Anda di halaman 1dari 11

Gangguan Organ Hati yang disebabkan oleh Penyakit Virus Hepatitis B

Augustinus Yohanes K.L


102013341
E2
augustinusyohanes@yahoo.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Jl Arjuna Utara Kebon Jeruk, Jakarta

Abstrak

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progesif yang ditandai oleh
distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Sirosis hati merupakan penyebab
kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker). Gambaran klinis dari penderita Sirosis Hepatis adalah mudah lelah,
anoreksia, berat badan menurun, atrofi otot, icterus, spider angiomata, splenomegaly, asites,
caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomasti, hilangnya rambut pubis dan ketiak pada
wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus, dupuytren’s contracture (sirosis akibat
alkohol). Sirosis Hepatis dapat menjadi penyakit yang mematikan apabila tidak dapat ditangani
dengan tepat.

Kata kunci : Sirosis Hati, Fibrosis Hati, dan Sirosis.

Abstract

Cirrhosis of the liver is the final stage of the process of diffusing prolonged liver
fibrosis characterized by the distortion of the liver architecture and the formation of
regenerative nodules. Liver cirrhosis is the third largest cause of death in patients aged 45-46
years (after cardiovascular disease and cancer). Throughout the world Hepatic Cirrhosis ranks
seventh the cause of death. Clinical features of cirrhosis patients are fatigue, anorexia,
decreased body weight, muscle atrophy, icterus, spider angiomata, splenomegaly, ascites,
medusa caps, palmar erythema, white nails, ginekomasti, loss of pubic hair and armpit in
women, asterixis (flapping tremors), fetus hepaticus, dupuytren's contracture (alcohol-induced
cirrhosis). Hepatic cirrhosis can be a deadly disease if it can not be handled appropriately.

1
Keywords: Liver Cirrhosis, Liver Fibrosis, and Cirrhosis.
Pendahuluan

Sirosis Hepatis merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari
semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Sirosis hati merupakan
tahap akhir proses difus fibrosis hati progesif yang ditandai dengan distorsi arsitektur dengan
pembentukan nodul regeneratif Dahulu Sirosis Hepatis dianggap sebagai proses yang pasif dan
tidak dapat pulih kembali, namun sekarang dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap
penyembuhan cedera hati kronik yang dapat pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukkan
reversibilitas dari fibrosis pada keadaan pre-sirosis. Namun faktor yg menentukan dari regresi
fibrosis belum cukup jelas, dan saat sirosis betul-betul bisa pulih kembali belum ditetapkan
secara morfologi maupun fungsional. Dengan kata lain belum diketahui derajat fibrosis yang
masih reversible. 1

Skenario 6

Seorang laki-laki usia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan perut membesar disertai
sesak sejak 1 minggu SMRS. Ada kembung dan mual. BAB dan BAK normal.

Pembahasan

Anamnesis

Hasil Anamnesis : RPS : - Perut membesar disertai sesak

- Mual dan kembung

RPD : - Sakit kuning 3 tahun yang lalu (Hep.B)

RPK & RPS : -

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, ikterus dicari di sclera dan juga kulit. Pucat yang menunjukkan
anemia mungkin merupakan refleksi dari hemolisis, sirosis, atau neoplasma. Kekurusan yang

2
nyata, terutama pada ekstremitas, mungkin berhubungan dengan kanker atau sirosis. Pada pasien
dengan sirosis, dokter harus mencari tanda-tanda penyalahgunaan alkohol seperti pembesaran
kelenjar parotis dan lakrimalis dan kontraktur dupuytren, demikian juga dengan gambaran sirosis
lainnya seperti ginekomastia, atrofi testiskuler, dan hilangnya rambut aksila atau pubis.
Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan asites yang bersama dengan vena periumbilikalis
yang berdilatasi, menunjukkan sirosis dan sirkulasi kolateral portal yang ekspensif. Perkusi yang
cermat penting dalam mengevaluasi ukuran hati yang tidak teraba. Hati yang kecil dapat
menunjukkan sirosis (terutama pasca-nekrosis). Pada alkoholik, infiltrasi lemak dan sirosis
acapkali mengakibatkan pembesaran hati secara menyeluruh. Limpa yang teraba dapat
menunjukkan hepatitis atau sirosis, splenomegali nyata merupakan hipertensi portal. Auskultasi
abdomen dapat menunjukkan terdapatnya dengungan vena diatas vena kolateral yang berdilatasi
dengan arah radial dari umbilicus yang disebut caput medusa. Pada sirosis yang lanjut,
dengungan vena ini merupakan tanda diagnostik untuk hipertensi portal yang nyata. Bunyi bising
kadang terdengar diatas nodul regenarasi besar pada sirosis dan kadang-kadang diatas hepatoma
dan nodul metastasis di hati.2

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TTV : 110/70, 110 (nadi), 20 (napas), 36oC

Hasil PF : - Conjungtiva Anemis

- Sklera Ikterik

- Vena Kolateral Abdomen (+)

- Hepar Tidak Teraba

- Lien Schuffner 2

- Palmar Eritem (+)

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

PP Hasil

3
Hb 10 g/dl (N: P(14-18) W(12-16))
Leukosit 2.200/ul (N : 4.000-10.000)
Hematokrit 29 % (N:40-50)
58.000 ul (N:150.000 – 450.000)
Trombosit

Aminotransferase : ALT
Normal atau sedikit meningkat
dan AST

Alkali Fosfatase / ALP Sedikit meningkat

Gamma-glutamil Korelasi dengan ALP, spesifik khas


transferase : GGT akibat alkohol sangat meningkat

Meningkat pada sirosis hati lanjut


Bilirubin
prediksi penting mortalitas

Albumin Menurun pada sirosis hati lanjut

Globulin Meningkat terutama IgG

Menurun akibat peningkatan ADH dan


Natrium darah
aldosteron

Trombosit Menurun (hipersplenism)

Lekosit dan netrofil Menurun (hipersplenism)

 Pencitraan
Ultrasonografi (USG) untuk mendeteksi sirosis hepatis kurang sensitif namun cukup
spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan ekondensitas hati
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi suprficial, sedang

4
pada sisi profunda ekondensitas menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus
caudatus, splenomegaly, dan vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan
dijumpai splenomegali. Pemeriksaan MRI dan CT konvensional bisa digunakan untuk
menentukan derajat beratnya sirosis hati, missal dengan menilai ukuran lien, asites dan
kolateral vaskular. Gastroskopi dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus
dang aster pada penderita sirosis hepatis. Selain untuk diagnostik juga, dapat pula
digunakan untuk pencegahan dan terapi perdarahan varises.3

Working Diagnosis (Sirosis Hepatis et causa Hepatitis B Kronik)

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progesif yang ditandai oleh
distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran morfologi dari Sirosis
Hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan
hubungan vascular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri
hepatika) dan eferen (vena hepatika). Secara klinis atau fungsional Sirosis Hepatis dibagi atas :
Sirosis hati kompensata dan Sirosis hati dekompensata, disertai tanda-tanda kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal.1

Differential Diagnosis

DIFFERENTIAL
Peritonitis Tuberkulosis Hepatoma disertai Asites
DIAGNOSIS

Peradangan Peritoneum oleh Faktor resiko utama hepatoma


Etiologi
Mycobacterium tuberculosis yaitu sirosis hepatis

asites, demam, pembengkakan


perut, nyeri perut, pucat dan
Pemeriksaan fisik Hampir menyerupai Sirosis Hepatis
kelelahan, tergantung lamanya
keluhan.
Kadar AFP meningkat pada 60-70% dari
Pemeriksaan pasien hepatoma dan kadar lebih dari 400
(laparsokopi)
Penunjang ng/ml adalah diagnostik atau sangat
sugestif untuk hepatoma

5
Etiologi

Penyebab Sirosis Hepatis terdiri dari bermacam-macam, kadang lebih dari satu sebab ada pada
satu penderita. Di Negara barat alkoholisme kronik bersama virus hepatitis C merupakan
penyebab yang sering dijumpai.4

1. Sirosis alkoholik adalah tipe sirosis yang paling sering ditemui di Amerika Utara dan
banyak bagian dari Eropa Barat dan Amerika Selatan. Sirosis alkoholik hanyalah salah
satu dari berbagai konsekuensi yang dapat terjadi akibat minum alcohol jangka panjang,
dan sering disertai oleh bentuk lain cedera hati yang berkaitan dengan alkohol. Tiga lesi
hati utama yang diinduksi oleh alkohol adalah perlemakan hati alkoholik (alcohololic
fatty liver), hepatitis alkoholik, sirosis alkoholik. Walaupun alkoholisme kronik adalah
penyebab sirosis yang paling sering, jumlah dan durasi minum yang perlu untuk
penyebab sirosis tetap tidak jelas. Pasien alkoholik dengan sirosis yang khas memiliki
konsusmsi satu pint (0,568 liter) atau lebih whiski setiap hari, beberapa quart (0,9463
liter) arak, atau jumlah bir yang sama paling sedikit selama 10 tahun.5
2. Sirosis Pascanekrosis adalah suatu istilah morfologik yang mengacu pada stadium
tertentu cedera hati kronik tahap lanjut oleh sebab spesifik dan kriptogenik. Di Amrika
Serikat, hepatitis C merupakan penyebab banyak kasus sirosis yang terjadi setelah
transfusi. Ciri khas sirosis pascanekrosis adalah bahwa tampaknya sirosis ini adalah
faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma hepatoseluler). Risiko ini
meningkatkan hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier dibandingkan pada pasien
bukan karier.
3. Sirosis Biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan
sel-sel hati. Sirosis biliaris primer sering berkaitan dengan berbagai penyakit yang
diperkirakan bersifat autoimun. Sirosis biliaris sekunder disebabkan oleh obstruksi duktus
koledokus atau cabang utamanya parsial atau total yang memanjang. Pada dewasa
obstruksi paling sering disebabkan striktura pascaoperasi atau batu empedu, biasanya
bersama kolangitis infeksius.5

6
Epidemiologi

Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia
45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia Sirosis Hepatis
menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Penderita Sirosis Hepatis lebih banyak laki-laki,
jika dibandingkan dengan wanita, rasionya sekitar 1,6:1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak
golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Insiden Sirosis Hepatis
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebab Sirosis Hepatis sebagian besar
adalah penyakit hati alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia
data prevalensi penderita Sirosis Hepatis secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia
Tenggara, penyebab utama Sirosis Hepatis adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka
kejadian Sirosis Hepatis di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis
C berkisar 38,7-73,9%.1

Patogenesis

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai
timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cidera fibrosis), pembentukan nodul degenerative
ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit,
kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengam deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vascular berakibat pembentukan vascular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati
sisanya.

Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati. Aktivasi ini
dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit dan sel Kupffer. Sel stellate merupakan
sel penghasil utama matrix ekstraselular (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan
ECM disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan
dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming growth factor β (TGF-β) dan tumor
necrosis factors (TNF-α).

7
Deposist ECM space of Dise akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu
kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinisoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran
vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit
akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati
masuk ke darah. Proses ini menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoselular.1

Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit Sirosis Hepatis lambat, asimtomatis dan seringkali tidak dicurigai
sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak penderita ini sering tidak terdiagnosis sebagai
Sirosis Hepatis sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu autopsy. Diagnosis Sirosis Hepatis
asimtomatis biasanya dibuat secara incidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase)
atau penemuan radiologi, sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
biopsy hati.

Sebagian besar penderita yang dating ke klinik biasanya sudah dalam stadium
dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti perdarahan varises, peritonitis bacterial
spontan, atau ensefalopati hepatis. Gambaran klinis dari penderita Sirosis Hepatis adalah mudah
lelah, anoreksia, berat badan menurun, atrofi otot, icterus, spider angiomata, splenomegaly,
asites, caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomasti, hilangnya rambut pubis dan
ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus, dupuytren’s contracture (sirosis
akibat alkohol).4

Tatalaksana

Sirosis hati secara klinis fungsional dibagi atas :

 Sirosis hati kompensata , belum ada gejala-gejala yang nyata. Biasanya ditemukan pada
saat skrining.
 Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda kegagalan hepatoselular dan
hipertesni portal.

8
Penanganan Sirosis Hepatis kompensata ditujukan pada penyebab hepatitis kronis. Hal ini
ditujukan untuk mengurangi progressifitas penyakit Sirosis Hepatis agar tidak semakin
lanjut dan menurunkan terjadinya karsinoma hepatoselular. Di Asia Tenggara penyebab
yang tersering adalah HBV dan HCV. Untuk HBV kronis bisa diberikan preparat
interferon secara injeksi atau secara oral (1x100mg/hari) dengan preparat analog
nukleosida jangka panjang. Preparat nukleosida analog ini juga bisa diberikan pada
Sirosis Hepatis dekompesata akibat HBV kronik untuk komplikasinya. Sedang untuk
Sirosis Hepatis akibat HCV kronis bisa diberikan preparat interferon. Namun pada Sirosis
Hepatis dekompensata pemberian preparat interferon ini tidak di rekomendasikan.3

Komplikasi

Komplikasi Sirosis Hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis bacterial
spontan, perdarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal, ensefalopati hepatikum, dan kanker
hati.

 Hipertensi Portal, adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient(HVPG) lebih


dari 5mmHg. Hipertensi portal merupakan suatu sindroma klinis yang sering terjadi. Bila
gradien tekanan portal (perbedaan tekanan antara vena porta dan vena cava inferior)
diatas 10-12mmHg, komplikasi HP dapat terjadi. Hipertensi Porta terjadi akibat adanya,
peningkatan resistensi intrahepatic terhadap aliran darah porta akibat adanya nodul
degeneratifdan peningkatan aliran darah splanchnic vasscularbed.
 Asites, adalah timbunan kelebihan cairan dalam rongga peritoneum. Asites paling sering
dijumpai pada pasien sirosis dan bentuk lain penyakit hati yang parah, tetapi sejumlah
kelainan juga dapat menimbulkan asites trasudatif atau eksudatif.
 Varises Gastroesofagus, pecahnya varises esofagus (VE) mengakibatkan perdarahan
varises yang berakibat fatal. Varises ini terdapat sekitar 50% penderita sirosis hati dan
berhubungan dengan derajat keparahan sirosis hati. Empat puluh persen penderita sirosis
hati dan 85% penderita sirosis hati dengan Child C mempunyai VE. Diagnosis varises
esofagus deitagakkan dengan esofagogastroduodenoskopi, sehingga perlu dilakukan

9
skrining untuk mengetahui adanya VE pada semua penderita sirosis hati yang didiagnosis
pertama kali.
 Peritonitis Bakterial Spontan, pada penderita sirosis hati dan asites berat, frekuensi
peritonitis bacterial spontan berkisar 30% dan angka mortalitas 25%. Eschericia coli
merupakan bakteri usus yang paling sering menyebabkan peritonitis bacterial spontan,
namun bakteri gram posotif seperti Streptococcus viridans, Staphylococcus amerius bisa
ditemukan.
 Ensefalopati Hepatikum, sekitar 28% penderita sirosis hepatis dapat mengalami
komplikasi ensefalopati hepatikum (EH). Mekanisme terjadinya EH adalah akibat
hiperammonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari intrahepatic portal-
systemic shunt dan/ atau penurunan sintesis urea dan glutamik.
 Sindrom Hepatorenal, merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal,
yang ditemukan pada sirosis hati tahap lanjut. Sindroma ini sering dijumpai pada
penderita sirosis hati dengan asites refrakter.6

Prognosis

Perjalanan alamiah sirosis hati tergantung pada sebab dan penanganan etilogi yang
mendasari penyakit.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, bapak tersebut menderita sirosis hati,
dimana terdapat palmar eritem dan riwayat menderita hepatitis B kronik.

Daftar Pustaka

1. Setiati S. 2015. Ilmu penyakit dalam. Internal Publishing. hal 1980.


2. Asdie AH. 2015. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Buku Kedokteran EGC.
hal 1615-6.

10
3. Setiati S. 2015. Ilmu penyakit dalam. Internal Publishing. hal 1982.
4. Setiati S. 2015. Ilmu penyakit dalam. Internal Publishing. hal 1981.
5. Asdie AH. 2015. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Buku Kedokteran EGC.
hal 1665-70.
6. Setiati S. 2015. Ilmu penyakit dalam. Internal Publishing. hal 1983-4.

11

Anda mungkin juga menyukai