang Milik pengaruh positif
 
Pengamanan Daerah (X2), dan signifikan
  Barang Milik dan terhadap
  Daerah (Studi Pengamanan Pengamanan
Kasus pada Barang Milik Barang Milik
Pemerintah Kota Daerah (Y) Daerah
Bandung)
3. Annisa Pengaruh Sistem Pengaruh Pengaruh Sistem
Rahmawati Pengendalian Sistem Pengendalian
(2016) Internal terhadap Pengendalian Internal
Pengamanan Aset Internal (X) memberikan
Tetap (Studi dan pengaruh positif
Kasus pada Pengamanan dan signifikan
Pemerintah Aset Tetap terhadap
Provinsi Jawa (Y) Pengamanan Aset
Barat) Tetap
4. Novan Dwi Pengaruh Sistem Sistem Sistem
Dermawan Pengendalian Pengendalian Pengendalian
(2014) Internal terhadap Internal (X) Internal memiliki
Pengamanan Aset dan pengaruh positif
Tetap (Studi Pengamanan dan signifikan
Kasus pada Aset Tetap terhadap
Pemerintah Kota (Y) Pengamanan Aset

 
 

  II-26
 
 

  Bandung) Tetap.
5. Sugih Sutrisno Pengaruh Sistem Sistem Sistem
 
Putra Pengendalian Pengendalian Pengendalian Intern
 
(2013) Intern dalam Intern dalam dalam
  Penatausahaan Penatausahaan Penatusahaan

  Barang Milik Barang Milik Barang Milik


Daerah terhadap Daerah (X1) Daerah
 
Kulitas Laporan dan memberikan
  Keuangan Pengamanan pengaruh positif
  Pemerintah Barang Milik dan signifikan
Daerah (Studi Daerah (Y) terhadap
Kasus Pada Pengamanan
Pemerintah Barang Milik
Provinsi Jawa Daerah.
Barat)
Sumber : Data yang diolah kembali

2.6 Kerangka Berfikir


Barang Milik Daerah termasuk dalam sumber daya penting bagi pemerintah
daerah sebagai penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi
pemerintah daerah untuk dapat mengelola aset tetapnya secara optimal. Dengan suatu
sistem pengendalian intern yang berjalan secara efektif untuk melaksanakan
pengamanan aset akan mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan suatu daerah
karena berdasarkan tujuan sistem pengendalian internal dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 tahun 2008 yaitu pengamanan aset.
Selain sistem pengendalian intern, pencatatan dan inventarisasi barang milik
daerah pada organisasi perangkat daerah sangat penting dikarenakan catatan tersebut
dijadikan objek audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam meyakini penyajian
laporan keuangan organisasi perangkat daerah dan pemerintah daerah. Hasil
penatausahaan barang milik daerah ini nantinya dapat digunakan dalam rangka:

 
 

  II-27
 
 

  a. Penyusunan neraca pemerintah daerah setiap tahun,


b. Perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMD setiap tahun untuk
 
digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran
 
c. Pengamanan administrasi BMD.
  Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis

  mengembangkan kerangka berfikir sebagai berikut:

Opini BPK
  atas Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan Barang Milik Daerah
yang masih belum tertib
 

 
VARIABEL X VARIABEL Y

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PENGAMANAN BARANG


DALAM PENATAUSAHAAN MILIK DAERAH
BARANG MILIK DAERAH
(Permendagri No.19 Tahun 2016)
(PP No. 60 Tahun 2008)

Pengamanan Barang Milik Daerah


Penatausahaan Barang Milik Daerah
 Pengamanan Fisik
(Permendagri No. 19 Tahun 2016)
 Pengamanan Administratif
 Tindakan Hukum
Komponen Pengendalian Intern

 Lingkungan Pengendalian
 Penilaian Resiko
 Kegiatan Pengendalian
 Informasi dan Komunikasi
 Pemantauan

Gambar II.I Kerangka Berfikir

 
 

  II-28
 
 

  2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelititan merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum
 
dilakukannya penelitian dalam hal pendugaannya menggunakan statistika untuk
 
menganalisanya. Menurut Sugiyono (2013 : 64) mengemukakan bahwa :
  “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

  dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat.”


Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis untuk penelitian ini
 
adalah “Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan Barang Milik Daerah
 
berpengaruh positif signifikan terhadap Pengamanan Barang Milik Daerah”.
 

Anda mungkin juga menyukai