A. Definisi
frekuensi tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung
kurang dari 14 hari.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk
cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2
pada bayi dan anak Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara
150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah
dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari
3%.
B. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
b. Faktor parentral yaitu Infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi Karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
C. Patofisiologi
Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi
luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang
Bakteri non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat
pada usus, berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim
(input),
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40 mg
% pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat
berupa : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang
sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit
tubuh melalui tinja. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat
1. Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila
kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal dan
ditemui dalam cairan ekstraseluler.
2. Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi
hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan
natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan
ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada
saat diare yang tidak di absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak
cukup.
3. Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus
5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini terjadi
karena air diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl ) tetap
D. Manifestasi Klinik
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin
lama berubah enjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang
tiak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan tinja
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare disertai kejang).
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
F. Penatalaksanaan Medis
kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o DG aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5%)
o 3@ (1 bagian NaCL 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Nalaktat 1/6 mol/l)
o DG 1 : 2 (1 bagian larutan darrow + 2 bagian glukosa 5%)
1) Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau
minum serta kesadaran baik.
2) Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak
mau minum serta kesadaran menurun.
3) Rumatan (maintenance).
d. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
1) Asetosal
Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
2) Klorpromazine
Dosis: 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya tidak
ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
d. Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali
3. Dietetik
a. Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7kg. Jenis makanannya seperti :
Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak mau minum susukarena dirumh sudah biasa diberi makanan padat.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam
lemak berantai sedang atau tidak jenuh sesuai kelainan yang di temukan.
b. Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7kg. Jenis makanannya
yaitu makanan padat atau makanan cair (susu) sesuai dengan kebiasaan makan
dirumah.
BAB III
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB
sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus
menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e. Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak