Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125

Pontianak, 10 Oktober 2019

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA


NUKLIR (PLTN)
Fitriana Meilasari, Hendri Sutrisno
Universitas Tanjungpura, Jl. Pr. Dr. Hadadri Nawawi, Kota Pontianak dan 78124
email: fitriana@untan.ac.id

ABSTRAK
PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN).
Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan energi
listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi fosil. Penggunaan energi fosil
menghasilkan gas rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber energi seperti
PLTN. Namun, penggunaan PLTN memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif. Limbah
radioaktif jika tidak dikelola dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan
mengganggu kesehatan. Kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas
PLTN perlu dilakukan. Limbah radioaktif PLTN berdasarkan bentuknya terbagi menjadi 3 (tiga)
yaitu cair, padat dan gas. Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi
dan pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Limbah radioaktif
padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan imobilisasi. Limbah radioaktif gas diolah
dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran diimobilisasi..

Kata kunci: Energi, Limbah Radioaktif, Teknologi.

ABSTRACT
THE PROCESSING OF RADIOACTIVE WASTE FROM NUCLEAR POWER PLANT (NPP).
The electrical energy requirements continues to increase every year. The electrical energy
requirements causes the increasing consumption of fossil energy. The use of fossil energy
produces greenhouse gases. Therefore, the alternative energy sources such as nuclear power
plants are needed. However, the use of nuclear power plant creates radioactive waste. The
radioactive waste if not managed properly will cause environmental damage and disturb
health. Therefore, there needs to be a study of radioactive waste treatment technology. The
radioactive waste from nuclear power plant is divided into 3 (three): liquid, solid and gas. The
processing of liquid radioactive waste: evaporation, sorbsi and ion exchange, and chemical
treatment (coagulation and flocculation). The processing of solid radioactive waste:
incineration, compacting, and immobilization. The gas of radioactive waste is treated by
filtration, while the residual ash of combustion is immobilized..

Keyword: Energy, Radioactive Waste, Technology

PENDAHULUAN
Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya [1,2]. Berdasarkan data
Kementerian ESDM, konsumsi listrik Indonesia 2017 (1.012 KWH/ kapita) meningkat 5,9%
dari dari tahun 2016 (956,36 KWH/ kapita) dengan peningkatan rasio elektrifikasi 4,19%
(Rasio elektrifikasi 91,16 % (Tahun 2016) dan pada tahun 2017 rasio elektrifikasi mencapai
95,35 %). Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi
fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam) [2]. Penggunaan energi fosil menghasilkan gas
rumah kaca [2,3]. Berdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik
di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360 GWh listrik yang diproduksi
menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO 2 ,
159,6 ribu ton SO 2 serta 120,7 ribu ton NO x . Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber
energi seperti energi non fosil / energi terbarukan (air/hydro, angin, dan matahari/solar).
Namun pemanfaatan potensi energi non fosil memiliki kelemahan seperti biaya investasi
tinggi, harga energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga energi fosil, kemampuan
sumber daya manusia relatif rendah, untuk energi terbarukan yang belum komersial dan
kemampuan jasa dan industri energi kurang mendukung [2].
Energi mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional [4].
Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian energi alternatif dalam rangka mendukung konsep
pembangunan nasional yang berdampak pada kesejahteraan sosial, ekonomi dan tetap

281
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk

menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungan. Salah satu alternatif pembangkitan energi
yang dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) [3]. Penggunaan PLTN
memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif (padat, cair, dan gas) [5,6]. Limbah tersebut
perlu dikelola dengan baik agar aman bagi manusia dan lingkungan [7]. Sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Pasal 22 Ayat
1 Tentang Ketenaganukliran adalah pengelolaan limbah radioaktif dilaksananakan untuk
mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan
hidup [8]. Prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif adalah reduksi volume [9,5], perubahan
komposisi, dan pemisahan radionuklida cair [5]. Berdasarkan pada permasalah diatas maka
perlu adanya kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas PLTN.

TEORI
Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah
terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau
instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi [10,7]. Limbah
radioaktif merupakan limbah yang mengandung sejumlah radionuklida yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan, sehingga harus dikelola dengan baik
[11]. Secara umum besarnya laju paparan radiasi dipengaruhi oleh:
(1). Radiasi sinar kosmik sekunder pada lapisan bawah atmosfir.
(2). Radiasi latar gamma alamiah dari radionuklida primordial dan anak turunnya di dalam
tanah dan udara.
(3). Isotop antropogenik pemancar gamma dalam kaitannya dengan radiasi langsung dari
fasilitas nuklir dan pengendapan jatuhan [12].

1. KLASIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF


Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah, tingkat
sedang, dan tingkat tinggi [10,6]. Tinggi rendahnya kandungan zat radioaktif pada limbah
ditentukan oleh konsentrasi radionuklida. Menurut Martono dan Aisyah (2003) klasifikasi
limbah radioaktif berdasarkan atas penyimpanan dalam jangka panjang adalah [9]:
(1). Limbah aktivitas rendah dan menengah, yaitu limbah radioaktif yang mengandung
radionuklida pemancar beta dan atau gama, dan sedikit atau tidak sama sekali
mengandung radionuklida pemancar alfa (aktinida).
(2). Limbah aktivitas tinggi, yaitu limbah radioaktif yang banyak mengandung radionuklida
hasil belah pemancar beta dan gama dan sedikit mengandung radionuklida pemancar
alfa.
(3). Limbah transuranium (TRU) yaitu limbah radioaktif yang banyak mengandung
radionuklida pemancar alfa dan sedikit radionuklida hasil belah pemancar beta dan
gama. Limbah transuranium merupakan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari
produksi bahan bakar nuklir seperti uranium dan HF [7].
Limbah radioaktif yang telah diklasifikasikan harus dikelompokkan berdasarkan
kuantitas dan karakteristik limbah radioaktif yang meliputi:
(1). Aktivitas;
(2). Waktu paro;
(3). Jenis radiasi;
(4). Bentuk fisik dan kimia;
(5). Sifat racun;
(6). Asal limbah radioaktif [10].

Contoh perhitungan estimasi konsentrasi radionuklida pada pendingin primer dan


sekunder (Persamaan (1) dan (2)) [13].

Untuk nuklida turunan (anak) di dalam pendingin:

282
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019

Keterangan:
Nc = Konsentrasi nuklida di dalam pendingin reaktor (atom/g)
Nf = Populasi nuklida di dalam bahan bakar (atom)
t = Waktu operasi (detik)
R = Koefisien lepasan nuklida (1/detik)
F = Fraksi batang bahan bakar dengan kelongsong yang cacat
Mc = Massa pendingin reaktor (g)
λ = Konstanta peluruhan nuklida (1/detik)
D = Koefisien dilusi (pelarutan) melalui umpan (feed) dan bleed
= [β/(B 0 – β t )] × 1/DF
B0 = Konsentrasi awal boron (ppm)
β = Laju penurunan konsentrasi boron (ppm/detik)
DF = Faktor dekontaminasi karena factor demineralisasi
QL = Laju alir massa letdown atau purifikasi (g/detik)
f = Fraksi dari kejadian peluruhan nuklida induk yang menghasilkan
pembentukan nuklida anak
Subskrip p menunjukkan nuklida induk.
Subskrip d menunjukkan nuklida anak.

Limbah radioaktif juga diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yaitu:


(1). Limbah radioaktif padat
Contoh limbah radioaktif padat adalah resin bekas, filter-filter udara maupun cairan,
konsentrat evaporator, barang-barang bekas laboratorium, gloves, alat-alat/bahan-
bahan proteksi keselamatan kerja, alat-alat perawatan dan alat-alat proses bekas,
kertas-kertas (kertas merang, kertas filter, dll), plastik, sarung tangan (kain atau karet),
baju kerja, sepatu kerja, masker debu, tisu dari Laboratorium, dan dsb [14,11].
Limbah TRU padat berupa bahan padat yang terkontaminasi aktinida pada pabrik
bahan bakar reactor pembiak [9].
(2). Limbah radioaktif cair
Limbah radioaktif cair berupa floor drains, limbah laundry, limbah hasil dekontaminasi
(dekontaminasi peralatan maupun pencucian alat-alat gelas), larutan regenerasi resin,
resin yang terikut ke dalam cairan dan dekontaminasi personil, limbah air dari wastafel
di ruang kerja dan ruang dekontaminasi, dsb [11].
Limbah cair trans-uranium (TRU) berupa pelarut bekas dari proses olah ulang bahan
bakar bekas reaktor nuklir, yang banyak mengandung aktinida yang toksisitasnya
tinggi, berumur paruh panjang dan mengandung sedikit hasil belah [9].
(3). Limbah radioaktif gas
Limbah radioaktif gas berasal dari off gas teras reaktor dan peralatan sistem tata udara.

2. PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF


Pengolahan limbah radioaktif ada 2 tahapan, yaitu:
(1). Treatment (Pengolahan) / Reduksi volume
Reduksi volume bertujuan untuk mengurangi volume limbah radioaktif. Contoh reduksi
volume adalah kompaksi, insenerasi, evaporasi, sorbsi dan penukaran ion, dan
pengolahan dengan kimia (koagulasi dan flokulasi) [9,1].
(2). Kondisioning (Imobilisasi)
Imobilisasi / solidifikasi merupakan proses yang melibatkan pencampuran limbah
dengan zat pengikat untuk mereduksi pelindian kontaminan baik secara fisik dan kimia
[15]. Solidifikasi bertujuan untuk mengikat radionuklida dengan bahan matriks tertentu,
sehingga tidak mudah terlindih oleh air tanah dan terlepas ke lingkungan [9].

3. SOLIDIFIKASI
Solidifikasi adalah proses pemadatan limbah radioaktif dengan menggunakan zat
pengikat. Solidifikasi bertujuan untuk memudahkan handling limbah radioaktif serta
mengurangi bahaya radiasi ke lingkungan [15]. Teknologi solidifikasi terbagi menjadi 3
(tiga) yaitu:
(1). Solidifikasi secara fisik
Proses solidifikasi secara fisik dilakukan dengan cara kapsulasi limbah radioaktif.
Teknik kapsulasi limbah radioaktif terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu kapsulasi makro,
kapsulasi mikro, dan kapsulasi termoplastik [15].

283
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk

(2). Solidifikasi secara kimia


Solidifikasi secara kimia melibatkan reaksi bahan kimia dalam proses pemadatannya.
Bahan kimia yang digunakan seperti semen, bitumen, dan polimer [9].
(3). Solidifikasi secara thermal.
Solidifikasi secara thermal atau vitrifikasi adalah proses solidifikasi yang menggunakan
panas untuk melelehkan dan mensolidifikasi senyawa berbahaya pada pada massa
yang solid [15]. Solidifikasi dengan thermal menggunakan bahan seperti glas seperti
glas keramik [9] dan glass frit [16].

METODOLOGI
Penelitian menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif adalah
menghasilkan gambaran tentang teknologi pengolahan limbah radioakif. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengkaji beberapa literatur dan menganalisis data sekunder (data
hasil penelitian dan kajian yang sudah ada).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bagian penting dalam kegiatan PLTN adalah pengelolaan limbah radioaktif.
Pengelolaan limbah radioaktif dilaksananakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi
terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup [8]. Pengelolaan limbah
radioaktif adalah kegiatan-kegiatan yang dimulai dari pengumpulan, pengelompokan,
pengangkutan, pengolahan, penyimpanan sementara sampai pada penyimpanan lestari atau
pembuangan limbah radioaktif [11]. Pengolahan limbah radioaktif merupakan bagian penting
dalam pengelolaan limbah radioaktif. Pemilihan teknologi pengolahan limbah sangat
menentukan hasil akhir dalam proses reduksi volume limbah radioaktif dan reduksi bahaya
radiasi dari limbah radioaktif. Teknologi pengolahan limbah berdasarkan bentuknya terbagi
menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Pengolahan Limbah Radioaktif Cair


Limbah radioaktif cair umumnya mengandung komponen radioaktif (larut dan tidak
larut) dan non radioaktif. Pemilihan proses pengolahan limbah radoaktif tergantung dari
jenis dan bentuk radionuklida dalam limbah. Proses pengolahan limbah radioaktif cair
terdiri dari:
(1). Evaporasi
Evaporasi menghasilkan faktor dekontaminasi yang tinggi, tetapi biayanya mahal [9,6].
(2). Sorbsi
Sorbsi adalah proses penyerapan konsentrasi dari limbah radioaktif cair. Salah satu
media adsorben adalah zeolit. Contoh limbah radioaktif cair yang proses
pengolahannya dengan zeolit adalah Stronsium-90 (Sr-90). Sr-90 merupakan
radionuklida pemancar sinar beta murni dengan energi maksimum sebesar 0,544 MeV
dan waktu para 28, 1 tahun [18].
(3). Pertukaran ion
Pengolahan dilakukan dengan cara memisahkan uranium yang terkandung dalam
limbah dengan proses pertukaran ion. Beberapa bahan yang dapat dipakai sebagai
penukar ion dalam pengolahan limbah uranium diantaranya adalah resin, zeolit,
maupun zeolit modifikasi. Zeolit alam dapat dimodifikasi menjadi penukar ion ganda
bentuk alumino-silikofosfat (ASP). ASP memiliki daya serap cukup tinggi terhadap
logam berat dan radionuklida. Komposisi ASP terbaik diperoleh pada perbandingan
1:1, waktu kontak 15 menit dan pH 7, dengan penyerapan uranium sebesar 93,5 % [7].
(4). Pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi)
Koagulasi dan flokulasi adalah proses kimia yang bertujuan untuk mengikutsertakan
unsur-unsur dalam proses pengendapan kimia. Koagulasi termasuk destabilisasi,
pembentukan ikatan bersama dari koloid, dimana koloid ini membentuk gumpalan kimia
atau flok yang mengadsorbsi, menangkap atau membawa bersama suspensi padat
yang ada dalam limbah cair. Salah satu bahan koagulan yang dapat digunakan dalam
proses pengolahan limbah radioaktif cair adalah larutan garam ferri FeCI 3 . Variabel-
variabel yang berpengaruh dalam proses pengendapan kimia pada pengolahan limbah
cair adalah : pH pengolahan, jumlah koagulan, kecepatan pengadukan dan lama
pengadukan [17].
Sorbsi, penukar ion, dan pengolahan secara kimia menghasilkan faktor dekontaminasi
yang rendah, tetapi biayanya lebih murah [9].

284
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019

Tiap tahapan dalam pengolahan limbah cair menghasilkan residu (Tabel 1). Sedangkan
diagram pengolahan limbah radioaktif cair dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Tahapan dan Residu yang Dihasilkan dari Proses Pengolahan


Limbah Radioaktif Cair
Proses Pengolahan Limbah
NO Residu
Radioaktif Cair
1 Evaporasi Konsentrat hasil evaporasi
Pengolahan secara kimia (koagulasi dan
2 Flok hasil koagulasi –flokulasi
flokulasi)
3 Pertukaran Ion Resin bekas
Sisa adsorben hasil penyerapan
4 Penyerapan (sorbsi)
limbah radioaktif
5 Bio-oksidasi dengan Bakteri Sludge

Residu hasil pengolahan limbah radioaktif cair diproses lebih lanjut, agar kandungannya
tidak menyebar (terdispersi) ke lingkungan. Proses pengolahannya dilakukan dengan cara
imobilisasi / solidifikasi. Beberapa contoh proses pengolahan residu hasil pengolahan limbah
radioaktif:

(1). Residu dari proses penyerapan (sorbsi)


Limbah radioaktif cair yang diserap dengan zeolite menghasilkan residu (zeolite
penyerap). Zeolit penyerap diproses lebih lanjut, agar Sr-90 yang terkandung di
dalamnya tidak terdispersi ke lingkungan. Proses pemadatan limbah residu hasil
pengolahan limbah radoaktif cair dengan cara sementasi. Adapun komponen bahan
yang digunakan dalam proses sementasi adalah zeolit penyerap limbah radio aktif cair,
serat kelapa, dan semen. Penambahan serat kelapa bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan mekanik dan memperlambat laju pelindian sehingga radionuklida Sr-90 yang
terserap dalam zeolit dan terikat oleh semen. Adapun konsentrasi serat yang optimum
adalah 0,50 % volume dan panjangnya 3 cm dengan kuat tekan sebesar 92,313 N/mm2
atau naik 119,21 % dan kuat tekan mortar nonserat [18].
(2). Residu hasil pertukaran ion
Uranium yang telah terpisah dari proses pertukaran ion diimobilisasi dengan polimer
Resin epoksi jenis EPOSIR 7120. Resin epoksi jenis EPOSIR 7120 memiliki sifat yang
unggul, diantaranya sifat mekanik yang baik, tahan terhadap bahan kimia, adesif dan
mudah diproses, harganya murah, serta mampu membentuk bahan keras dengan
campuran air dalam jumlah terbatas [7].
(3). Sludge
Sludge yang mengandung uranium dari hasil bio-oksidasi dengan bakteri diimobilisasi
dengan proses pemadatan. Proses imobilisasi dilakukan dengan mencampur limbah
sludge radioaktif dengan abu terbang batubara dan prekursor oksida yaitu BaO, CaO,
dan TiO 2 sebagai bahan matriks tambahan. Kualitas terbaik blok synroc limbah
diperoleh pada tingkat muat limbah 30 % berat, suhu sintering 1100oC selama 3,5 jam
dengan harga densitas 2,29 g/cm3, kuat tekan 6,97 kN/cm2, dan laju pelindihan uranium
3,16x10-6 g.cm-2.hari-1 [19,20].

285
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk

Limbah Radioaktif Cair

Koagulasi-Flokulasi Sorbsi Pertukaran Ion Evaporasi Bio-oksidasi

Flok Hasil Sisa Adsorben


Koagulasi- Hasil Resin Bekas Konsentrat
Sludge
Flokulasi Penyerapan hasil evaporasi

Imobilisasi / Solidifikasi

Penyimpanan Sementara
Limbah Radioaktif

Gambar 1. Diagram Pengolahan Limbah Radioaktif cair

2. Pengolahan Limbah Radioaktif Padat


Pengolahan limbah radioaktif padat berdasarkan pada karakertistik limbah.
Karakteristik limbah radioaktif padat terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
(1). Limbah radioaktif padat mudah dibakar
Contoh limbah radioaktif padat mudah dibakar adalah kertas, tisu, karet, dan plastik
yang berasal dari laboratorium PTNBR. Limbah ini diolah dengan cara dibakar dengan
menggunakan insenerator pada temperatur 700 – 11000C. Pembakaran limbah dengan
insenerasi menghasilkan gas buang. Gas buang yang mengandung radioaktif difilter.
Kemudian abu sisa pembakaran diimobilisasi (solidifikasi) [14].
(2). Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar
Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar diolah dengaan cara dikompaksi [21].
(3). Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar dan dikompaksi
Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar dan dikompaksi langsung diimobilisasi.

Limbah Radioaktif Padat

Limbah Dapat Limbah Tidak Limbah Tidak

Diinsenerasi pada
temperatur 700 – Dikompaksi
11000C

Gas buang

Filtrasi

Abu sisa Imobilisasi / Solidifikasi

Penyimpanan Sementara
Limbah Radioaktif

Gambar 2. Diagram Pengolahan Limbah Radioaktif Padat

286
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019

3. Pengolahan Limbah Radioaktif Gas


Limbah radioaktif gas dari PLTN biasanya berupa produk fisi (hasil belah) yang timbul
karena reaksi fisi pada bahan bakar yang bisa lolos keluar dari kelongsong bahan bakar.
Limbah gas tersebut mengandung bahan radioaktif [22]. Limbah gas diolah dengan cara
mengambil radionuklida menggunakan filter (karbon aktif dan hepa filter) [22,23]. Kemudian,
filter bekas yang mengandung radioaktif diolah dengan cara superkompaksi atau kompaksi 2
arah, sehingga reduksi volume yang didapat maksimal. Sedangkan karbon aktif diolah dengan
cara insenerasi, dan abu yang ditimbulkan diimobilisasi dengan semen [23].

4. Pengolahan Limbah Transuranium (TRU)


Kandungan unsur-unsur aktinida minor (americium, neptunium dan curium) dalam
bahan bakar bekas hasil operasi PLTN jenis PWR termasuk kategori limbah radioaktif tingkat
tinggi [24]. Salah satu cara untuk meminimalkan keradioaktifan tersebut adalah dengan cara
transmutasi, di mana limbah radioaktif yang terdiri atas nuklida-nuklida umur`panjang
ditransmutasi menjadi nuklida lebih stabil. Sistem transmutasi berbasis pada penggerak
akselerator atau Accelerator Driven System (ADS) [24,25]. Metode ini belum diaplikasikan
sampai saat ini. Kelebihan ADS dibanding transmuter jenis lainnya adalah lebih aman
pengendaliannya, ploriferasi terjamin dan limbah yang dihasilkan lebih sedikit [25]. Proses
pembakaran aktinida minor (MA) ada 2 (dua) cara, yaitu:
(1) Dibakar bersama dengan unsur plutonium pada fasilitas pembakar transuranium (TRU
burner);
(2) Dibakar secara terpisah dalam fasilitas yang sepenuhnya sebagai pembakar MA (fully
dedicated for MA burner) [25].
Sistem transmutasi menggunakan ADS ini dirancang menggunakan sistem reaktor
dengan daya termal 400 MW th akan dapat melayani 7 buah PWR-UOX, dan dalam sistem
PWR yang menggunakan bahan bakar UOX dan MOX maka satu ADS akan melayani 3 buah
sistem PWR [25].

KESIMPULAN
[1] Teknologi Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi dan
pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Residu hasil
pengolahan limbah radioaktif cair disolidifikasi, agar kandungannya tidak menyebar
(terdispersi) ke lingkungan.
[2] Pengolahan limbah radioaktif padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan
imobilisasi.
[3] Limbah radioaktif gas diolah dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran
diimobilisasi.
[4] Kandungan unsur-unsur aktinida minor (MA) yang terkandung dalam limbah radioaktif
tingkat tinggi diolah dengan sistem transmutasi menggunakan ADS.

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur atas berkat Tuhan Yang Maha Esa sehingga jurnal yang berjudul
“PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)”
dapat terselesaikan. Semoga jurnal ini bermanfaat dan dapat diterima dengan baik. Terima
Kasih.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Harjanto T.N., ”Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil dan Prospek PLTN
Sebagai Sumber Energi Nasional”, ISSN 1979-2409, (2008)
[2] Rohi D., “Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di Indonesia”,
EECCIS, Surabaya (2008).
[3] Sulaiman F., ”Identifikasi Potensi, Dampak dan pengendalian Lingkungan Dalam
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, DEDIKASI, Volume 2 No. 3 Hal. 27-
54, (2011).
[4] Sagala F.P., “Peran Energi Dalam Pembangunan Nasional Memasuki Milenium M”,
Widyanuklida, Volume 3 No.1 Hal. 1-5, (2000).
[5] Santoso G., ”Studi Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir”, Buletin Limbah, Volume 8 No. 2 Hal. 11–16, ( 2004).

287
Pengolahan Limbah Radioaktif Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir... ISSN: 2621-3125
Fitriana Meilasari, dkk

[6] Tarigan C., ”Prarancangan Sistem Pengolahan Llmbah Radioaktif Cair Pemancar Alfa
dari PLTN Tipe PWR 1000 MW”, Prosiding Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir
PRPN – BATAN, Hal. 258 – 263, Banten, (2010).
[7] Aisyah, Mortono H, dan Wati., ”Pengolahan Limbah Uranium Menggunakan Alumino
Siliko Fosfat”, Jurnal Zeolit Indonesia, Volume 7 No. 2, ISSN : 1411-6723, ( 2008).
[8] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran.
[9] Martono H dan Aisyah., “Material Untuk Solidifikasi Limbah Radioaktif Dalam
Keselamatan Penyimpanan”. Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga
Nuklir, Hal. 250 – 262, ISSN 1693 – 7902, Jakarta (2003).
[10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
Limbah Radioaktif.
[11] Sunardi, Susanto, dan Prayitno B., ”Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat dan Cair di
Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Tahun 2010”. Seminar Nasional SDM Teknologi
Nuklir VII, Hal. 237 – 244, ISSN 1978-0176, Yogyakarta ( 2011).
[12] Yazid M, Sutresna G, Sulistiyono A, dan Ngasifudin., ” Evaluasi Dampak Radiologi
Pengoperasian Reaktor Kartini dan Radioaktivitas Alami Kawasan Calon Tapak PLTN”,
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan’, Hal. 145 – 151,
ISSN : 0854-4085, Yogyakarta (1996).
[13] Zamroni H dan Artiani A.P., “Pengolahan Limbah Radioaktif Terpadu dari PLTN”.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif-BATAN, Hal. 57 – 66, ISSN 1410-6086.
[14] Rahardjo P.H., “Karakteristik Temperatur dan Reduksi Limbah Radioaktif Padat Ruang
Bakar Prototipe Tungku HK – 2010”, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia,
Volume 14 No. 1 Hal. 37 - 50, ISSN 1411 – 3481, Bandung (2013).
[15] Anrozi R dan Trihadiningrum Y., ”Kajian Teknologi dan Mekanisme Stabilisasi/ Solidifikasi
untuk Pengolahan Limbah B3”, Jurnal Teknik ITS, Volume 6 No. 2 Hal. F-456 - F-461,
ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print), Surabaya (2017).
[16] Martono H., “Glass Frit dan Polimer Untuk Solidifikasi Limbah Cair Aktivitas Rendah
Skala Industri”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Hal. 125 – 132, ISSN 1410-6086.
[17] Kuncoro H.A dan Birmono D.M., ”Kajian Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Hasil
Olah-Ulang Bahan Bakar Nuklir Bekas Dengan Metoda Pengendapan Kimia”, Prosiding
Pesentasi Ilmiah Daur Ulang Bahan Bakar Nuklir II, Hal. 301 – 311, ISSN 1410-1998,
Jakarta (1996).
[18] Kasmudin dan Kusnanto., ” Peningkatan Kekuatan Tekan Sementasi Zeolit Penyerap
Limbah Cair Sr-90 Dengan Serat Kelapa”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi
dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854 -2910, Jakarta (2002).
[19] Gunandjar, Sundari T, Purwanto Y., ”Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium
Menggunakan Abu Batubara Sebagai Bahan Matriks Synroc”. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, HaI. (I2 – 1) – (I2 – 9), ISSN 1693-4393, Yogyakarta
(2015).
[20] Gunandjar dan Purwanto , Y., “Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif
Pra-disposal : Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium Menggunakan Abu Batubara
Sebagai Bahan Matriks Synroc”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan
Limbah XIV Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN, Hal. 1-13, ISSN 1410 – 6086,
Banten.
[21] Aisyah., ” Karakteristik Ketahanan Korosi Wadah Limbah Radioaktif Aktivitas Rendah
dan Tinggi”. Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir, Hal. 621 – 632, ISSN 1978-
0176, Yogyakarta ( 2010).
[22] Zamroni H., “Studi Limbah Radioaktif Yang Ditimbulkan dari Operasional PLTN PWR
1000 Mwe”, Buletin LIMBAH, Volume 8 No. 2 Hal. 1-10, (2004).
[23] Suryantoro., ”Predisposal Limbah Radioaktif dari Operasional PLTN 1000 MWe”.
Prosiding Seminar Teknologi Pengolahan Limbah V, Hal. 1 – 4, ISSN 1410-6086.
[24] Marsodi, Lasman N.A, Nishihara K, Marsongkohadi, Su'ud Z., “Unjuk Kerja Sistem
Transmutasi ADS Untuk Menangani MA yang Terkandung Dalam Limbah Radioaktif
Tingkat Tinggi”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN
Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854- 2910, Jakarta (2002).
[25] Silakhuddin., “Analisis dan Konsep Penanganan Aktinida Minor Dalam Limbah PLTN
Menggunakan Teknologi ADS”, GANENDRA, Volume XI No. 2 Hal. 53 - 59, ISSN 1410-
6957, Yogyakarta (2008).

288
Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur Energi Nuklir 2019 ISSN: 2621-3125
Pontianak, 10 Oktober 2019

DISKUSI/TANYA JAWAB :
1. PERTANYAAN (Ari Nugroho -PKSEN BATAN):
Seberapa jauh limbah cair dianggap tidak berbahaya ketika jatuh ke dalam media air
seperti yang terjadi di fukusima (fungsi volume) ?

JAWABAN :
Tergantung tebal dari kontainer shell beton 350L untuk aktivitas tinggi, memiliki ketebalan
30 cm, tinggi 30 cm dan diameter 140 cm, sedangkan shell beton 950L untuk limbah
aktivitas rendah dan resin bekas dan ketebalan 10 cm, tinggi 130 cm dan diameter 140
cm; limbah cair dianggap tidak berbahaya tergantung dari umur paruh yang telah luruh
selama proses solidifikasi / imobilisasi.

2. PERTANYAAN (Boni P. Laparparo - UNTAN) :


Apa solusi limbah PLTN Kalbar untuk imobilisasi terkait lokasi ?

JAWABAN :
Hanya dikaji lebih jauh terkait manajemen pengelolaan limbah terutama terkait limbah
HLW; Limbah radioaktif diimobilisasi tergantung dari konsentrasi limbah, missal untuk
limbah HLW perlu divitrivikasi dengan glas (?) kemudian disimpan diinformasi geologi
500-1000 m dilengkapi dengan penahanan ganda rekayasa.

289

Anda mungkin juga menyukai