ABSTRAK
PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN).
Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan energi
listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi fosil. Penggunaan energi fosil
menghasilkan gas rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber energi seperti
PLTN. Namun, penggunaan PLTN memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif. Limbah
radioaktif jika tidak dikelola dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan
mengganggu kesehatan. Kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas
PLTN perlu dilakukan. Limbah radioaktif PLTN berdasarkan bentuknya terbagi menjadi 3 (tiga)
yaitu cair, padat dan gas. Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi
dan pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Limbah radioaktif
padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan imobilisasi. Limbah radioaktif gas diolah
dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran diimobilisasi..
ABSTRACT
THE PROCESSING OF RADIOACTIVE WASTE FROM NUCLEAR POWER PLANT (NPP).
The electrical energy requirements continues to increase every year. The electrical energy
requirements causes the increasing consumption of fossil energy. The use of fossil energy
produces greenhouse gases. Therefore, the alternative energy sources such as nuclear power
plants are needed. However, the use of nuclear power plant creates radioactive waste. The
radioactive waste if not managed properly will cause environmental damage and disturb
health. Therefore, there needs to be a study of radioactive waste treatment technology. The
radioactive waste from nuclear power plant is divided into 3 (three): liquid, solid and gas. The
processing of liquid radioactive waste: evaporation, sorbsi and ion exchange, and chemical
treatment (coagulation and flocculation). The processing of solid radioactive waste:
incineration, compacting, and immobilization. The gas of radioactive waste is treated by
filtration, while the residual ash of combustion is immobilized..
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya [1,2]. Berdasarkan data
Kementerian ESDM, konsumsi listrik Indonesia 2017 (1.012 KWH/ kapita) meningkat 5,9%
dari dari tahun 2016 (956,36 KWH/ kapita) dengan peningkatan rasio elektrifikasi 4,19%
(Rasio elektrifikasi 91,16 % (Tahun 2016) dan pada tahun 2017 rasio elektrifikasi mencapai
95,35 %). Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi
fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam) [2]. Penggunaan energi fosil menghasilkan gas
rumah kaca [2,3]. Berdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik
di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360 GWh listrik yang diproduksi
menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2 ,
159,6 ribu ton SO 2 serta 120,7 ribu ton NO x . Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber
energi seperti energi non fosil / energi terbarukan (air/hydro, angin, dan matahari/solar).
Namun pemanfaatan potensi energi non fosil memiliki kelemahan seperti biaya investasi
tinggi, harga energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga energi fosil, kemampuan
sumber daya manusia relatif rendah, untuk energi terbarukan yang belum komersial dan
kemampuan jasa dan industri energi kurang mendukung [2].
Energi mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional [4].
Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian energi alternatif dalam rangka mendukung konsep
pembangunan nasional yang berdampak pada kesejahteraan sosial, ekonomi dan tetap
281
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk
menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungan. Salah satu alternatif pembangkitan energi
yang dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) [3]. Penggunaan PLTN
memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif (padat, cair, dan gas) [5,6]. Limbah tersebut
perlu dikelola dengan baik agar aman bagi manusia dan lingkungan [7]. Sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Pasal 22 Ayat
1 Tentang Ketenaganukliran adalah pengelolaan limbah radioaktif dilaksananakan untuk
mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup [8]. Prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif adalah reduksi volume [9,5], perubahan
komposisi, dan pemisahan radionuklida cair [5]. Berdasarkan pada permasalah diatas maka
perlu adanya kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas PLTN.
TEORI
Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah
terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau
instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi [10,7]. Limbah
radioaktif merupakan limbah yang mengandung sejumlah radionuklida yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan, sehingga harus dikelola dengan baik
[11]. Secara umum besarnya laju paparan radiasi dipengaruhi oleh:
(1). Radiasi sinar kosmik sekunder pada lapisan bawah atmosfir.
(2). Radiasi latar gamma alamiah dari radionuklida primordial dan anak turunnya di dalam
tanah dan udara.
(3). Isotop antropogenik pemancar gamma dalam kaitannya dengan radiasi langsung dari
fasilitas nuklir dan pengendapan jatuhan [12].
282
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019
Keterangan:
Nc = Konsentrasi nuklida di dalam pendingin reaktor (atom/g)
Nf = Populasi nuklida di dalam bahan bakar (atom)
t = Waktu operasi (detik)
R = Koefisien lepasan nuklida (1/detik)
F = Fraksi batang bahan bakar dengan kelongsong yang cacat
Mc = Massa pendingin reaktor (g)
λ = Konstanta peluruhan nuklida (1/detik)
D = Koefisien dilusi (pelarutan) melalui umpan (feed) dan bleed
= [β/(B 0 – β t )] × 1/DF
B0 = Konsentrasi awal boron (ppm)
β = Laju penurunan konsentrasi boron (ppm/detik)
DF = Faktor dekontaminasi karena factor demineralisasi
QL = Laju alir massa letdown atau purifikasi (g/detik)
f = Fraksi dari kejadian peluruhan nuklida induk yang menghasilkan
pembentukan nuklida anak
Subskrip p menunjukkan nuklida induk.
Subskrip d menunjukkan nuklida anak.
3. SOLIDIFIKASI
Solidifikasi adalah proses pemadatan limbah radioaktif dengan menggunakan zat
pengikat. Solidifikasi bertujuan untuk memudahkan handling limbah radioaktif serta
mengurangi bahaya radiasi ke lingkungan [15]. Teknologi solidifikasi terbagi menjadi 3
(tiga) yaitu:
(1). Solidifikasi secara fisik
Proses solidifikasi secara fisik dilakukan dengan cara kapsulasi limbah radioaktif.
Teknik kapsulasi limbah radioaktif terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu kapsulasi makro,
kapsulasi mikro, dan kapsulasi termoplastik [15].
283
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk
METODOLOGI
Penelitian menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif adalah
menghasilkan gambaran tentang teknologi pengolahan limbah radioakif. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengkaji beberapa literatur dan menganalisis data sekunder (data
hasil penelitian dan kajian yang sudah ada).
284
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019
Tiap tahapan dalam pengolahan limbah cair menghasilkan residu (Tabel 1). Sedangkan
diagram pengolahan limbah radioaktif cair dapat dilihat pada Gambar 1.
Residu hasil pengolahan limbah radioaktif cair diproses lebih lanjut, agar kandungannya
tidak menyebar (terdispersi) ke lingkungan. Proses pengolahannya dilakukan dengan cara
imobilisasi / solidifikasi. Beberapa contoh proses pengolahan residu hasil pengolahan limbah
radioaktif:
285
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk
Imobilisasi / Solidifikasi
Penyimpanan Sementara
Limbah Radioaktif
Diinsenerasi pada
temperatur 700 – Dikompaksi
11000C
Gas buang
Filtrasi
Penyimpanan Sementara
Limbah Radioaktif
286
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019
KESIMPULAN
[1] Teknologi Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi dan
pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Residu hasil
pengolahan limbah radioaktif cair disolidifikasi, agar kandungannya tidak menyebar
(terdispersi) ke lingkungan.
[2] Pengolahan limbah radioaktif padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan
imobilisasi.
[3] Limbah radioaktif gas diolah dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran
diimobilisasi.
[4] Kandungan unsur-unsur aktinida minor (MA) yang terkandung dalam limbah radioaktif
tingkat tinggi diolah dengan sistem transmutasi menggunakan ADS.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Harjanto T.N., ”Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil dan Prospek PLTN
Sebagai Sumber Energi Nasional”, ISSN 1979-2409, (2008)
[2] Rohi D., “Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di Indonesia”,
EECCIS, Surabaya (2008).
[3] Sulaiman F., ”Identifikasi Potensi, Dampak dan pengendalian Lingkungan Dalam
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, DEDIKASI, Volume 2 No. 3 Hal. 27-
54, (2011).
[4] Sagala F.P., “Peran Energi Dalam Pembangunan Nasional Memasuki Milenium M”,
Widyanuklida, Volume 3 No.1 Hal. 1-5, (2000).
[5] Santoso G., ”Studi Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir”, Buletin Limbah, Volume 8 No. 2 Hal. 11–16, ( 2004).
287
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk
[6] Tarigan C., ”Prarancangan Sistem Pengolahan Llmbah Radioaktif Cair Pemancar Alfa
dari PLTN Tipe PWR 1000 MW”, Prosiding Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir
PRPN – BATAN, Hal. 258 – 263, Banten, (2010).
[7] Aisyah, Mortono H, dan Wati., ”Pengolahan Limbah Uranium Menggunakan Alumino
Siliko Fosfat”, Jurnal Zeolit Indonesia, Volume 7 No. 2, ISSN : 1411-6723, ( 2008).
[8] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran.
[9] Martono H dan Aisyah., “Material Untuk Solidifikasi Limbah Radioaktif Dalam
Keselamatan Penyimpanan”. Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga
Nuklir, Hal. 250 – 262, ISSN 1693 – 7902, Jakarta (2003).
[10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
Limbah Radioaktif.
[11] Sunardi, Susanto, dan Prayitno B., ”Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat dan Cair di
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Tahun 2010”. Seminar Nasional SDM Teknologi
Nuklir VII, Hal. 237 – 244, ISSN 1978-0176, Yogyakarta ( 2011).
[12] Yazid M, Sutresna G, Sulistiyono A, dan Ngasifudin., ” Evaluasi Dampak Radiologi
Pengoperasian Reaktor Kartini dan Radioaktivitas Alami Kawasan Calon Tapak PLTN”,
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan’, Hal. 145 – 151,
ISSN : 0854-4085, Yogyakarta (1996).
[13] Zamroni H dan Artiani A.P., “Pengolahan Limbah Radioaktif Terpadu dari PLTN”.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif-BATAN, Hal. 57 – 66, ISSN 1410-6086.
[14] Rahardjo P.H., “Karakteristik Temperatur dan Reduksi Limbah Radioaktif Padat Ruang
Bakar Prototipe Tungku HK – 2010”, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia,
Volume 14 No. 1 Hal. 37 - 50, ISSN 1411 – 3481, Bandung (2013).
[15] Anrozi R dan Trihadiningrum Y., ”Kajian Teknologi dan Mekanisme Stabilisasi/ Solidifikasi
untuk Pengolahan Limbah B3”, Jurnal Teknik ITS, Volume 6 No. 2 Hal. F-456 - F-461,
ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print), Surabaya (2017).
[16] Martono H., “Glass Frit dan Polimer Untuk Solidifikasi Limbah Cair Aktivitas Rendah
Skala Industri”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Hal. 125 – 132, ISSN 1410-6086.
[17] Kuncoro H.A dan Birmono D.M., ”Kajian Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Hasil
Olah-Ulang Bahan Bakar Nuklir Bekas Dengan Metoda Pengendapan Kimia”, Prosiding
Pesentasi Ilmiah Daur Ulang Bahan Bakar Nuklir II, Hal. 301 – 311, ISSN 1410-1998,
Jakarta (1996).
[18] Kasmudin dan Kusnanto., ” Peningkatan Kekuatan Tekan Sementasi Zeolit Penyerap
Limbah Cair Sr-90 Dengan Serat Kelapa”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi
dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854 -2910, Jakarta (2002).
[19] Gunandjar, Sundari T, Purwanto Y., ”Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium
Menggunakan Abu Batubara Sebagai Bahan Matriks Synroc”. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, HaI. (I2 – 1) – (I2 – 9), ISSN 1693-4393, Yogyakarta
(2015).
[20] Gunandjar dan Purwanto , Y., “Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif
Pra-disposal : Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium Menggunakan Abu Batubara
Sebagai Bahan Matriks Synroc”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan
Limbah XIV Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN, Hal. 1-13, ISSN 1410 – 6086,
Banten.
[21] Aisyah., ” Karakteristik Ketahanan Korosi Wadah Limbah Radioaktif Aktivitas Rendah
dan Tinggi”. Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir, Hal. 621 – 632, ISSN 1978-
0176, Yogyakarta ( 2010).
[22] Zamroni H., “Studi Limbah Radioaktif Yang Ditimbulkan dari Operasional PLTN PWR
1000 Mwe”, Buletin LIMBAH, Volume 8 No. 2 Hal. 1-10, (2004).
[23] Suryantoro., ”Predisposal Limbah Radioaktif dari Operasional PLTN 1000 MWe”.
Prosiding Seminar Teknologi Pengolahan Limbah V, Hal. 1 – 4, ISSN 1410-6086.
[24] Marsodi, Lasman N.A, Nishihara K, Marsongkohadi, Su'ud Z., “Unjuk Kerja Sistem
Transmutasi ADS Untuk Menangani MA yang Terkandung Dalam Limbah Radioaktif
Tingkat Tinggi”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN
Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854- 2910, Jakarta (2002).
[25] Silakhuddin., “Analisis dan Konsep Penanganan Aktinida Minor Dalam Limbah PLTN
Menggunakan Teknologi ADS”, GANENDRA, Volume XI No. 2 Hal. 53 - 59, ISSN 1410-
6957, Yogyakarta (2008).
288
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019
DISKUSI/TANYA JAWAB :
1. PERTANYAAN (Ari Nugroho -PKSEN BATAN):
Seberapa jauh limbah cair dianggap tidak berbahaya ketika jatuh ke dalam media air
seperti yang terjadi di fukusima (fungsi volume) ?
JAWABAN :
Tergantung tebal dari kontainer shell beton 350L untuk aktivitas tinggi, memiliki ketebalan
30 cm, tinggi 30 cm dan diameter 140 cm, sedangkan shell beton 950L untuk limbah
aktivitas rendah dan resin bekas dan ketebalan 10 cm, tinggi 130 cm dan diameter 140
cm; limbah cair dianggap tidak berbahaya tergantung dari umur paruh yang telah luruh
selama proses solidifikasi / imobilisasi.
JAWABAN :
Hanya dikaji lebih jauh terkait manajemen pengelolaan limbah terutama terkait limbah
HLW; Limbah radioaktif diimobilisasi tergantung dari konsentrasi limbah, missal untuk
limbah HLW perlu divitrivikasi dengan glas (?) kemudian disimpan diinformasi geologi
500-1000 m dilengkapi dengan penahanan ganda rekayasa.
289