Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KONSUMSI LISTRIK DAN INDUSTRIALISASI

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI


THE EFFECT OF ELECTRICITY CONSUMPTION AND INDUSTRIALIZATION
ON ECONOMIC GROWTH

Pihri Buhaerah
Research Associate/Economist The Indonesian Institute (TII)
email : pihri.buhaerah@gmail.com

Abstrak
Hingga saat ini struktur PDB masih didominasi konsumsi rumah tangga. Akibatnya, tingkat
pertumbuhan ekonomi bergeming di angka 5 persen. Untuk mendongkrak kinerja pertumbuhan
ekonomi, industrialisasi mutlak dikedepankan. Pada prosesnya, ketersediaan energi terutama
energi listrik tentu saja menjadi salah satu komponen utamanya. Atas dasar itu, maka tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh listrik dan industrialisasi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan model
ARDL dan data sekunder dengan periode sampel mulai dari 1987 hingga 2016. Hasil analisis
menunjukkan bahwa variabel porsi barang manufaktur yang diekspor dan indeks harga komoditas
non-energi secara empiris terbukti signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Sementara itu, nilai koefisien konsumsi listrik dan angka partisipasi sekolah tinggi memiliki
dampak yang berbeda di jangka panjang dan jangka pendek. Konsumsi listrik memiliki dampak
yang lebih tinggi dan signifikan dalam jangka pendek. Sayangnya, dalam jangka panjang, efek
konsumsi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan.Sementara itu, variabel angka
partisipasi sekolah tinggi hanya berdampak signifikan dalam jangka panjang. Menariknya, semua
variabel independen yang dilibatkan kecuali variabel konsumsi listrik memiliki nilai koefisien
yang lebih tinggi dalam jangka panjang yang mengindikasikan bahwa keempat variabel tersebut
memiliki daya dorong yang lebih kuat terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
daripada dalam jangka pendek. Selain itu, hasil uji kointegrasi bounds menunjukkan bahwa
kelima variabel penjelas yang dilibatkan dalam penelitian ini memiliki hubungan jangka panjang
dengan pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci:konsumsi listrik, industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, autoregressive distributed
lag model
Klasi kasi JEL: C22, O14, Q43
Abstract
The structure of GDP nowadays is still dominated by household consumption. As a result,
economic growth stands at 5 percent. To boost economic growth performance, industrialization
should be taken into account. In the process, energy availability particularly electricity becomes
one of the main components. For this reason, the main purpose of this study is to measure the
effect of electricity and industrialization on economic growth. To do so, this study employs
ARDL model and uses secondary data with sample period from 1987 to 2016. Regression result
analysis shows that manufactures exports and non-energy commodity price indexare empirically
significant both in the short-run and long-run. Meanwhile, electricity consumption and tertiary
school enrollment has a different effect both in the short-run and the long-run. Electricity
consumption plays more important role on increasing real GDP than other variables in the
short-run. However, the coefficient value of electricity consumption is not significant in the
long-run. In contrast, tertiary school enrollment is only significant in the long-run.Interestingly,
all independent variables except electricity consumption havehigher coefficients in the long-run
indicating that those variables have higher impact in the long-run rather than in the short-run.
In addition, bounds cointegration test shows that all explanatory variables involved in this study
have a long-term relationship with economic growth.
Keywords: electricity consumption, industrialization, economic growth, autoregressive distrib-
uted lag model
JEL Classi cation: C22, O14, Q43

93
PENDAHULUAN untuk menghasilkan produk-produk yang
Tujuan pembangunan ekonomi suatu negara lebih bervariasi dan terkoneksi dengan baik
berpenghasilan rendah sejatinya untuk menuju (mesin, logam, dan kimia) serta menggunakan
negara berpenghasilan tinggi. Sayangnya, teknologi produksi yang lebih canggih.
upaya menuju negara berpenghasilan tinggi Paus (2017) juga menemukan hal yang
tak mudah dilakukan. Bahkan, seringkali sama dengan menyatakan bahwa faktor
pada prosesnya terjebak dalam kondisi utama negara-negara terperangkap ke dalam
yang dinamakan middle income trap(MIT) jebakan pendapatan menengah adalah karena
atau jebakan pendapatan menengah. Istilah rendahnya kemampuan inovasi domestik.
tersebut merujuk pada situasi di mana suatu Sayangnya, penelitian-penelitian yang
negara berpenghasilan menengah sudah tidak terkait jebakan pendapatan menengah belum
mampu lagi berkompetisi di tingkat global memasukkan konsumsi listrik sebagai salah
dengan hanya mengandalkan komoditas satu variabel penting dalam proses transformasi
padat karya disebabkan tingkat upah yang struktural. Atas dasar itu, sejumlah penelitian
sudah relatif tinggi (Paus, 2017). Pada mencoba mengukur keterkaitan antara
saat yang sama, negara tersebut juga tidak konsumsi listrik dan pertumbuhan ekonomi.
dapat bersaing dalam kegiatan ekonomi Misalnya saja, Yoo (2005) menginvestigasi
yang bernilai tambah tinggi dalam skala hubungan antara konsumsi listrik dan
ekonomi yang cukup luas karena tingkat pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan
produkti tasnya secara relatif masih tergolong untuk periode 1970-2002. Hasilnya, Yoo
rendah (Paus, 2017). Akibatnya, pertumbuhan (2005) menemukan konsumsi listrik memiliki
ekonomi cenderung melambat dan kurang hubungan kausalitas (dua arah) dengan
potensialuntuk mengangkat standar hidup pertumbuhan ekonomi. Ini mengindikasikan
masyarakat. Akibatnya, pertumbuhan bahwa tingkat konsumsi listrik yang tinggi
ekonomi cenderung melambat, upah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
stagnan atau turun, dan bertumbuhnya sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi
ekonomi informal (Paus, 2017). Dengan dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat
demikian, jebakan pendapatan menengah konsumsi listrik. Hal senada namun sedikit
dapat diasosiasikan sebagai gagalnya berbeda juga ditemukan Yoo dan Lee (2010).
pembangunan suatu negara berpenghasilan Menurut mereka, hubungan antara konsumsi
menengahuntuk naik ke level yang lebih listrik dengan pertumbuhan ekonomi secara
tinggi, yakni negara berpenghasilan tinggi. statistik signifikan dan berbentuk seperti
Sejumlah penelitian mencoba mengangkat kurva U-terbalik. Artinya, semakin tinggi
isu ini guna mendapatkan gambaran yang skala ekonomi, maka konsumsi listrik pun
utuh terkait faktor penyebab utama suatu akan meningkat. Namun, semakin maju
negara terjebak dalam pendapatan menengah. ekonomi suatu negara, maka sektor industri
Misalnya saja, Felipe (2012a) menemukan yang dominan akan bergeser dari industri
bahwa dari 52 negara berpenghasilan berat ke industri manufaktur ringan dan jasa
menengah pada 2010, 35 negara telah masuk yang berdampak pada turunnya konsumsi
ke dalam jebakan pendapatan menengah listrik.
dengan rincian 30 masuk ke dalam jebakan Sementara itu, dengan menggunakan
pendapatan menengah bawah dan 5 masuk data periode 1980-2003 dari negara-negara
ke dalam jebakan pendapatan menengah anggota OPEC, hasil penelitian Squally
atas. Sisanya, 8 dari 17 negara yang tidak (2007) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi
masuk dalam kategori jebakan pendapatan listrik dan pertumbuhan ekonomi memiliki
menengah berisiko masuk ke dalam jebakan hubungan jangka panjang. Meski demikian,
pendapatan menegah bawah (3 negara) derajat hubungan tersebut berbeda-beda di
dan menengah atas (5 negara). Felipe tiap negara dengan rincian sebagai berikut.
(2012b) selanjutnya menemukan bahwa Konsumsi listrik terbukti berdampak signi kan
negara-negara yang berhasil tidak masuk terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia,
ke dalam jebakan pendapatan menengah Iran, Nigeria, Qatar, dan Venezuela, kurang
adalah mereka yang memiliki kemampuan berdampak di Aljazair, Irak, dan Libya, tidak

94 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 26, No. 2, 2018


berdampak sama sekali di Kuwait, Arab sektor rumah tangga terhadap PDB rata-rata
Saudi, Uni Emirat Arab (UEA). Sebaliknya, sebesar 48 persen.
hasil penelitian Acaravci dan Ozturk (2010) Berkaca dari pengalaman Korea Selatan
menyimpulkan bahwa konsumsi listrik tidak tersebut, maka penelitian ini mencoba
memiliki hubungan jangka panjang dengan mengungkap pengaruh konsumsi listrik
PDB riil dengan menggunakan data dari 15 bersama dengan industrialisasi terhadap
negara-negara transisi (Albania, Belarusia, pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun
Bulgaria, Ceko, Estonia, Latvia, Lithuania, sejumlah alasan yang mendasari penelitian ini
Macedonia, Moldova, Polandia, Rumania, diuraikan sebagai berikut. Pertama, nilai PDB
Rusia, Serbia, Slovakia, dan Ukraina) untuk per kapita Indonesia berhasil menembus level
periode 1990-2006. psikologis yakni $ 10.000 (PPP in 2011 $) pada
Sayangnya, penelitian-penelitian di 2004. Jika tidak ingin terjebak dalam jebakan
atas baru melihat hubungan kausalitas dan pendapatan menengah pada 2030 mendatang,
jangka panjang antara konsumsi listrik maka nilai PDB per kapita Indonesia harus
dan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lebih besar dari $ 16.000 (PPP in 2011 $).
lain, penelitian-penelitian tersebut hanya Artinya, jika benar-benar ingin naik ke level
melibatkan dua variabel yakni konsumsi kelompok negara berpenghasilan tinggi,
listrik dan pertumbuhan ekonomi. Guna Indonesia harus serius mentransformasi
mendapatkan perspektif yang lebih luas, perlu perekonomiannya dan hanya satu cara untuk
melibatkan lebih banyak variabel terutama menuju ke sana yaitu dengan memperkuat
indikator industrialisasi dengan merujuk kontribusi sektor manufakturnya terhadap
pada negara-negara yang sukses menjalankan PDB melalui industrialisasi. Masalahnya,
transfromasi struktural. Pengalaman di perekonomian Indonesia dewasa ini tidak
beberapa negara industri maju seperti Korea ditopang oleh kinerja sektor industrinya.
Selatan juga menunjukkan bahwa level Bahkan, bisa dikatakan peranan sektor
industrialisasi sangat menentukan tingkat industri Indonesia sudah mencapai titik
konsumsi listrik suatu negara. Dengan kata nadir. Hal ini terindikasi dari kontribusi
lain, makin tinggi tingkat konsumsi listrik sektor manufaktur terhadap PDB yang kian
suatu negara, maka level pembangunan menurun dari 30 persen terhadap PDB pada
ekonomi negara tersebut umumnya juga 2008 menjadi hanya 20 persen dari PDB pada
semakin tinggi. Atas dasar itu, maka saat ini. Karena itu, tidaklah mengherankan
pengaruh listrik dan industrialisasi terhadap jika laju industri manufaktur tidak pernah
pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi beranjak dari angka 4 persen.
penting untuk dikaji. Untuk mewujudkannya, pembangunan
sektor manufaktur harus dibangkitkan kembali
TINJAUAN PUSTAKA menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi
Salah satu contoh negara yang sukses nasional. Rodrik (2017) mengemukakan
mentransformasi perekonomiannya adalah beberapa alasan yang mendukung tesis
Korea Selatan. Korea Selatan berstatus sebagai tersebut. Pertama, mengambil teknologi
negara berpenghasilan menengah bawah pada dari luar negeri cenderung lebih mudah dan
1969, kemudian naik kasta menjadi negara menciptakan pekerjaan dengan produkti tas
berpenghasilan menengah atas pada 1988, tinggi. Kedua, pekerjaan di sektor manufaktur
dan akhirnya menjadi negara berpenghasilan tidak memerlukan keterampilan yang tinggi
tinggi pada 1995. Menariknya, pada proses sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang
menuju negara berpenghasilan menengah lebih banyak. Ketiga, permintaan terhadap
atas, industrialisasi di Korea Selatan dibarengi produk manufaktur tidak dibatasi oleh
dengan kontribusi sektor manufaktur rata-rata pendapatan dalam negeri yang rendah karena
sebesar 24 persen terhadap PDB, konsumsi hasil produksi di sektor ini dapat diekspor.
listrik rata-rata sebesar 923 kWh per kapita, Rodrik (2017) juga menambahkan agar
proporsi pekerja di sektor industri rata-rata perubahan struktural ke sektor manufaktur
sebesar 26 persen, dan kontribusi konsumsi berjalan dengan baik, perlu diiringi dengan
migrasi pekerja di sektor pertanian yang lebih

Pengaruh Konsumsi Listrik dan Industrialisasi.... (Pihri Buhaerah)│95


Tabel 1. Level Konsumsi Listrik di ASEAN
Konsumsi Listrik Konsumsi Listrik
No. Negara (kWh per kapita) (kWh per kapita)
2010 2014
1 Singapura 8680 8845
2 Malaysia 4160 4596
3 Thailand 2307 2540
4 Vietnam 1017 1439
5 Indonesia 634 812
Sumber: World Development Indicators (2017)

tinggi ke sektor manufaktur dibandingkan ke energi listrik (Bank Indonesia, 2015).


sektor jasa. Implikasinya, investasi ketenagalistrikan perlu
Pengalaman dari Korea Selatan juga digenjot karena diantara 10 negara anggota
menunjukkan bahwa untuk mencapai level ASEAN, Indonesia adalah negara yang
negara industri maju, kontribusi sektor sangat membutuhkan suntikan investasi (Yoo
manufaktur terhadap PDB idealnya berada & Kim, 2006). Semua itu mengkon rmasi
di atas 30%. Untuk mencapai level tersebut, bahwa listrik dan industrialisasi adalah
dibutuhkan kapasitas listrik terpasang komponen utama dan tidak terpisahkan dalam
minimal 500 watt per kapita. Sayangnya, proses menuju negara berpenghasilan tinggi
data PLN (2017) menginformasikan bahwa sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan.
kapasitas terpasang Indonesia saat ini baru
mencapai 55.000 MW atau setara dengan 212 METODOLOGI PENELITIAN
watt per kapita. Adapun Singapura, Malaysia, Operasionalisasi Variabel dan Sumber
dan Thailand, kapasitas listrik terpasang
Data
sudah di atas 500 watt per kapita. Hal itu
mengindikasikan bahwa kapasitas pasokan Variabel dependen dalam penelitian ini
listrik saat ini tidak memungkinkan sektor adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
industri untuk tumbuh lebih tinggi. Dengan ekonomi dalam penelitian diturunkan dari
demikian, posisi dan akselerasi peningkatan variabel PDB riilseperti yang digunakan oleh
kinerja kelistrikan di Indonesia relatif Yoo (2005) dan Yoo dan Kim (2006) pada saat
tertinggal dibandingkan dengan beberapa mengukur pengaruh konsumsi listrik terhadap
negara Asia lainnya (Adam, 2016). Tak heran pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan dan
jika hasil studi Sambodo dan Oyama (2011) Indonesia.Sementara itu, untuk variabel
tidak menemukan hubungan jangka pendek independen terdiri atas nilai konsumsi
dan jangka panjang antara konsumsi listrik daya listrik, indikator industrialisasi, angka
dengan pertumbuhan ekonomi. partisipasi sekolah tinggi, dan indeks harga
Sementara itu, konsumsi listrik nasional komoditas non-energi. Variabel konsumsi
hanya sebesar 812 kWh per kapita. Jika listrik dide nisikan sebagai nilai konsumsi
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, daya listrik dalam kWh per kapita. Sementara
angka tersebut jelas mengindikasikan kita indikator industrialisasi diwakili oleh dua
jauh tertinggal (lihat tabel 1). Menurut data variabel yaitu porsi barang manufaktur yang
Bank Dunia (2017), konsumsi listrik di diekspor terhadap total barang ekspor dan
Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam variabel persentase tenaga kerja di sektor
masing-masing sebesar 8845, 4596, 2540, dan industri terhadap total tenaga kerja.Kedua
1439 kWh per kapita. variabel tersebut dipilih karena proses
industrialisasi yang dewasa ditandai dengan
Dengan demikian, ketersediaan pasokan
peningkatan kontribusi sektor manufaktur
energi terutama listrik yang memadai
dalam struktur PDB yang dibarengi dengan
dan terjangkau menjadi krusial dalam
peningkatan pekerja di sektor industri yang
pembangunan sektor industri karena salah satu
lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian. Jika
aspek kritis dalam dalam bisnis sektor industri
tidak, proses industrialisasitersebut tidak akan
pengolahan adalah jaminan ketersediaan

96 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 26, No. 2, 2018


Tabel 1. Variabel dan Sumber Data
Variabel Keterangan Satuan Periode Sampel Sumber
LRGDP PDB rill Logaritma 1987 - 2016 WDI
LELCON Konsumsi daya listrik Logaritma 1987 - 2016 WDI
MANE Porsi barang manufaktur yang diekspor % 1987 - 2016 WDI dan BPS
EMI Persentase pekerja di sektor industri % 1987 - 2016 WDI dan BPS
SET Angka partisipasi sekolah tinggi % 1987 - 2016 WDI
LINE Indeks harga komoditas non-energi Logaritma 1987 - 2016 WBCPD
Tabel 2.Ringkasan Statistik
Variabel Obs Mean Std.Dev Min Max
LRGDP 30 16,91 0,28 16,42 17.40
LELCON 30 5,93 0,62 4,65 6,86
MANE 30 44,10 8,34 25,02 57,12
EMI 30 17,43 3,36 8,26 22,24
SET 30 16,38 7,01 6,86 29,56
LINE 30 4,16 0,32 3,75 4,79

matang dan selanjutnya akan bertransformasi satuannya sudah dalam bentuk persentase.
menjadi proses deindustrialisasi dini. Adapun ringkasan statistik untuk variabel
Selain itu, penelitian ini juga melibatkan yang disertakan dalam penelitian ini adalah
variabel-variabel lain seperti angka partisipasi sebagai berikut.
sekolah tinggi dan indeks harga komoditas Metode
non-energi. Variabel angka partisipasi sekolah
tinggi dilibatkan dalam kajian ini karena Untuk melihat pengaruh konsumsi listrik
kenyataan empiris yang ada menunjukkan, dan industrialisasi terhadap pertumbuhan
modal manusia menjadi kunci untuk ekonomi, studi ini menggunakan model
mentransformasi industri yang berbasis padat Autoregressive Distributed Lag (ARDL).
karya ke industri yang berbasis tekonologi Model ARDL yang digunakan dalam
dan inovasi (Buhaerah, 2018). Variabel penelitian ini mengadopsi model ARDL
indeks harga komoditas non-energijuga perlu yang dikembangkan Shin (1998) dan Pesaran
dilibatkan dalam penelitian ini karena variabel et al. (2001).Penelitian ini menggunakan
ini masih menjadi variabel determinan dalam model ARDL dengan beberapa alasan.
struktur PDB Indonesia hingga saat ini. Pertam a, model ARDL menyediakan
Data kelima variabel tersebut merupakan informasi atau persamaan efek jangka
data sekunder yang diambil dari World panjang dan jangka pendek secara bersamaan.
Development Indicators (WDI) - Bank Dunia, Keempat, persamaan yang digunakan untuk
Badan Pusat Statistik (BPS), dan World mengestimasi hubungan kointegrasi antar
Bank Commodity Price Data (WBCPD). variabel merupakan persamaan tunggal.
Satuan, periode, dan sumber data per variabel Ketiga, model ARDL lebih fleksibel
ditampilkan pada tabel di bawah ini. dibandingkan model kointegrasi lainnya
seperti pendekatan Johansen (1991) karena
Selanjutnya, sebelum menjalankan
tidak mengharuskan adanya uji stasioner
estimasi, gambaran secara deskriptif
per variabel. Keempat, model ARDL dapat
dari masing-masing variabel juga perlu
digunakan meski periode sampel yang
ditampilkan. Variabel PDB riil, konsumsi
digunakan tidak terlalu panjang. Kelima,
daya listrik, dan indeks harga komoditas
berbeda dengan uji kointegrasi standar, tiap
non-energi dalam bentuk logaritmauntuk
variabel dalam model ARDL memungkinkan
memudahkan interpretasi secara ekonomi.
memiliki lag yang berbeda-beda.
Sementara itu, variabel lainnya seperti porsi
barang manufaktur yang diekspor, pekerja Adapun model ARDL yang digunakan
di sektor industri, angka partisipasi sekolah untuk mengestimasi koe sien jangka panjang
tinggi, tidak dalam bentuk logaritma karena dan jangka pendek sebagai berikut.

Pengaruh Konsumsi Listrik dan Industrialisasi.... (Pihri Buhaerah)│97


Tabel 3.Hasil Uji Akar Unit
Level First Di erence
Variabel
ADF Hasil PP Hasil ADF Hasil PP Hasil
LRGDP 0,808 NS 0,545 NS -5,195 S -5,182 S
LELCON -2,527 NS -2,563 NS -5,035 S -4,983 S
MANE -2,456 NS -2,483 NS -3,432 S -3,405 S
EMI -1,681 NS -1,568 NS -8,054 S -8,658 S
SET -0,243 NS 0,107 NS -6,119 S -6,226 S
LINE -1,418 NS -1,442 NS -5,916 S -5,815 S
Tabel 4. Hasil Seleksi Lag
Schwarz-Bayesian Information Criterion (SBIC)
Variabel
Variabel Lag
PDB riil LRGDP 2
Konsumsi listrik per kapita LELCON 1
Porsi barang manufaktur yang diekspor MANE 0
Porsi pekerja di sektor industri EMI 0
Angka partisipasi sekolah tinggi SET 2
Indeks harga komoditas non-energi LINE 0
nilai F-statistik hitung menjadi tidak valid
manakala ada variabel yang terintegrasi pada
order 2 atau lebih (Odhiambo, 2010).Untuk
melihat ada tidaknya akar unit, studi ini
dimana n dan berturut-turut adalah jumlah menggunakan uji Augmented Dickey Fuller
lag optimal dan rst di erence dari variabel (ADF), dan Phillips-Perron (PP). Hasil uji
yang dilibatkan dalam pembangunan model akar unit dengan menggunakan kedua uji
regresi. Bagian pertama dari persamaan diatas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel
yakni α1, α2,danα3merupakan koe sien untuk tidak stasioner (NS) pada leveldan stasioner
jangka panjang. Sedangkan bagian kedua yang (S) pada rst di erence-nya (lihat tabel 1).
terdiri atas α4,α5,α6,dan α7 merupakan koe sien
Seleksi Lag
untuk jangka pendek. Hipotesis nol(null
hypothesis) untuk persamaan di atas adalah Jika dibandingkan dengan pendekatan
tidak ada kointegrasi jika H0: α1=α 2=α 3=0 kointegrasi lainnya, salah satu tur unggulan
sementara hipotesis alternatifnya adalah dalam model ARDLterletak pada jumlah
terdapat kointegrasi jika H1: α1≠α2≠α3≠0. Jika lag yang dilibatkan dan memungkinkan
statistik uji-F (F-test statistic) lebih tinggi berbeda-beda untuk setiap variabel. Adapun
daripada batas atas nilai kritis (upper bound kriteria seleksi lag pada model ARDL dapat
critical values), maka dapat disimpulkan menggunakan kriteria Akaike Information
bahwa terdapat hubungan jangka panjang Criterion maupun Schwarz-Bayesian
antar variabel. Sebaliknya, jika statistik uji-F Information Criterion (SBIC). Namun,
lebih kecil daripada batas atas nilai kritis, kriteria pemilihan lag dalam studi ini hanya
maka kita tidak dapat menolak hipotesis nol menggunakan salah satunya saja, yakni
(tidak ada kointegrasi). kriteria SBIC. Hasil simulasi Pesaran and
Shin (1998) menyimpulkan bahwa SBIC
HASIL DAN PEMBAHASAN sedikit lebih baik daripada AIC karena
SBIC terbukti lebih konsisten daripada AIC
Uji Stasioneritas dalam pemilihan model. Adapun lag yang
Meski model ARDL tidak mengharuskan terpilih adalah lag dengan nilai SBIC yang
adanya uji akar unit, namun uji akar unit tetap paling rendah. Hasil pemilihan jumlah lag
dibutuhkan untuk memastikan bahwa tak yang dilibatkan dengan menggunakan SBIC
ada satu pun variabel yang I(2). Alasannya, selengkapnya disajikan pada tabel 4.

98 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 26, No. 2, 2018


Tabel 5. Hasil Estimasi Koefisien Jangka Panjang
Variabel Dependen: LRGDP
Variabel Penjelas Lag Koe sien p-value Hasil
0.113
LELCON 1 0.242 Tidak signi kan
(0.0930)
0.008
MANE 0 (0.0038) 0.048 Signi kan
0.007
EMI 0 0.553 Tidak signi kan
(0.0114)
0.328
LINE 0 (0.1073) 0.007 Signi kan
0.018
SET 2 0.014 Signi kan
(0.0067)

Efek Jangka Panjang Artinya, variabel LINEjauh lebih kuat


Variabel kunci yang dilibatkan dalam studi dalam mendongkrakPDB riildibandingkan
ini adalah konsumsi listrik (LELCON) dan variabel MANE. Atau, dalam konteks
indikator industrialisasi yang diwakili oleh industrialisasi, pertumbuhan ekonomi masih
variabel porsi barang manufaktur yang sangat bergantung dari harga komoditas
diekspor (MANE) dan porsi tenaga kerja primer.
di sektor industri (EMI). Hasil estimasi Selain ketiga variabel di atas, studi ini
menunjukkan bahwa semua nilai koe sien juga melibatkan variabel angka partisipasi
variabel kunci adalah positif. Artinya, dalam sekolah tersier/tinggi (SET). Variabel ini
jangka panjang, semua variabel memiliki terbukti secara statistik positif dan signi kan
pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan mempengaruhi PDB riil. Sayangnya, nilai
ekonomi. Namun, tidak semua variabel koe sien variabel ini lebih rendah daripada
yang dilibatkan memberikan pengaruh yang variabel LINE dan LELCON.Dengan nilai
signifikandalam jangka panjang seperti koefisien sebesar 0,02 mengindikasikan
variabel LELCON dan EMI. Meski tidak bahwa kenaikan 1 persen angka partisipasi
signi kan, namun variabel LELCON dan sekolah tinggi berpotensi menaikkan nilai
EMI memiliki potensi yang tinggi guna PDB riil sebesar 0,2 persen. Angka itu
meningkatkan nilai PDB riil. juga mengindikasikan bahwa jika ingin
Menariknya, dalam jangka pajang, dua mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang
variabel yang memiliki nilai koe sien tertinggi lebih tinggi, proses industrialisasi perlu
adalah variabel indeks harga komoditas diiringi dengan perbaikan dalam kualitas
non-energi (LINE) dan variabel LELCON. sumber daya manusia di level pendidikan
Sayangnya, koefisien variabel LELCON tinggi.
belum memberikan pengaruh yang cukup Efek Jangka Pendek
signi kan terhadap pertumbuhan ekonomi
Dalam jangka pendek, pengaruh konsumsi
dalam jangka panjang. Adapun variabel
listrik dan harga komoditas non-energi tetap
LINE dengan nilai koe sien sebesar 0,33
masih yang paling tinggi. Menariknya,
mengindikasikan bahwa kenaikan 1 persen
dalam jangka pendek, nilai koe sien variabel
indeks harga komoditas non-energi akan
LELCON selain signi kan namun juga lebih
menaikkan nilai PDB riil sebesar 3,3 persen.
tinggi daripada variabel LINE. Dengan nilai
Variabel kunci lainnya, MANE, dengan nilai
koefisien 0,55, mengindikasikan bahwa
koefisien sebesar 0,05 mengindikasikan
kenaikan 1 persen konsumsi listrik akan
bahwa kenaikan 1 persen porsi barang
meningkatkan PDB riil sebesar 5,5 persen
manufaktur yang diekspor akan menaikkan
dalam jangka pendek. Adapun variabel
nilai PDB riil sebesar 0,5 persen. Jika
LINE, dengan nilai koe sien sebesar 0,15,
dibandingkan dengan nilai koe sien LINE,
mengindikasikan bahwa kenaikan 1 persen
nilai koefisien MANE jauh lebih rendah.
indeks harga komoditas non-energi akan

Pengaruh Konsumsi Listrik dan Industrialisasi.... (Pihri Buhaerah)│99


Tabel 6. Hasil Estimasi Koefisien Jangka Pendek
Variabel Dependen: LRGDP
Variabel Penjelas Di erences Koe sien p-value Hasil
0.551
LELCON 1st (0.1934) 0.011 Signi kan
0.004
MANE 1st 0.021 Signi kan
(0.0014)
EMI 1st 0.003 0.570 Tidak signi kan
(0.0053)
0.147
LINE 1st 0.003 Signi kan
(0.0419)
SET 1st 0.005 0.138 Tidak signi kan
(0.0033)

meningkatkan PDB riil sebesar 1,5 persen barang manufaktur dalam komposisi ekspor
dalam jangka pendek. Indonesia perlu terus didorong guna menjaga
Sementara itu, pengaruh porsi barang keberlanjutan PDB riil. Pada saat yang sama,
manufaktur yang diekspor terhadap PDB nilai konsumsi listrik terutama sektor industri
riil juga tetap signi kan.Sayangnya, dalam pun perlu terus ditingkatkan karena kenaikan
jangka pendek, pengaruh sektor ini terhadap tingkat konsumsi listrik akan mengerek
PDB riil hampir sama rendahnya dengan kinerja industri ke level yang lebih tinggi.
variabel EMI yang tercermin dari nilai Hal ini tentu akan menciptakan efek berganda
koe siennya. Dengan nilai koe sien sebesar yang positif terhadap PDB riil. Selain itu,
0,004, mengindikasikan bahwa kenaikan pengaruh harga komoditas non-energi
1 persen porsi barang manufaktur yang terhadap PDB masih tetap tinggi baik dalam
diekspor, akan meningkatkan PDB riil sebesar jangka pendek maupun jangka panjang.
0,04 persen. Sayangnya, daya dorong variabel Meski begitu, tingkat ketergantungan industri
ini masih kalah dibandingkan variabel nasional atas komoditas primer perlu mulai
konsumsi listrik dalam mendongkrak PDB dikurangi guna mendukung keberlanjutan
riil. Alasannya, nilai koefisien variabel dan kualitas pertumbuhan ekonomi di masa
LELCONlebih tinggi dibandingkan variabel mendatang.
MANE. Terakhir, untuk variabel SET dengan Uji Kointegrasi Bounds
nilai koe sien sebesar 0,005, mengindikasikan
bahwakenaikan angka partisipasi sekolah Tabel 4 menunjukkan nilai F-statistik lebih
tinggi sebesar 1 persen akan meningkatkan tinggi daripada nilai kritisnya. Karena nilai
PDB riil sebesar 0,05 persen dalam jangka F-nya > nilai kritisnya, maka hipotesis nol
pendek. Artinya, meski tidak sekuat variabel yang menyatakan bahwa tidak terdapat
LELCON dan LINE, namun variabel SET hubungan kointegrasi antar variabel dalam
terbukti signi kan mempengaruhi PDB riil model dapat kita tolak. Karena H0 ditolak,
baik dalam jangka pendek maupun jangka maka dapat disimpulkan bahwa memang
panjang. terdapat hubungan kointegrasi antara utang
rumah tangga dengan tingkat pertumbuhan
Jika dibandingkan dengan efek jangka
konsumsi. Begitu pun dengan hasil uji
panjang, selain variabel konsumsi listrik, nilai
statistik-t. Hasil uji statistik-t menunjukkan
koe sien semua variabel lebih rendahdalam
bahwa nilai t-statistik lebih kecil daripada
jangka pendek. Artinya, pengaruh keempat
nilai kritisnya yang mengindikasikan bahwa
variabel lainnya selain variabel konsumsi
terdapat hubungan kointegrasi diantara
listrik, terbukti lebih kuat dalam jangka
variabel yang dilibatkan dalam persamaan.
panjang daripada jangka pendek. Menariknya,
berbeda dalam jangka panjang, variabel Uji Statistik Tambahan
konsumsi listrik menjadi signi kan sedangkan
Untuk memperkuat hasil uji kointegrasi
variabel angka partisipasi sekolah tinggi
di atas, maka beberapa uji statistik juga
menjadi tidak signifikan.Implikasinya,
ditambahkan dalam penelitian ini seperti uji
upaya-upaya untuk meningkatkan porsi

100 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 26, No. 2, 2018


Tabel 7.Hubungan Kointegrasi Statistik-F dan t

Nilai Kritis Bound


Uji Statistik Nilai Level Signi kansi Hasil
I(0) I(1)
1% 3.41 4.68 Kointegrasi
Statistik-F 5.922 5% 2.62 3.79 Kointegrasi
10% 2.26 3.35 Kointegrasi
1% -3.43 -4.79 Kointegrasi
Statistik-t -4.495 5% -2,86 -4.19 Kointegrasi
10% -2,57 -3.86 Kointegrasi
Tabel 8. Beberapa Hasil Uji Statistik
Uji Statistik Jenis Uji Statistik p-value Hasil
Autokorelasi White Noise 0.3240 Tidak ada otokorelasi
Normalitas Shapiro-Wilk 0.1343 Terdistribusi secara normal
ARCH Lagrange Multiplier 0.7112 Tidak mengandung efek ARCH

Gra k 1. Uji CUSUM

autokorelasi dengan menggunakan uji White model. Jika nilai koefisien estimasi tidak
Noise, normalitas dengan menggunakan berada diantaradua standard error, maka
uji Shapiro-Walk, dan autoregressive koe sien tersebut dikatakan tidak stabil. Hasil
conditional heteroscedasticity (ARCH) tes cusum menunjukkan bahwa residual tidak
dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier terakumulasi sepanjang waktu (lihat gra k 1).
(LM). Hasilnya ditunjukkan pada tabel 8 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
di bawah ini. Tabel 8 menunjukkan bahwa model ekonometrika yang digunakan dalam
model yang digunakan penelitian ini telah penelitian ini tergolong cukup baik.
lulus tes autokorelasi, normalitas, dan ARCH.
Artinya, nilai residual dalam model tersebut KESIMPULAN
tidak mengandung serial korelasi, terdistribusi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
secara normal, dan tidak mengandung efek melihat pengaruh listrik dan industrialisasi
ARCH. terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil
Selain uji statistik di atas, penelitian ini analisis dengan menggunakan model ARDL
juga melibatkan uji cumulative sum of the menunjukkan bahwa pengaruh listrik dan
reisiduals (CUSUM). Tes ini ditujukan untuk angka partisipasi sekolah tinggi terhadap
menghitungnilai recursive residualdalam pertumbuhan ekonomi terbukti positif namun

Pengaruh Konsumsi Listrik dan Industrialisasi.... (Pihri Buhaerah)│101


dampaknya berbeda dalam jangka pendek DAFTAR PUSTAKA
dan jangka panjang. Dalam jangka panjang, Ad a m , L. ( 20 16 ) . Din a m ik a S e kt or
pengaruh konsumsi listrik tidak begitu Kelistrikandi Indonesia: Kebutuhan dan
signi kan. Namun, dalam jangka pendek, Performa Penyediaan, Jurnal Ekonomi
konsumsi listrik justru menjadi penyumbang dan Pembangunan, Vol.4 No.1, hal.29-
terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi. 41.
Berbeda dengan variabel konsumsi listrik, Acaravci, A., & Ozturk, I. Eletricity
angka partisipasi sekolah tinggi signi kan Consumption-Growth Nexus: Evidence
dalam jangka panjang namun dalam jangka from Panel Data for Transition Countries,
pendek justru tidak signi kan. Adapun porsi Energy Economics Vol.32, hal.604-608.
barang manufaktur yang diekspor positif dan Bank Indonesia. (2015). Pro l Bisnis Usaha
signi kan baik dalam jangka panjang maupun Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
jangka pendek. Menariknya, kelima variabel Kerjasama Lembaga Pengembangan
yang dilibatkan terkecuali konsumsi listrik, Perbankan Indonesia (LPPI) dengan
memiliki nilai koe sien yang lebih tinggi Bank Indonesia.
pada jangka panjang dibandingkan jangka Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik
pendek. Artinya, keempat variabel tersebut Indonesia 2017. Diunduh dari https://
memiliki pengaruh yang lebih tinggi dalam www.bps.go.id/publication/2017/07/26/
jangka panjang daripada jangka pendek. b598fa587f5112432533a656/statistik-
Menariknya lagi, dari kelima variabel yang indonesia-2017.html
dilibatkan, konsumsi listrik justru menjadi Buhaerah, P. (2018). Membedah Daya Saing
variabel yang memiliki daya dorong yang Industri. Harian Bisnis Indonesia, edisi
kuat untuk mendongkrak kinerja pertumbuhan 14 Maret 2018.
ekonomi dalam jangka pendek. Jesus, F. (2012a). Tackling the Middle-
Income Trap. What is it,Who is in it, and
IMPLIKASI KEBIJAKAN Why? Part 1, ADB Economics Working
Paper Series No.306, Manila: Asian
Analisis di atas mengon rmasi bahwa konsumsi Development Bank.
listrik memainkan peran yang cukup penting Jesus, F. (2012b). Tackling the Middle-
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Income Trap. What is it, Who is in it, and
dalam jangka pendek.Dengan demikian, guna Why? Part 2, ADB Economics Working
menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi Paper Series No.307, Manila: Asian
dalam jangka pendek, makaupaya-upaya Development Bank.
untuk meningkatkan konsumsi listrik perlu Johansen, S. (1991). Estimation and Hypothesis
terus didorong. Sementara untuk mendorong Testing of Cointegration Vectors in
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, Gaussian Vector Autoregressive Models,
pemerintah perlu meningkatkan porsi Econometrica, Vol. 59 No.6, hal. 1551-
barang manufaktur dalam struktur ekspor 1580.
nasional dan angka partisipasi sekolah tinggi. .Odhiambo, N.M. (2010). Finance-
Dengan angka partisipasi sekolah tinggi Investment-Growth Nexus in South
yang meningkat, maka migrasi pekerja ke Africa: An ARDL-Bounds Testing
sektor industri akan menjadi lebih tinggi Procedure, Economic Change and
Restructuring, Vol.43 No.3, hal. 205-219.
daripada ke sektor pertanian. Hal itu akan
menggerakkan daya saing industri dan juga Paus, E. (2017). Escaping the Middle-Income
tingkat pendapatan karena sektor industri Trap: Innovate or Perish, ADBI Working
Paper Series No.685, Tokyo: Asian
manufaktur menawarkan upah yang lebih
Development Bank Institute.
tinggi dibandingkan sektor pertanian. Dengan
upah yang lebih tinggi, akan mengerek Pesaran, M. H., & Shin, Y. (1998). An
A u t o re g re s s i v e D i s t r i b u t e d - L a g
tingkat konsumsi termasuk konsumsi listrik Modelling Approach to Cointegration
ke level yang lebih tinggi. Pada akhirnya, laju Analysis. In Econometrics and Economic
pertumbuhan ekonomi bisa naik ke level yang Theory in the 20th Century. The Ragnar
lebih tinggi. Frisch Centennial Symposium, ed.
S. Strom, chap. 11, hal. 371-413.

102 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 26, No. 2, 2018


Cambridge: Cambridge University Squally, J. (2007). Electricity Consumption
Press. and Economic Growth, Bounds and
Pesaran, M. H., Shin, Y., & Smith, R. (2001). Causality Analyses of OPEC Members,
Bounds Testing Approaches to the Energy Economics Vol.29, hal.1192-
Analysis of Level Relationships, Journal 1205.
of Applied Econometrics, Vol. 16, hal. World Bank. (2017). World Development
289-326. Indicators. Diunduh dari https://data.
Perusahaan Listrik Negara. (2017). Statistik worldbank.org/data-catalog/world-
PLN 2016. Sekretariat Perusahaan PT. development-indicators.
PLN (Persero). Yoo, S. H., & Kim, Y. (2006). Electricity
Rodrik, D. (2017). Pertumbuhan tanpa Generation and Economic Growth in
Industrialisasi. Diakses pada 1 Desember Indonesia, Energy Vol.31, hal. 2890-
2017 di https://www.project-syndicate. 2899.
org/commentary/poor-economies- Yoo, S. H. (2005). Electricity Consumption
growing-without-industrializing-by- and Economic Growth: Evidence from
dani-rodrik-2017-10/indonesian Korea, Energy Policy Vol.33, hal.1627-
Sambodo, M. T., & Oyama, T. (2011). 1632.
Investigating economic growth and Yoo, S. H., & Lee, J. S. (2010). Electricity
energy consumption in Indonesia: Time Consumption and Economic Growth: A
Series Analysis 1971 to 2007. Review Cross-Country Analysis, Energy Policy
of Indonesian Economics and Bussiness Vol.38, hal.622-625.
Studies, Vol.2, No.2

Pengaruh Konsumsi Listrik dan Industrialisasi.... (Pihri Buhaerah)│103

Anda mungkin juga menyukai