Anda di halaman 1dari 10

Penatalaksanaan Pada Sirosis Hepatis

Nathania Dwianti Setiawan, Darma Refmon, Ellys Liony, Annisa Nova, Adrian Valentinus, Kisi
Wulandari, Ilyana Prasetya H. Nurul Iffah
102016120, 102016219, 102013247, 102015075, 102015117, 102016057, 102016223,
102016264
PBL F4 – skenario 6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari semua penyakit
hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Dahulu sirosis hati dianggap sebagai
proses yang pasif dan tidak bisa pulih kembali, namun sekarang merupakan sesuatu bentuk
respon aktif terhadap penyembuhan cidera hati kronik dapat pulih kembali. Ada bukti nyata yang
menunjukkan reversibilitas dari fibrosis pada keadaan pre-sirosis. Namun faktor yang menetukan
regresi fibrosis belum cukup jelas, dan saat dimana sirosis betul-betul bisa pulih kembali belum
ditetapkan secara morfologi maupun fungsional.1

ANAMNESIS
KU : perut membesar disertai sesak 1 minggu yang lalu SMRS
Keluhan Penyerta : mual, kembung, BAB BAK biasa
RPD : sakit kuning 3 tahun yang lalu, beberapa kali kambuh

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran Compos Mentis
TTV : TD = 110/70 mmHg ; N = 110/menit ; T = 360C ; P : 20x/menit
Konjuctiva anemis (+)
Sklera subikterik (+)
Vena kolateral abdomen (+)

1
Hepar tidak teraba ; lien SII ; pekak berpindah (+) ; nyeri tekan abdomen (-) ; palmar eritem (+) ;
flapping temor (-) ;

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil
Aminotransferase: ALT & AST Normal/sedikit meningkat
Alkali fosfatase/ALP Sedikit meningkat
Gamma-glutamil transferase ; GT Korelasi dengan ALP, spesifik khas akibat
alkohol sangat meningkat
Bilirubin Meningkat pada SH lanjut
Globulin Meningkat terutama IgG
Waktu prothrombin Meningkat/penurunan produksi faktor
V/VII dari hati
Natrium darah Menurun akibat peningkatan ADH dan
aldosterone
Trombosit Menurun (hipersplenism)
Leukosit dan netrofil Menurun (hiperslenism)
Anemia Makrositik, normositik, dan mikrositik
Tabel 1. Tes laboratorium pada sirosis hati2
Pemeriksaan lab untuk mengetahui penyebabnya yaitu:
o Serologi virus hepatitis
 HBV : HbSAg, HBeAg, anti HBc, HBV-DNA
 HCV : anti HCV, HCV-RNA
o Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
o Saturasi transferin dan ferritin untuk hemokromatosis
o Ceruloplasmin dan copper untuk penyakit Wilson
o Alpha 1-antitrypsin
o AMA untuk sirosis bilier primer
o Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer
 USG kurang sensitive untuk mendeteksi SH namun cukup spesifik bila penyebabnya
jelas. Gambaran dari USG memperlihatkan ekodensitas atau heterogen pada sisi
superficial, sedang pada sisi profunda ekodensitas menurun. dapat dijumpai pula
pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-terputus.
Hati mengecil dan dijumpai splenomegaly, asites tampak sebagai area bebas gama
(ekolusen) antara organ intra abdominal dengan dinding abdomen. MRI dan CT
konvensional bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya SH, misalnya dengan
menilai ukuran lien, asites, dan kolateral vascular. Ketiga alat ini bisa digunakan untuk
mendeteksi adanya karsinomahepatoselular.2

2
 Endoskopi, gastroskopi digunakan untuk memeriksa adanya varises di esophagus dan g
aster pada penderita SH. Selain untuk diagnostik bisa juga untuk pencegahan dan terapi
perdarahan varises.2
 Biopsi hati, merupakan baku emas untuk diagnosis SH melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Tetapi biopsi tidak diperlukan bila secara
klinis, pemeriksaan laboratorium dan radiologi menunjukan kecenderungan SH.
Walaupun biopsi hati resikonya kecil tapi dapat berakibat fatal seperti perdarahan dan
kematian.2
Hasil PP berdasarkan skenario : Lab = Hb 10 g/dl ; leukosit 2200/uL ; Ht 29% ; trombosit
58000/UI
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hepatitis B kronik
Kemungkinan menjadi kronik setelah hepatitis B akut bervariasi sesuai umur. Infeksi saat lahir
berhubungan dengan infeksi akut yang secara klinis tenang tetapi memiliki kemungkinan 90%
menjadi kronik. HBV menyebabkan infeksi kronik pada 350 juta penduduk diseluruh dunia
dengan variasi geografik yang luas. Di amerika terdapat 1,2 juta karier HBV. Selain dapat
menyebabkan kronik dan karier, HBV dapat menyebabkan hepatitis fulminant dengan nekrosis
hati yang massif. Selain itu HBV bisa menimbulkan karsinoma hepatoselular, bahkan karier
virus hepatitis B kronik memiliki resiko terjadinya hepatoma 100 kali lebih besar. Derajat cidera
pada pasien hepatitis B kronik bervariasi dari karier asimptomatik hingga ringan pada hepatitis
kronik persisten, sampai pada kronik aktif. Penularannya terjadi melalui jalur perinatal,
parenteral seperti transfusi, produk darah, tertusuk jarum suntik, atau pemakaian jarum suntik
bersama, atau lewat cairan tubuh. HBV merupakan virus DNA untai ganda parsial, sirkuler, dan
merupakan anggota dari famili hepadna virus. Replikasi virus ini terjadi lewat reverse
transcription dari template RNA pregenomik. HBV sendiri tidak menyebabkan kematian sel.
Pembunuhan hepatosit terjadi lewat mediasi limfosit T CD8+ yang sitotoksik dan ditujukan
langsung kepada sel-sel yang terinfeksi virus. Pada penyakit hepatitis B ini memiliki penanda
serum. HBsAg yang positif biasa sudah muncul sebelum timbulnya gejala, mencapai puncak saat
penyakit terlihat nyata dan kemudian menurun beberapa bulan kemudian. HBeAg dapat
terdeteksi dalam serum selama replikasi virus. HBeAg dan HBV DNA segera terlihat setelah
timbulnya HBsAg, sebelum onset penyakit yang akut. Biasanya HBeAg akan menurun dalam
waktu beberapa minggu beberapa minggu. Persisten antigen ini menunjukan kemungkinan
progresivitas penyakit menjadi bentuk penyakit yang kronik. IgM anti-HBc menjadi antibodi
pertama yang timbul di dalam darah dan kemudian diikuti dengan segera oleh anti-HBe dan IgG
anti HBc. Anti-HBs yang positif menandai akhir penyakit akut dan bertahan selama bertahun-
tahun dengan memberikan imunitas. Karier yang kronik ditentukan berdasarkan adanya HBsAg
di dalam serum selama 6 bulan. Dengan menggunakan tes berdasarkan PCR yang sensitif, kadar
DNA virus yang rendah dapat terdeteksi sekalipun terdapat antibodi anti-HBe. 5% orang dewasa
dengan paparan HBV mengalami infeksi kronis.3
Hepatoma

3
Karsinoma hepatoseluler (KHS) atau hepatoma merupakan salah satu jenis keganasan hati
primer yang paling sering ditemukan dan banyak menyebabkan kematian. Dari seluruh
keganasan hati 80-90% adalah KHS. Penyebab dari tumor ini biasanya adalah virus hepatitis B
(HBV) dan virus hepatitis C (HVC). Penderita hematoma ini lebih banyak laki-laki dibanding
perempuan dengan perbandingan 2-3 kali. Biasanya menetap melalui transmisi vertikal dari virus
tersebut oleh ibu ke bayinya atau infeksi dari anak-anak dibawah 10 tahun melalui transmisi
horizontal di dalam keluarga. Dalam keadaan infeksi HBV yang persisten, resiko terjadinya
hepatoma meningkat 100 kali. Karsinoma hati primer dibedakan menjadi karsinoma yang berasal
dari sel-sel hati (KHS), karsinoma dari sel-sel saluran empedu (karsinoma kolangioseluler), dan
campuran keduanya. Selain itu juga dapat berasal dari jaringan ikat hati seperti fibrosarkoma
hati. Secara mikroskopis dijumpai bentuk masif yang biasa pada lobus kanan, batas tegas, dapat
disertai nodul-nodul kecil di sekitar masa tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis. Kemudian
dapat ditemukan noduler, dengan nodul di seluruh hati. Lalu dapat juga difus dimana seluruh
hatinya terisi sel tumor. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks cedera kronik dari sel
hati, peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit. Respon regenerative yang
terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis yang diikut oleh mutasi pada
hepatosit dan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.
Gambaran klinisnya biasa berupa rasa nyeri tumpul dan mengenai perut bagian kanan atas di
epigastrium atau pada kedua tempat epigastrium dan hipokondrium kanan. Rasa nyeri tersebut
tidak berkurang dengan pengobatan apapun juga. Bahkan nyeri menjadi lebih hebat bila
bergerak. Nyeri biasanya akibat dari pembesaran hati, peregangan glison, dan rangsangan
peritoneum. Lalu terdapat benjolan di daerah bagian perut kanan atas atau di epigastrium. Selain
itu perut juga membesar karena adanya asites yang disebabkan oleh sirosis.atau penyebaran
karsinoma hati ke peritoneum. Umumnya terdapat keluhan lain seperti mual, muntah, perut
terasa penuh, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dengan cepat. Prognosisnya
bergantung pada kemungkinan tumor tersebut direseksi, biasanya kematian terjadi dalam waktu
6 bulan setelah diagnosis ditegakkan.4
WORKING DIAGNOSIS
Sirosis Hati
ETIOLOGI
Cedera awal dapat disebabkan oleh beragam proses. Gambaran krusial adalah bahwa cidera hati
tidak bersifat akut dan swasirna tetapi kronik dan progresif. Di AS, penyalahgunaan alkohol
adalah kausa tersering sirosis. Sedangkan di negara lain kausa tersering adalah agen infeksi
terutama HBV dan HCV. Kausa lain yaitu adanya obstruksi empedu kronik, gangguan
metabolik, gagal jantung kongesti kronik dan sirosis bilier primer (autoimun).2
EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita usia 45-46 tahun
setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Sedangkan diseluruh dunia sirosis hati menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita sirosis hati lebih banyak laki-laki dibanding

4
perempuan dengan perbandingan 1,6:1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan umur
30-59 tahun dengan puncak 40-49 tahun. Insidens sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per-
100.000 orang penduduk. Sebagian besar penyebabnya yaitu penyakit hati alkoholik dan non-
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. sedangkan di Asia tenggara penyebab utama sirosis
hati adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV) dengan angka kejadian di Indonesia akibat hepatitis
B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.2
PATOFISIOLOGI
Faktor yang termasuk dalam etiologi sirosis yaitu salah satunya konsumsi minuman beralkohol.
Ini merupakan penyebab yang sering terjadi. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan protein
juga menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, tetapi asupan alkohol yang berlebihan juga faktor
penyebab utama perlemakan hati. Pada sirosis alkoholik ditandai dengan terbentuknya jaringan
parut yang difus sehingga kehilangan sel-sel hati yang uniform dan sedikit nodul regenerative
atau biasa disebut sirosis mikronodular. Selanjutnya akan terbentuk tiga lesi utama yaitu
perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik. Peningkatan gangguan
sintesis kolagen dan komponen jaringan ikat atau membrane basal lain matriks ekstrasel
diperkirakan juga berperan dalam terjadinya fibrosis hati dan terjadinya sirosis hati. fibrosis
dapat mempengaruhi tidak saja fisika aliran darah melalui hati tetapi juga fungsi sel-sel itu
sendiri. Fibrosis hati terjadi pada tiga situasi. Pertama yaitu sebagai respon imun. contohnya
yaitu HBV dan spesies schistosoma merupakan agen yang menyebabkan fibrosis dengan dasar
imunologis. Kedua yaitu sebagai bagian dari proses penyembuhan luka. Agen seperti karbon
tetraklorida atau hepatitis A yang menyerang dan mematikan hepatosit secara langsung adalah
contoh agen yang menyebabkan fibrosis sebagai penyembuhan luka. Ketiga yaitu sebagai
respons terhadap agen yang memicu fibrogenesis primer. Jika pada kedua situasi tersebut dipicu
oleh efek berbagai sitokin yang dibebaskan oleh sel radang yang menyebuk hati, pada situasi
ketiga ini agen tertentu seperti etanol dan besi dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
secara langsung meningkatkan transkripsi gen kolagen sehingga juga meningkatkan jumlah
jaringan ikat yang disekresikan oleh sel. Fibrosis hati berlangsung dalam dua tahap. Pertama
yaitu ditandai oleh perubahan komposisi matriks ekstrasel dari kolagen yang tidak berikan
silang dan tidak membentuk fibril menjadi kolagen yang lebih padat dan membentuk ikatan
silang. Pada tahap ini cidera hati masih bersifat ireversibel. Sedangkan pada tahap kedua
melibatkan pembentukan ikatan silang kolagen subendotel, proliferasi sel mioepitel, dan distorsi
arsitektur hati disertai kemunculan nodul-nudol regenerasi. Tahap kedua ini bersifat ireversibel.3,5

5
Gambar 1. Patofisiologi sirosis hepatis
MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas sirosis hati kompensata dan sirosis hati
dekompensata yang disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal.
Manifestasi klinis dari sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal ini yaitu :
 Kegagalan parenkim hati
 Hipertensi portal
 Asites
 Ensefalopati hepatitis
Keluhan dari sirosis hati yaitu merasa kamampuan jasmani menurun, nafsu makan menurun
diikuti dengan penurunan berat badan, mata berwarna kuning dan BAK berwarna gelap,
pembesaran perut dan kaki bengkak, perdarahan saluran cerna bagian atas, pada keadaan lanjut
bias dijumpai tidak sadarkan diri karena hepatic encephalopathy, dan perasaan gatal yang hebat.
Manifestasi klinis disfungsi hepatoselular progresif pada sirosis serupa dengan gambaran yang
dijumpai pada hepatitis akut dan kronik dan mencakup gejala tanda konstitusional seperti lelah,
semangat menurun, dan penurunan berat badan. Pada gejala dan tanda saluran cerna seperti
mual, muntah, icterus, dan hepatomegali dengan nyeri tekan. Serta tanda gejala ektrahepatik
yaitu eritema palmar, spider angioma, peciutan otot, pembesaran kelenjar parotis dan lakrimal,
ginekomastia dan atrofi testis pada pria, haid yang tidak teratur pada wanita, dan koagulopati.
Manifestasi pada hipertensi portal adalah asites, pirau portosistemik, ensefalopati, splenomegali,
serta varises esofagus, dan lambung dengan perdarahan intermiten. Mekanisme akhir yang
menyebabkan kematian pada sebagian besar pasien dengan sirosis adalah gagal hati progresif,
komplikasi terkait hipertensi porta, atau timbulnya karsinoma hepatoseluler.2
Tanda Penyebab

6
Spider angioma/spider nevi Estradiol meningkat
Palmar eritema Gangguan metabolisme hormone seks
Perubahan kuku :
o Muehrche’s lines  Hipoalbuminemia
o Terry’s nails  Hipoalbuminemia
o Clubbing  Hipertensi portopulmonal
Osteoartopati hipertrofi Chronic proliferative periostitis
Kontraktur Dupuytren Proliferasi fibroplastik dan gangguan deposit
kolagen
ginekomastia Estradiol meningkat
hipogonadisme Perlukaan gonad primer atau supresi fungsi
hipofise/hipotalamus
Ukuran hati : besar, normal, mengecil
Splenomegali
Asites Hipertensi portal
Caput medusae
Murmur cruveilhier baungarten (bising
daerah epigastrium
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat
Ikterus Bilirubin meningkat sekurang kurangnya 2-3
mg/dl
Asterixis/flapping tremor Ensefalopati hepatikum
Tabel 2. Tanda-tanda klinis sirosis hati dan penyebabnya
KOMPLIKASI
 Hipertensi portal merupakan peningkatan hepatic venous pressure gradient (HVPG) lebih
dari 5 mmHg. Hati yang mengalami sirosis kehilangan karakteristik fisiologis hati normal
yaitu sirkuit bertekanan rendah untuk aliran darah. Peningkatan tekanan darah di dalam
sinusoid disalurkan kembali ke vena porta. Karena vena porta tidak memiliki katup,
peningkatan tekanan ini disalurkan balik ke jaringan vaskular lain sehingga terjadi
splenomegali, pirau portal-ke-sistemik, dan lainnya. anastomosis antara sistem arteri dan
porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan sistem
vena porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Terdapat 4 konsekuensi
utama yaitu asites, pembentukan pirau vena portosistemik, splenomegali kongesti, dan
ensefalopati hepatika.2,3
 Asites adalah adanya kelebihan cairan di rongga peritoneum. Kelainan ini biasa mulai
tampak secara klinis bila terjadi penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang
tertimbun dapat berliter-liter dan menyebabkan distensi abdomen. Cairan biasa berupa
cairan serosa dengan protein terutama albumin serta zat terlarut dengan konsentrasi
serupa misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah. Pasien dengan asites
memperlihatkan temuan pemeriksaan fisik berupa peningkatan lingkar perut,
ballottement hati, gelombang cairan, dan shifting dullness. Asites dapat timbul pada
pasien dengan penyakit selain hati, termasuk malnutrisi protein-kalori (akibat
hipoalbuminemia) dan kanker (akibat onstruksi pembuluh limfe). Pasien dengan penyakit

7
hati, asites disebabkan oleh hipertensi porta. Adanya hipoalbuminemia dan disfungsi
ginjal yang menyebabkan akumulasi cairan dalam peritoneum. Perlu diketahui bahwa
penyakit hati dengan asites terjadi dalam spektrum klinis yang luas.5
 Varises Gastroesofagus, merupakan kolateral portosistemik yang paling penting.
Pecahnya varises esophagus mengakibatkan perdarahan varises yang berakibat fatal.
Varises ini terdapat sekitar 50% penderita SH dan berhubungan dengan derajat keparahan
SH. Empat puluh persen penderita SH dan 85% penderita SH dengan child C mempunyai
varises esophagus. Diagnosis VE ditegakkan dengan esofagogastroduodenoskopi,
sehingga perlu dilakukan skrining untuk mengetahui adanya varises esophagus pada
semua penderita SH yang didiagnosis pertama kali.
 Peritonitis bakterial spontan, merupakan komplikasi berat dan sering terjadi pada asites
yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa adanya focus infeksi
intraabdominal. Pada penderita SH dan asites berat, frekuensi SBP berkisar 30% dan
angka mortalitas 25%. Escherichia coli merupakan bakteri usus yang paling sering
menyebabkan SBP, namun bakteri gram positif seperti streptococcus viridans,
staphylococcus amerius bisa ditemukan. Diagnosisnya ditegakkan apabila angka sel
netrofil pada sampel cairan asites >250/mm3.
 Ensefalopati hepatikum, sekitar 28% penderita SH dapat mengalami komplikasi
ensefalopati hepatikum. EH diakibatkan oleh hiperammonia, terjadi penurunan hepatic
uptake sebagai akibat dari intrahepatic portal-systemic shunts dan/atau penurunan sintesis
urea dan glutamik. Faktor yang menimbulkan EH diantaranya yaitu infeksi, perdarahan,
ketidakseimbangan elektrolit, pemberian obat-obat sedatif dan protein porsi tinggi.
Dengan mencegah atau menangani faktor-faktor presipitasi, EH bisa diturunkan
risikonya. Selain itu pemberian laktulose, neomisin (antibiotik yang tidak diabsorpsi
mukosa usus) cukup efektif mencegah terjadinya EH.2
 Sindrom hepatorenal, merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal
yang ditemukan pada SH tahap lanjut. Sindroma ini sering ditemukan pada SH dengan
asites refrakter. Sindroma hepatorenal tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif fungsi
ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara bermakna selama 1-2 minggu. Sedangkan
tipe 2 ditandai dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin.
Pada tipe 2 lebih balik prognosisnya.2
TATALAKSANA
Pengobatan dari sirosis hati prinsipnya yaitu
1. Pengobatan simptomatis
2. Pengobatan supportive :
a. Istirahat cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang seperti cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, contohnya bila penyebab dari sirosis tersebut
adalah HCV maka bias diberikan interferon atau dikombinasi dengan ribavirin
1000-2000 mg/hari tergantung dengan BB yang diberikan dalam jangka waktu

8
24-48 minggu, terapi induk IFN 3 juta unit 3xseminggu selama 48 minggu, dan
terapi dosis IFN setiap hari dengan 3 juta atau 5 juta unit hingga HCV RNA
negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan spesifik bila sudah terjadi komplikasi
o Asites : tirah baring, diet rendah garam sebanyak 5,2 gram/90 mmol/hari, obat
antidiuretik yaitu spironolakton 100-200 mg sekali sehari maks 400 mg bila respon tidak
adekuat dikombinasi dengan furosemide, parasintesis bila asites sangat besar hingga 4-6
liter (8-10 g IV perliter cairan parasintesis jika lebih dari 5L) dan dilindungi pemberian
albumin , dan retriksi cairan direkomendasikan jika natrium serum kurang 120-125
mmol/L.
o Ensefalopati hepatikum : Laktulosa 30-45 ml sirup oral 3-4 kali/hari atau 300 mL enema
sampai 2-4 kali BAB/hari dan perbaikan status mental, Neomisin 4-12 g oral/hari dibagi
tiap 6-8 jam dapat ditambahkan pada pasien yang refrakter laktulosa
o Varises esophagus : Propanolol 40-80 mg oral 2 kali/hari, Isosorbid mononitrat 20 mg
oral 2 kali/hari, saat perdarahan akut diberikan somatostatin atau okreotid diteruskan
skleroterapi atau ligase endoskopi
o Peritonitis bakterial spontan : pasien dengan asites dengan jumlah sel PMN > 250/mm3
mendapat profilaksis untuk mencegah PBS dengan sefotaksim dan albumin, albumin (2 g
IV tiap 8 jam 1,5 g per kg IV dalam 6 jam, 1 g per kg IV pada hari ke 3), Norfloksasin
( 400 mg oral 2 kali sehari untuk terapi, 400 mg oral 2 kali/hari selama 7 hari untuk
perdarahan gastrointestinal , 400 mg oral perhari untuk profilaksis),
trimethoprim/sulfamethoxazole (1 tablet oral/hari untuk profilaksis, 1 tablet oral
2kali/hari selama 7 hari untuk perdarahan gastrointestinal).
o Sindrom hepatorenal : transjugular intrahepatic portosystemic shunt efektif menurunkan
hipertensi porta dan memperbaiki HRS, serta menurunkan perdarahan gastrointestinal.
Bila terapi medis gagal dipertimbangkan untuk transplantasi hati merupakan terapi
definitive.2,3
PROGNOSIS
Perjalanan alamiah sirosis hati tergantung pada sebab dan penanganan etiologi yang mendasari
penyakit. Beberapa sistem skoring dapat digunakan untuk menilai keparahan SH menentukan
prognosisnya. Sistem skoringnya yaitu skor Child Turcotte Pugh (CTP) dan model end stage
liver disease (MELD) yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan rencana transplantasi hati.2
Parameter Nilai
1 2 3
Ensefalopati Tidak ada Terkontrol dengan terapi Kurang terkontrol
Asites Tidak ada Terkontrol dengan terapi Kurang terkontrol
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (gr/L) >3.5 1.8-3.5 <2.8
INR <1.7 1.7-2.2 >2.2
Tabel 3. Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
CTP-A = 5-6 poin CTP-B = 7-9 poin CTP-C = 10-15 poin

9
Penderita SH dengan CTP kelas A menunjukan penyakit hati terkompensasi dengan baik, dengan
angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahun sebesar 100% dan 85%. Sedangka CTP kelas
B angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahunnya sebesar 81% dan 60%. Kesintasan
penderita SH dengan CTP kelas C 1 tahun dan 2 tahun berturut turut adalah 45% dan 35%.
PENCEGAHAN
Cara untuk mencegah sirosis hati yaitu mengurangi konsumsi alcohol atau tidak mengkonsumsi
sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang mengakibatkan sirosis hati sangat tinggi dan
membutuhkan sekitar 10 tahun untuk timbul. tetapi seorang yang terkena hepatitis, dengan
mengkonsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati tersebut.

KESIMPULAN
Seorang laki-laki berusia 58 tahun yang mengeluh dengan perut membesar disertai rasa sesak,
berdasarkan anamnesis dimana terdapat penyakit pada riwayat sebelumnya yaitu jaundice dan
hasil pemeriksaan fisik diduga menderita sirosis hepatis dengan komplikasi adanya asites yang
dikarenakan oleh hipertensi portal.

DAFTAR PUSTAKA
1. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit pengantar menuju kedokteran klinis. Ed-.
Jakarta: EGC; 2010. h.665-70.

2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Ed.6.
Jakarta:Interna Publishing; 2017.h 1820.

3. Robbins, Cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Ed.7. Jakarta:EGC;2008. h.208-13.

4. Siregar GA. Penatalaksanaan non bedah dari karsinoma hati. Universa medicana
2005;24(1):35-42.

5. Davey Patrick. At a glance medicine. Ed-. Jakarta:Penerbit Erlangga;2006. H.220-5.

10

Anda mungkin juga menyukai