Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

ASKEP GEA PADA KLIEN BAYI


DARI : UBAIDILA
KELAS : XII KEPERAWATAN

A.    Definisi

Menurut kepustakaan, diare akut adalah buang air besar lembek atau


bahkan dapat berupa air saja, dengan atau tanpa darah dan lendir, dengan

frekuensi tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam, dan berlangsung
kurang dari 14 hari.

Diare adalah buang air besar (defekasi)  dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk

cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO
(1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2

berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis


(Mansjoer,A.1999,501). Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran

tinja yang tidak normal dan cair.


Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama

pada bayi dan anak Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara
150-430 perseribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah

dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari
3%.

B.     Etiologi

Selama 2 dekade, penelitian menunjukkan karakteristik dari diare akut. Pada


awal 1970 agen penyebab dapat diidentifikasi dalam 15-20% episode diare.
Sekarang, dengan semakin berkembangnya teknik diagnostik, dapat ditemukan
agen penyebab dalam 60-80%.3 Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah

Rotavirus, disamping virus lainnya seperti Norwalk Like Virus, Enteric


Adenovirus, Astovirus, dan Calicivirus. Beberapa patogen bakteri seperti

Salmonella, Shigella, Yersinia, Campylobacter, dan beberapa strain khusus


E.Coli. Beberapa parasit yang sering menyebabkan diare meliputi Giardia,

Crytosporidium, dan Entamoeba Histolytica.


Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

1.      Faktor infeksi
a.       Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama

diare pada anak.


         Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, campylobacter, Yersinia,

Aeromonas dan sebagainya.


         Infeksi virus : Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),

Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.


         Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa

(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (Candida


albicans).

b.      Faktor parentral yaitu Infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan

sebagainya.
2.      Faktor malabsorbsi
         Malabsorbsi Karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak

yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.


         Malabsorbsi Lemak
         Malabsorbsi Protein

3.      Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran

dimasak kutang matang, alergi terhadap makanan.


4.      Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare

terutama pada anak yang lebih besar.

C.     Patofisiologi

Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab


diare.

Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi
luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang

mengakibatkan terhambatnya perkembangan normal vili enterocytes dari usus


kecil dan perubahan dalam struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan

malabsorbsi dan motilitas abnormal dari usus selama infeksi rotavirus.


Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda.

Bakteri non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat
pada usus, berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim

mucinase (mencairkan lapisan lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran,


dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan cAMP yang akan

merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa menimbulkan


kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang,

kemudian terjadilah diare.


Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive,

campylobacter) mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang


diikuti oleh respon inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular
baik di dalam usus maupun di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang
tahan panas akan mengaktifkan adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak

tahan panas mengaktifkan guanilat siklase. E.coli enterohemoragik dan Shigella


menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan

sindrom hemolitik uremik.


Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi :

1.      Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi kehilangan air (output ) lebih banyak daripada pemasukan

(input),
2.      Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)

Terjadi karena :
a.       Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja

b.      Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda


keton tertimbun dalam tubuh.

c.       Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.


d.      Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat

dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).


e.       Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan,


pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)

3.      Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :

a.    Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.


b.   Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).

Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40 mg
% pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat
berupa : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang
sampai koma.

4.      Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :

a.       Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.

b.      Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.

c.       Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.

5.      Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan

sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan


berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan

pendarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak


segera ditolong penderita dapat meninggal .

Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit
tubuh melalui tinja. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat

menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskular dan kematian


bila tidak diobati dengan tepat. Ada tiga macam dehidrasi :

1.      Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila

kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal dan
ditemui dalam cairan ekstraseluler.

2.      Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi
hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan

natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan
ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada

saat diare yang tidak di absopsi secara efisien dan pemasukan air yang tidak
cukup.

3.      Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus

5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini terjadi
karena air diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl ) tetap

berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium dan kelebihan air.

D.    Manifestasi Klinik
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh

biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin

lama berubah enjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin

asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang
tiak dapat diabsorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak


cairandan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering.

E.     Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium :
1.      Pemeriksaan tinja

a.       Makroskopis dan Mikroskopis


b.      pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila

diduga terdapat intoleransi gula.


c.       Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan


menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan

analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).


3.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4.      Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare disertai kejang).

5.      Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

F.      Penatalaksanaan Medis

1.      Pemberian Cairan (Rehidrasi)


a.       jenis cairan

1)      Cairan rehidrasi oral (oral rehydration salts)


o   Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap

kali diare.
o   Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2)      Cara parenteral
o  DG aa (1 bagian larutan darrow + 1 bagian glukosa 5%)

o  RL g (1 bagian Ringer Laktat + 1 bagian glukosa 5%)


o  RL (Ringer Laktat)

o  3@ (1 bagian NaCL 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Nalaktat 1/6 mol/l)
o  DG 1 : 2 (1 bagian larutan darrow + 2 bagian glukosa 5%)

o  RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)


o  Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1 1/2% atau bagian

glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)


b.      Jalan pemberian cairan

1)      Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau
minum serta kesadaran baik.

2)      Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak
mau minum serta kesadaran menurun.

3)      Intravena untuk dehidrasi berat.


c.       Jumlah Cairan, tergantung pada :

1)      Defisit ( derajat dehidrasi)


2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)

3)      Rumatan (maintenance).
d.   Jadwal / kecepatan cairan

1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang
lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o   BB (kg) x 50 cc
o   BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.

2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :


+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt
2.      Terapi obat
a.       Obat anti sekresi

1)      Asetosal
Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.

2)      Klorpromazine
Dosis: 0,5 – 1 mg / kg BB/hari

b.      Obat anti spasmotik


Pada umumnya obat anti spasmotik seperti papaverin, ekstrak beladona, opium,

loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untukmengatasi diare akut.


c.       Obat pengeras tinja

Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya tidak
ada manfaatnya untuk mengatasi diare.

d.      Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali

bila penyebabnya jelas seperti:


         Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgbb/hari
         Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50mg/kgbb/hari

3.      Dietetik

a.       Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7kg. Jenis makanannya seperti :
         Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak

tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)


         Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak

tidak mau minum susukarena dirumh sudah biasa diberi makanan padat.
         Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam

lemak berantai sedang atau tidak jenuh sesuai kelainan yang di temukan.
b.      Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7kg. Jenis makanannya
yaitu makanan padat atau makanan cair (susu) sesuai dengan kebiasaan makan

dirumah.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DIARE AKUT


A.    Pengkajian
1.      Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan

kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu


menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur

2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak

menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .

2.      Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

3.      Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.

Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4.      Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid

jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5.      Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi

yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,

menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,


6.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan

Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan


tempat tinggal.

8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a.       Pertumbuhan
o   Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2

kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.


o   Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan

seterusnya.
o   Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,

seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah


o   Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b.      Perkembangan
o   Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.

Fase anal :

Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan


keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas

utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru


dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o   Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.

Autonomy vs Shame and doundt

Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari


lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri

(tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB
sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi
maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak
mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o   Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri :

Umur 2-3 tahun :

1.      berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK)


2.      Meniru membuat garis lurus (GH)

3.      Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)


4.      Melepasa pakaian sendiri (BM)

9.      Pemeriksaan Fisik
a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,

lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,


b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih

d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung


e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic

meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa

minum
f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis

metabolic (kontraksi otot pernafasan)


g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada

diare sedang .
h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >

375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang
> 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.

j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon

yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.


10.  Pemeriksaan Penunjang

1)         Laboratorium :
            feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
            Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi

            AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,

HCO3 menurun )
            Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

2)         Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau

output berlebihan dan intake yang kurang


2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan

cairan skunder terhadap diare.


3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder

terhadap diare
4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi

diare.
5.      Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus

menerus.
6.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C.     Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan skunder terhadap diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan


dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :
o   Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50  c, RR : < 40 x/mnt )

o   Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak

cekung.
o   Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

a.       Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan

pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit

b.      Pantau intake dan output


R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak

aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.


c.       Timbang berat badan setiap hari

R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan


cairan 1 lt

d.      Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

e.       Kolaborasi :
1.      Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).

2.      Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

3.      Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,

antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri


berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan        : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS


kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria        : - Nafsu makan meningkat


4.      BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :
1)      Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,

berlemak dan air terlalu panas atau dingin)


R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi

lambung dan sluran usus.


2)      Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah,

sajikan makanan dalam keadaan hangat


R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3)      Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4)      Monitor  intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5)        Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu

b.      obat-obatan atau vitamin ( A)


R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diare

Tujuan        :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi


peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


                         Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :
1)      Monitor suhu tubuh setiap 2 jam

R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)


2)      Berikan kompres hangat

R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh


3)      Kolaborasi pemberian antipirektik

R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak


Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan

dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)


Tujuan      : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas

kulit tidak terganggu


Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

-    Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar


Intervensi :

1)      Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2)      Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)

R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces

3)      Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak

terjadi iskemi dan irirtasi .


Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan      : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien


mampu beradaptasi

Kriteria hasil :  Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan


tidak rewel

Intervensi :
1)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan

R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga


2)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS


3)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan

R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya


4)      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun

non verbal (sentuhan, belaian dll)


R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada

klien.
5)      Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

Anda mungkin juga menyukai