Anda di halaman 1dari 19

Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh

Implementation of Special Autonomy Policies In Aceh


Debora Sanur L.
Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI
email: debora_sanur@yahoo.com
Riwayat Artikel Abstract
Diterima: 31 Agustus 2019 The granting of special autonomy or special authority by the central
Direvisi: 9 Maret 2020 government to the Province of Aceh through the concept of asymmetric
Disetujui: 21 April 2020 decentralization was aimed at embracing the province of Aceh to remain
doi: 10.22212/jp.v11i1.1580 within the territory of the Republic of Indonesia and improve the welfare of
the people of Aceh. Nevertheless, in its implementation, various problems were
identified. This paper is intended to assess the implementation of Law No. 11
of 2006 concerning the Government of Aceh. The reason for this is because
through the asymmetric decentralization policy, the central government has
granted extensive concessions to the Province of Aceh by delegating various
administrative and political authorities, managing local identity, to providing
financial resources, in accordance with the LoGA. However, the challenge
that comes with asymmetric decentralization policy is with the risk of failure
in implementation if the central government and the provincial government of
Aceh did not implement the mandate of the law optimally.
Keywords: Special Autonomy; Aceh Government; Asymmetric Decentralization;
Policy Implementation.
Abstrak
Pemberian otonomi khusus atau kewenangan khusus oleh pemerintah
pusat kepada Provinsi Aceh melalui konsep desentralisasi asimetris
bertujuan untuk merangkul provinsi Aceh agar tetap berada dalam
kesatuan NKRI dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Meski
demikian dalam implementasinya ditemukan berbagai permasalahan.
Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi Undang-
Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dilaksanakan.
Hal ini karena melalui kebijakan desentralisasi asimetris pemerintah
pusat telah memberi konsesi-konsesi yang luas kepada Provinsi Aceh
dengan melimpahkan berbagai kewenangan administrasi, politik,
mengakomodasi identitas lokal, sampai memberikan sumber-sumber
keuangan, sebagaimana yang diatur dalam UU PA. Akan tetapi yang
menjadi tantangannya adalah, kebijakan desentralisasi asimetris itu bisa
terancam gagal apabila dalam pelaksanaannya kinerja pemerintah pusat
dan pemerintah provinsi Aceh tidak maksimal dalam melaksanakan
amanat UU tersebut.
Kata kunci: Otonomi Khusus; Pemerintahan Aceh; Desentralisasi
Asimetris; Implementasi Kebijakan.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 65


Latar Belakang bahwa pemberian Otonomi khusus kepada
Amandemen UUD 1945 telah Aceh bukan hanya sekedar pemberian hak
mengatur tentang desentralisasi dan satuan namun juga kewajiban konstitusional yang
pemerintah daerah di Indonesia. Pengaturan ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat
tentang desentralisasi asimetris ditemukan Aceh.
dalam Pasal 18A ayat (1), Pasal 18B ayat Sebelum UU No. 11 Tahun 2006
(1) dan (2) UUD 1945. Dalam Pasal 18A berlaku, ada beberapa regulasi yang
ayat (1) diamanatkan bahwa “Hubungan mengatur tentang pemerintahan Provinsi
wewenang antara pemerintah pusat dan Aceh. Pengaturan tersebut ialah UU No. 24
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten Tahun 1956, UU No. 44 Tahun 1999, UU
dan kota, diatur dengan undang-undang No. 18 Tahun 2001. Dalam berbagai aturan
dengan memperhatikan kekhususan dan tersebut nama Provinsi Aceh mengalami
keragaman daerah”. Lebih lanjut dalam perubahan dari Daerah Istimewa Aceh
Pasal 18B ayat (1) dan (2) diatur bahwa (DI Aceh), Nanggroe Aceh Darussalam
(1) Negara mengakui dan menghormati (NAD), dan Aceh. UU No. 24 Tahun 1956
satuan–satuan pemerintahan daerah yang tentang Pembentukan Daerah Otonom
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan
diatur dalam undang-undang. (2) Negara Propinsi Sumatera Utara telah mengatur
mengakui dan menghormati kesatuan- bahwa Aceh dan Sumut merupakan daerah
kesatuan masyarakat hukum adat beserta otonom yang terpisah dan berhak untuk
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih mengatur dan mengurus rumah tangganya
hidup dan sesuai dengan perkembangan sendiri.2
masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur UU No. 44 Tahun 1999 tentang
dalam UU. Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi
Pada Provinsi Aceh, desentralisasi Daerah Istimewa Aceh menyatakan bahwa
asimetris yang dilaksanakan lahir karena keistimewaan daerah Aceh merupakan
adanya kesepakatan perjanjian damai antara pengakuan bangsa Indonesia kepada
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan daerah Aceh yang memiliki nilai-nilai
Pemerintah Republik Indonesia pada hakiki masyarakat secara turun-temurun
tanggal 15 Agustus 2005 atau yang lebih bahkan nilai-nilai tersebut telah dijadikan
dikenal dengan MoU Helsinki.1 Perjanjian sebagai landasan spiritual, moral, dan
tersebut kemudian dituangkan dalam UU kemanusiaan masyarakat Aceh. Dalam
No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan hal penyelenggaraan pemerintahan daerah
Aceh (UU PA). UU PA telah mengatur bagi daerah yang bersifat istimewa, UU No.
agar Provinsi Aceh memiliki kekhususan 44 Tahun 1999 membatasi pada 3 (tiga)
melalui konsep desentralisasi asimetris sektor yang berhubungan dengan aspek
namun masih berada dalam kerangka kemasyarakatan, seperti: 1) penyelenggaraan
sistem pemerintahan nasional Negara kehidupan beragama, 2) penyelenggaraan
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). kehidupan adat, dan 3) penyelenggaraan
Dimana dalam pengaturannya dinyatakan pendidikan. Pengaturan dibuat sektor
yang berhubungan dengan masyarakat
1 RI dan GAM berdamai di Helsinki, diakses tanggal
20 Agustus 2019, https://liputan6.com/global/ 2 Desentralisasi Asimetris Politik Aceh dan Papua,
read/2294284/15-8-2005-ri-dan-gam-berdamai-di- diakses tanggal 20 Agustus 2019, http://www.
helsinki. imparsial.org/publikasi/opini/desentralisasi-
asimetris-politik-aceh-dan-papua/.

66 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


dilakukan oleh ulama dalam hal penetapan Untuk melaksanakan berbagai
kebijakan daerah. Keistimewaan pada aspek kewenangan dalam rangka kekhususan,
kemasyarakatan secara umum diwujudkan Pemerintah Pusat membuka peluang untuk
dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi meningkatkan penerimaan pemerintah
pemeluknya. Adapun yang dimaksud dengan Provinsi NAD termasuk kemungkinan
Syariat Islam3 adalah tuntutan ajaran Islam tambahan penerimaan selain yang telah
dalam semua aspek kehidupan. diatur dalam UU ini. UU ini menempatkan
Selanjutnya UU No. 18 Tahun 2001 titik berat pelaksanaan otonomi khusus
tentang Otonomi Khusus Bagi Daerah Provinsi NAD pada Kabupaten dan
Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD Kota atau nama lain secara proporsional.
memuat pengaturan terkait perubahan Kekhususan ini merupakan peluang Provinsi
penerapan asas penyelenggaraan NAD untuk melakukan penyesuaian, a)
pemerintahan di Indonesia dari asas struktur; b) susunan, c) pembentukan
sentralisasi menjadi desentralisasi. UU No. dan penamaan pemerintahan daerah di
18 Tahun 2001 pada prinsipnya mengatur tingkat lebih bawah agar sesuai dengan jiwa
kekhususan kewenangan pemerintahan di dan semangat berbangsa dan bernegara
Provinsi Aceh yang berbeda dari kewenangan namun tetap hidup dalam nilai-nilai luhur
pemerintah daerah lainnya sebagaimana masyarakat Aceh6.
yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 UU tersebut yang kemudian menjadi
tentang Pemerintahan Daerah dan UU cikal bakal pemberian otonomi khusus
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan kepada Provinsi Aceh untuk menjalankan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan rumah tangganya sendiri. Meski demikian,
Daerah4. Hal mendasar dari UU ini adalah:5 Undang-undang ini kemudian dicabut
1. pemberian kesempatan yang lebih luas dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 2006
untuk mengatur dan mengurus rumah tentang Pemerintahan Aceh yang berlaku
tangga sendiri termasuk sumber-sumber hingga saat ini. Ketentuan dalam UU No.
ekonomi, menggali dan memberdayakan 11 Tahun 2006 mengenai perlunya norma,
sumber daya alam, dan sumber daya standar, prosedur, dan urusan yang bersifat
manusia; strategis nasional menjadi kewenangan
2. menumbuh kembangkan prakarsa, Pemerintah Pusat, bukan dimaksudkan
kreativitas dan demokrasi, untuk mengurangi kewenangan yang
meningkatkan peran serta masyarakat, dimiliki Pemerintah Aceh dan Kabupaten/
menggali dan mengimplementasikan Kota di Aceh. Melainkan merupakan
tata bermasyarakat yang sesuai dengan bentuk pembinaan, fasilitasi, penetapan,
nilai luhur kehidupan masyarakat Aceh; dan pelaksanaan urusan pemerintahan
3. memfungsikan secara optimal Dewan yang dilakukan oleh pusat karena
Perwakilan Daerah Provinsi NAD bersifat nasional. Dalam pengaturan ini
dalam memajukan penyelenggaraan perimbangan keuangan pusat dan daerah
pemerintahan di Provinsi NAD, dan di Provinsi NAD, tercermin melalui
4. mengaplikasikan syariat Islam dalam pemberian kewenangan untuk pemanfaatan
kehidupan bermasyarakat. sumber pendanaan yang ada. Kerjasama
pengelolaan sumber daya alam di wilayah
3 Pasal 1 angka 10 UU No. 44 Tahun 1999.
NAD, diikuti dengan pengelolaan sumber
4 Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2001.
5 Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2001.
6 Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2001.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 67


keuangan secara transparan dan akuntabel Sebagaimana yang dikemukakan oleh
dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, Joachim Wehner, bahwa pemberian
serta pengawasan.7 Sementara itu, dalam otonomi yang berbeda atas satu daerah dari
rangka mendukung pertumbuhan ekonomi beberapa daerah lainnya merupakan praktek
masyarakat Aceh dilakukan pembangunan penyelenggaraan pemerintahan yang cukup
infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, umum ditemui dalam pengaturan politik di
dan pengentasan kemiskinan dan kemajuan banyak negara. Pengalaman ini berlangsung
kualitas pendidikan. Dengan demikian, baik di dalam bentuk negara kesatuan yang
pemanfaatan dana otonomi khusus didesentralisasikan, maupun dalam format
merupakan bagian yang tak terpisahkan pengaturan federatif.9
dari pertumbuhan ekonomi nasional.8 Secara prinsipil, berbagai bentuk
penyebaran kekuasaan yang bercorak
Rumusan Masalah asimetris merupakan salah satu instrumen
Hadirnya berbagai pengaturan hingga kebijakan yang dimaksudkan untuk
diterapkannya kebijakan mengenai otonomi mengatasi dua hal fundamental yang
khusus bagi Aceh merupakan upaya dihadapi suatu negara, yaitu pertama,
pusat dalam menciptakan keadilan secara persoalan bercorak politik, termasuk yang
demokratis di Provinsi Aceh serta untuk bersumber pada keunikan dan perbedaan
mencapai tujuan otonomi daerah dalam budaya; dan kedua, persoalan yang
kerangka NKRI. Meski demikian, dalam bercorak teknokratis-manejerial, yakni
implementasi pelaksanaan UU PA masih keterbatasan kapasitas suatu daerah atau
ditemukan beberapa masalah yang harus suatu wilayah dalam menjalankan fungsi
menjadi perhatian Pemerintah. Tujuan dasar pemerintahan.10 Peter Harris dan
pemberian otonomi khusus bagi Aceh Ben Reilly mengatakan bahwa melalui
pada pembangunan bidang infrastruktur, desentralisasi asimetris ini, wilayah-wilayah
ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, tertentu di dalam suatu negara diberikan
pendidikan, sosial, dan kesehatan belum kewenangan khusus yang tidak diberikan
sepenuhnya terwujud. Padahal, otonomi kepada wilayah-wilayah lain.11 Tujuan
khusus bagi Provinsi Aceh sudah berlangsung dari desentralisasi asimetris adalah untuk
sejak tahun 2006 dan pemberian dana membuka ruang gerak implementasi dan
otonomi khusus telah diberikan sejak kreativitas provinsi dalam pelaksanaan
tahun 2008. Oleh sebab itu tulisan ini akan pemerintahan di luar ketentuan umum dan
mengkaji tentang bagaimana implementasi khusus yang berlaku nasional. Sedangkan
kebijakan otonomi khusus di Provinsi Aceh? secara konseptual, desentralisasi asimetris
telah dipraktikkan di negara-negara federal
Desentralisasi Asimetris (Asymmetric maupun negara unitarian seperti di Wale,
Decentralization) 9 Agung Djojosoekarto, dkk., Kebijakan Otonomi
Asas desentralisasi dikenal terbagi Khusus di Indonesia, Pembelajaran dari Kasus Aceh,
dalam 2 (dua) kategori, desentralisasi Papua, Jakarta, dan Yogyakarta, (Jakarta: Kemitraan,
2008), 10.
simetris (symmetric decentralization)
10 Agung Djojosoekarto, dkk., Kebijakan Otonomi
dan desentralisasi asimetris (asymmetric Khusus, 10.
decentralization) atau otonomi khusus. 11 Jacobus Perviddya Solossa, Otonomi Khusus Papua,
Mengangkat Martabat Rakyat Papua di Dalam
7 Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2001. NKRI,(Jakarta :Pustaka Sinar Harapan,2006), 53.
8 Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2001.

68 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


Irlandia, Spanyol dan Swedia. Walaupun pemerintahan yang menerimanya tidak
pada mulanya pola ini tidak dimaksudkan kreatif, tidak inovatif, tidak responsif dan
untuk memberi kekhususan sebagaimana rendah kapasitas SDM aparaturnya dalam
yang terjadi di Negara Republik Indonesia. melaksanakannya.14
Menurut Maswadi Rauf, perbedaan Dalam sistem pemerintahan negara
desentralisasi simetris dan asimetris terletak Indonesia otonomi khusus baru dikenal pada
pada tingkat kesesuaian (conformity) era reformasi. Sebelumnya, di Indonesia
dan tingkat keumuman (commonality) hanya menggunakan istilah daerah khusus
dalam hubungan suatu pemerintahan dan daerah istimewa.15 Daerah khusus
(negara bagian/daerah), dengan sistem merupakan daerah dengan struktur
politik, maupun dengan pemerintah pemerintahan yang berbeda dengan daerah
pusat dan daerah.12 Demikian pula lain karena kedudukannya, sedangkan
pendapat Stefanus13 yang menyatakan daerah istimewa adalah daerah yang
bahwa konstitusi mengisyaratkan agar memiliki struktur pemerintahan berbeda
desentralisasi asimetris menekankan karena perbedaan atau keistimewaan berupa
kekhususan, keistimewaan, keberagaman susunan asli masyarakat. Otonomi khusus
daerah, serta kesatuan-kesatuan masyarakat secara resmi menjadi bagian dari sistem
hukum adat dan hak-hak tradisional. penyelenggaraan negara melalui Perubahan
Desentralisasi asimetris merupakan Kedua UUD NRI 1945.16
pelimpahan kewenangan khusus yang hanya
diberikan kepada daerah-daerah tertentu. Implementasi Kebijakan Otonomi
Desentralisasi asimetris juga merupakan Khusus di Aceh
strategi komprehensif pemerintah pusat Regulasi
guna merangkul kembali daerah yang
Setelah UU PA berlaku, ditemukan
hendak memisahkan diri dari NKRI.
beberapa permasalahan dalam
Melalui kebijakan desentralisasi asimetris
implementasinya. Dalam hal peraturan
keinginan maupun tuntutan atas identitas
turunan dari UU No 11 Tahun 2006
lokal suatu daerah dicoba diakomodirdalam
tentang Pemerintahan Aceh, ditemukan
suatu sistem pemerintahan lokal yang khas
bahwa masih terdapat 3 (tiga) Rancangan
sehingga perlawanan terhadap pemerintah
Peraturan Pemerintah (RPP) yang belum
nasional dan keinginan untuk merdeka
dapat dieliminasi. Meski demikian, pada 14 Didik J. Rachbini. Ekonomi Politik dan teori Pilihan
tingkat implementasinya desentralisasi Publik. (Bogor: Ghalia Indonesia Anggota Ikapi,
2006), 20.
asimetris bisa terganggu apabila dalam
15 Pasal 18 UUDNRI 1945 sebelum Perubahan
daerah otonom masih terdapat kelompok menyatakan “Pembagian daerah Indonesia atas
yang tidak tulus menerima kebijakan daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan
tersebut. Desentralisasi asimetris itu juga pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang, dengan memandang dan mengingati dasar
bisa berjalan lamban apabila penyelenggara
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah
12 M. Mas’ud Said, diakses tanggal 20 Agustus
yang bersifat istimewa.”
2019, http://www.profmmasudsaid.com/news-
16 Pasal 18B ayat (1) UUDNRI 1945 menyatakan
desentralisasi-asimetris.html, diakses tanggal 20
bahwa “Negara mengakui dan menghormati satuan-
Agustus 2019.
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
13 Stefanus, K.Y. Pengembangan Desentralisasi Asimetris
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Makalah
undang.”
Seminar. 2009.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 69


ditetapkan, yaitu; pertama, RPP tentang UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat
Standar, Norma, dan Prosedur Pembinaan sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi
dan Pengawasan PNS Provinsi Aceh dan mantan terpidana yang secara terbuka dan
Kabupaten/Kota. Kedua, RPP tentang Nama jujur mengemukakan publik bahwa yang
Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan bersangkutan adalah mantan terpidana.
Aceh. Ketiga, RPP tentang Penyerahan Pasal 67 ayat (2) huruf g
Prasarana, Pendanaan, Personil, dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena
Dokumen Terkait dengan Pendidikan melakukan kejahatan yang diancamdengan
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun
Tsanawiyah. Demikian pula dalam tataran berdasarkan putusan pengadilan yang telah
Qanun, terdapat 59 (lima puluh sembilan) mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali
tindak pidana makar atau politik yang telah
Rancangan Qanun Aceh, yang harus
mendapat amnesti/rehabilitasi;
diselesaikan sebagai implementasi UU PA
dengan rincian 47 (80%) judul Qanun telah Selain Putusan MK tersebut, terdapat
berhasil disetujui bersama untuk disahkan/ pula putusan MK pengujian terhadap
ditetapkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Qanun Aceh. Sementara itu, 12 (20%) tentang Pemilihan Umum (UU tentang
Rancangan Qanun belum berhasil disetujui Pemilu) yang terkait dengan UU PA,
bersama untuk disahkan/ditetapkan dan yaitu Putusan MK Perkara No. 61/PUU-
diundangkan menjadi Qanun Aceh. XV/2017 dan Putusan MK Perkara
Saat ini UU PA juga dihadapkan pada No. 66/PUU-XV/2017. Hal ini karena
permasalahan Revisi UU No 11 Tahun dalam pembentukan UU tentang Pemilu
2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai tidak dilakukan konsultasi dan tidak
akibat dari Putusan Mahkamah Konstitusi. mendapatkan pertimbangan dari DPRA
Terdapat 2 (dua) Putusan MK atas pengujian sebagaimana seharusnya yang diatur dalam
terhadap UU tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 8 ayat (2) UU PA. Permasalahan
yang dikabulkan yaitu Putusan MK No. mengenai Pemilihan Umum ini terjadi
35/PUU-VIII/2010 dan Putusan MK karena undang-undang mengenai Pemilihan
Perkara No. 51/PUU-XIV/2016. Putusan Kepala Daerah (Pilkada) dan undang-
MK Perkara No. 35/PUU-VIII/2010, amar undang mengenai Pemilihan Umum telah
putusan yaitu membatalkan Pasal 256 UU mengalami beberapa kali perubahan namun
Pemerintahan Aceh: tidak diikuti oleh perubahan UU PA.
Pasal 256
Ketentuan yang mengatur calon perseorangan Dana Otonomi Khusus
dalam Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Masalah berikutnya ialah terkait dengan
bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil dana otonomi khusus. Sesuai dengan
walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ketentuan pada Pasal 183 ayat (2) UU
67 ayat (1) huruf d, berlaku dan hanya
No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali
Aceh, dana otonomi khusus akan diberikan
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
selama 20 (dua puluh) tahun dan dimulai
Sementara itu, Putusan MK Perkara sejak tahun 2008. Besaran dana otonomi
No. 51/PUU-XIV/2016, amar putusan yaitu khusus untuk tahun pertama (2008) hingga
Pasal 67 ayat (2) huruf g UU Pemerintahan tahun kelima belas (2022) besarnya setara
Aceh dinyatakan bertentangan dengan dengan 2 persen dari plafon Dana Alokasi

70 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


Umum Nasional. Sedangkan untuk tahun angka kemiskinan di wilayah pedesaan
ke enam belas (2023) hingga tahun kedua masih sebesar 19,37 persen.17
puluh (2028) besarnya setara dengan 1
persen dari plafon Dana Alokasi Umum Kelembagaan
Nasional. Secara kumulatif dana otonomi Masalah berikutnya ialah terkait
khusus hingga Tahun 2019 sudah diberikan masalah kelembagaan. Lembaga Wali
sebesar 73,3 triliun. Meskipun demikian, Nanggroe bukan merupakan lembaga
Provinsi Aceh masih tergantung dengan politik dan lembaga pemerintahan di
keberadaan dana otonomi khusus dimana Aceh. Lembaga ini dipimpin oleh seorang
dana otonomi khusus berkontribusi lebih Wali Nanggroe yang bersifat personal dan
dari 50 persen dari Anggaran Pendapatan independen. Dalam Pasal 96 disebutkan
dan Belanja Daerah (APBD) dan bahwa Lembaga Wali Nanggroe merupakan
dalam pelaksanaannya, masih terdapat kepemimpinan adat sebagai pemersatu
permasalahan terkait alokasi dana antara masyarakat yang independen, berwibawa,
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. dan berwenang membina dan mengawasi
Perkembangan besaran dana otonomi penyelenggaraan kehidupan lembaga-
khusus yang diberikan sejak tahun 2008 lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian
hingga 2019 dapat dilihat pada Gambar 1. gelar/derajat dan upacara-upacara adat
Secara umum Provinsi Aceh sangat lainnya. Lembaga ini menerima anggaran
tergantung pada keberadaan dana otonomi yang berasal dari APBA. Saat ini Lembaga
khusus ini. Sejak diberikan pada tahun Wali Nanggroe dipimpin oleh Tengku Malik
2018, angka kemiskinan di Provinsi Aceh Mahmud Al-Haythar. Beliau memimpin
cenderung menurun. Pada tahun 2008 angka Lembaga Wali Nanggroe sejak tahun 2012.
kemiskinan di Provinsi Aceh mencapai Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun
25,53 persen; sedangkan tahun 2017 angka 2013 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh
kemiskinan sudah turun menjadi 16, 89 Nomor 8 Tahun 2012 tentang Lembaga
persen. Namun masih ada kesenjangan Wali Nanggroe disebutkan bahwa susunan
angka kemiskinan antara wilayah perkotaan kelembagaan Wali Nanggroe terdiri dari:
dan pedesan di wilayah Provinsi Aceh. Pada
tahun 2017, angka kemiskinan di wilayah 17 Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Tim Pemantau
perkotaan sebesar 11,11 persen; sedangkan DPR RI Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Diterbitkan.

7.97 8.03 8.36


6.82 7.06 7.71
6.22
5.48
4.51
3.59 3.73 3.85

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Paparan Kementerian Keuangan pada FGD Evaluasi PelaksanaanDana Otonomi Khusus
Acehdan Dana Keistimewaan DIY, 21 Maret 2019.
Gambar 1. Perkembangan Dana Otonomi khusus Provinsi Aceh 2008-2019 (Rp
triiliun)
Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 71
a. Wali Nanggroe; 2016. DSI mempunyai tugas dan wewenang
b. Waliyul’ahdi; melaksanakan urusan pemerintah berkaitan
c. Majelis Tinggi; Majelis Tinggi terdiri dengan syariat Islam, yang meliputi bidang
dari Majelis Tuha Peut Wali Nanggroe; aqidah, syari’ah dan akhlak. Adapun
Majelis Fatwa; dan Majelis Tuha Lapan kendala yang dihadapi dalam menjalankan
Wali Nanggroe. kewenangannya. Namun, DSI tidak mampu
d. Majelis Fungsional; Majelis Fungsional terlalu jauh untuk menyentuh sasaran
terdiri dari Majelis Ulama Naggroe atau target yang diinginkan. Dan, sejak
Aceh (MUNA); Majelis Adat Aceh terjadinya perubahan struktur organisasi,
(MAA); Majelis Pendidikan Aceh di mana Wilayatul Hisbah (WH) sebagai
(MPA); Majelis Ekonomi Aceh; Baitul unit pengawas dan penindak terhadap
Mal Aceh; Bentara; Majelis Hutan pelanggaran Syariat Islam tidak lagi berada
Aceh; Majelis Khazanah dan Kekayaan di dalam struktur DSI, maka DSI tidak lagi
Aceh; Majelis Pertambangan dan mempunyai wewenang untuk mengawasi
Energi; Majelis Kesejahteraan Sosial pelaksanaan Qanun secara langsung. Saat
dan Kesehatan; dan Majelis Perempuan. ini, wewenang tersebut ada di bawah Satuan
e. Lembaga Struktural. Lembaga struktural Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan WH
yang dimaksud yaitu Keurokan Katibul yang bekerja sama dengan instansi penegak
Wali. hukum lainnya. DSI hanya menjadi lembaga
Menurut Kasubag Hukum Lembaga pembuat regulasi, dan sebagai koordinator
Wali Nanggroe, Syaiful,18 saat ini sedang pelaksanaan syariat Islam.
dilakukan proses pembahasan perubahan Demikian pula dengan keberadaan
Qanun Nomor 9 Tahun 2013, terkait Mahkamah Syar’iyah (MS) yang merupakan
perampingan lembaga pada Majelis pengembangan dari Peradilan Agama. MS
Fungsional. Sebab, dengan lembaga yang merupakan salah satu alat kelengkapan
sangat besar dinilai sangat sulit melakukan daerah dalam pelaksanaan otonomi khusus
koordinasi, ditambah selama ini lembaga- dan dalam Pasal 136 UU PA, menyebutkan
lembaga tersebut juga belum terlihat dalam bahwa ”Penyediaan sarana dan prasarana
kerja Lembaga Wali Nanggroe. serta penyelenggaraan kegiatan Mahkamah
Selanjutnya, UU PA juga mengatur Syar’iyah dibiayai dari Anggaran Pendapatan
pelaksanaan Syariat Islam dengan seluas- dan Belanja Negara (APBN), APBA,
luasnya di Provinsi Aceh. Untuk itu dan Anggaran Pendapatan dan belanja
Pemerintah Aceh membentuk Dinas Kabupaten/Kota (APBK)”. Kendala yang
Syariat Islam (DSI) berdasarkan Qanun dihadapi MS ialah keberadaan MS yang
Aceh Nomor 13 tahun 2016 tentang di bawah instansi vertikal, sehingga MS
Pembentukan dan Susunan Perangkat belum dapat menjalankan fungsinya secara
Daerah Aceh serta Peraturan Gubernur maksimal. Sumber Daya Manusia (SDM)
Nomor 131 Tahun 2016 tentang MS belum memadai bila dibanding dengan
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, volume dan jenis perkara yang menjadi
Fungsi dan Tata Kerja Dinas Syariat Islam kewenangannya. Masih kurangnya SDM,
dan Peraturan Gubernur No. 131 Tahun Hakim dan Panitera Pengganti, baik kualitas
maupun kuantitas sangat tidak memadainya
18 Syaiful, Wawancara dilakukan pada tanggal 26 sarana/prasarana, diantaranya belum
Juni 2019 pukul 14.00 di ruang kerja kantor Wali
adanya ruang tahanan yang representatif,
Nanggroe Aceh.

72 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


dan belum adanya ruang tunggu serta ruang disebutkan bahwa setiap partai hanya
sidang anak, juga perangkat lainnya yang bisa mengajukan calon legislatif sebesar
berhubungan dengan perkara anak. 100 persen dari jumlah kursi di parlemen.
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Namun, berdasarkan UU PA, disebutkan
sebagai penyelenggara Pemilu juga menemui bahwa penyelenggaraan pemilihan umum di
kendala dalam pelaksanaan tugasnya. Aceh diselenggarakan berdasarkan Qanun
Kendala yang dihadapi oleh KIP diantaranya Aceh. Qanun Nomor 3 Tahun 2008 dalam
ialah masalah status KIP yang tidak tetap, Pasal 17 menyatakan bahwa ”Daftar bakal
sementara Panitia Pengawas Pemilihan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
(Panwaslih) bersifat tetap menurut UU memuat paling banyak 120 persen (seratus
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan dua puluh perseratus) dari jumlah kursi pada
Umum. Padahal, menurut UU PA dalam setiap daerah pemilihan”. Dalam kasus ini,
Pasal 60 ayat (1) disebutkan bahwa Panitia Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Pengawas Pemilihan Aceh bersifat ad hoc. (DKPP) menyatakan kebijakan KPU dan
Selain itu adanya perbedaan perlakuan KIP Aceh yang mengakomodir kuota calon
antara partai politik (nasional) dengan legislatif dari partai politik lokal di Aceh
partai politik lokal. Menurut anggota KIP sebesar 120% melanggar kode etik.
Aceh, Ranisa,19 hal ini karena KIP hanya
menerima dana dari APBN melalui Komisi Bidang Sosial
Pemilihan Umum (KPU) Pusat terkait Beberapa permasalahan lain juga ditemui
pelaksanaan pemilu yang melibatkan dalam bidang sosial seperti kesehatan dan
partai politik nasional. Namun, tidak ada pendidikan. Menurut Dinas Kesehatan
alokasi dana untuk partai politik lokal. Provinsi Aceh, kesehatan dan pendidikan
Akibatnya, KIP membagi alokasi anggaran menjadi syarat mutlak dalam pengajuan
yang diperuntukkan untuk parpol nasional usulan program dan kegiatan yang didanai
kepada parpol lokal hingga menimbulkan dana otonomi khusus. Dalam hal ini dana
protes dari parpol nasional karena anggaran otonomi khusus dari kabupaten/kota akan
yang diterima parpol nasional lebih kecil. ditolak BAPPEDA jika tidak memasukkan
Dilain pihak anggaran KIP dari Pemerintah kesehatan dan pendidikan.
Provinsi Aceh hanya pada saat pilkada Dalam Pasal 6 Qanun No. 4 Tahun
(pemilihan gubernur/wakil gubernur atau 2010 mengatur bahwa Pemerintah Aceh
bupati/wakil bupati dan walikota/wakil wajib mengalokasikan anggaran minimal 10
walikota, DPRA, atau DPRK), namun persen (sepuluh persen) dari APBA untuk
tidak pada pemilu yang bersifat nasional sektor kesehatan di luar gaji. Qanun No. 4
(pemilihan presiden/wakil presiden, DPR, Tahun 2010 juga mewajibkan pemerintah
atau DPD). Aceh dan pemerintah kabupaten/kota
Demikian pula dengan kuota calon menyediakan dan memelihara fasilitas
legislatif dari partai lokal yang muncul dalam pelayanan kesehatan.20 Pada tataran
Pemillu 2019. Persoalan tersebut terjadi empiris ada beberapa kendala yang
karena menurut Pasal 244 UU Nomor 7 dihadapi dalam pelaksanaan bidang
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kesehatan, diantaranya kekurangan tenaga
19 Ranisa, Anggota KIP, dalam wawancara tanggal 26 kesehatan baik jumlah maupun jenisnya.
Juni 2019 pukul 09.30 di ruang kerja kantor KIP
20 Pasal 8 ayat (1) juncto Pasal q3 ayat (1) Qanun No.
Banda Aceh.
4 Tahun 2010.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 73


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes). Fasilitas
(Permenkes) No. 75 Tahun 2014 tentang RS di wilayah ini memadai, namun mereka
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), kekurangan dokter anestesi maupun
ada 5 tenaga kesehatan dasar yang harus dokter spesialis lainnya. Sedangkan untuk
ada di setiap puskesmas, yaitu: 1) tenaga puskesmas, mereka kekurangan 7 (tujuh)
kesehatan masyarakat; 2) tenaga kesehatan dokter umum dan 5 (lima) dokter gigi.
lingkungan; 3) ahli teknologi laboratorium Sedangkan di setiap Puskesdes hanya ada
medik; 4) tenaga gizi; dan 5) tenaga 1 (satu) bidan yang ditempakan melalui
kefarmasian.21 Selanjutnya pada tahun program bidan desa.
2020, harus ada 9 (sembilan) jenis tenaga Dalam bidang pendidikan, pendidikan
kesehatan di setiap puskesmas, yaitu: 1) dayah merupakan salah satu kekhususan
dokter; 2) dokter gigi; 3) perawat; 4) bidan; Aceh yang diakomodasi dalam Pasal
5) tenaga kesehatan masyarakat; 6) tenaga 228 UU PA. Namun sejak terbentuknya
kesehatan lingkungan; 7) ahli teknologi UU PA, terjadi dualisme kewenangan
laboratorium medik; 8) tenaga gizi; dan antara Kementerian Agama dan Dinas
9) tenaga kefarmasian. Namun pada akhir Pendidikan Dayah. Sebelum dibentuknya
2018, hanya 18,2 persen dari 251 (dua UU No. 11 Tahun 2006, pembinaan dayah/
ratus lima puluh satu) Puskesmas di Aceh pesantren menjadi tugas dan fungsi dari
yang telah memiliki 5 (lima) jenis tenaga Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
kesehatan dasar. Kementerian Agama. Mengingat Dinas
Masalah lainnya terkait SDM adalah Pendidikan Dayah masuk dalam kelompok
distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata urusan Pemerintahan wajib lainnya yang
(maldistribution), yaitu adanya penumpukan bersifat keistimewaan dan kekhususan,
tenaga kesehatan di perkotaan padahal dan bukan urusan pemerintahan bidang
penempatan tenaga kesehatan dimaksudkan pendidikan maka sebelum Qanun No. 9
untuk mendayagunakan kesehatan Tahun 2018 berlaku, Dinas Pendidikan
pada daerah yang dibutuhkan, terutama Dayah tidak mendapatkan anggaran untuk
daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, penyelenggaraan pendidikan yang besarnya
dan kepulauan, serta daerah bermasalah paling sedikit 20 persen dari APBA/APBK.23
kesehatan.22Penumpukan tenaga kesehatan Akibatnya Dinas Pendidikan Dayah Aceh
di perkotaan disebabkan ada keengganan kekurangan dana karena setiap tahun
untuk ditempatkan di daerah terpencil/ hanya menerima dana di bawah 5 persen
tertinggal. Mereka menggunakan koneksi dari 20 persen anggaran penyelenggaraan
untuk dapat ditempatkan di perkotaan. Pendidikan, sementara dayah yang dibina
Akibatnya, layanan kesehatan di daerah- cukup banyak. Dengan terbentuknya
daerah terpencil/tertinggal kekurangan Qanun No. 9 Tahun 2018, pendidikan
tenaga kesehatan. Sebagai contoh, dayah mendapat alokasi dana paling kurang
kekurangan SDM tenaga kesehatan terjadi 30 persen dari alokasi dana pendidikan
di Subulussalam. Di Subulussalam ada 1 Aceh. Namun ketentuan tersebut belum
(satu) Rumah Sakit (RS) type C, 7 (tujuh) dilaksanakan karena terkait dengan sistem
puskesmas, dan 82 (delapan puluh dua) penganggaran yang mulai berlaku pada
tanggal 8 Januari 2019. Dengan demikian,
21 Pasal 16 ayat (3) Permenkes No. 75 Tahun 2014.
22 Penjelasan Pasal 23 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2014
diharapkan untuk tahun anggaran 2020,
tentang Tenaga Kesehatan.
23 Pasal 193 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006.

74 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


pendidikan dayah sudah mendapatkan kepada daerah bila diperlukan dan tidak
alokasi anggaran paling sedikit 30 persen bertentangan dengan kepentingan nasional,
dari alokasi anggaran bidang pendidikan yang akan diatur dengan peraturan
pada APBA dan APBK. pemerintah.
Adapun kedudukan UU No. 5 Tahun
Bidang Pertanahan 1960 sehubungan dengan kewenangan
Pelaksanaan kewenangan khusus otonomi khusus di bidang pertanahan yang
di bidang pertanahan yang diberikan diberikan kepada Pemerintah Aceh, yaitu
kepada Pemerintah Aceh ini tetap harus segala ketentuan mengenai pertanahan yang
memperhatikan UU No. 5 Tahun 1960 memberikan kewenangan kepada Pemerintah
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Aceh melalui UU PA tetap mengacu pada
Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) dan UU UU No. 5 Tahun 1960 dan peraturan
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan perundang-undangan lainnya mengenai
Daerah (UU No. 23 Tahun 2014). pertanahan. Hal ini karena pertanahan tidak
UU No. 5 Tahun 1960 mengatur diatur secara teknis dalam UU PA sehingga
mengenai hak menguasai negara implementasi atau pelaksanaannya tetap
sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) harus mengacu kepada UU No. 5 Tahun
UU No. 5 Tahun 1960. Hak ini memberikan 1960 dan regulasi lainnya.
kewenangan kepada negara untuk: Menurut UU PA, Aceh diberikan
a. Mengatur dan menyelenggarakan kekhususan dalam pengelolaan sumber
peruntukan, penggunaan, persedaiaan, daya alam, termasuk bidang tanah. Hal
dan pemeliharaan tanah; tersebut menjadi salah satu urusan wajib
b. Menentukan dan mengatur hubungan- yang diberikan oleh Pemerintah Pusat
hubungan hukum antara orang-orang kepada Pemerintah Aceh sebagai daerah
dengan tanah; khusus. Pasal 16 UU PA menyebutkan
c. Menentukan dan mengatur hubungan- bahwa sejumlah urusan wajib yang menjadi
hubungan hukum antara orang-orang kewenangan Pemerintahan Aceh, di
dan perbuatan-perbuatan hukum antaranya, pelayanan pertanahan skala
mengenai tanah. Aceh atau lintas kabupaten/kota, sedangkan
Pasal 17 UU PA menyebutkan salah satu
Undang-undang ini juga mengatur
urusan wajib pemerintah kabupaten/
hubungan hukum tanah dengan orang,
kota adalah pelayanan pertanahan skala
fungsi sosial dari tanah itu sendiri serta tanah
kabupaten/kota.
sebagai perekat kesatuan bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, belum adanya Qanun
Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1960 tersebut
tentang Pertanahan menimbulkan
menegaskan bahwa hak menguasai negara
kekhawatiran bagi pemegang Hak Guna
atas tanah dalam pelaksanaannya dapat
Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan
dikuasakan kepada daerah-daerah dan
(HGB) terkait kepastian hukum tentang hak
masyarakat-masayarakat hukum adat
atas tanah yang dimilikinya bila ketentuan
selama hal tersebut memang diperlukan dan
Pasal 213 dan Pasal 214 diimplementasikan.
tidak bertentangan dengan kepentingan-
Berkaitan dengan peraturan perundang-
kepentingan nasional menurut ketentuan-
undangan ini, sebenarnya tidak terjadi
ketentuan dalam peraturan pemerintah.
tumpang tindih peraturan di bidang
Hak menguasai yang dimiliki oleh negara
pertanahan dengan adanya UU PA karena
pelaksanaannya dapat dilimpahkan

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 75


yang diatur di dalam UU PA adalah pelaksanaan atau implementasi UU PA
khusus tentang pemberian HGU dan HGB terkait pertanahan adalah masih adanya
sebagaimana diatur Pasal 213 dan Pasal 214 perbedaan pemahaman dari Pemerintah
UU PA. Meski demikian, pemberian HBU Provinsi Aceh dalam memahami arti,
dan HGB ini harus tetap sesuai dengan maksud, dan tujuan juga pelaksanaan
norma, standar, dan prosedur yang berlaku terhadap isi dari UU PA khususnya terkait
secara nasional, sehingga perlu dilakukan pertanahan dan permasalahan pelaksanaan
penyesuaian terhadap aturan teknis terkait Pasal 253 UU PA. Dengan pertimbangan
pemberian HGU dan HGB yang berlaku untuk melaksanakan ketentuan Pasal 253
selama ini khusus untuk Provinsi Aceh.24 UU PA, Presiden Joko Widodo pada tanggal
Sama halnya dengan implementasi 12 Februari 2015 telah menandatangani
Pasal 213, Pasal 214, Pasal 215 UU PA. Perpres No. 23 Tahun 2015 tentang
Dalam rencana pelaksanaanya perlu Pengalihan Kantor Wilayah Badan
dilakukan diskusi/dengar pendapat dengan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor
Pemerintah Provinsi Aceh agar mempunyai Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi Badan
pemahaman dan persepsi yang sama tentang Pertanahan Aceh dan Kantor Pertanahan
maksud dan tujuan yang diatur di dalam UU Aceh Kabupaten/Kota. Perpres No. 23
PA khususnya terkait pertanahan. Tahun 2015 tersebut menyebutkan bahwa
Pasal 213 menentukan bahwa Setiap dalam rangka melaksanakan pelayanan
warga negara Indonesia yang berada di pertanahan di Aceh perlu dibentuk
Aceh memiliki hak atas tanah sesuai dengan Badan Pertanahan Aceh yang merupakan
peraturan perundang-undangan. Untuk itu, perangkat daerah Aceh. Badan Pertanahan
Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah Aceh melaksanakan tugas dan fungsinya
kabupaten/kota berwenang mengatur dan sesuai dengan ketentuan peraturan
mengurus peruntukan, pemanfaatan dan perundang-undangan.25
hubungan hukum berkenaan dengan hak Seiring dengan pendirian tersebut,
atas tanah dengan mengakui, menghormati, melalui Perpres No. 23 Tahun 2015 Kantor
dan melindungi hak-hak yang telah ada Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Aceh
termasuk hak-hak adat sesuai dengan dialihkan menjadi Badan Pertanahan Aceh.
norma, standar, dan prosedur yang berlaku Adapun ketentuan mengenai bentuk dan
secara nasional. Adapun Pasal 214 UU susunan organisasi, tugas, dan fungsi Badan
PA menentukan bahwa Pemerintah Aceh Pertanahan Aceh akan diatur dengan
berwenang memberikan hak guna bangunan Qanun Aceh. Perpres No. 23 Tahun 2015 ini
dan hak guna usaha bagi penanaman modal menegaskan kepala Badan Pertanahan Aceh
dalam negeri dan penanaman modal asing diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
sesuai dengan norma, standar, dan prosedur Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut Pertanahan Nasional atas usul Gubernur
mengenai tata cara pemberian hak ini diatur Aceh. Senada dengan itu, dengan peraturan
dengan Qanun Aceh. presiden ini, Kantor Pertanahan Kabupaten/
Secara umum, kendala atau Kota di Aceh dialihkan menjadi Kantor
permasalahan yang terjadi dalam rangka Pertanahan Aceh Kabupaten/Kota. Kepala
24 Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Tim Pemantau 25 Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Tim Pemantau
DPR RI Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang DPR RI Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Diterbitkan. 2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Diterbitkan.

76 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


Kantor Pertanahan Aceh Kabupaten/Kota implementasi UU PA secara penuh.
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Menurut Husni Jalil28, materi muatan
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan dalam UU PA banyak yang tumpang tindih
Pertanahan Nasional atas usul Gubernur dengan baik Undang-Undang Nomor 23
Aceh. Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Namun, hingga saat ini belum ada maupun dengan Peraturan Perundang-
implementasi Perpres No. 23 Tahun 2015. undangan lainnya. Hal ini sejalan dengan
Implementasi Perpres tersebut belum bisa temuan penelitian yang menyatakan
dilaksanakan karena peraturan pelaksanaan bahwa masyarakat dan Pemerintah Aceh
dan hal-hal yang dipersyaratkan di menilai dukungan dari Pemerintah Pusat
dalam Perpres belum tersedia dan belum yang terkesan masih setengah hati menjadi
dilaksanakan. Perpres ini belum dieksekusi salah satu penyebab kurang efektifnya
secara maksimal oleh pemerintah pusat.26 implementasi UU PA.29 Pelaksanaan UU
Adapun permasalahan Perpres No. 23 PA belum sepenuhnya berjalan di Aceh.
Tahun 2015, yaitu pengalihan pegawai, Banyak hal yang diamanatkan oleh undang-
anggaran, dokumen, dan lain-lain masih undang tersebut belum direalisasi oleh
dipegang oleh Kantor Wilayah Badan pemerintah pusat. Beberapa kendala yang
Pertanahan Nasional Provinsi Aceh, belum menyebabkan tidak implementasi UU PA
diserahkan kepada Badan Pertanahan adalah karena beberapa aturan teknis yang
Aceh karena pengalihan ini baru terjadi belum selesai dibuat oleh pemerintah pusat.
secara hukum. Hal ini mengakibatkan Hingga saat ini, baru ada satu peraturan
ketidakpastian hukum pertanahan, seperti pemerintah dan peraturan presiden yang
bentuk sertifikat, akta, dan penyelesaian berlaku untuk mengimplementasikan UU
konflik. Selain itu hal ini juga menimbulkan PA, padahal banyak hal lain yang juga
anomali ketidakseriusan pemerintah dalam membutuhkan pengaturan.
melaksanakan UU PA dan MoU Helsinki. Oleh sebab itu, pemerintah pusat perlu
Salah satu faktor terhambatnya untuk mengevaluasi kembali kebijakan
implementasi Perpres No. 23 Tahun otonomi Khusus di Aceh berdasarkan
2015 disebabkan oleh SDM yang dinilai prinsip-prinsip pemberian kewenangan
belum terpenuhi, untuk menjalankan khusus. Kewenangan tersebut juga
peraturan presiden tersebut. Dengan harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip
begitu, kementerian masih melihat kesiapan pemberian kewenangan khusus atau otonomi
Pemerintah Aceh saat pengalihan itu yang seluas-luasnya kepada pemerintahan
dilaksanakan.27 Aceh dilaksanakan sebagaimana yang

Evaluasi Kebijakan Otonomi Khusus 28 Husni Jalil, dari Fakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala, Laporan Hasil Pengumpulan DataDalam
Aceh Rangka Penyusunan Naskah Akademik Dan Draf
Berdasarkan hal tersebut diatas, RUU Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
terdapat permasalahan yang menghambat Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
Acehtanggal 12 S/D 15Februari 2020.
26 Wawancara dengan Kepala Dinas Pertanahan Kota 29 Kurniawan. (2016). Pelaksanaan Kewenangan
Subulussalam, 11 Juli 2019. Khusus Pemerintahan Menurut UU Nomor 11
27 Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Tim Pemantau Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (Suatu
DPR RI Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Penelitian Di Kabupaten Aceh Barat). Yustisia
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Jurnal Hukum. 95. 10.20961/yustisia.v95i0.2802.
2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Diterbitkan.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 77


tercantum dalam Bab V tentang Urusan Ketujuh, pelaksanaan kewenangan
Pemerintahan UU PA30 sebagai berikut; khusus pemerintahan Aceh di bidang
Pertama, penyelenggaraan kewenangan sosial budaya harus lebih meningkatkan
khusus atas otonomi yang seluas-luasnya kemampuan pemerintahan Aceh dalam
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek memajukan pelaksanaan syariat Islam dan
demokrasi, pengelolaan pemerintahan kesejahteraan masyarakat Aceh.
daerah yang baik (good local governance), Kedelapan, pelaksanaan kewenangan
keadilan, pemerataan, kesejahteraan, serta khusus pemerintahan Aceh harus lebih
potensi dan keanekaragaman Aceh. meningkatkan peranan dan fungsi lembaga
Kedua, pelaksanaan otonomi daerah legislatif, badan eksekutif, partaipartai
yang seluas-luasnya didasarkan pada politik, dan lembaga-lembaga sosial
kewenangan khusus yang diberikan kemasyarakatan lainnya di Aceh.
pemerintah pusat kepada pemerintahan Selanjutnya untuk mengatasi
Aceh dalam mengatur dan mengurus sendiri permasalahan dalam implementasi UU PA,
urusan pemerintahan dan kepentingan pemerintah pusat perlu konsisten dalam
masyarakatnya. pemberian kewenangan terhadap Provinsi
Ketiga, pelaksanaan kewenangan Aceh. Dalam hal ini pemerintah pusat harus
khusus pemerintahan Aceh diletakkan senantiasa berpegang pada prinsip bahwa
pada satuan pemerintahan daerah provinsi. Aceh merupakan Provinsi yang bersifat
Pemerintahan kabupaten/kota dapat istimewa dan diberi kewenangan khusus
menerima penyerahan sebagian kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri
khusus dari pemerintahan daerah provinsi. urusan pemerintahan dan kepentingan
Keempat, pelaksanaan kewenangan khusus masyarakat setempat sebagaimana
pemerintahan Aceh harus sesuai dengan dimaksud dalam Pasal 18. 18A, dan 18B
konstitusi negara dan peraturan perundang- UUD 1945, yaitu penyelenggaraan urusan
undangan yang berlaku, sehingga tetap terjamin pemerintahan dilakukan oleh Pemerintahan
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat Aceh dan DPRA di Daerah Provinsi Aceh.
dan daerah serta antar daerah. Pemerintah pusat juga perlu untuk terus
Kelima, pelaksanaan kewenangan mendorong agar setiap lembaga yang ada
khusus pemerintahan Aceh di bidang di Aceh dapat bekerja secara optimal
politik harus lebih meningkatkan dalam melaksanakan otonomi khusus
kemampuan pemerintahan Aceh untuk di Aceh. Lembaga tersebut diantaranya
menyelenggarakan pemerintahan daerah Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang
secara demokratis, transparan, akuntabel, diberi wewenang untuk menyelenggarakan
professional, efisien, dan efektif. pemilihan Gubemur/Wakil Gubernur,
Keenam, pelaksanaan kewenangan Bupati/ Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil
khusus pemerintahan Aceh di bidang Walikota. Partai Politik Lokal yang dibentuk
ekonomi harus lebih meningkatkan untuk memperjuangkan kepentingan
kemampuan pemerintahan Aceh dalam agama, masyarakat, bangsa dan negara.
memanfaatkan dan mengelola kekayaan Terkait masalah Pilkada dan Pemilu
alam daerah Aceh untuk sebesar-besarnya penting bagi pusat untuk memperhatikan
kemakmuran rakyat Aceh. kesesuaian tentang jumlah anggota KIP
dan anggota Panwaslih yang disesuaikan
30 Pasal 11 sampai dengan Pasal 19 UU No. 11 Tahun
dengan UU PA sebagai kekhususan yang
2006.

78 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


telah diberikan kepada Aceh sehingga khusus sebagai pelaksanaan UU PA dimana
tidak tumpah tindih dengan Undang- eksistensi lembaga tersebut akan sangat
Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. riskan jika dana Otonomi khusus tidak
Demikian pula dengan alokasi anggaran perpanjang. Keberadaan lembaga-lembaga
bagi KIP yang berasal dari dana Otonomi khusus tersebut merupakan bagian penting
khusus, mengingat KIP merupakan salah dari resolusi konflik Aceh dan mengakar
satu lembaga kekhususan yang hanya ada di pada kultur Aceh. Eksistensi lembaga-
Aceh. lembaga tersebut sangat menentukan bagi
Demikian pula dengan perampingan keberlanjutan perdamaian Aceh. Selain
lembaga pada Majelis Fungsional Wali itu, lembaga-lembaga tersebut juga tidak
Nanggroe. Sebab, lembaga yang besar memiliki lembaga induk atau Kementerian
dinilai menyulitkan internal mereka di pusat sebagai Pembina. Dengan
dalam melakukan koordinasi. Selain itu, keberlanjutan alokasi dana otonomi khusus
peran lembaga-lembaga tersebut juga maka eksistensi lembaga tersebut dapat
belum terlihat dalam kerja Lembaga Wali terjaga.33
Nanggroe. Meski demikian, pusat juga dapat
Sementara itu terkait dengan pemberian mendorong Provinsi Aceh agar membuat
dana otonomi khusus, menurut Husni Jalil31 pengaturan tentang hak dan kewenangan
dana otonomi khusus Aceh perlu ditinjau Pemerintah Aceh dalam pengelolaan sumber
kembali batas waktunya. Ia menyarankan daya alam (SDA) di Aceh yang meliputi
agar Dana Otonomi khusus Provinsi Aceh perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan
tidak dibatasi waktunya. Pengaturan perlu dan pengawasan kegiatan usaha dengan
memuat agar dalam pengelolaan dana menerapkan prinsip transparansi
otonomi khusus pusat perlu dilibatkan dan pembangunan berkelanjutan.
terutama dalam pemanfaatannya. Hal ini Pelaksanaannya juga dilakukan dengan
penting agar tidak terjadi penyimpangan memberdayakan masyarakat secara
dalam penggunaannya. Hal yang senada maksimal dan mengikutsertakan SDM
juga disampaikan oleh Djohermansyah setempat dan sumber daya lainnya yang
Johan32 yang menyarankan agar pemberian ada di Aceh. Sama hal nya dengan sektor
dana Otonomi khusus bagi Aceh diberikan perdagangan dan investasi, pemerintah
1 (satu) putaran lagi, hingga perekonomian Pusat perlu mendorong pemerintah Aceh/
Provinsi Aceh dapat mandiri. Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan
Berdasarkan masukan tersebut, potensi masyarakat dalam melakukan
pemerintah pusat perlu mempertimbangkan perdagangan dan investasi secara internal
agar alokasi dana otonomi khusus dan internasional sesuai dengan peraturan
diperpanjang. Terutama karena Aceh perundang-undangan.
merupakan daerah yang pernah mengalami
konflik dan juga memiliki beberapa lembaga Kesimpulan
Pemberian otonomi khusus melalui
31 Laporan Hasil Pengumpulan Data Dalam Rangka
Penyusunan Naskah Akademik Dan Draf RUU sistem desentralisasi asimetris kepada
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
33 Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Tim Pemantau
11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
DPR RI Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang
tanggal 12 S/D 15Februari 2020.
Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
32 Djohermansyah Johan, dalam FGD tentang rencana
2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Diterbitkan.
revisi UU PA yang dilaksanakan di PUU BK DPRRI

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 79


Provinsi Aceh merupakan pilihan politis Secara umum selama ini pemerintahan
masyarakat Aceh untuk menerima di Provinsi Aceh telah dilaksanakan sesuai
kesediaan bekerjasama dalam bingkai dengan ketentuan yang dimuat dalam UU
NKRI. Hal ini dilakukan demi mewujudkan PA. Meskipun demikian, beberapa kendala
keadilan rakyat Aceh yang terabaikan pada dalam implementasi pembagian kewenangan
masa lalu atas perilaku elit pemerintah pusat. antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Meski demikian kekurangan dari penerapan Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
otonomi khusus yang masih terlihat perlu diatasi oleh pemerintah pusat dan
diantaranya dalah tidak dielaborasinya Aceh. Implementasi dari UU No 11 Tahun
pengaturan agar sesuai dengan 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang
kebutuhan untuk mendemokratisasi dan menandai mulai berlakunya otonomi khusus
merestrukturisasi politik lokal di Aceh. Saat bagi Provinsi Aceh belum seluruhnya dapat
ini masyarakat Aceh tentu mengharapkan terlaksana dengan baik. Masih terdapat
perkembangan-perkembangan positif dari permasalahan, baik dalam bidang hukum,
kebijakan Pusat melalui kebijakan otonomi politik dan pemerintahan, serta bidang
khususnya. sosial.
Otonomi melalui desentralisasi Pemerintah Pusat dinilai belum
asimetris di Aceh telah memberi konsisten dalam melaksanakan seluruh
wewenang kepada provinsi tersebut untuk ketentuan yang ada dalam UU PA. UU
mengembangkan model pembangunan PA juga dinilai mengandung multitafsir,
berbeda dan model demokratisasi yang unik sehingga untuk implementasinya
berbasis pada kebudayaan masyarakatnya tergantung bagaimana masing-masing
yang mewariskan nilai-niai agama dan pihak dalam menerjemahkannya. Dengan
adat yang kuat. Otonomi ini telah demikian pemerintah pusat perlu merevisi
memberikan kekhususan tertentu bagi pengaturan bagi Provinsi Aceh. Sementara
Aceh sehingga ruang gerak implementasi itu bagi Pemerintah Kabupaten/Kota Aceh
dan kreativitas sangat tergantung pada kendala tersebut antara lain belum adanya
kemampuan provinsi dan kabupaten/kota. Qanun yang mengatur kewenangan tentang
Ketidakseragaman pada beberapa hal, baik kewenangan provinsi dan kabupaten/kota,
dalam sistem pemerintahan, kebijakan dan yang mengakibatkan terjadi tumpang tindih
pembanguan memang memiliki tantangan kewenangan antara pemerintah provinsi
tersendiri. Kearifan lokal menjadi hal yang dan kabupaten/kota.
lebih memainkan peranan bagi kebaikan Dalam bidang politik, kendala dalam
dan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab implementasi pelaksanaan pemerintahan
itu, pengaturan khusus bagi keistimewaan di Aceh, terdapat beberapa kendala dalam
Aceh dalam melaksanakan penyelenggaraan implementasi pembagian kewenangan
kehidupan beragama, kehidupan beradat, antara pemerintah, pemerintah provinsi
penyelenggaraan pendidikan, serta dan pemerintah kabupaten/kota juga perlu
peran ulama dalam penetapan kebijakan untuk diatasi. Salah satunya ialah bahwa
daerah dan pemberdayaan perekonomian, Qanun yang mengatur tentang kewenangan
merupakan kekayaan dinamika politik Provinsi dan Kabupaten/Kota belum ada,
pemerintahan di NKRI yang patur dijaga sehingga mengakibatkan terjadi tumpah
dan dirawat bersama. tindih kewenangan antara pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota.

80 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


Kendala berikutnya, dalam bidang Pendidikan Dayah jumlahnya lebih tinggi
ekonomi, secara umum Provinsi Aceh sangat jika dibandingkan gaji pendidik yang
tergantung pada keberadaan dana otonomi direkrut yayasan/pemilik dayah sehingga
khusus ini. Sejak pertama kali diberikan, menimbulkan kecemburuan.
dana otonomi khusus memberikan Dalam bidang pertanahan, hal yang
porsi signifikan terhadap APBD dengan paling penting saat ini dilakukan oleh
persentase antara 38 – 59 persen. Sedangkan, Pemerintah Aceh adalah meningkatkan
peruntukkan dana otonomi khusus masih sinergitas antara Dinas Pertanahan serta
kurang produktif sehingga tidak mampu Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
meningkatkan porsi PAD terhadap APBD. Badan Pertanahan Nasional. Terutama
Selain itu, adanya kesenjangan antar daerah karena Kanwil Badan Pertanahan Provinsi
akibat dari perbedaan SDA, pendapatan Aceh hingga saat ini masih berada di
asli daerah masih sangat rendah; sehingga bawah Kementerian Agraria dan Tata
hampir semua daerah baik provinsi maupun Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang
kabupaten/kota, masih sangat tergantung ada di pemerintah pusat. Oleh karena
pada dana pemerintah baik dana otonomi itu, Pemerintah Aceh perlu untuk segera
khusus, perimbangan, DAU dan DAK. menyiapkan SDM di Aceh. Salah satu
Dalam bidang sosial, pada tataran caranya dengan melaksanakan program
empiris ada beberapa kendala yang dihadapi menyekolahkan putra putri Aceh di Sekolah
dalam pelaksanaan bidang kesehatan, Tinggi Pertanahan Nasional melalui kerja
diantaranya kekurangan tenaga kesehatan, sama (MoU) dengan Sekolah Tinggi
baik jumlah maupun jenisnya. Seperti Pertanahan Nasional.
distribusi SDM tenaga kesehatan yang Berdasarkan hal yang telah disebut di
tidak merata (maldistribution) karena atas, maka permasalahan yang dihadapi oleh
terjadi penumpukan tenaga kesehatan di Pemerintah Aceh dalam pelaksanaan UU
perkotaan padahal penempatan tenaga PA harus menjadi perhatian Pemerintah,
kesehatan dimaksudkan untuk bekerja mengingat masa berlaku otonomi khusus
pada daerah yang membutuhkan, terutama bagi Provinsi Aceh sudah berlangsung sejak
daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, 2006, dan pemberian dana otonomi khusus
dan kepulauan, serta daerah bermasalah sudah diberikan sejak 2008, namun tujuan
kesehatan pemberian otonomi khusus bagi aceh
Demikian pula dengan keterbatasan pada pembagunan bidang infrastruktur,
tenaga pendidik yang menyebabkan banyak ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan,
pemilik dayah meminta Dinas Pendidikan pendidikan, sosial, dan kesehatan belum
Dayah untuk mengirim tenaga pendidik. sepenuhnya terwujud.
Pada tahun 2017 Dinas Pendidikan Dayah Pemerintah pusat harus membuat
telah merekrut 30 tenaga pendidik dengan pengaturan yang jelas mulai dari
status kontrak untuk ditempatkan di dayah- penyusunan program, pelaksanaan, hingga
dayah, khususnya yang ada daerah terpencil. pengawasan terhadap setiap kegiatan
Namun penempatan tenaga pendidik yang akan didanai oleh anggaran otonomi
oleh Dinas Pendidikan Dayah akhirnya khusus. Kegiatan tersebut harus merupakan
menimbulkan masalah karena terjadi program dan kegiatan pembangunan yang
kesenjangan besaran gaji yang diterima, strategis, mempunyai daya dorong yang
karena gaji pendidik yang dikontrak Dinas kuat, dan berpengaruh signifikan terhadap

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 81


pencapaian kesejahteraan masyarakat https://www.academia.edu/3879561/
Aceh agar menjadi lebih baik, nyata, Desentralisasi_Asimetris_Ala_Aceh_
dan adil secara menyeluruh. Selain itu, Djohermansyah_Djohan1_Pendahuluan.
penyusunan program juga harus memenuhi Djohermansyah Johan, dalam FGD tentang
kriteria pemilihan program yang melibatkan rencana revisi UU PA yang dilaksanakan
masyarakat agar sesuai dengan kebutuhan di PUU BK DPRRI, tanggal 6 Februari
masyarakat. Hal yang ditingkatkan ialah 2020.
pelaksanaan Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang Effendi, Sofyan. Reformasi Tata
merupakan salah satu mekanisme terkait Kepemerintahan: Menyiapakan Aparatur
perencanaan program kegiatan yang telah Negara Untuk mendukung Demokratisasi
disusun dan diusulkan oleh Pemerintah Politik Dan Ekonomi Terbuka,
Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press, 2010.
Huda, Ni’matul. Desentralisasi Asimetris
DAFTAR PUSTAKA Dalam NKRI Kajian Terhadap Daerah
Istimewa, Daerah Khusus dan Otonomi
Agustino, Leo. Sisi Gelap Otonomi Daerah. Khusus. Bandung: Nusa Media, 2014.
Bandung: Widya Padjadjaran. 2011.
Husin,Taqwaddin.Kapita Selekta Hukum
Agung Djojosoekarto, dkk., Kebijakan Adat Aceh dan Qanun Wali Nanggroe,
Otonomi Khusus di Indonesia, Banda Aceh: Banda Publishing, 2013.
Pembelajaran dari Kasus Aceh, Papua,
Jacobus Perviddya Solossa, Otonomi Khusus
Jakarta, dan Yogyakarta, Jakarta:
Papua, Mengangkat Martabat Rakyat
Kemitraan, 2008.
Papua di Dalam NKRI, Jakarta: Pustaka
Darmansjah Djumala, Soft Power Untuk Sinar Harapan, 2006.
Aceh: Resolusi Konflik dan Politik
Kurniadi, B.D. 2012. Desentralisasi Asimetris
Desentralisasi, Jakarta: Gramedia.2013.
di Indonesia. Seminar di LAN Jatinangor
Desentralisasi Aceh, diakses tanggal 20 tanggal 26 November 2012. diakses
Agustus 2019.https://aceh.tribunnews. tanggal 20 Agustus 2019 http://bdardias.
com/2015/03/03/desentralisasi-aceh. staff.ugm.ac.id/wp-,.
Desentralisasi Asimetris Politik Aceh dan M. Mas’ud Said, http://www.profmmasudsaid.
Papua, diakses tanggal 20 Agustus 2019 com/news-desentralisasi-asimetris.html,
http://www.imparsial.org/publikasi/ diakses tanggal 20 Agustus 2019.
opini/desentralisasi-asimetris-politik-
Rachbini, Didik J. Ekonomi Politik dan teori
aceh-dan-papua/.
Pilihan Publik. Bogor: Ghalia Indonesia.
Didik J. Rachbini. Ekonomi Politik dan teori 2006.
Pilihan Publik. Bogor : Ghalia Indonesia
Ranisa, Anggota KIP, dalam wawancara
Anggota Ikapi, 2006.
tanggal 26 Juni 2019 pukul 09.30 di
Djohermansyah Djohan, Desentralisasi ruang kerja kantor KIP Banda Aceh.
Asimetris Ala Aceh, diakses 20 Agustus
Rasyidin. El. all. Desentralisasi Aceh
2019.
Pasca Reformasi dan MoU Helsinki.
Lhokseumawe: Unimal Press, 2015.

82 Debora Sanur L.: Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus di Aceh


RI dan GAM berdamai di Helsinki, diakses Laporan Hasil Pengumpulan Data Dalam
tanggal 20 Agustus 2019, https:// Rangka Penyusunan Naskah Akademik
liputan6.com/global/read/2294284/15- Dan Draf RUU Tentang Perubahan
8-2005 - ri- da n - g a m - be rda m ai - d i - Atas Undang-Undang Nomor 11
helsinki Tahun 2006 Tentang Pemerintahan
4 tahun Pembagunan Aceh 2016, diakses Aceh tanggal 12 S/D 15 Februari 2020.
20 Agustus 2019. https://www1-media. Stefanus, K.Y. Pengembangan Desentralisasi
acehprov.go.id/uploads/4_Thn_ Asimetris dalam Negara Kesatuan Republik
Pembangunan_Aceh2016.pdf. Indonesia. Makalah Seminar.2009.
Laporan Kinerja Dan Rekomendasi, Syaiful, Wawancara dilakukan pada tanggal
Tim Pemantau DPR RI Mengenai 26 Juni 2019 pukul 14.00 di ruang kerja
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor kantor Wali Nanggroe Aceh.
11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Wawancara dengan Kepala Dinas
Aceh 2015 – 2019, DPR RI 2019, Belum Pertanahan Kota Subulussalam, 11 Juli
Diterbitkan. 2019.

Politica Vol. 11 No. 1 Mei 2020 83

Anda mungkin juga menyukai